Ditemukan 99049 dokumen yang sesuai dengan query
Yuli Daswiyah
"Dalam bentuk larutan vitamin C tidak stabil karena mudah teroksidasi. Adanya perubahan tersebut akan menyebabkan kerusakan pada sediaan obat dan perubahan jumlah vitamin C yang terkandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode sterilisasi terhadap stabilitas vitamin C dalam sediaan injeksi. Metode sterilisasi yang digunakan yaitu filtrasi dan pamanasan pada suhu 98 - 100°C selama 30 menit, otoklaf pada suhu 115 - 116°C selama 30 menit dan otoklaf pada suhu 120 - 121°C selama 15 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas vitamin C dalam sediaan injeksi lebih baik pada sediaan yang dibuat dengan metode sterilisasi secara filtrasi dengan kadar vitamin C sebesar 84,37 + 0,27% dibandingkan metode sterilisasi secara pemanasan suhu 98 - 100°C selama 30 menit sebesar 82,01 + 0,40% , dalam otoklaf suhu 115 - 116°C selama 30 menit sebesar 77,52 + 0,24 %, sedangkan dalam otoklaf suhu 120 - 121°C selama 15 menit sebesar 58,32 + 0,21%. Penggunaan antioksidan sodium metabisulfit dapat meningkatkan stabilitas vitamin C dalam sediaan injeksi sebesar 4,42 % dibandingkan tanpa penambahan antioksidan.
Vitamin C in aqueous solution are unstable, because the solutions of vitamin C are easily oxidized. The existence of such a change will cause decay to the drug dosage and change in the amount of vitamin C. The purpose of this research is to analyze the influence of sterilization methods on the stability of vitamin C in injection dosage forms. Sterilization method used are filtration and heating at temperature of 98 - 100°C for 30 minutes, autoclave at temperature of 115 - 116°C for 30 minutes and autoclave at a temperature of 120 - 121°C for 15 minutes.The results of this research showed that the stability of vitamin C in injection dosage forms sterilized by filtration amount of 84,37 + 0,27% are better than in heating sterilization methods at temperature of 98 - 100°C for 30 minutes amount of 82,01 + 0,40%, in autoclave at temperature of 115 - 116°C for 30 minutes amount of 77,52 + 0,24 % , and autoclave at temperatures of 120 - 121°C for 15 minutes amount of 58,32 + 0,21%. The use of sodium metabisulphite as antioxidants can increase the stability of vitamin C in injection dosage as about 4,42% compared to without the addition of sodium metabisulphite."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33175
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Restu Ninayanti Putri
"Peptida merupakan suatu komponen bioaktif yang beberapa tahun terakhir banyak dimanfaatkan dalam produk kosmetik, terutama produk perawatan kulit yaitu sebagai antikerut. Asetil heksapeptida-3(8) adalah salah satu peptida yang mampu memberikan efek anti kerut. Peptida sebagai peningkat penetrasi melalui mekanisme mempengaruhi lipid intermolekuler lapisan tanduk. Peptida memberikan efek hidrasi, oleh karena itu Asetil heksapeptida-3(8) juga mampu memberikan efek peningkat penetrasi komponen lain dalam suatu sediaan. Vitamin C telah diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan anti kerut. Vitamin C akan memberikan efek sinergis sebagai antikerut apabila dikombinasikan dengan Asetil heksapeptida-3(8). Maka dibuat penelitian untuk mengetahui pengaruh Asetil heksapeptida-3(8) terhadap penetrasi vitamin C dalam sediaan serum dan pengaruh terhadap stabilitas fisik dan kimia serum. Diformulasikan serum vitamin C yang mengandung Asetil heksapeptida- 3(8) dan tanpa peptida, kemudian dibandingkan daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan kulit abdomen tikus. Jumlah kumulatif vitamin C yang terpenetrasi mealui kulit dari serum tanpa peptida adalah 20506,40 ± 8,14 μg/cm2 dan serum dengan peptida adalah 14391,91 ± 8,24 μg/cm2. Fluks vitamin C dari serum tanpa peptida adalah 2563,30 ± 1,02 μg/cm2 jam-1 dan serum dengan peptida 1798,99 ± 1,03 μg/cm2 jam-1. Dari uji stabilitas fisik, suhu rendah didapatkan paling stabil, sedangkan uji stabilitas kimia menggunakan KLT densitometer menunjukkan terjadi penguraian vitamin C pada semua kondisi penyimpanan.
