Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104558 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Tussiono
"ABSTRAK Teknologi yang semakin modern dan canggih menuntut peneliti untuk bekerja lebih giat, tidak hanya pada bidang dengan cakupan skala mikro akan tetapi pada skala nano. Seperti halnya penelitian kali ini akan dicoba disintesis membran anorganik silika MCM-48 dengan skala nano. Membran anorganik silika MCM-48 memiliki struktur kubik dengan aliran tiga dimensi. MCM-48 mempunyai selektifitas cukup tinggi pada pemisahan cair-cair atau gas-gas, serta sangat bagus dipergunakan dalam proses katalisis. Membran ini dapat disintesis pada membran pendukung yang terbuat dari zeolit Malang dan clay Lampung dengan metode hidrotermal. Komposisi larutan dengan perbandingan mol yang digunakan untuk membuat MCM-48 adalah TEOS : CTABr : NaOH : H2O = 1 : 0,5 : 5,0x10-3 : 61. Hasil IR menunjukkan bahwa clay sebagai binder material mempunyai kemiripan komposisi dengan zeolit sebagai bahan support. Setelah pelapisan, hasil XRD terlihat puncak difraksi MCM-48 pada 2? = 2,24 dan 2,54. Hal ini membuktikan membran MCM-48 berhasil disintesis. Foto SEM menunjukkan tebal film MCM-48 mencapai sekitar 5?m. Pada foto permukaan, terlihat homogenitas distribusi Si dipermukaan support. Pada foto melintang, terlihat ada penyebaran unsur Si yang merata antara sisi support dan film MCM-48, dan terbentuknya nanokomposit MCM-48/support. Analisis dengan EDX juga membuktikan hal ini. Analisis gas permeasi N2 pada membran membuktikan ada kontribusi aliran viskus, hal ini mengindikasikan ukuran pori MCM-48 tidak terdistribusi seragam. Hasil filtrasi biodiesel terlihat terjadi pemudaran warna. Analisa dengan spektrofotometer UV-Vis memperlihatkan spektra serapan UV-Vis adanya penurunan nilai absorbansi pada hasil penyaringan. Kadar FFA pada biodiesel hasil filtrasi mengalami penurunan dari 0.57% menjadi 0.26%. Kata kunci: MCM-48; CTABr; gas permeasi; membran; TEOS."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniyasari
"Sintesis nanozeolit dilakukan dengan teknik seeding. Seed yang digunakan merupakan koloidal zeolit Y dengan tetraethyl orto silicate (TEOS) sebagai sumber silika, aluminium isopropoxide Al[(CH3)2CHO)]3 sebagai sumber aluminium dan tetramethylammoniumhydroxide (TMAOH) sebagai template organik. Proses dilakukan dengan sistem refluks pada suhu 100ºC selama 192 jam dengan kondisi optimum pertumbuhan zeolit pada pH 9 dan waktu aging selama 18 jam pada suhu 100ºC dengan menambahkan koloidal seed ke dalam koloidal prekursor FAU. Untuk pemisahan gas, disintesis membran nanozeolit Y menggunakan silika berpori seperti, aerogel silika sebagai support, dengan komposisi zeolite Y/aerogel silika 2:1. Karakterisasi dengan XRD, SEM-EDX, FTIR dan PSA menunjukkan bahwa zeolit hasil sintesis merupakan zeolit FAU tipe Y dengan rasio Si/Al 3.2 dan berukuran 2 nm. Sedangkan karakterisasi XRD dan FTIR untuk membran nanozeolit menunjukkan bahwa membran yang dihasilkan bersifat nonpolar dan mengalami transformasi menjadi alumina silika berpori lain yang belum diketahui rasio Si/Al nya akibat penambahan aerogel silika yang belum terbebas dari template (pelarut organik) yang digunakan. Membran selanjutnya diuji untuk aplikasi pemisahan gas metanol-etanol dan dideteksi menggunakan GC-FID. Hasil pemisahannya menunjukkan bahwa membran hanya efektif digunakan pada analisa pertama dan kedua.
