Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38475 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Identifikasi nyamuk sebagai vektor penyakit bagi manusia
dengan pendekatan morfologi memiliki banyak keterbatasan karena karakteristik nyamuk yang susah dibedakan hingga tingkat spesies. Pendekatan molekuler dengan gen mitokondria sitokrom c oksidase subunit 1 (mtCOI) sebagai penanda molekuler (DNA barcode) diketahui memiliki potensi untuk dijadikan sistem identifikasi universal. Penelitian bertujuan mengembangkan penggunaan gen mtCOI sebagai DNA barcode untuk identifikasi spesies nyamuk. Penelitian dilakukan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, selama sembilan bulan. Gen mtCOI diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer LCO 1490 dan HCO 2198. Sejumlah 16 sekuen barcode gen mtCOI nyamuk sepanjang 648 pb diperoleh dengan teknik sequencing. Hasil BOLD-IDS dan BLASTn menunjukkan tingkat kemiripan sampel sebesar 97--100% dengan database. Analisis filogenetik menunjukkan setiap spesies dapat membentuk cluster dengan spesies kerabatnya. Rata-rata perbedaan sekuen interspesifik lebih tinggi 9 kali dibandingkan rata-rata variasi sekuen intraspesifiknya, mengindikasikan keunggulan gen mtCOI sebagai DNA barcode. Hasil penelitian berhasil menyumbangkan 4 pustaka DNA barcode spesies nyamuk Anopheles, yaitu An. Kochi, An. sundaicus, An. subpictus, dan
iv
An. maculatus. Penambahan jumlah sampel yang lebih banyak, terutama untuk anggota genus Anopheles diperlukan untuk menguji efektifitas dan validasi gen mtCOI sebagai DNA barcode universal."
Universitas Indonesia, 2008
S31520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustiani
"Salah satu variasi DNA mitokondria manusia adáiidelesi 9 pasangan basa (pb) pada salah satu dari dua salman perulangan 9-pb daerah intergenik sitokrom oksidase subunit 2 dan tRNA lisin. Delesi 9-pb ml banyak dipakai sebagai penanda genetik untuk mempelajani hubungan kekerabatan antarpopulasi. Penelitian ml bertujuan untuk mengetahui nhlai persentase delesi 9-pb pada populasi suku Dayak, Tengger dan Bali. Selain itu juga ingin diketahui basa-basa yang membentuk insersi di daerah sekitar delesi 9-pb pada beberapa sampel dari ketiga suku tersebut ditambah sampel dan suku Jawa, Batak, Toraja dan Kaili. Metode yang digunakan untuk deteksi delesi 9-pb adalah metode polymerase chain reaction dan elektroforesis pada gel agarosa 5%. Untuk pengamatan insersi dilakukan pembacaan urutan basa (sequencing) berdasarkan metode dideoksi dan elektroforesis pada gel poliakrilamida 6%. Persentase delesi 9-pb ketiga suku tersebut adalah suku Dayak 35,35% dari 99 sampel, suku Tenggen 29,03% dari 93 sampel dan suku Bali 24,69% dari 81 sampel. Bentuk insersi yang ditemukan pada 13 sampel dari suku Tengger, Jawa, Kaili, Batak dan Toraja yang diteliti mempenlihatkan adanya penambahan 2 basa sitosin, 3 basa sitosin, 4 basa sitosin dan 5 basa sitosin pada salah satu dari dua salman perulangan 9 pasangan basa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsan Saleh
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Mekanisme kerja primakuin, sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui. Dugaan bahwa primakuin bekerja pada parasit malaria melalui penghambatan sistem rantai . pernafasan parasit, didasarkan pada bukti bahwa obat ini dimetabolisme menjadi bentuk intermediat, 5,6-quinolin diquinone yang mempunyai struktur yang mirip dengan ubikuinon (koenzim Q), salah satu komponen penting sistem respirasi mitokondria. Diperkirakan bahwa efek antimalaria obat ini dimediasi oleh kompetisi perikatannya dengan koenzim Q pada apositokrom b. Beberapa inhibitor kompleks III rantai pernafasan di mitokondria mempunyai struktur kimiawi yang mirip dengan koenzim Q dan resistensi terhadap inhibitor-inhibitor tersebut didasari oleh adanya mutasi pada gen sitokrom b.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme kerja obat antimalaria primakuin pada parasit malaria melalui pendekatan biomolekuler dengan hipotesis bahwa resistensi parasit malaria terhadap primakuin didasari oleh adanya mutasi pada gen sitokrom b. Untuk itu dilakukan upaya untuk mendapatkan galur P. berghei yang resisten terhadap primakuin dengan cara memberikan primakuin dengan dosis subletal secara bertahap pada P berghei yang sensitif terhadap primakuin. Terjadinya resistensi terhadap primakuin dideteksi dengan tes sensitivitas in vivo dan dilanjutkan dengan kloning untuk mendapatkan galur murni. Dari galur tersebut dilakukan isolasi DNA, amplifikasi gen sitokrom b dengan metode PCR dan sekuensing DNA untuk mengetahui adanya mutasi pada situs perikatan kuinon (Qo dan Qi).
