Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47902 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muthia Rachma
"Tanaman temulawak telah dikenal memiliki banyak khasiat dan telah dipakai turun menurun sebagai tanaman obat. Pemanfaatan minyak atsiri temulawak sebagai antibakteri dengan komponen xanthorrizol didalamnya cukup potensial bila diaplikasikan ke dalam sediaan obat kumur. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan minyak atsiri temulawak dengan berbagai variasi formula yang dikombinasikan dengan enzim-enzim seperti laktoperoksidase, laktoferin, glukosa oksidase, dan lisozim, serta papain. Berbagai variasi formula tersebut diuji aktivitas antibakterinya dengan uji Kadar Hambat Minimal (KHM) melalui metode dilusi dan pengujian stabilitas fisik sediaan terhadap berbagai variasi suhu, yaitu penyimpanan pada suhu rendah (4°C ± 2°C), suhu kamar (28°C ± 2°C), dan suhu tinggi (40°C ± 2°C) selama 8 minggu dengan parameter pengamatan organoleptis dan pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan obat kumur yang mengandung minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza) memiliki aktivitas antibakteri terhadap salah satu bakteri penyebab bau mulut yaitu Porphyromonas gingivalis, dengan nilai KHM pada masing-masing formula yaitu pada kadar 50% untuk formula yang mengandung minyak atsiri temulawak; kadar 40% untuk formula yang mengandung minyak atsiri temulawak dan dikombinasikan dengan laktoperoksidase, laktoferin, glukosa oksidase, dan lisozim; kadar 50% untuk formula yang mengandung minyak atsiri temulawak dan dikombinasikan dengan enzim papain; dan kadar 40% untuk formula yang mengandung minyak atsiri temulawak dan dikombinasikan dengan laktoperoksidase, laktoferin, glukosa oksidase, dan lisozim, serta enzim papain. Hasil pengujian stabilitas fisik sediaan menunjukkkan sediaan-sediaan obat kumur tersebut cenderung stabil pada penyimpanan suhu rendah (4°C ± 2°C)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33195
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"One of the important substance in the Javanese tumeric was essential oil (atsiri). The essential oil of javanese tumeric was very useful for uman health and medical industries...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Daffodil Murni Manirano
"Bau mulut atau halitosis adalah kondisi yang mengacu pada bau tidak menyenangkan dari rongga mulut dan dapat memengaruhi kepercayaan diri hingga kemampuan bersosial seseorang. Kasus bau mulut—yang berasal dari dalam mulut (intra-oral)—disebabkan adanya senyawa sulfur yang menguap (Volatile sulfur compounds) hasil dari interaksi bakteri dalam rongga mulut. Penanganan bau mulut dapat dilakukan dengan mengatasi bakteri penyebab bau mulut menggunakan zat antibakteri seperti minyak esensial. Minyak esensial dari kenanga, kayu manis, cengkeh, jeruk nipis, dan jeruk lemon diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri bau mulut. Dalam mengatasi bau mulut, bentuk sediaan semprot atau spray oral menjadi pilihan dengan penggunaan yang cukup praktis dan dapat menjangkau area mukosa mulut. Dengan demikian minyak esensial yang sebagai zat aktif dalam sediaan spray dapat berpotensi mengatasi bau mulut. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan formula sediaan spray oral kombinasi dari minyak esensial yang efektif terhadap bakteri penyebab bau mulut. Pada penelitian ini, sejumlah lima jenis minyak esensial komersil dari tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum), kayu manis (Cinnamomum burmannii), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), jeruk lemon (citrus medica limon), dan kenanga (Cananga odorata) dilakukan uji aktivitas antibakteri secara tunggal dan juga kombinasi. Untuk mendapatkan konsentrasi yang digunakan, dilakukan uji potensi antibakteri dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum) terhadap bakteri penyebab bau mulut Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, dan Porphyromonas gingivalis. Formulasi sediaan spray yang mengandung kombinasi minyak esensial dilakukan evaluasi meliputi organoleptis, viskositas, densitas, volume tiap penyemprotan, pola dan juga sudut semprotan, uji pH, serta dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan uji KBM. Hasil uji antibakteri menunjukkan minyak cengkeh, kayu manis, dan jeruk nipis (6:4:1) dapat dikombinasikan sebagai kombinasi minyak esensial dalam formulasi sediaan spray dengan total konsentrasi kombinasi sebesar 4%. Evaluasi sediaan spray dengan kandungan kombinasi minyak esensial tersebut menunjukkan hasil organoleptis, viskositas, kemampuan penyemprotan, dan uji pH yang sesuai. Nilai KBM yang diperoleh dari sediaan spray adalah sebesar 31,2 μL/mL terhadap P. gingivalis dan 6,25 μL/mL terhadap S. aureus. Adapun ditunjukkan nilai penghambatan dari sediaan terhadap S. mutans pada konsentrasi 50 μL/mL. Berdasarkan hal tersebut, sediaan spray oral dengan kombinasi minyak esensial cengkeh, jeruk nipis, dan kayu manis berpotensi untuk dikembangkan sebagai sediaan antibakteri terhadap bakteri penyebab bau mulut.