Nanozeolite synthesized by seeding method. Colloidal crystals of zeolite Y used as seeds were synthesize with tetraethyil orthosilicate (TEOS) as silica source and aluminium isopropoxide Al[((CH3)2CHO)]3 as a source of aluminum and tetramethylammonium hydroxide (TMAOH) as organic template. The process carried out in reflux system at 100ºC for 192 hours with optimum growth condition of the zeolite at pH 9 and aging time for 18 hours at 100ºC with adding of colloidal seed into colloidal precursors FAU. For gas separation application, membrane nanozeolite Y synthesized using porous silica such as, a aerogel silica, as a support, with the composition of zeolite Y/aerogel silica 2:1. Characterization by XRD, SEM-EDS, FTIR and PSA showed that the zeolite synthesis is FAU type Y zeolite with ratio Si/Al 3.22 and a size of 2 nm. Whereas, the characterization of XRD and FTIR for the membrane nanozeolite show that the resulting membrane is nonpolar and has formed a new structure of the unknown ratio of Si/Al was due to the addition of aerogel silica that have not been liberated from the template (organic solvent) is used. Futher tested for membrane gas separation applications of methanol-ethanol and detected using GC-FID.The results of separation showed that the membrane is only effective on the first and second analysis."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42433
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muntu, Kristina Fransiska
"Dewasa ini kebutuhan industri akan pemurnian gas terns meningkat. Proses pemumian gas tersebut umumnya berlangsung da1am kondisi temperatur tinggi dan lingkungan yang korosif. Oleh karena itu, membran keramik dikembangkan untuk memisahkan gas tertentu dari gas lainya karena sifat ketahanan dan stabi1itas yang baik terhadap temperatur tinggi dan lingkungan yang korosif. Beberapa metode telah dikembangkan untuk menghasilkan porositas yang rendah pada membran lremmik. Salah satu metode tersebut adalah metode sol-gel silika dengan pelapisan putar. Substrat membran keramik terbuat dari material dengan komposisi 70% silika 30% kaolin dengan panambahan PV A sebagai zat pengikat. Metode proses pembuatan yang digunakan adalah teknologi serbuk melalui proses kompaksi dengan baban sebesar 10 ton dan pembakamn pada temperatur 1250'C selama 330 menit. Pembuatan larutan sol-gel dilakukan dengan mencampur dan mengaduk 25 ml TEOS dan 50 ml ethanol selama 10 menit. Kemudian 20 ml HCI 0,1 M ditambahkan secara perlahan ke dalam larutan pertama sambil tetap diaduk. Campuran larutan tersebut direftux pada temperatur 80'C selama 1 jam, lalu dievaperasi untuk membentuk sol-gel. Larutan yang terbentuk kemudian dideposisikan di atas substrat yang telah terpasang di atas mesin pemutar kemudian menghjdupkan mesin tersebut dengan putaran 1000 tpm selama beberapa waktu (15, 30, 45, 60 detik)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, James
