Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157252 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titan Reagan Sjofjan
"DNA Mitokondria (mtDNA) terdiri dari 16.569 pasang basa (pb), hanya
6x10 ®% dari seluruh genom manusia, tetapi kontribusi mtDNA dalam
pengetahuan terhadap evolusi, sejarah^jopulasLmanusia^daayariasi genetik.
antar Individu maupun variasi genetik dalam suatu populasi jauh lebih besar
dibanding jumlahnya dalam genom manusia. Hal ini disebabkan karena
mtDNA mempunyal beberapa karakteristik khas, seperti kuantitas yang
banyak, bersifat haploid (tidak mengalami rekombinasi), dan tingginya laju
mutasi dibandingkan DNA inti. Studi terhadap populasi, §erta variasi genetik
individu dalam populasi biasanya difokuskan pada daerah kontrol mtDNA
(D-Loop Region), daerah yang tidak menyandi gen, karena tingginya laju
mutasi pada daerah tersebut dibanding daerah lain pada mtDNA, yaitu 5-10
kali lebih tinggi dari daerah lain di mtDNA. Telah berhasil di sekuensing
daerah sepanjang 519 pb pada Hipervariabel 1 D-Loop Mitokondria
(nt 16101-16569 dan nt 1-50 berdasarkan penomoran sekuens referens
Cambridge) pada populasi Kodi dan Sumba Timur dengan 30 individu untuk
tiap populasi. Analisis terhadap 60 sampel yang dibandingkan dengan
sekuens referens Cambridge menunjukan bahwa terdapat 55 haplotipe
dengan 66 single nucleotide polymorphisms (SNPs). Ditemukan 56 SNPs
yang sudah dipublikasikan dan 10 SNPs baru dan belum pernah
dipublikasikan. Analisis lanjut terhadap polimorfisme sekuens HVR-1 D-Loop
mtDNA dan pohon filogenetik menunjukan haplotipe yang diperoleh dapat
diidentifikasi ke dalam haplogrup utama di Asia; BM (16% Kodi dan 23% Sumba Timur), M (30% Kodi dan 53,3% Sumba Timur), F (26% Kodi dan
10% Sumba Timur), dan motif Pollnesia (16,7% Kodi dan 6.7% Sumba
Timur) dan 5 haplotipe yang tidak dapat diidentifikasi. Berdasarkan pola
percabangan pohon filogenetik dengan metode Neighbor-Joining; sekaens
dapat diktasifikasi menjadi tujuh kelompok. Keunikan dari tiap kelompok
menerangkan parbadaan garis silsilah nanak moyangnya. SNP yang taramati
dimiliki olah kadua populasi dan tidak ada kacandarungan mangalompok dari
salah satu populasi. Dari pangaiompokan ini tarlihat bahwa kadua populasi
yang dianalisa tarnyata barcampur dalam tiap kalompok dalam pohon
f '
filogenetik, ha! ini menunjukan bahwa populasi Kodi dan Sumba Timur
mempunyai katarkaitan sacara ganatik yang ralatif dakat."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mien Savira
"Saat ini gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) tercatat sebagai hewan dengan status konservasi ?critically endangered?, terkait dengan penurunan populasi yang drastis selama 25 tahun terakhir serta permasalahan habitat dan konflik gajah-manusia yang terjadi secara terus-menerus. Kondisi demikian mengindikasikan bahwa gajah sumatera semakin rentan terhadap resiko kepunahan sehingga manajemen konservasi yang tepat perlu dirumuskan. Penelitian ini dilakukan untuk berkontribusi dalam penentuan manajemen konservasi komprehensif, melalui analisis terhadap variasi daerah D-loop (displacement loop) DNA mitokondria menggunakan sampel noninvasif berupa feses yang diperoleh populasi di Taman Nasional Way Kambas sebagai salah satu populasi gajah sumatera yang tersisa di alam. Tingkat variasi genetik yang rendah terdeteksi pada populasi tersebut melalui penemuan satu jenis haplotipe [h, = 0] dari 31 sampel yang dianalisis. Hasil tersebut mengindikasikan kemungkinan pengaruh founder effect, lineage sorting, dan selective sweep terjadi pada populasi gajah sumatera di Taman Nasional Way Kambas. Meskipun demikian, penggunaan marka molekul mikrosatelit serta penambahan jumlah sampel perlu dilakukan untuk memperoleh hasil analisis yang lebih representatif terhadap populasi gajah sumatera di Taman Nasional Way Kambas.