Halitosis, or bad breath, is a condition characterized by an unpleasant odor originating from the oral cavity, which can significantly affect an individual's self-esteem and social interactions. This intra-oral issue is primarily caused by volatile sulfur compounds (VSCs) resulting from bacterial interactions within the mouth. Management of halitosis typically involves addressing the bacteria responsible for the odor using antibacterial agents, such as essential oils. Essential oils derived from ylang-ylang, cinnamon, clove, lime, and lemon have been shown to possess antibacterial activity against oral bacteria associated with bad breath.To effectively address halitosis, the formulation of an oral spray is a practical option that allows for convenient application to the mucosal surfaces of the mouth. Thus, essential oils can serve as active ingredients in this spray formulation, potentially providing a solution for combating bad breath. The aim of this research is to develop an effective oral spray formulation combining essential oils that target bacteria responsible for halitosis. In this study, five commercially available essential oils from clove (Syzygium aromaticum), cinnamon (Cinnamomum burmannii), lime (Citrus aurantifolia), lemon (Citrus medica limon), and ylang-ylang (Cananga odorata) were evaluated for their antibacterial activity both individually and in combination. To determine the appropriate concentrations for use, tests for antibacterial potency and minimum bactericidal concentration (MBC) were conducted against halitosis-causing bacteria including Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, and Porphyromonas gingivalis. The evaluation of the spray formulation containing a combination of essential oils included assessments of organoleptic properties, viscosity, density, spray volume, spray angle and pattern, pH testing, and antibacterial activity through MBC testing. Results indicated that a combination of clove oil, cinnamon oil, and lime oil in a ratio of 6:4:1 could be effectively formulated into a spray with a total concentration of 4%. The evaluation of this spray formulation showed satisfactory results in terms of organoleptic properties, viscosity, spraying capability, and pH levels.The MBC values obtained from the spray formulation were recorded at 31,2 μL/mL against P. gingivalis and 6,25 μL/mL against S. aureus. Additionally, inhibition against S. mutans was observed at a concentration of 50 μL/mL. Based on these findings, the oral spray formulation containing a combination of clove oil, lime oil, and cinnamon oil shows significant potential for development as an antibacterial treatment targeting bacteria responsible for halitosis."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nofianty
"Tomato (Solanum lycopersycum L.) that the fruit mainly contained lycopene, beta carotene, vitamin C and vitamin E indECated that the fruit had antioxidant activity. These compound were known able to prevent and retention of free radECal forming whECh can cause aging and chronEC disease. This research, tomato with different concentration 0,5%, 1%, 2%, and 3% were formulated in cream. PhysECal stability test including the storage at three different temperatures including cool temperature (4oC), room temperature, and high temperature (40+2oC), mechanECal test, and cycling test. Measurement of antioxidant activity tomato cream that using DPPH method pursuant to value of DPPH retention (EC50). This research resulted that shown tomato cream 0,5% 1%, 2%, and 3% have physECal stability with storage at cool temperature (4oC), room temperature, and high temperature (40+2oC). Tomato cream 1%, 2%, and 3% reach minimum value of retention DPPH (EC50) but tomato cream 0,5% not reach minimum value of retention DPPH (EC50). Cream tomato 1% have the best physECal stability and cream tomato extract 3% have the best antioxidant activity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32733
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zulva Hamid
1996
S32051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Trisnayanti
"ABSTRAK
Rimpang temulawak (Curcurna xanthorrhiza Roxb) adalah salah satu jenis sintplisia yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku jamu. Rimpang ini mudah terkontaminasi oleh kapang Aspergillus flavus yang berasal dari tanah karena kadar amilumnya yang tinggi. Adanya kontaminasi kapang ini akan mengurangi khasiat temulawak bila digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
Radiasi gamma telah digunakan untuk membasmi serta menurunkan angka kapang dan angka bakteri pada bahan baku dan sediaan jamu. Pada penelitian ini telah dipelajari efek radiasi gamma pada aktivitas antikapang dari minyak atsiri dan kurkuminoid temulawak, pada pertumbuhan Aspergillus flavus. Dipelajari pula efek radiasi gamma pada karakteristik kedua komponen tersebut.
