Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48779 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Wilayah rehabilitasi kebakaran hutan merupakan wilayah-wilayah yang
mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan masih
dapat dimanfaatkan keberadaannya untuk kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan wilayah yang menjadi prioritas
utama untuk direhabilitasi dengan menggunakan metode Multi Criteria
Evaluation (MCE). Dengan membuat wilayah kerusakan yang merupakan
hasil dari korelasi fungsi hutan, vegetasi,dan kelerengan, setelah itu hasil dari
wilayah kerusakan dikorelarikan dengan wilayah tingkat kebakaran hutan
maka akan menghasilkan wilayah yang menjadi prioritas. Hasil dari overlay
tersebut menunjukkan wilayah prioritas utama adalah Kota Palembang,
Kabupaten Musi Banyu Asin, Kabupaten Banyu Asin, Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Muara Enim, dan
Prabumulih dengan memiliki luasan 72,03 % (6.268.107 Km2) dari
keseluruhan wilayah tersebut.
Kata Kunci : rehabilitasi; kerusakan; tingkat kebakaran; MCE.
x + 59 halaman; 9 tabel; 13 peta; 10 lampiran peta
Bibliografi : 14 (1997 ? 2006)"
Universitas Indonesia, 2007
S33976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S33959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Qulvan Rindes
"Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, khususnya di Provinsi Jambi hampir
terjadi setiap tahun tetapi dengan intensitas dan luasan yang tidak selalu sama.
Melalui interpretasi citra NOAA tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dengan
menggunakan parameter hotspot, penelitian ini bertujuan membahas perubahan
pola sebaran hotspot dan karakteristik wilayah kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Jambi. Hasil analisis spasial dengan teknik overlay diperoleh bahwa
secara umum kebakaran di Provinsi Jambi memiliki pola yang mengelompok dan
lokasinya hampir selalu tetap setiap tahun. Wilayah yang terjadi kebakaran lebih
banyak terjadi di musim kering dan berada dekat dengan pemukiman penduduk,
dimana lokasi tersebut merupakan wilayah dengan vegetasi yang kurang rapat dan
dengan jenis tanah hasil pelapukan bahan-bahan organik."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34141
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Camsudin
"Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Kalimantan Selatan yang telah diundangkan melalui Perda No. 3 Tahun 1993 dan telah mendapat pengesahan Mendagri melalui Keputusan No. 53 Tahun 1994 menetapkan wilayah Riam Kanan sebagai wilayah prioritas pengembangan. RT/RW tersebut juga memberikan arahan pengembangannya yakni sebagai kawasan lindung yang diharapkan mampu memberikan perlindungan baik sebagai kawasan perlindungan setempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya, maupun sebagai kawasan yang melindungi bawahannya sebagai pengatur tata air (fungsi hidrologis).
Upaya ril pengembangkan wilayah Riam Kanan sebagai kawasan lindung, terutama kawasan hutan lindung Riam Kanan ternyata mendapat hambatan besar karena dalam hutan lindung tersebut terdapat 12 perkampungan/permukiman penduduk yang termasuk dalam satu kecamatan definitif. Penduduk yang berada dalam kawasan hutan lindung Riam Kanan selain bermukim juga melakukan aktivitas sosial seperti bertani, menggembala dan mendulang. Dengan demikian dalam kawasan hutan lindung Riam Kanan terdapat konflik pemanfaatan lahan.
Bertolak dari kenyataan tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pengembangan wilayah Riam Kanan, sejauh mana tingkat keberhasilannya dan berupaya untuk dapat memecahkan tumpang tindih pemanfaatan lahan antara lindung dan budidaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan wilayah Riam Kanan ditempuh melalui kebijakan mengembalikan fungsi lindung dengan kegiatan utama rehabilitas hutan pada lahan kritis dan lahan kosong (baru). Kebijakan ini terus dipertahankan hingga saat Kemudian melalui revisi RT/RW Kabupaten Banjar tahun 1999, dimunculkan alternatif kebijakan lain yaitu mengendalikan pengolahan tanah, melestarikan hutan yang masih asli dan membuat buffer zone. Namun ketiga kebijakan ini belum diterapkan dilapangan.