Hasil dan Pembahasan:
Dari penelitian ini telah berhasil diperoleh dua galur P. berghei yang resisten terhadap primakuin dengan derajat resistensi sekitar 20 kali dibandingkan dengan galur parental. Analisis gen sitokrom b menunjukkan tidak ditemukannya mutasi baik pada tempat perikatan kuinon (Qi dan Qo) maupun pada bagian lainnya. Diperkirakan, dengan derajat resistensi yang diperoleh mungkin belum mampu menyeleksi alel resisten pada gen target. Kemungkinan yang lain adalah resistensi terhadap primakuin tidak didasari adanya mutasi pada gen sitokrom b, tetapi lebih pada struktur kimianya sebagai aminokuinolin, sehingga analisis terhadap gen yang berkaitan dengan resistensi terhadap golongan obat tersebut, misalnya pbmdr I dan pbcrl mungkin diperlukan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuryantari
"ABSTRAK
Latar belakang: Zoonosis malaria telah menjadi perhatian komunitas kesehatan dunia setelah adanya laporan kasus di Sarawak pada tahun 2004. Penyakit ini disebabkan oleh parasit malaria satwa primata Plasmodium knowlesi dengan inang alami Macaca fascicularis dan M. nemestrina. Baku emas diagnosis parasit malaria masih berdasarkan pada identifikasi mikroskopik. Selain membutuhkan keahlian yang tinggi, teknik ini terkadang sulit menentukan spesies parasit bila terjadi infeksi campuran dan parasitemia yang sangat rendah. Belakangan diusulkan DNA barcoding, suatu metode identifikasi menggunakan penanda gen sitokrom c oksidase subunit I COI DNA mitokondria untuk spesiasi. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan metode identifikasi spesies parasit menggunakan gen COI sebagai penanda molekul dan mengungkap dasar molekul transmisi zoonosis parasit malaria dengan mempelajari peran gen penyandi protein DARC Duffy Antigen Receptor for Chemokines dan DBP Duffy Binding Protein yang berhubungan dengan invasi sel darah merah.Metode: Verifikasi potensi barcode COI sebagai penanda identifikasi spesies parasit malaria dilakukan dengan studi in-silico, sedangkan validasi penggunaan barcode COI dilakukan dengan analisis sensitivitas dan spesifisitas. Teknologi molekuler PCR-Sequencing dilakukan untuk mengaplikasikan barcode COI pada penapisan parasit malaria di populasi manusia dan satwa primata, serta identifikasi variasi genetik gen penyandi protein DARC dan DBP terutama pada daerah pengikatan ligan parasit dan reseptor inang.Hasil: Studi in-silico menunjukkan bahwa DNA barcoding berpotensi sebagai penanda identifikasi parasit malaria. Primer yang dirancang mengamplifikasi daerah COI sepanjang 670 pb berhasil mengidentifikasi parasit malaria dengan sensitivitas 1 ndash; 3 parasit/ l. Pada penapisan parasit malaria di populasi manusia di Kalimantan Tengah ditemukan 3,34 78/2309 kasus malaria, di mana dua diantaranya adalah kasus malaria knowlesi, yang secara statistik berbeda bermakna bila dibandingkan dengan mikroskopik 2,82 dan 18S rRNA 1,82 . Pada daerah yang sama, penapisan parasit malaria di populasi satwa primata, ditemukan 52,01 168/323 sampel orangutan dan 23,25 10/43 sampel monyet Macaca positif malaria. Spesies parasit yang ditemukan pada orangutan adalah P. species tipe parasit ovale, P. species tipe vivax-cynomolgi, P. species tipe vivax-hylobati dan P. species tipe malariae-inui, sedangkan pada monyet Macaca meliputi P. knowlesi, P. coatneyi, P. inui, juga P. spesies tipe malariae-inui, spesies parasit yang sama ditemukan di orangutan. Studi ini juga menemukan keanekaragaman genetik pada gen penyandi protein Duffy Antigen Receptor for Chemokines manusia maupun satwa primata dan Duffy Binding Protein parasit malaria yang memainkan peran penting dalam invasi parasit malaria.Kesimpulan: Barcode COI dapat secara spesifik dan sensitif mengidentifikasi spesies parasit malaria dan dapat diaplikasikan sebagai alat identifikasi zoonosis malaria. Terdapat variasi genetik gen penyandi protein Duffy Antigen Receptor for Chemokines dan Duffy Binding Protein yang berhubungan dengan invasi sel darah merah.