Dosis radiasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 0, 5, 10, 30, dan 50 kGy, serta variasi penyimpanan selama 0 dan 3 bulan. Aktivitas antikapang kedua komponen pada A. flavus diamati dengan mengukur diameter hambatannya pada media agar padat PDA (Potato Dextrose Agar). Sedangkan karakteristik kedua
komponen diperiksa dengan menggunakan alat GC untuk minyak atsiri dan HPLC untuk kurkuminoid, serta spektroskopi FTIR untuk keduanya.
Dari hasil penelitian mi terlihat bahwa minyak atsiri temulawak mempunyai aktivitas antikapang pada pertumbuhan Aspergillus flavus, baik yang disiinpan maupun yang tidak. Sebaliknya, kurkuminoid temulawak meinberikan efek stimulator pada pertumbuhan Aspergillus tiavus, baik pada rimpang yang disimpan maupun yang tidak.
Radiasi gamma dan interaksi antara dosis iradiasi dan penyimpanan tidak berpengaruh pada aktivitas antikapang minyak atsiri pada P < 0,05. Minyak atsiri dari rimpang yang disimpan selama 3 bulan memperlihatkan aktivitas antikapang yang lebih tinggi dari pada yang tidak disimpan. Namun sebaliknya, efek stimulator dari kurkuminoid temulawak ini tidak dipengaruhi oleh radiasi dan penyimpanan.
Berdasarkan kromatograin masing-masing komponen dan spektroskopi FTIR-nya, iradiasi hingga 50 kGy tidak merubah karakteristik minyak atsiri dan kurkuminoid temulawak."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Reina Lamtiur
"Ekstrak etanol temulawak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen rongga mulut Streptococcus sanguinis dan Porphyromonas gingivalis. Digunakan konsentrasi ekstrak etanol temulawak teridentifikasi sebesar 0.5-25%. Ekstrak etanol temulawak terhadap bakteri dipapar pada 96 well-plate diinkubasi selama 18 jam dengan suhu 37oC suasana anaerob. Uji kualitatif menggunakan kristal violet 0.5% dan nilai Optical Density dibaca (490nm). Ekstrak etanol temulawak teridentifikasi menghambat pembentukan biofilm S. sanguinis (KHBM50 0.5% KHBM90 15%) dan P. gingivalis (KHBM50 15%) tunggal dan kombinasi (KHBM50 0.5% KHBM90 15%). Ekstrak etanol temulawak teridentifikasi memiliki potensi sebagai penghambat pembentukan biofilm Streptococcus sanguinis dan Porphyromonas gingivalis.

Java turmeric has antibacterial effect against oral pathogens. The concentration ranged from 0.5-25% were used. Biofilm formation inhibition assay was conducted on a 96 well-plate by using BHI enriched with 0.2% sucrose at 37oC for 18h. After staining with 0.5% crystal violet the optical density was read at 490nm. Java turmeric shows pontential to inhibit biofilm formation of S. sanguinis (IC50 0.5% IC90 15%) and P. gingivalis (IC50 15%) on single and dual species (IC50 0.5% IC90 15%). Java turmeric has potential to inhibit the biofilm formation of Streptococcus sanguinis and Porphyromonas gingivalis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nur Tsuraya
"Latar Belakang: C. albicans rongga mulut adalah flora normal yang dapat berubah
menjadi patogen sehingga menyebabkan kandidiasis oral. Ekstrak etanol temulawak
dengan kandungan utama xanthorrhizol dilaporkan dapat menginhibisi dan
mengeradikasi biofilm C. albicans pada konsentrasi 15%, serta menurunkan aktifitas
enzim fosfolipase dan proteinase C. albicans. Selanjutnya, ekstrak etanol temulawak
diformulasikan dan dikembangkan menjadi bentuk sediaan obat tetes mikroemulsi.