The sumatran elephant (Elephas maximus sumatranus) has been classified as ?critically endangered?, related to drastic population decline during the last 25 years, ongoing habitat problems and human-elephant conflicts. This situation indicates that the sumatran elephant is facing a greater risk of extinction, hence appropriate conservation management should be determined. To contribute to a comprehensive conservation management for this subspecies, this research was conducted to analyze the variation of mitochondrial DNA D-loop using noninvasive fecal samples obtained from Way Kambas National Park, as one of the sumatran elephant remaining population in the wild. Low level of genetic variation was detected in this population through the observation of single haplotype [h, = 0] from 31 samples used in the analysis. This result indicates the possible influence of founder effect, lineage sorting and selective sweep to the population. Nevertheless, this result should be accompanied with genetic information from biparental molecular marker (e.g. microsatellites) and larger sample size to discover the more representative description about the population.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42252
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Krisna Bayu
"Aktifitas dan metabolisme selular yang terjadi pada tubuh manusia
menibutuhkan energi yang sebagian besar berasal dari senyawa ATP.
Senyawa ATP disintesis dari senyawa ADP dan Pi melalui reaksi enzimatik
fosforilasi oksidatif (Oxidative phosphorylation; OXPHOS) dalam mitokondria.
Selanjutnya ATP yang dibutuhkan oleh sel, ditranslokasikan dari dalam
rnatriks mitokondria dengan ADP dari sitosol oleh protein Adenine nucleotide
translocator (ANT) yang banyak terdapat di membran bagian dalam
I
mitokondria. Dengan demikian; protein ANT sangat berperan dalam proses
produksi dan penggunaan ATP. Sejak lama telah diketahui bahwa adanya
polimorfisme atau variasi perbedaan sekuens DNA dari suatu gen dapat
mengubah fungsi protein. Polimorfisme dapa~ mempengaruhi Qengaturan
ekspresi dan sifat biokimia protein yang disandi oleh gen tersebut, yang
mung kin juga berkaitan dengan keadaan.patologis tertentu atau resisten
terhadap penyakit tertentu. Jika terjadi perubahan sekuens DNA dari gen
penyandi ANT yang dapat rnengubah struktur ANT, maka keadaan ini
mungkin dapat menyebabkan keadaan patologis tertentu. Analisis deteksi
polimorfisrne yang dilakukan di Laboratorium Lembaga Biologi Molekuler
Eijkman, dengan rnenggunakan metode PCR-RFLP (Polymerase chain
reaction-Restriction fragment length polymorphism) untuk mendeteksi
polimorfisme G332T (transisi basa guanin menjadi timin pada nukleotida
ke-332) sekuens ANT2 ekson 2 yang rnenyebabkan perubahan arginin menjadi leusin pada residu asam amino ke-111 (R111L) pada populasi Batak
Toba dan Mandar. Dari hasil analisis menunjukkan adanya distribusi untuk
varian 332G maupun 332T dengan persentase berturut-turut sebesar 76,6%,
23,4%, dan·s3,9%, 36,1 %. Adanya perbedaan bermakna distribusi varian
G332T pada kedua populasi tersebut dapat dijadikan sebagai referensi bagi
tingkat kerentanan (predisposisi) rnaupun ketaharian (resistensi) terhadap
penyakit yang berasosiasi dengan polirnorfisrne tersebut. Dengan metode
yang sama juga dilakukan deteksi polirnorfisme G332T sekuens ANT2
ekson 2 pada anggota keluarga Leber's hereditary opt~c neuropathy (LHON)
pembawa mutasi patologis mtDNA G11778A dengan dan tanpa manifestasi
klinik. Penyakit LHON ini memiliki karakteristik yang sangat unik dengan
tingkat keparahan manifestasi klinik yang berbeda-beda pada berbagai
anggota keluarga LHON pembawa mutasi mtDNA G 11778A dan
penderitanya banyak terdapat pada laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan
adanya faktor pengubah ekspresi di DNA inti (nuclear modifier), yang
mungkin terdapat pada romosom X. Varian R1 ~ 1 L yang terbentuk dari
polimorfisme G332T sekuens ANT2 ekson 2 yang disandi oleh gen yang
terdapat pada krornosom X, diduga sebagai nuclear modifier yang berperan
memicu timbulnya manifestasi neuropati optik pada anggota keluarga LHON.