Peptide is bioactive component that has been used in cosmetics in recent years, especially in skin care products because of its function as anti wrinkle substance. Acetyl hexapeptide-3(8) is on of peptide well-known by its antiwrinkle. Peptide for penetration enhancer agent through the mecanism of intermolecular affect of stratrum corneum lipids. Because of its hydration effect, Asetil heksapeptide-3(8) might enhance penetration of the other compound in a preparation. Vitamin C still has antioxidant and antiwrinkle activities. The combination of the Acetyl hexapeptide-3(8) and vitamin C result in a synergict effect producing anti wrinkle substance. Therefore, were made a research to understad the effect of Acetyl hexapeptide-3(8) on vitamin C penetration in serum preparation, and effect of those peptide on its physical and chemical stability. Two kinds of serum preparation, serum vitamin C with Acetyl hexapeptide-3(8) and without peptide. Penetration ability through skin was examined by in vitro Franz diffusion cell test using rat abdomen skin. Total cumulative penetration of vitamin C from serum without peptide and with peptide were 20506,40 ± 8,14 μg/cm2 and 14391,91 ± 8,24 μg/cm2. The percentage of penetrated vitamin C from serum without peptide and with peptide were 2563,30 ± 1,02 μg/cm2 hour-1 and 1798,99 ± 1,03 μg/cm2 hour-1. From physical test, low temperature condition shown the most stable form, while chemical stability test using TLC densitometer revealed vitamin C degradation at all temperature condition."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64871
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dewinta Rahma Astika
"Larutan infus glukosa 5% digunakan dalam dunia medis sebagai larutan pengganti cairan tubuh atau terapi pada penderita hipoglikemia. Larutan infus glukosa 5% yang merupakan sediaan steril harus melalui proses sterilisasi untuk menghilangkan kontaminasi mikroorganisme agar tidak membahayakan pasien setelah proses administrasi ke dalam tubuh. Proses sterilisasi yang umum digunakan adalah dengan metode panas lembab menggunakan autoklaf pada suhu 121°C. Namun proses sterilisasi ini menyebabkan degradasi glukosa dalam infus glukosa 5% menjadi produk degradasi glukosa, salah satunya adalah 5-Hidroksimetilfurfural atau 5-HMF. 5-HMF adalah senyawa toksik yang dapat menyebabkan beberapa efek buruk pada tubuh sehingga pembentukannya dalam infus glukosa 5% harus diminimalisir. Artikel review ini ditulis untuk meninjau pengaruh suhu sterilisasi terhadap pembentukan 5-HMF dalam infus glukosa 5% dengan membandingkan konsentrasi 5-HMF yang terbentuk apabila disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan suhu dibawah 121°C (>110°C). Sumber jurnal diperoleh dari pencarian melalui Science Direct dan Google Scholar terkait degradasi infus glukosa pada saat proses sterilisasi menjadi 5-HMF dalam rentang tahun antara 1960 hingga 2020. Hasil tinjauan yang didapatkan yaitu adanya hubungan antara suhu dengan waktu sterilisasi, dimana semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin singkat waktu sterilisasinya. Pengaruhnya dalam pembentukan 5-HMF pada infus glukosa 5% adalah suhu 121°C merupakan suhu sterilisasi yang lebih tinggi, namun proses yang berlangsung secara cepat dapat meminimalisir kadar 5-HMF yang terbentuk dibandingkan dengan suhu sterilisasi yang lebih rendah (>110°C) namun dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
5% glucose infusions are widely used to replace body fluids or therapy in patients with hypoglycemia. A 5% glucose infusion is a sterile product and the preparation of it must go through sterilization process to eliminate microorganism contaminations. This process is important because any microorganism contaminations can harm the patients after being administered to the patient’s body. The sterilization process which is commonly used for sterilizing 5% glucose infusions is the moist-heat method using an autoclave at 121°C. however, this sterilization process leads to degradation of glucose into its degradation products and 5-Hydroxymethylfurfural or 5-HMF is one of those degraded compounds. 