Dalam pengembangan bentuk sediaan obat, maka diperlukan penetapan formulasi dan
uji stabilitas biologis, fisik, dan kimia. Tujuan: Menetapkan formulasi dan
mengevaluasi stabilitas fisik dan kimia obat tetes mikroemulsi ekstrak etanol
temulawak Metode: Ekstrak etanol temulawak 15% diformulasikan menjadi sediaan
obat tetes mikroemulsi. Kemudian stabilitas fisik dan kimia dievaluasi 2-4 minggu
pada 3 suhu penyimpanan yang berbeda yaitu 4±2oC; 28±2oC; dan 40±2oC. Selanjutnya
stabilitas fisik berupa organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, dan tipe aliran
dievaluasi. Pada stabilitas kimia dievaluasi perubahan kadar xanthorrhizol setelah 2
dan 4 minggu, menggunakan metode GC-MS. Hasil: Formulasi obat tetes mikroemulsi
mengandung ekstrak etanol temulawak 15% memiliki organoleptik; larutan kuning
kecoklatan, rasa pahit, dan berbau khas jamu, homogenitas; terjadi pemisahan antara
komponen minyak dan air, pH berkisar 6,3-6,9, dan tipe alir pseudoplastis pada 2-4
minggu dengan 3 suhu penyimpanan. Viskositas menurun seiring dengan peningkatan
suhu penyimpanan. Kadar xanthorrhizol menurun setelah 2-4 minggu pada ketiga suhu
penyimpanan. Kesimpulan: Adanya pemisahan komponen minyak dan air serta
penurunan kadar zat aktif dalam kurun 2-4 minggu mendasari kesimpulan bahwa
formulasi obat tetes ekstrak etanol temulawak 15% tidak stabil secara fisik dan kimia
setelah disimpan selama 2 dan 4 minggu sehingga masih diperlukan reformulasi.

Introduction: C. albicans is a normal flora in oral cavity that can be pathogenic that
causing oral candidiasis. Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract has a main
component, xanthorrhizol that was reported to be able to inhibit and eradicate C.
albicans biofilms at a 15% concentration and reduce the activity of phospholipase and
proteinase enzymes of C. albicans. Furthermore, curcuma xanthorrhiza ethanoic extract
is formulated and developed into microemulsion oromucosal drops. In the development
of the drug, it is necessary to determine the formulation and test the stability in
biological, physical, and chemical. Objective: Determining the formulation and
evaluating the physical and chemical stability of microemulsion oromucosal drops
containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Methods: Curcuma
xanthorrhiza ethanoic extract is formulated into microemulsion oromucosal drops
containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Then, the physical and
chemical stability are evaluated for 2-4 weeks in 3 different temperature, that is 4 ±
2oC; 28 ± 2oC; and 40 ± 2oC. Furthermore, the physical stability in the form of
organoleptic, homogeneity, pH, viscosity, and flowing type are evaluated. Chemical
stability is evaluated the xanthorrhizol level using the GC-MS method. Results:
Microemulsio oromucosal drops containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic
extract have organoleptic; brownish-yellow solution, bitter taste, and smells like herb,
homogeneity; there is a separation between the oil and water phase, pH ranges from
6,3-6,9, and flowing type are pseudoplastic. The viscosity value decreases with the
increasing of storage temperature. Xanthorrhizol level are decreasing after 2-4 weeks
of storage in the 3 different temperature. Conclusion: The separation between the oil
and water phase and degradation of xanthorrhizol level after stored 2-4 weeks are the
underlying conclusion that formulation of oromucosal drops containing curcuma
xanthorrhiza ethanoic extract are not stabile in physical and chemical after stored for 2
and 4 weeks so that the drugs need to be reformulated.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivanti Irmadela Devina
"Tujuan penelitian eksperimental klinis ini menganalisis efek obat kumur temulawak terhadap gingivitis secara klinis.Enam puluh penderita gingivitis dibagi menjadi dua kelompok : berkumur dengan temulawak dan plasebo. Indeks plak (PlI) dan Papilla Bleeding Index (PBI) diukur sebelum dan setelah berkumur, dua kali sehari selama empat hari. Nilai PlI dan PBI pada kedua kelompok setelah berkumur lebih rendah daripada saat sebelum berkumur, secara statistik bermakna (uji T berpasangan; p<0,05). Nilai PlI dan PBI pada kelompok temulawak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok plasebo (uji T tidak berpasangan; p<0,05). Berkumur dengan obat kumur yang mengandung temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat menurunkan gingivitis.