Tetapi dari hasil penelitian ini, nampaknya varian 111 L rnerupakan faktor ·
.
yang bersifat melindungi dari manifestasi klinik da~ varian 11_1 R rnerupakan
faktor yang memicu timbulnya manifestasi klinik pada anggota keluarga
LHON "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Gusti Ngurah Arga Aldrian Oktafandi
"Malaria merupakan masalah kesehatan di Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Timur. Faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, dan musim dianggap berkaitan dengan malaria. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui trend dan proporsi malaria tahun 2011-2013 serta kaitannya dengan umur, jenis kelamin, dan musim di kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur. Desain penelitian adalah potong lintang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kodi Utara pada tanggal 25 Juni 2014 berupa data pasien yang berobat ke Puskesmas Kodi Utara dan didiagnosis malaria pada tahun 2011-2013. Hasilnya didapatkan bahwa trend malaria pada tahun 2011-2013 tidak stabil, namun didapatkan angka rata-rata tertinggi pada tahun 2011 (170,3 orang) dan terendah pada tahun 2013 (103,3 orang). Proporsi malaria tertinggi pada tahun 2012 (67,5%) dan terendah pada tahun 2011 (55,5%). Terdapat perbedaan bermakna antara proporsi malaria dengan usia, jenis kelamin, dan musim (p<0,05). Disimpulkan bahwa angka rata-rata penderita malaria menurun dari tahun 2011 sampai 2013 dan terdapat hubungan proporsi malaria dengan usia, jenis kelamin, dan musim.

Malaria is a public health problem in Indonesia, especially in East Nusa Tenggara. Factors, such as age, gender, and season, are considered to be related with malaria. The objective of this study is to know the trend and proportion of malaria in 2011-2013 and its relationship with age, gender, and season in Kodi Utara Subdistrict, Sumba Barat Daya (SBD). The design of this study is cross-sectional and using secondary data which is obtained from Kodi Utara Primary Health Care Center on June 25th 2014. The data is all recorded data of patients who came to Kodi Utara Primary Health Care Center and underwent diagnostic test for malaria in 2011-2013. As a result, it is found that the trend of malaria in 2011-2013 is unstable, but it shows that the highest average number is found in 2011 (170.3 people) and the lowest one is found in 2013 (103.3 people). On the other hand, the highest proportion of malaria is found in 2012 (67.5%) and the lowest one is found in 2011 (55.5%). Besides that, it is also found that there is a significant difference between the proportion of malaria with age, gender, and season (p<0.05). The conclusion is that the number of malaria patients decrease from 2011 to 2013 and there is a relationship between the proportion of malaria and age, gender, and season.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Dewi Megawati