"Pembuatan membran penukar ion amfoterik dengan proses kopolimerisasi grafting campuran monomer asam akrilat dan akrilamida pada polietilen kerapatan rendah (LDPE, Low Density Polyethylene) dengan inisiasi menggunakan ozon telah berhasil dilakukan. Parameter-parameter yang digunakan untuk mempelajari proses kopolimerisasi grafting ini adalah laju aliran ozon, lama ozonisasi, pengaruh konsentrasi monomer, pengaruh pelarut, temperatur grafting, lama reaksi kopolimerisasi dan juga pengaruh ketebalan film. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini diperoleh bahwa kondisi optimum kopolimerisasi masing-masing monomer ini berbeda dan sifat-sifat fisik kopolimer grafting yang dihasilkan juga berbeda. Kondisi optimum untuk pembuatan PE-g-AAm adalah konsentrasi akrilamida 20%, temperatur 110° C dengan la ju kopolimerisasi tertinggi diperoleh pada menit ke- 30. Sementara untuk pembuatan PE-g-AA kondisi optimumnya adalah konsentrasi asam akrilat 30%, suhu reaksi 110° C dan laju kopolimerisasi tertinggi terjadi pada saat menit pertama reaksi berlangsung. Semakin tinggi % grafting pada PE-g-AAm maka sifat fisiknya menjadi lebih kaku dan rapuh sementara pada PE-g-AA semakin lentur. Untuk mengatasi ini dicari kondisi terbaik untuk memperoleh PE-g-AA-AAm yang memiliki sifat fisik yang baik sebagai penukar ion amfoterik. Diperoleh bahwa kondisi terbaik reaksi kopolimerisai grafting campuran monomer ini adalah perbandingan 20% : 20%, suhu 100° C. Persen grafting PE-g-AAm tertinggi adalah 455.99% yang diperoleh pada kondisi : lama ozonisasi 90 menit, konsentrasi akrilamida 25%, suhu reaksi 110° C, walupun film ini sangat rapuh. Persen grafting PE-g-AA tertinggi adalah 299,69% dan persen grafting tertinggi PE-gAA- AAm pada kondisi optimum adalah 500,08%. Analisis kopolimer grafting menggunakan FTIR menunjukkan bahwa proses kopolimerisasi ini telah berhasil karena muncul serapan-serapan yang khas bagi setiap monomer yang dicangkokkan. Hal ini diperkuat dengan termogram DSC dimana terbentuk puncak-puncak endotermis barn yang khas. Kristanilitas dari film LDPE tergrafting mengalami penurunan seiring dengan kenaikan persen grafting. Kapasitas pertukaran kation dilakukan terhadap Cu2 + pada pH 4 dan pertukaran anion terhadap er pada pH 3. Diperoleh bahwa kapasitas pertukaran Cu2 + tertinggi adalah 7,7146 mek/g film untuk pada PE-g-AA 299,69%, untuk PE-g-AAm sebesar 0,6735 mek/g dan untuk PE-g-AA-AAm sebesar 7,81 mek/g pada persen grafting 211,98% dengan ketebalan film 100 μm. Kapasitas pertukaran anion er tertinggi adalah 4,62 mek/g untuk PE-g-AAm 284,74% dan 4,60 untuk PE-g-AA-AAm 462% pada ketebalan 50 μm. Selektivitas pertukaran kation dilakukan terhadap ion logam Cu2 +, Co2 +, Cr3 +, dan Ni2 + dimana selektivitas PE-g-AA-AAm > PE-g-AAm > PE-gAA.