ABSTRACT
Background Zoonotic case of malaria had just come to the attention of public health communities after the Sarawak study in 2004. Zoonotic malaria is caused by Plasmodium knowlesi, primarily a simian malaria parasite in wild long tail macaque Macaca fascicularis and pig tail macaque M. nemestrina as the reservoir hosts. The diagnosis of malaria parasites has mainly relied on the microscopic examination. However, this method is labor intensive, requires an experienced microscopist and difficult in identifying mixed infections in very low parasitemia cases. Recently, DNA barcoding system, which is based on the PCR amplification of a short and highly conserved region of mitochondrial cytochrome c oxidase sub unit I COI has shown to be an invaluable tool for diagnosing and differentiating the species of wide range of organisms. This study was aimed to develop identification tools of malaria parasite by using mtDNA COI gene as a molecular marker and reveal the molecular basis of zoonotic malaria by identifying the genetic variation of protein coding gene of DARC Duffy Antigen Receptor for Chemokines and DBP Duffy Binding Protein that are related to receptor ligand interaction in red blood cell invasion.Methods In silico study was carried out for verifying the potential of DNA barcoding based on the mtDNA COI gene sequence as a marker identification. Sensitivity and specificity analyses were carried out to validate the use of DNA barcoding for medical diagnosis of parasitic infection. Molecular technology of PCR Sequencing was carried out for screening malaria parasit in human and non human primate population and identifying the genetic variation within protein coding gene of DARC and DBP. Results We have initiated a study to explore the use of DNA barcoding for malaria parasite diagnosis through in silico study. We have thus designed primers spanning a 670 bp fragment of the 5 rsquo region of COI gene that could detect parasite isolates as low as 1 3 parasite per l. DNA barcode was used to detect malaria parasite in human population in Central Kalimantan. Of the 2309 subjects, 78 3.34 subjects were malaria positive of which two samples were determined as P. knowlesi infection. The detection rate of COI barcode was significantly higher as compared to microscopic 2.82 and 18S rRNA 1.82 analyses. Of the 366 non human primate samples that include 323 orangutan and 43 macaque 168 orangutan were found to be positive for either P. species ovale type, P. species vivax cynomolgi type, P. species vivax hylobati type and P. species malariae inui type. In macaque, 10 samples were positive for P. knowlesi, P. coatneyi, P. inui and P. species malariae inui type similar to that found in orangutan. The study has also found genetic variation in both human and non human primates Duffy Antigen Receptor for Chemokines and malaria parasite Duffy Binding Protein.Conclusions The study showed that mtDNA COI can be used to diagnose malaria parasites at very low parasitemia level and applied as a diagnosis tool for identification of zoonotic malaria. There is genetic variation in both human and non human primates Duffy Antigen Receptor for Chemokines and malaria parasite Duffy Binding Protein as major determinants for the invasion of malaria parasite."