Kebijakan mengembalikan fungsi lindung yang selama ini ditempuh pemerintah belum menunjukkan kinerja yang optimal. Beberapa indikator dapat dikemukakan bahwa: (1) target penutupan hutan 70 persen tidak tercapai, (2) luas lahan kritis tidak menunjukkan penurunan yang berarti dan (3) tingkat erosi sangat jauh di atas batas toleransi.
Dari sudut pandang sosial-ekonorni, pengembangan wilayah Riam Kanan direpresentasikan oleh wilayah Kecamatan Aranio. Beberapa indikator tingkat perkembangan Kecamatan Aranio adalalr (I) PDRB tahun 1993-1997 tumbuhdengan laju rata-rata 5,32 persen/tahun, berada di bawah Kabupaten Banjar yang tumbuh sebesar 8,11 persen/tahun, (2) Pendapatan per kapita untuk tahuri 1993 dan 1997 masing-masing Rp. 1.476.000 dan Rp. 1.821.000 atau tumbuh 5,39 persen / tahun, sementara pada tahun yang saina untuk Kabupaten Banjar adalah Rp. 1.328.000 dan Rp. 1.672.000 atau tumbuh 5,93 persen/tahun, (3) pertumbuhan penduduk tahun 1990-1998 sebesar 0,36 persenltahun dan (4) sarana dan prasarana yang terbangun terutama jalan, bangunan SD, puskesmas, pasar dan listrik masih minim dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten Banjar.
Adanya tumpang tindih pemanfaatan lahan pada kawasan hutan lindung Riam Kanan disebabkan adanya perbedaan persepsi dan penilaian manfaat antara pemerintah dengan penduduk. Walaupun keduanya memiliki tujuan sama yakni penggunaan lahan secara optimal, pernerintah menilai optimal jika dimanfaatkan sebagai kawasan lindung sementara penduduk menilai optimal jika dimanfaatkan sebagai lahan budidaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini menyebabkan kesenjangan antara kebijakan yang diterapkan pemerintah dengan tindakan penduduk.
Hasil analisis dengan metode AHP ternyata prioritas sasaran bagi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan lahan guna memperoleh pemanfaatan optimal adalah terjaminnya keutuhan hutan Riam Kanan (0,419), tercapainya fiingsi perlindungan bagi kawasan bawahannya (0,359), keamanan dan ketenangan penduduk terpelihara (0,222). Sementara bagi penduduk dalam kaitannya dengan kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan maka prioritas sasarannya adalah menjadikan lahan sebagai lapangan usaha yang berkesinambungan (0,545) dan tempat tinggal yang aman dan nyaman (0,455).
Pemecahan masalah tumpang tindih pemanfaatan lahan dengan metode A1-U dan Game Theory menghasilkan keseimbangan yang ketika penduduk menempuh langkah menggarap lahan secara menetap dan intensif sementara pernerintah menanggapinya dengan strategi kebijakan melestarikan hutan yang masih asli. "
2000
T1247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo Sudarman
"Kebakaran lahan dan hutan merupakan ancaman terhadap lingkungan hidup. Kebakaran lahan dan hutan dipengaruhi oleh pola penggunaan lahan untuk budidaya. Karakteristik wilayah rawan kebakaran di Kabupaten Pelalawan adalah wilayah yang memiliki kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi konversi dan hutan produksi terbatas; memiliki tutupan lahan dengan jenis hutan lahan kering sekunder, semak belukar, semak belukar rawa dan tanah terbuka; serta memiliki jenis tanah dan sistem lahan berupa endapan aluvial dan tanah mineral perbukitan rendah, serta jenis tanah gambut dengan kedalaman rendah sampai sedang. Kemunculan hotspot sebagai indikator kebakaran lahan dan hutan memiliki hubungan dengan pola curah hujan rendah yang terjadi dua kali selama setahun di Pelalawan, yaitu antara Januari-Februari dan yang paling ekstrim pada Juli-Agustus.