The aim of this clinical experimental study is to analyze the effect of extract temulawak towards gingivitis clinically. Sixty patients gingivitis divided into two groups: rinsed using temulawak and placebo. Plaque index (PlI) and Papilla Bleeding Index (PBI) were measured before and after rinsing, twice a day for four days. The PlI and PBI score after rinsing in both groups were lower than before rinsing(paired T test; p<0,05). The follow up PlI and PBI score of control group were different significantly with the experiment group (independent T test; p<0,05). Rinsing with temulawak (Curcuma xanthorrhiza) mouthwash can reduce gingivitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Chaerisa Saleh
"Latar Belakang: Kebiasaan bernafas melalui mulut menjadi perhatian
di bidang kesehatan karena 50%-56% kebiasaan bernafas melalui mulut terjadi pada anak-anak. Kebiasaan ini dapat berdampak pada dehidrasi pada rongga mulut anak sehingga dapat mengakibatkan munculnya peradangan pada jaringan periodontal dan kecenderungan untuk anak mengalami bau mulut. Kemungkinan penyebab penyakit periodontal terlibat dalam kejadian pernapasan melalui mulut antara lain adalah bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola, namun prevalensi keduanya belum sepenuhnya diketahui bersih. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan prevalensi Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola pada biofilm permukaan lidah dan air liur anak-anak bernafas melalui mulut. Metode: Deteksi dan identifikasi bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola pada 60 subjek (19 subjek bernapas melalui mulut)
dan 41 subjek pernapasan normal) menggunakan teknik PCR konvensional. Analisis Statistik dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square. Hasil: Treponema denticola and Porphyromonas gingivalis dapat dideteksi pada biofilm saliva dan lidah, tetapi tidak Ada perbedaan yang signifikan dalam prevalensi kedua bakteri di rongga mulut anak-anak
yang bernapas melalui mulut dan normal (p>0,05). Hasil studi menunjukkan ada hubungan positif antara skor organoleptik dan skor OHI-S dengan kejadian bernafas melalui mulut. Kesimpulan: Treponema denticola dan Porphyromonas gingivalis dapat ditemukan pada anak-anak dengan dan tanpa kebiasaan bernapas melalui mulut dengan tingkat prevalensi yang sama.

Background: The habit of breathing through the mouth is a concern
in the health sector because 50%-56% of the habit of breathing through the mouth occurs in children. This habit can have an impact on dehydration in the child's oral cavity so that it can result in the appearance of inflammation in the periodontal tissue and a tendency to swell
child has bad breath. Possible causes of periodontal disease involved in the incidence of mouth breathing include the bacteria Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola, but the prevalence of both is not yet fully known. Objective: The aim of this study was to compare the prevalence of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola in the biofilm of the tongue and saliva surfaces of children breathing through the mouth. Methods: Detection and identification of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola bacteria in 60 subjects (19 subjects breathed through the mouth) and 41 normal respiratory subjects) using conventional PCR techniques. Statistical analysis was performed using the Chi-square test. Results: Treponema denticola and Porphyromonas gingivalis were detected in salivary and tongue biofilms, but there was no significant difference in the prevalence of the two bacteria in the oral cavity of children. who breathed through the mouth and were normal (p>0.05). The results of the study showed that there was a positive relationship between organoleptic scores and OHI-S scores with the incidence of mouth breathing. Conclusion: Treponema denticola and Porphyromonas gingivalis can be found in children with and without mouth breathing habits with the same prevalence rate.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>