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fahmi Asiddiq
"Maraknya perburuan dan perdagangan ilegal bagian tubuh harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) telah mengancam populasi satu-satunya harimau endemik Indonesia. Bagian tubuh diduga harimau sumatra hasil perdagangan ilegal sering kali dalam kondisi tidak utuh dan sudah mengalami pemrosesan sehingga menyulitkan identifikasi barang bukti temuan tersebut. Aplikasi biologi molekuler dengan memanfaatkan DNA unik pada harimau sumatra menjadi penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan markah Forensically Informative Nucleotide Sequencing (FINS) daerah gen COI pada sampel forensik harimau sumatra dan mengetahui asal usulnya. Primer spesifik dirancang dalam penelitian ini untuk mendapatkan urutan yang informatif dalam mengidentifikasi sampel forensik. Sampel yang didapatkan terdiri dari kulit, tulang, bubuk tulang, dan gigi yang berasal dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Batang Gadis, dan hasil temuan tim forensik dari Garut. Sebanyak 57% sampel berhasil di amplifikasi dan tujuh di antaranya berhasil dilanjutkan ke tahap sequencing. Hasilnya primer yang dirancang berhasil mengidentifikasi seluruh sampel sebagai harimau sumatra, tetapi tidak dapat membedakan asal usul masing-masing sampel. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memaksimalkan penggunaan markah FINS hingga pembentukan haplotipe.

The rampant poaching and illegal trading of Sumatran tiger parts (Panthera tigris sumatrae) has threatened the endemic tiger population that is the only one in Indonesia. Body parts suspected to be the result of illegal trade in Sumatran tigers are often incomplete and have undergone processing, making it difficult to identify the evidence found. The application of molecular biology by utilizing the unique DNA in the Sumatran tiger is important to overcome this problem. This study aims to develop Forensically Informative Nucleotide Sequencing (FINS) markers for the COI gene region in forensic samples of Sumatran tigers and determine their origin. A special primer was designed in this study to obtain an informative sequence in forensic sample identification. The samples obtained consisted of skin, bone, bone powder, and teeth from the Aceh Natural Resources Conservation Agency (BKSDA), Bukit Barisan Selatan National Park, Batang Gadis National Park, and the findings of the forensic team from Garut. around 57% of the total sample was successfully amplified and seven of them were successfully proceed to the sequencing stage. The result was that the designed primer succeeded in identifying all samples as Sumatran tigers, but could not distinguish the origins of each sample. Further studies are needed to maximize the use of FINS markers to haplotype formation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Octavia
"Ikan gupi (Poecilia reticulata) merupakan ikan hias air tawar yang telah menjadi komoditas ekspor utama di Indonesia. Persilangan antar strain ikan gupi sudah banyak dilakukan, namun masih sedikit ketersediaan informasi genetik intraspesies ikan gupi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik intraspesies ikan gupi dan hubungan kekerabatan antar populasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menggunakan marka gen Cytochrome Oxidase Subunit 1 (CO1). Amplifikasi PCR dan sekuensing menggunakan marka gen CO1 (F): 5 TCAACCAACCACAAAGACATTGGCAC-3 (26 pb) dan CO1 (R): 5 TAGACTTCTGGGTGGCCAAAGAATCA-3 (26 pb). Analisis yang dilakukan terhadap sekuen DNA ikan gupi antara lain; homologi BLAST, jarak genetik, dan analisis filogenetik. Hasil analisis homologi berdasarkan BLAST menunjukkan persentase similaritas 98-99% terhadap mtDNA Poecilia reticulata dan Poecilia wingei. Hasil analisis didapatkan jarak terbesar dan kekerabatan terjauh adalah populasi Bekasi strain Albino Full Red dengan populasi Tangerang strain Cobra. Sekuens tersebut mungkin dapat digunakan untuk menghasilkan benih dengan keragaman tinggi.