"Seperti pada negara Asia Tenggara lainnya, hemoglobinopati umum ditemukan di Indonesia. Berbeda dengan studi mengenai mutasi thalassemia beta yang sudah banyak dilakukan, pengetahuan mengenai spektrum dan frekuensi thalassemia alpha pada populasi di Indonesia masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkarakterisasi spektrum mutasi thalassemia-αo pada populasi Gayo, Maluku Utara, dan Sumba. Penelitian dilakukan menggunakan 800 sampel darah yang diperoleh dari Gayo (218), Maluku Utara (389), dan Sumba (193) pada tahun 2005-2011. Berdasarkan parameter hematologi diketahui frekuensi pembawa sifat thalassemia-α+ sebesar 15,25% (122/800) dan pembawa sifat thalassemia-αo 11% (88/800). Karakterisasi spektrum mutasi thalassemia dilakukan pada 88 sampel terduga pembawa sifat thalassemia-αo. Pada studi pendahuluan telah dilakukan analisis DNA untuk mendeteksi mutasi jenis delesi yang umum didapatkan pada populasi Asia Tenggara dengan metode PCR multipleks dan terdeteksi 3 jenis delesi gen globin alpha pada 46 sampel (46/88, 53%) yaitu homozigot (16/88) dan heterozigot (29/88) delesi 1 gen globin alpha tipe 3,7kb dan 4,2kb, dan heterozigot delesi 2 gen globin alpha tipe SEA (1/88). Pada penelitian ini dilakukan deteksi mutasi lanjutan pada sampel yang tidak terdeteksi dengan metode tersebut (42/88) dan sampel heterozigot untuk mutasi delesi 1 gen globin alpha (29/88), menggunakan teknik PCR-RFLP, MLPA, dan sekuensing. Hasil penelitian ini mendeteksi 6 jenis mutasi thalassemia alpha pada 6 sampel yaitu Hb Adana (kodon 59 GGCGly>GACAsp α2) yang umum ditemukan pada populasi Asia Tenggara, dan mutasi yang tidak umum seperti IVS-116 A>G α2 dan Hb Evanston (kodon 14 TGGTrp>AGGArg α1) ditemukan pada populasi Gayo dan tiga jenis mutasi baru ditemukan pada populasi Maluku Utara yaitu IVS1 del24bp nt11-34 α2, kodon 137 ACCThr>ACTThr α2, dan IVS2 nt-34 G>A α2. Sedangkan di Sumba terdeteksi hanya mutasi delesi 3,7kb dan delesi 4,2kb dengan frekuensi yang tinggi. Jenis delesi yang tidak umum di Asia Tenggara tidak ditemukan menggunakan teknik MLPA. Studi ini menyediakan data yang sangat bernilai dan memberikan informasi dasar yang berguna untuk program kontrol dan manajemen thalassemia di Indonesia.

In Indonesia, like other Southeast Asian countries, various hemoglobinopathies are commonly found. In contrast to the beta thalassemia study which has been carried out to define the frequency and the spectrum of the mutations, the study of alpha thalassemia in Indonesian population is still very limited. The aim of this study is to define the spectrum of αo-thalassemia determinants existing in Gayo, North Mollucca, and Sumba populations. A total of 800 blood samples were collected from Gayo (218), North Molluca (389), and Sumba (193) during the period of 2005-2011. Based on hematology parameter, the study revealed the frequency of α+-thalassemia carrier was 15.25% (122/800) whereas the frequency of αo-thalassemia carrier was 11% (88/800). Characterization of alpha thalassemia spectrum mutation had been performed for those 88 samples suspected αo-thalassemia. Preliminary study had been carried out to detect common deletional mutation in Southeast Asia using multiplex PCR and characterized 3 types of alpha globin gene deletions in 46 out of 88 samples (53%), which are homozygous (16/88) and heterozygous (29/88) for one gene deletion of 3.7kb and 4.2 kb deletion types, and heterozygous two genes deletion SEA type (1/88). This study had been performed using the more advance