Langkah mitigasi kebakaran yang dilakukan pemerintah belum diikuti dengan alternatif solusi budidaya tanam tanpa api. Perubahan budidaya jenis tanaman semusim ke tanaman keras adalah bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat. Laju pertumbuhan penduduk berpengaruh nyata terhadap peluang terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Tekanan terhadap penguasaan ruang sebagai dampak dari pembangunan mempengaruhi kearifan lokal penggunaan api dalam pengelolaan lahan. Terbatasnya akses terhadap modal perekonomian menjadi salah satu faktor penghambat trasformasi sosial ekonomi dan budaya dari pertanian subsisten menjadi agraris, sehingga penggunaan api masih menjadi bagian dari budaya pengelolaan lahan.

Land and forest fires threatening the environment. The occuring of fires influence by land use for cultivation system. Characteristics of fires vulnerable zone in Pelalawan district Riau province indicated by the present of forest area with function for convertion and limited production; land cover type from secondary dryland forest, scrub, swampy scrub and open area; and alluvial to plain hilly mineral soil and land system, and shallow to moderate depth of peat swamp. The present of hotspots as indicator of fires occuring in land or forest area correspond with the lowest amount of rainfall which happend twice per annum within the study area, it is happend between January to February and extremly happend in July to August.
The mitigation action proposed by government poorly associate with alternative solution for zero firest cultivation. The shifting from short period to parennials agriculture commodity was the adaptation effort taken by the community. The growth of population influence the opportunity of fires may occur. The present of land tenure management due to development impact has influencing the local wisdom in using fires for land management. The limited acces to capital of economic being a barrier to the succes of social cultural transformation from subsisten to agrarian cultivation, thus the use of fires still being part of land development culture.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Herawati
Jakarta: Direktorat Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung KLHK, 2021
634.99 TUT r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Luthfita
"Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota rawan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat dan mengalami kejadian kebakaran setiap tahun. Berdasarkan data Kesatuan Pengelolaan Hutan pada tahun 2018, terdapat sekitar 4406 titik panas yang tersebar di Kabupaten Kubu Raya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan aspek kondisi fisik wilayah yang meliputi ketebalan gambut, tutupan lahan dan curah hujan serta aspek sosial masyarakat yang meliputi kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan jenis lapangan usaha di Kabupaten Kubu Raya. Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode overlay dengan Sistem Informasi Geografis. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa wilayah di Kabupaten Kubu Raya yang terdeteksi sangat rawan sebesar 12,77 % dengan total luas wilayah 1124,31 km², rawan tinggi yaitu sebesar 26,75 % dengan total luas wilayah 2419,68 km², rawan rendah yaitu sebesar 31,48 % dengan total luas wilayah 3421,38 km², sedangkan tingkat rawan sangat rendah yaitu 29,00 % dengan total luas wilayah 2408,07 km². Hasil pengolahan menunjukkan bahwa Wilayah dengan tingkat kerawanan tertinggi yaitu Kecamatan Rasau Jaya dan wilayah dengan tingkat kerawanan terendah yaitu Kecamatan Kubu.
Kubu Raya Regency is one of 14 regencies / cities prone to forest and land fires in West Kalimantan Province and experiences fires every year. Based on data from the Forest Management Unit in 2018, there are around 4406 hotspots spread across Kubu Raya Regency. The purpose of this study is to analyze areas prone to forest and land fires based on aspects of the physical condition of the area including peat thickness, land cover and rainfall as well as social aspects of society which include population density, education level and type of business field in Kubu Raya Regency. The spatial analysis used in this study uses the overlay method with Geographic Information Systems. The results of the analysis that have been carried out show that the area in Kubu Raya District that was detected was very vulnerable at 12.77% with a total area of ​​1124.31 km², high vulnerable at 26.75% with a total area of ​​2419.68 km², low at risk that is amounting to 31.48% with a total area of ​​3421.38 km², while the level of vulnerability is very low at 29.00% with a total area of ​​2408.07 km². The analysis shows that the area with the highest level of vulnerability is Rasau Jaya District and the area with the lowest level of vulnerability is Kubu District."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tjandra Yoga Aditama
Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, 1999
616.24 TJA d (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Menteri Negara Lingkungan Hidup , 1998
634.9 LAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>