Guppy fish (Poecilia reticulata) is fresh water ornamental fish which have been the top export commodity in Indonesia. A lot of guppy strains had been hybridized, yet there are still few information about intraspecies genetic variation. Research was conducted to study intraspecies genetic variation and phylogenetic relationship among guppy population in region Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi using Cytochrome Oxidase Subunit 1 (CO1) as genetic marker. Amplification and sequencing were using CO1 (F): 5 TCAACCAACCACAAAGACATTGGCAC-3 (26 pb) and CO1 (R): 5 TAGACTTCTGGGTGGCCAAAGAATCA-3 (26 pb). Some analysis which had been done with guppy DNA were; BLAST homology, genetic distance, and phylogenetic analysis. BLAST homology resulted 98-99% similarity according to mtDNA Poecilia reticulata and Poecilia wingei. The biggest distance and farthest relationship belong to Albino Full Red strain in Bekasi with Cobra strain in Tangerang. Those sequences might be used to produce potential germ with high genetic variation."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Rosalia
"Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar dari famili Cichlidae dan genus Oreochromis yang memiliki bentuk adaptasi serta tingkat toleransi yang tinggi terhadap kondisi habitatnya, misalnya pada tingkat salinitas yang tinggi. Danau Laut Mati Oemasapoka di Perairan Pulau Rote merupakan salah satu danau air asin yang menjadi habitat ikan mujair. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kekerabatan spesies ikan mujair yang diperoleh dari Danau Laut Mati Oemasapoka dengan ikan mujair dari danau air tawar, Danau Ledulu yang berada pada perairan yang sama dengan melakukan identifikasi molekuler menggunakan metode DNA barcoding dengan gen CO1. Tahapan DNA barcoding terdiri atas ekstraksi DNA, amplifikasi gen CO1 melalui reaksi PCR, dan sekuensing. Hasil penelitian menunjukkan gen CO1 mampu mengidentifikasi bahwa ikan mujair yang hidup di danau air asin, Danau Laut Mati Oemasapoka merupakan jenis spesies yang sama dengan ikan mujair yang hidup di danau air tawar, Danau Ledulu dengan persentase kemiripan sebesar 99,53—100%. Rekonstruksi pohon filogenetik yang dibentuk dengan metode Maximum Likelihood, model evolusi Kimura 2-Parameter, dan uji bootstrap 1000x menunjukkan bahwa ikan mujair dari Danau Laut Mati Oemasapoka dan Danau Ledulu berada dalam satu klade yang sama dengan jarak genetik sebesar 0,000—0,004. Analisis keragaman haplotipe dari ikan mujair yang diperoleh dari Danau Laut Mati Oemasapoka dan Danau Ledulu terdapat satu haplotipe dengan nilai keragaman sebesar 0,0824. Rendahnya nilai keragaman haplotipe tersebut dapat disebabkan karena ikan mujair Danau Laut Mati Oemasapoka dan Danau Ledulu memiliki tingkat migrasi yang rendah.

Tilapia fish (Oreochromis mossambicus) is one type of freshwater fish from the family Cichlidae and genus Oreochromis which has a form of adaptation and a high level of tolerance to habitat conditions, for example at high salinity levels. Dead Sea Lake Oemasapoka, Rote Island is one of the saltwater lakes that is a habitat for tilapia fish. This study was conducted to determine the relationship between tilapia species obtained from Dead Sea Lake Oemasapoka and tilapia fish from freshwater lake, Lake Ledulu which are in the same waters by conducting molecular identification using DNA barcoding method with CO1 gene. The DNA barcoding stages consist of DNA extraction, CO1 gene amplification through PCR reactions, and sequencing. The results of this study indicate that the CO1 gene is able