methods namely PCR-RFLP, MLPA, and sequencing techiques to examine the samples which the multiplex PCR failed to define the causative mutations (42/88) and heterozygous for one gene deletion (29/88). This study revealed 6 types of mutation in 6 samples, there are Hb Adana (codon 59 GGCgly>GACAsp α2) which is commonly found in Southeast Asia, uncommon mutation IVS-116 A>G α2 and Hb Evanston (codon 14 TGGTrp>AGGArg α1) were found in Gayo, and 3 novel mutations such as IVS1 del24bp nt11-34 α2, codon 137 ACCThr>ACTThr α2, and IVS2 nt-34 G>A α2 were discovered in North Molluca. None of uncommon deletional types were detected by MLPA in this study. While in Sumba only 3.7kb and 4.2kb deletion were detected in high frequency. This pilot study provides valuable and basic information that could be useful for the management and control program of thalassemia in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Rahayu
"ABSTRAK
Salah-satu variasi DNA mitokondria manusia adalah delesi 9-pasangan basa (del 9-pb) daerah intergenik COII/tRNA LYS. Del 9-pb merupakan salah satu penanda genetik yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan kekerabatan antarpopulasi. Penelitian del 9-pb antarpopulasi suku-suku di Indonesia belum pernah dilakukan. Secara antropologi, suku Batak dan suku Toraja memiliki nenek moyang Proto Melayu, sedangkan suku Jawa memiliki nenek moyang Deutero Melayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai persentase del 9-pb pada populasi suku Batak, suku Toraja, dan suku Jawa agar didapatkan informasi genetik untuk mempelajari hubungan kekerabatan antara ketiga suku tersebut. Metode yang digunakan adalah metode amplifikasi dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan elektroforesis pada gel agarosa 5% dengan pewarnaan etidium bromida. Hasil pengamatan persentase del 9-pb ketiga suku tersebut adalah: suku Batak 19,84% dengan menggunakan 126 sampel, suku Toraja 32,77% dengan 119 sampel, dan suku Jawa 25,47% dengan 106 sampel. Nilai persentase del 9-pb meningkat bila urutan populasi adalah sebagai berikut: suku Batak—suku Jawa—suku Toraja."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rismalia
"Untuk mengetahui nilai persentasi delegasi 9-pasangan basa (del 9-pb) dan motif Polinesia pada DNA mitokondria populasi suku bugis , kaili Makassar, dan Minahasa telah dilakukan suatu penelitian deskriptif kuantitatif. Metode yang digunakan adalah amplikasi dengan PCR (Polumerase chain reaction), elektroforensis pada gel agrosa, serta pembacaan urutan basa (dideoxy sequencing). DNA diektrasi dari 230 sampel darah (Bugis 38 Sample, Kaili 106 sampel, Makkasar 42 sample, dan Minahassa 44 sampel). Del 9-pb ditemukan pada keempat populasi yang diamati dengan persentasi dalam urutan yang menurun sebagai berikut: Makkasar 26,19%, Kaili 24,53% Bugis 23,68%, dan Minahassa 13,64%. Pembacaan urutan basa 52 sampel yang memiliki del-9pb pada sample DNA di atas menujukan 5 haplotipe bila hanya diamati posisi 16217, 16247,16261 yaitu haplotipe Cac (36,54%), tac (23,08%), CaT (23,08%), taT (9,61%) dan CGT (7,69%). Motif Polinesia (del 9-pb dengan haplotipe CGT) ditemukan pada populasi suku Kaili (11,54%) dan Minahasa (16,67%).