Synthesis of amphoteric ion exchange membranes by grafting copolymerization process of the mixture of acrylic acid and acrylamide onto ozonized Low Density Polyethylene have been successfully done. In order to obtain the optimum conditions, the graft polymerization of each monomers was studied first. The rate of ozon flow, time of ozonization, monomer concentration, solvent, temperature, periode of copolymerization reaction, and film thickness were used as parameters. The results of these reactions are PE-g-AA, PE-g-AAm, PE-g-AA-AAm. Characterization of these graft copolymers was conducted by FTIR, DSC, XRD, water uptake, ion exchange capacity and selectivity. From these studies we obtain that the optimum conditions for the grafting process of each monomers are different and the physical properties of the graft copolymers are different too. The optimum conditions for making PE-g-AAm are 20 % monomer, 110°C and the highest rate of copolymerization was occurred at the 30 minute first while 30 % monomer, 110°C for making PE-g-AA and the highest rate of copolymerization occurred at the first minutes. The rigidity and the crispiness of the PE-g-AAm increased with increasing the percent of the grafting while of the PE-gAA decreased. That is why we need to find the best condition to make PE-g-AAAAm that has good physical properties as a amphoteric ion exchange membrane. We found that the best conditions are mixture of monomers by 20 %: 20% , I 00°C. The highest graft percentage were 455,99 % ; 299,69 %; 500,08 % for PE-g-AAm, PE-gAA, PE-g-AA-AAm respectively. Analysis of the graft copolymer by FTIR showed that the graft polymerization has successfully occurred and this was strenghtend by DSC thermograms and by XRD diffractograms. The crystalinity of LDPE decreased as the percentage of grafting increased. Kation and anion exchange capacities were studied by contacting them to Cu2 + solution at pH 4 and er solution at pH 3, respectively. It is obtained that the highest exchange capacity of Cu2+ is 7,7146 meq/g film; 0.6735 meq/g film; 7,81 meq/g film for PE-g-AA 299,69 % ; PE-g-AAm 185,49 %; PE-g-AA-AAm 211,98 % , respectively and the highest exchange capacity of er is 4,62 meq/g film; 4,60 meq/g film for PE-g-AAm 284,74 % and PE-g-AA-AAm 462 % respectively. The selectivities of kation exchange was investigated on Cu2 +, Co2 +, Cr3 +, and Ni2 + and we found that the selectivity of PE-g-AA-AAm > PE-g-AAm > PE-g-AA.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T40302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Saefumillah
"Kopolimerisasi cangkok asam akrilat pada film polietilen kerapatan rendah (LDPE) dengan metode ozonisasi untuk pembuatan membran penukar ion telah berhasil dilakukan. Ozonisasi dilakukan pada film LDPE yang telah dialiri udara pada temperatur 50°C dalam penangas gliserol selama 1 jam. Pengaruh parameter percobaan terhadap persen kopolimerisasi cangkok dipelajari melalui variasi waktu ozoniasasi, ketebalan film, konsentrasi asam akrilat, temperatur, waktu reaksi dan penambahan garam Mohr dan asam sulfat. Karakterisasi sifat film polietilen (PE) awal dan PE yang telah dikopolimerisasi cangkok dengan asam akrilat (PE-g-AA) dilakukan dengan mengamati perubahan ketebalan (thickness meter), morfologi penampang lintang (SEM), spektrum absorpsi infra merah (FTIR), titik leleh (DSC), stabilitas termal (DTAITGA), kristalinitas (XAD), serta kapasitas dan selektivitas penukaran ion (AAS).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan beberapa parameter reaksi pada film LDPE 50 µm, diperoleh kondisi reaksi yang menghasilkan persen kopolimer cangkok yang tinggi dengan waktu ozonisasi 30 menit, waktu reaksi 60 menit, konsentrasi asam akrilat 40 %, temperatur 110°C. Pada percobaan dengan penambahan garam Mohr dan asam sulfat, persen kopolimer cangkok yang dihasilkan menjadi menurun. Film PE-g-AA memiliki ketebalan yang lebih besar dibanding film PE awal. Pengamatan dengan SEM menunjukkan bahwa ketebalan bagian film PE yang mengalami kopolimerisasi Bangkok semakin meningkat dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok Pada film PE-g-AA dengan persen kopolimerisasi cangkok sekitar -160 %, kedua jenis film menunjukkan ketebalan bagian yang tercangkok relatif sama, 18,8 um pada kedua sisi film LDPE awal 50 gm dan 16,8 gm pada kedua sisi film LDPE awal 100 gm. Spektrum absorpsi FM menunjukkan munculnya gugus karbonil dan gugus hidroksil yang berasal dari asam akrilat yang dikopolimerisasi cangkok.