to identify that tilapia fish that live in saltwater lakes, Dead Sea Lake Oemasapoka are the same species as tilapia fish that live in freshwater lakes, Lake Ledulu with a similar percentage of 99,53-100%. Reconstruction of the phylogenetic tree using the Maximum Likelihood method Kimura 2-Parameter evolution model, and 1000x bootstrap test showed that tilapia fish from Dead Sea Lake Oemasapoka and Lake Ledulu were in the same clade with a genetic distance of 0.000-0.004. Analysis of haplotype diversity of tilapia fish obtained from Dead Sea Lake Oemasapoka and Lake Ledulu there is one haplotype with a diversity value of 0.0824. The low value of this haplotype diversity can be caused by a low migration rate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kembaren, Jocelyn Almeda Br Sembiring
"Penggunaan halal kit komersial dan qPCR dalam mendeteksi kehalalan produk pangan masih minim dilakukan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar kit deteksi berbasis PCR masih diimpor sehingga pendeteksian kehalalan pangan belum ekonomis. Selain itu, gen referensi untuk uji kehalalan suatu produk yang ditetapkan dalam International Organization for Standardization (ISO) juga masih sangat terbatas. Oleh karena itu, diperlukan adanya gen alternatif dalam mendeteksi kehalalan pangan, seperti gen COI. Gen tersebut digunakan karena bersifat sensitif, stabil, serta memiliki laju mutasi dan variabilitas yang rendah. Tujuan penelitian ini adalah merancang primer gen COI secara in-silico dengan nilai spesifisitas dan sensitivitas yang baik, serta dapat digunakan sebagai gen alternatif ISO. Tahapan desain primer yang dilakukan menghasilkan sepasang primer dan probe terbaik, yaitu primer forward 5’- GTA ACT GAC TCG TAC CGC TAA TAA -3’, primer reverse 5’- GTA ATA GGA AGG ATG GTG GAA GT -3’, dan probe 5’- AGC TCC CGA TAT GGC CTT TCC ACG TA -3’. Ekstraksi dan purifikasi DNA sampel ayam, sapi, babi domestik, dan babi hutan dilakukan menggunakan GenEluteTM-E Single Spin Blood DNA Kit. DNA yang telah diisolasi selanjutnya dikuantifikasi menggunakan Nanodrop Spectrophotometer. Hasil kuantifikasi DNA yang dilakukan pada keempat sampel menunjukkan nilai kemurnian pada absorbansi A260/A280 berada pada rentang nilai 1,136—2,000 dan nilai konsentrasi DNA berada pada rentang nilai 70—1060 μg/mL. Suhu annealing optimal yang diperoleh adalah 57oC. Uji spesifisitas primer COI dan ACTB menggunakan metode qPCR menunjukkan bahwa kedua primer masih dapat mengamplifikasi sekuens DNA ayam dan persentase spesifisitas kedua primer yang didapatkan melalui perhitungan adalah 50%. Hasil uji sensitivitas primer COI menunjukkan nilai limit of detection (LoD) sebesar 1 pg/µL, nilai efisiensi (E) sebesar 82,55%, dan linearitas (R2) sebesar 0,9855. Hasil uji sensitivitas primer ACTB menunjukkan nilai limit of detection (LoD) sebesar 5 pg/µL dengan nilai efisiensi (E) sebesar 92,22%; dan linearitas (R2) sebesar 0,9951. Hasil uji sensitivitas primer COI dan ACTB menunjukkan nilai persentase sensitivitas yang sama, yaitu sebesar 100%, namun primer COI dinilai lebih sensitif dalam mendeteksi gen target karena menunjukkan nilai LoD yang lebih rendah daripada primer ACTB, yaitu sebesar 1 pg/µL. Berdasarkan keseluruhan hasil yang diperoleh, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut terhadap primer gen COI untuk meningkatkan spesifisitasnya dalam mendeteksi kandungan babi domestik (Sus scrofa domesticus) dan babi hutan (Sus scrofa) pada produk pangan agar dapat digunakan sebagai primer alternatif untuk pengembangan halal kit berbasis qPCR di Indonesia.