Hasil penelitian mendukung data arkeologi dan antropologi yang menyatakan bahwa nenek moyang sebagian penduduk Indonesia berasa dari dataran Asia Selatan yang bermigrasi dalam gelombang besar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meta W.Djojosubroto
"ABSTRAK
Analisis DNA mitokondria menggunakan enzim restriksi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan genetic antarpopulasi. Situs restriksi HaeIII pada pasangan basa (pb) 663 (HaeIII663), AluI pada pb 5176 (AluI5176), Ddel pada pb 10394 (Ddel10394), dan AluI pada pb 10397 (AluI10397) merupakan situs-situs restriksi tersebut, tertama presentase situs restriksi Ddel10394 dan AluI10397, pada populasi Minahasa, Kaili, Bugis, dan Makassar. Metode yang digunakan adalah amplifikasi DNA mitokondria dengan polymerase chain rection (PCR), elektroforesis pada gel agarosa atau gel poliakrilamida, dan digesti fragmen DNA mitokondria dengan enzim restriksi. Hasil pengamatan menunjukkan 6 situs restriksi, yaitu HaeIII663, AluI5176, AluI6022, AluI6891, Ddel10394, dan AluI10397. Berdasarkan terdapat atau tidaknya situs restriksi Ddel10394 dan AluI10397, hasil dikelompokkan menjadi 3 haplotipe, yaitu haplotype Ddel10394AluI10397 (+ +), Ddel10394AluI10397 (+ -), dan Ddel10394AluI10397 (- -). Haplotipe Ddel10394AluI10397 (+ +) merupakan yang paling banyak ditemukan pada masing-masing populasi yang diteliti yaitu pada 48,48% sampel Minahasa, 75% sampel Kaili, 53,85% sampel Bugis, dan 62,07% sampel Makassar. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vindi Khoirunnisa
"Hiu biru merupakan hewan yang berstatus hampir terancam (near threatened) menurut IUCN. Hiu biru sering dijadikan tangkapan sampingan dan diperdagangkan secara global. Hampir seluruh tubuhnya dapat dijual, salah satunya daging dalam bentuk utuh atau olahan. Konsumsi daging hiu biru dalam jangka panjang dapat berbahaya bagi kesehatan. Produk olahan filet ikan tanpa label terdeteksi mengandung spesies hiu biru. Identifikasi produk olahan filet tersebut dilakukan dengan metode molekular dengan penanda inti ataupun mitokondria. Identifikasi dengan metode molekular dapat digunakan juga untuk kegiatan konservasi seperti deteksi populasi suatu organisme. Penelitian ini bertujuan untuk deteksi asal-usul keberadaan populasi hiu menggunakan penanda sitokrom b dan daerah kontrol dari daging filet yang diproduksi toko ritel. 112 sampel diambil secara acak dari toko ritel Jabodetabek kemudian metode yang dilakukan yaitu proses PCR dengan penanda daerah kontrol (CR) dan sitokrom b (Cyt b), hasil amplifikasi akan divisualisasikan ke dalam jaring haplotipe dan mencocokannya dengan data haplotipe dari GenBank. Berhasil teramplifikasi 26 sampel dengan kedua penanda dan 3 di antaranya merupakan sampel yang mislabeling. Jaring haplotipe berhasil terbentuk dengan 8 haplotipe pada penanda Cyt b dengan 7 situs nukleotida polimorfisme dan 14 haplotipe pada penanda CR dengan 12 situs nukleotida polimorfisme. Dua sampel memiliki sekuen yang mirip dengan sekuen referensi yang berasal dari Samudra Hindia, 10 berasal dari Samudra Pasifik, dan 14 sampel mirip dengan sekuen yang berasal dari Samudra Atlantik.

The blue shark is an animal that is near threatened according to the IUCN. Blue sharks are often used as bycatch and traded globally. Almost all of his body can be sold, one of which is meat in whole or processed form. Long-term consumption of blue shark meat can be harmful to health. Unlabeled processed fish fillets were detected to contain blue shark species. The identification of the processed filet products was carried out by molecular methods with nucleus or mitochondrial markers. Identification by molecular methods can also be used for conservation activities such as detection of the population of an organism. This study aims to detect the origin of the shark population using cytochrome b markers and control areas of fillet meat produced by retail stores. 112 samples were taken randomly from Jabodetabek retail stores, then the method used was the PCR process with control area markers (CR) and cytochrome b (Cyt b), the amplification results were visualized into a haplotype net and matched with haplotype data from GenBank. 26 samples were successfully amplified with both markers and 3 of them were mislabeling samples. The haplotype net was successfully formed with 8 haplotypes on the Cyt b marker with 7 polymorphism nucleotide sites and 14 haplotypes on the CR marker with 12 polymorphic nucleotide sites. Two of the samples had sequences similar to the reference sequence originating from the Indian Ocean, 10 from the Pacific Ocean, and 14 samples similar to the sequence originating from the Atlantic Ocean."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>