Kurva termogram DSC PE awal dan PE-g-AA menunjukkan penurunan entalpi pelelehan dan munculnya dua puncak endotermis baru, sedangkan titik leleh tidak banyak berubah. Kurva termogram DTAITGA menunjukkan stabilitas dekomposisi termal film PE-g-AA yang menurun dari pada film PE awal. Kurva difraktogram Sinar-X menunjukkan penurunan kristalinitas film PE-g-AA dibandingkan dengan PE awal, sejalan dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok. Kapasitas penukaran ion Cue pada pH 4,0 meningkat sejalan dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok. Kapasitas penukaran ion tertinggi diperoleh pada persen kopolimerisasi cangkok 317,69%, sebesar 7,72 meklg. Pada pH 4,0-6,0 film PE-g-AA lebih selektif terhadap ion Cu`t dan pada ion Ni'+ dan Coy .

Ion Exchange Membrane : Synthesis and Characterization of Acrylic Acid Grafted Onto Low Density Polyethylene (Ldpe) Film by Ozonization MethodGraft copolymerization of acrylic acid (AA) as ion exchange membrane into low density polyethylene (LDPE) film has been studied by using ozonization methode. The ozonized PE was treated with aqueous solution of AA.. The percentage of grafting was determined as fnnctiot of ozonization period, film thickness. monomer concentration. temperature and reaction period. PE- AA f i l m n was characterized by FTIR. SEM, DSC. DTAITGA, XRD and exchange capacity and selectivity towards Cti2 . co 2+ and Ni + ions.
It gas result that the highest of graft copolymerization percentage attained lirr LDPE film with 50 tun thickness within 30 minutes ozonization period, 60 minutes reaction time, 40% acrylic acid and 110"C. The experiment with Mohr salt and sulfuric acid addition showed the decrease of graft copolymerization percentage. With SEM photo PE and PE-g-AA film, it was observed that the increase of' percentage of grafting is followed by the increase of film thickness. 1=TRR spectra showed characteristic of absorption band on wavelength 1730 cni Ibr stretching vibration carbonyl group (C=0) and 3000-3500 cm l for stretching vibration of hydroxyl group (O--1) for both from acrylic acid grafted onto polyethylene film.
The DSC thermogram curve of PE and PE-g-AA film showed the decrease of the melt-enthalpy and appeared two endothermic peaks at 230"C and 350"C. The TGA thermogram curve showed the decrease of stability of thermal decomposition for PE-g-AA than PE film. From X-ray difTractogram curve was showed the decrease of crystalinity of PE-g-AA than PE film. High exchange capacity towards Cu2 + ion was shown. PE-g-AA film with degree of grafting of 317.69% showed exchange capacity of 7,72 meg/g and the binding copper ions were distributed homogenously in the film surface. Good selectivity towards Cu" ion was attained at p1-i range 4.0-6,0 with coefficient of distribution 1.80.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhanto Endrantoro
"ABSTRAK
Bahan peledak merupakan suatu bahan yang berbahaya karena dapat menghasilkan ledakan yang diikuti oleh pelepasan gas dengan volume besar dan nyala api. Walaupun bahan ini bersifat merusak, bahan ini tetap sangat diperlukan di beberapa bidang pekerjaan seperti konstruksl dan pertambangan. Oleh karena sifatnya yang merusak dan berbahaya maka perlu dllakukan pengawasan terhadap bahan Ini secara ketat. Dalam melakukan pengawasan terhadap bahan peledak maka Kepolisian Republik Indonesia sebagai institusi yang berwenang perlu mengetahui cara pembuatan dan karakterisasi bahan peledak baik yang digunakan di bidang militer maupun komersil.