The use of commercial halal kits and qPCR in detecting halal food products is still minimal in Indonesia. This is because most of the PCR-based detection kits are still imported so the detection of halal food is not yet economical. In addition, the reference gene for the halal test of a product specified in the International Organization for Standardization (ISO) is still very limited. Therefore, it is necessary to have alternative genes in detecting food halalness, such as the COI gene. The gene is used because it is sensitive, stable, and has a low mutation rate and variability. This study aimed to design an in-silico primer for the COI gene with good specificity and sensitivity, which could be used as an alternative gene for ISO. The primer design phases were carried out to produce the best primer and probe pair, namely forward primer 5’- GTA ACT GAC TCG TAC CGC TAA TAA -3’, reverse primer 5’- GTA ATA GGA AGG ATG GTG GAA GT -3’, and probe 5’- AGC TCC CGA TAT GGC CTT TCC ACG TA -3’. DNA extraction and purification of chicken, cattle, domestic pig, and wild boar samples were carried out using the GenEluteTM-E Single Spin Blood DNA Kit. The isolated DNA was then quantified using a Nanodrop Spectrophotometer. The results of DNA quantification performed on the four samples showed that the purity values for the absorbance of A260/A280 were in the range of 1.136-2.000 and the DNA concentration values were in the range of values of 70—1060 μg/mL. The optimal annealing temperature obtained is 57oC. The specificity test of COI and ACTB primers using the qPCR method showed that both primers were still able to amplify chicken DNA sequences and the percentage specificity of the two primers obtained by calculation was 50%. The results of the COI primary sensitivity test showed a limit of detection (LoD) value of 1 pg/µL, an efficiency value (E) of 82.55%, and a linearity (R2) of 0.9855. The ACTB primary sensitivity test results showed a limit of detection (LoD) value of 5 pg/µL with an efficiency value (E) of 92.22%; and linearity (R2) of 0.9951. The results of the COI and ACTB primer sensitivity tests showed the same sensitivity percentage value, which was 100%, but the COI primer was considered more sensitive in detecting target genes because it showed a lower LoD value than the ACTB primer, which was 1 pg/µL. Based on the overall results obtained, further research is needed on the COI gene primer to increase its specificity in detecting domestik pork (Sus scrofa domesticus) and wild boar (Sus scrofa) content in food products so that it can be used as an alternative primer for developing qPCR-based halal kits in Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Lely Soraya Ichwan
"ABSTRAK
Sebagai Iangkah awal untuk menjelaskan hubungan kekerabatan antar spesies Tarsius Storr, 1780, dilakukan studi fiogenetik menggunakan data sekuen DNA mitokondria daerah ND4—ND5. Pada analisis tersebut di akukan pendekatan maximum parsimony dengan ap ikasi komputer Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP). Hasil anal isis men unjukkan bahwa posisi genus Tarsius dalam ordo Primata perlu dipisahkan dan subordo Anthropoidea ataupun ordo Prosimii. Selain itu pada kelompok Tarsius di Filipina lebih berkerabat dengan kelompok Tarsius di P. Sulawesi, dibandingkan dengan kelompok Tarsius di P. Kalimantan dan P. Sumatra. Adapun kelompok-kelompok Tarsius yang diperbandingkan antara lain T. syrichta (Linnaeus, 1758) di Filipina; T. spectrum (Pallas, 1778) dan T. sangirensis Meyer, 1896 di P. Sulawesi; serta T. bancanus Horsfield, 1821 di P. Kalimantan dan P. Sumatra."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Oktavianthi
"Delesi 9-pasangan basa (pb) pada daerah intergen COII-tRNALys DNA mitokondria merupakan penanda genetik spesifik untuk populasi Asia. Delesi 9-pb pada populasi Pasifik sering ditemukan bersama tiga transisi basa pada Displacement loop (D-loop) yang disebut motif Polinesia. Penelitian dilakukan di Lembaga Biologi Molekular Eijkman dan bertujuan untuk mengetahui frekuensi delesi 9-pb pada 19 populasi dari Pulau Nias, Sumba, dan Flores. Melalui kombinasi data delesi 9-pb dan motif Polinesia diharapkan diperoleh informasi tentang migrasi populasi manusia di Kepulauan Indonesia. Metode yang digunakan adalah isolasi DNA genom, pengukuran konsentrasi DNA, amplifikasi DNA dengan polymerase chain reaction (PCR), elektroforesis pada gel agarosa 3% (b/v), dan sequencing. Frekuensi delesi 9-pb yang diperoleh pada populasi Nias 28,8%; populasi di Pulau Sumba 11,3--36,8%; dan populasi di Pulau Flores 6,3--25,9%. Motif Polinesia tidak terdapat pada populasi Nias, tetapi terdapat pada populasi di Pulau Sumba dan Flores. Varian leluhur motif Polinesia (varian Cac dan CaT) terdapat pada populasi di Pulau Nias, Sumba, dan Flores. Delesi 9-pb pada populasi Indonesia terdistribusi secara acak, sehingga tidak dapat digunakan dalam menjelaskan migrasi populasi manusia di Kepulauan Indonesia. Perlu dilakukan penelitian dengan penanda genetik lain, seperti analisis filogenetik menggunakan sekuens D-loop untuk memperoleh informasi mengenai proses migrasi populasi manusia di Kepulauan Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S31428
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>