5-HMF is a toxic compound that possibly causes negative effects on the human body, thus the formation in 5% glucose infusions must be reduced. This article was written to review the effect of sterilization temperature on the formation of 5-HMF in the 5% glucose infusion by comparing 5-HMF concentrations after being sterilized using an autoclave at 121°C and below 121°C (>110°C). Related journals and articles were obtained by searching glucose degradation into 5-HMF during sterilization process through Science Direct and Google Scholar between the year periods 1960 and 2020. The results explained the important correlation of sterilization temperature with sterilization time, which higher temperature used in sterilization process would minimize the sterilization time. Although 121°C was the highest temperature used among other temperatures in this review, but the sterilization method using this temperature needed the shortest sterilization time which minimized 5-HMF formation on 5% glucose infusions compared to the lower temperatures (> 110°C) with longer sterilization times."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Vania Gones
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S32680
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Samira Taufik
"Vitamin C diketahui mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antikerut. Perkembangan di dunia formulasi kosmetika memperkenalkan sediaan serum, yaitu sediaan dengan komponen bioaktif berupa peptida yang lebih banyak. Tembaga-Glisil-L-Histidil-L-Lisin (Cu-GHK) adalah salah satu peptida yang mampu memberikan efek antikerut dan menghidrasi kulit. Karena kemampuan hidrasinya, kemungkinan peptida Cu-GHK juga mampu memberi efek peningkat daya penetrasi komponen lain dalam satu sediaan. Maka dibuat penelitian untuk mengetahui pengaruh peptida Cu-GHK terhadap penetrasi vitamin C dalam sediaan serum dan pengaruh peptida tersebut terhadap stabilitas fisik dan kimia serum. Dibuat dua sediaan, yaitu serum vitamin C yang mengandung peptida Cu-GHK dan gel vitamin C tanpa peptida, kemudian dibandingkan daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus. Jumlah kumulatif vitamin C yang terpenetrasi melalui kulit tikus dari serum vitamin C adalah 17329 ± 865,55μg/cm2 dan dari gel vitamin C adalah 17869 ± 606,94 μg/cm2. Presentase jumlah kumulatif vitamin C yang terpenetrasi dari serum vitamin C adalah 49,98±2,06% dan dari gel vitamin C adalah 54,6±1,44%. Fluks vitamin C dari serum adalah 1250,40±43,58 μg/cm2.jam dan dari gel adalah 1285,53±89,09 μg/cm2.jam. Dari uji stabilitas fisik, suhu dingin didapatkan paling stabil, sedangkan uji stabilitas kimia menunjukkan terjadi penguraian Vitamin C pada semua kondisi penyimpanan.
Vitamin C still has antioxidant and antiwrinkle activities. The cosmeceutical formulation introduced serum, dossage form which contain a plenty of bioactive peptide compound. Copper-Glysin-L-Histidil-L-Lysin (Cu-GHK) is one of peptide well- known by its antiwrinkle and skin hydration activity. Beacuse of its hydration effect, Cu-GHK might enhance penetration of the other compound in a preparation. Therefore, were made a research to understand the effect of Cu-GHK peptide on vitamin C penetration in serum preparation, and effect of those peptide on its physical and chemical stability. Two kinds of preparation were made, i.e. serum vitamin C with Cu-GHK and gel vitamin C without Cu-GHK. Penetration ability through skin was examined by in vitro Franz diffusion cell test using rat abdomen skin. Total cumulative penetration of vitamin C from serum and gel were 17329 ± 865.55 μg/cm2 and 17869 ± 606.94 μg/cm2 , respectively. The percentage of penetrated vitamin C from serum and gel were 49.98±2.06 % and 54.6±1.44%, respectively. Flux of vitamin C from serum and gel were 1250.40±43.58 μg/cm2.jam and 1285.53±89.09 μg/cm2.hour, respectively. From physical test, cold temperature condition shown the most stable form, while chemical stability test using TLC densitometer revealed vitamin C degradation at all temperature condition."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43293
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 1996
S32029
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tia Erviza Ulfa
"Vitamin C merupakan antioksidan yang paling banyak digunakan dan masih terus diteliti karena memiliki masalah terhadap stabilitasnya dalam sediaan farmasi. Adanya air, udara dan cahaya dapat menyebabkan vitamin C dalam bentuk asam askorbat terurai menjadi asam dehidroaskorbat dan kemudian menjadi asam oksalat yang tidak aktif. Magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan asam askorbat. Namun, pada kenyataannya magnesium askorbil fosfat tidak efektif sebagai sediaan topikal. Diformulasikan sediaan semisolid tanpa air asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat dengan menggunakan basis silikon yang akan dibandingkan stabilitasnya dalam sediaan basis air (krim).