Penelitian ini dilakukan untuk mensintesis dan mengkarakterisasi salah satu jenis bahan peledak primer yaitu timbal azida! Proses sintesis dilakukan dengan mereaksikan natrium azida dan timbal asetat yang kemudian direkristalisasi. Sintesis dilakukan pula dengan penambahan nucleating agent dekstrin ke dalam timbal asetat. Hasil perolehan timbal azida baik yang ditambahkan dekstrin maupun tidak berklsar antara 97,9 - 98,7%. Hasll rekristalisasi timbal azida tanpa dekstrin berklsar antara 55,2 - 58,1%, sedangkan untuk hasil perolehan rekristalisasi timbal azida dengan penambahan dekstrin berklsar antara 49,7 - 53,2 %. Hasil pengukuran kalor pembakaran timbal azida tanpa dekstrin sebelum rekristalisasi menghasilkan nilai 570 kal/g dan setelah rekristalisasi mennghasilkan nilai 590 kal/g. Untuk nilai kalor pembakaran timbal azida dengan penambahan dekstrin sebelum dan sesudah rekristalisasi berturut-turut adalah 528,3 dan 543,1 kal/g. Hasil pengukuran kadar timbal dalam timbal azida hasil sintesis balk yang ditambahkan dekstrin maupun tidak serta yang direkristalisasi maupun tidak berkisar antara 18,07 - 21,90%. Hasil analisis struktur dengan FTIR memperlihatkan adanya spektrum gugus azida pada bilangan gelombang 2044,17 cm'"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aidah Fitriah
"Sintesis membran selulosa asetat dilakukan melalui dua tahap yang meliputi: sintesis organoclay dan sintesis membran. Sedangkan, sintesis organoclay terdiri dari tiga tahapan yaitu purifikasi karbonat, sintesis Na-Bentonit dan sintesis organoclay-ODTMABr. Na-Bentonit dengan kapasitas tukar kation (KTK) 48,749 meq/100 gram bentonit yang diinterkalasi dengan 1 KTK surfaktan ODTMABr menghasilkan Organoclay Terinterkalasi (OCT). Pengaruh interkalasi diamati oleh XRD low angle yang menunjukkan adanya kenaikan nilai basal spacing dari Na-Bentonit ke OCT, baik tanpa maupun dengan purifikasi karbonat, masing-masing dari 15,31 Å ke 20,07 Å dan 15,66 Å ke 19,94 Å. Selulosa asetat (CA) dimodifikasi dengan penambahan nanofiller organoclay-ODTMABr (OCT-C18) dengan metode solvent casting. Karakterisasi yang dilakukan adalah XRD, FTIR, SEM, dan EDX. Pengamatan pengaruh komposisi berat OCT-C18 yang ditambahkan ke dalam larutan selulosa asetat menunjukkan bahwa membran dengan komposisi 7% wt memiliki warna yang paling keruh, secara fisik terasa paling lentur, dan tidak mudah robek.

Synthesis of cellulose acetate membranes through two stages which include organoclay synthesis and membrane synthesis. Meanwhile, organoclay synthesis consists of three phases that include carbonate purification, synthesis of Na-Bentonite and organoclay-ODTMABr synthesis. Na-bentonite by cation exchange capacity (CEC) 48.749 meq/100 grams of bentonite which intercalated with 1 CEC ODTMABr surfactant produce organoclay intercalated (OCT). Effect of intercalation was observed by low angle XRD which shows an increase value of basal spacing of Na-Bentonite to OCT, either without or with carbonate purification, respectively from 15.31 Å to 20.07 Å and 15.66 Å to 19.94 Å Å. Cellulose acetate (CA) modified with adding organoclay-ODTMABr (OCT-C18) nanofillers with a solvent casting method. XRD, FTIR, SEM, and EDX characterization was performed. Parameters measured influence of weight percent of OCT-C18 is added to a solution of cellulose acetate. Membrane with a composition of 7 wt% has the most opaque colors, the highest physical resilient, and the strongest (not easily torn)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Fitriyani
"Membran selulosa asetat / organoclay-HDTMABr dibuat melalui dua tahap sintesis, yaitu sintesis organoclay dan sintesis membran. Sintesis organoclay meliputi tiga tahap, yaitu purifikasi karbonat, preparasi Na-Bentonit, dan sintesis organoclay-HDTMABr. Organoclay-HDTMABr disintesis menggunakan Na-Bentonit dan HDTMABr sebanyak 1 KTK dengan metode ultrasonik, dimana Na-Bentonit yang digunakan memiliki kapasitas tukar kation (KTK) sebesar 48,749 meq/100 gram bentonit. Pengujian XRD pada sampel organoclay menunjukkan interkalasi HDTMABr dapat meningkatkan basal spacing organoclay menjadi 18,80 Å dan 19,04 Å pada masing-masing sintesa dengan purifikasi dan tanpa purifikasi karbonat. Telah dilakukan variasi komposisi organoclay-HDTMABr 1 KTK (OCT-C16) yang ditambahkan pada biokomposit sebagai nanofiller. Hasil sintesis pada penelitian ini dikarakterisasi menggunakan FTIR. Dari kelima variasi komposisi OCT-C16 (0%, 1%, 3%, 5%, dan 7%) yang ditambahkan, variasi 7% OCT-C16 menghasilkan produk membran biokomposit yang paling keruh, paling lentur, dan tidak mudah robek.

Cellulose acetate / organoclay-HDTMABr membranes ware prepared ​​through two stages of synthesis, namely : the organoclay synthesis and membrane synthesis. Organoclay synthesis involved three stages : purification of carbonate, preparation of Na-bentonite, and synthesis of organoclay-HDTMABr. Organoclay-HDTMABr was synthesized with the amount of 1 CEC Na-Bentonite and HDTMABr using an ultrasonic method. The Na-Bentonite had a cation exchange capacity (CEC) of 48.749 meq/100 grams of bentonite. XRD measdurement result showed HDTMABr increased the basal spacing of organoclay to 18,80 Å and 19,04 Å for organoclay with carbonate purification and without carbonate purification respetively. The HDTMABr-organoclay (OCT-C16) was added to cellulose acetate as nanofiller with different compositions. The biocomposites obtained in this study, with the clay loading of 0%, 1%, 3%, 5%, and 7% were characterized by FTIR. It was observed that the addition of 7 % OCT-C16 into cellulose acetate membranes produced the most flexible, the most opaque, and most difficult torn membrane."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47273
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
LIza
"Separator baterai ion litium berbasis poliolefin memiliki wettability yang buruk dan porositas rendah, sehingga menurunkan kemampuan untuk mempertahankan larutan elektrolit dan mempengaruhi kinerja baterai terkait transportasi ionik dalam separator. Oleh karena itu, pengembangan separator dengan wettability dan porositas yang lebih baik telah menarik minat signifikan untuk meningkatkan kinerja baterai. Penelitian ini menyintesis dan mengkarakterisasi membran separator berbasis selulosa asetat yang di-crosslinking dengan asam sitrat menggunakan metode Non-Solvent Induced Phase Separation (N-TIPS). Selulosa asetat dan DMSO dicampur dan dituang ke pelat kaca, kemudian membran yang dicetak dievaporasi dan direndam dalam bak koagulasi air sebagai non-pelarut. Waktu evaporasi bervariasi pada 90, 120, 150, dan 180 menit untuk mempelajari pengaruhnya terhadap struktur pori membran. Hasil menunjukkan bahwa membran dengan waktu evaporasi 120 menit memberikan keseimbangan optimal antara struktur kimia, kemampuan pembasahan, dan sifat mekanik. Membran ini memiliki porositas 1,28%, sudut kontak terendah (45,1°), konduktivitas ionik yang baik sebesar 0,0276 mS/cm, dan kekuatan tarik 38,987 MPa. Terlebih lagi, membran ini memiliki nilai electrolyte uptake tertinggi sebesar 43,31% dan stabilitas termal yang baik dengan penyusutan yang rendah yaitu sebesar 14,61%. Selain itu, Uji EIS membuktikan bahwa membran berbasis selulosa asetat memiliki kinerja elektrokimia yang unggul dibandingkan separator berbasis poliolefin karena memiliki konduktivitas ionik yang lebih tinggi.

Polyolefin-based lithium-ion battery separators have poor wettability and low porosity, which can reduce their ability to retain electrolyte solution, thereby affecting battery performance due to ion transport within the separator. Therefore, developing separators with better wettability and porosity has attracted significant interest to enhance battery performance through improved ionic transport. This study synthesizes and characterizes cellulose acetate-based battery separators crosslinked with citric acid using the Non-Solvent Induced Phase Separation (N-TIPS) method. Cellulose acetate and DMSO were mixed and cast onto a glass plate, then the cast membrane was evaporated and immersed in a coagulation bath of water as the non-solvent. The evaporation time varied at 90, 120, 150, and 180 minutes to study its effect on membrane pore structure. The results show that the membrane with an evaporation time of 120 minutes provides an optimal balance between chemical structure, wettability, and mechanical properties. This membrane has a porosity of 1.28%, the lowest contact angle (45.1°), a good ionic conductivity of 0.0276 mS/cm, and a tensile strength of 38.987 MPa. Furthermore, this membrane has the highest electrolyte uptake value of 43.31% and good thermal stability with low shrinkage of 14.61%. In addition, EIS testing proves that the cellulose acetate-based membrane has superior electrochemical performance compared to polyolefin-based separators due to its higher ionic conductivity.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lingga Ghufira Oktariza
"Sintesis membran nanokomposit PVA-Organoclay Tapanuli dilakukan dengan tahap sintesis organoclay Tapanuli dan sintesis nanokomposit PVAOrganoclay Tapanuli. Sintesis organoclay Tapanuli dilakukan dengan menginterkalasikan surfaktan HDTMABr ke dalam gallery clay melalui tahapan purifikasi, sintesis Na-MMT dan sintesis Organoclay Tapanuli, sedangkan pembuatan membran komposit melalui proses solvent casting. Pengaruh interkalasi surfaktan diamati dengan XRD dan FTIR. Dari karakterisasi XRD, diketahui bahwa interkalasi surfaktan ke dalam gallery clay meningkatkan nilai basal spacing organoclay Tapanuli dari 15.96 Å menjadi 18.81 Å. Nanokomposit dibuat dari PVA sebagai matriks dan organoclay Tapanuli - HDTMABr sebagai nanofiller. Karakterisasi yang dilakukan adalah XRD, FTIR, SEM, dan uji tarik. Dari hasil uji tarik diperoleh pada komposisi 3 wt % organoclay Tapanuli-HDTMABr merupakan hasil yang terbaik. Hal ini dibuktikan dengan nilai modulus tarik dan nilai kuat tarik yang paling tinggi dibandingkan dengan komposisi lainnya, dengan kenaikan masing-masing 162,3 % dan 13,55 %.

PVA - Organoclay Tapanuli nanocomposite membranes were syntesized through two steps, namely the organoclay Tapanuli intercalation process and the PVA - Organoclay Tapanuli nanocomposite syhthesis. The synthesis of organoclay Tapanuli was conducted by intercalating the HDTMABr surfactant into the clay gallery through purification, Na-MMT synthesis, and organoclay Tapanuli synthesis processes, while solvent casting technique was applied to produced the nanocmposite membranes. The effect of surfactant in the clay gallery was observed using XRD, and FTIR. The XRD results showed that, the surfactant was intercalate into the clay gallery and increased the basal spacing of organoclay Tapanuli from 15.96 Å to 18.81 Å. The nanocomposites were characterized using XRD, FTIR, and SEM, and tensile test was also carried out. The tensile test results showed that the 3 wt% organoclay Tapanuli - PVA was the best sample compared to other clay compositions. It was proved that the values of tensile modulus and tensile strength increased by 162,3 % and 13,55 % respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>