Persentase kadar pengujian stabilitas dipercepat setelah penyimpanan selama 8 minggu pada suhu hangat 40±20oC dengan metode KLT Densitometri terhadap sediaan semisolid basis air asam askorbat, basis air magnesium askorbil fosfat, basis silikon asam askorbat dan basis silikon magnesium askorbil fosfat berturut adalah 0,67%, 2.45% , 3.74% dan 4.57% dari 5% zat aktif yang ditambahkan. Persentase ini menunjukan bahwa sediaan semisolid basis silikon jauh lebih stabil dibandingkan sediaan semisolid basis air. Ini membuktikan bahwa basis tanpa air merupakan sistem yang ideal sebagai pembawa untuk asam askorbat. Magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan asam askorbat, namun kekuatan antioksidannya berdasarkan metode pengujiaan peredaman DPPH diperoleh IC50 105,15 ppm dimana potensi antioksidannya jauh lebih rendah dibandingkan asam askorbat dengan IC50 2,66 ppm.;
Vitamin C is an antioxidant which is the most widely used and is still studied because it has the problem of stability in pharmaceutical preparations. Presence of water, air and light can cause vitamin C in the form of ascorbic acid breaks down into dehydroascorbic acid and finally be inactive of oxalic acid. Using vitamin C derivatives such as magnesium ascorbyl phosphate are more stable than ascorbic acid. However, in reality magnesium ascorbyl phosphate is not effective as a topical preparation. Ascorbyl acid was made into semisolid preparation without water (silicone based), and than the stability will be compared with semisolid aqueous based (cream). Percentage level after 8 weeks accelerated stability testing at a temperature of 40±20oC with TLC Densitometry for semisolid aqueous based ascorbic acid, aqueous based magnesium ascorbyl phosphate, ascorbic acid silicone based and magnesium ascorbyl phosphate silicone based are respectively 0,67%, 2.45% , 3.74% and 4.57% of 5% active substance added. This percentage shows that semisolid silicone based is more stable than semisolid aqueous based. This proves that non aqueous is ideal as a carrier system for ascorbic acid. Magnesium ascorbyl phosphate is more stable than ascorbic acid, but antioxidants potential obtained (IC50 105.15 ppm) measured by DPPH method was lower than ascorbic acid with IC50 2.66 ppm."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46064
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arlina Ardisasmita
"Wrielitian Url, cftlakukank& mite cal pu
Thdt atae tt tgv ttmt logomtrturi
oll , () bandingh di , ZZ. 4au III
te1t Cs 4, ftt yxt fit Wlamnpt4 btz
tU t yAtt orzaU y bktt f Iter, ((1ipho) bcrLktmha
all 1ttp 1it bLk, 41r t1Bb L2 (4t b1DG) t4gU
3X 4i tLk rth"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1980
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anni Mulyani Wulandari
"
ABSTRAKTelah dilakukan penelitian pengaruh penyimpanan terhadap kadar vitamin E dalam sediaan cream. K tokoferol dan K tokoferil asetat adalah antioksidan sejati yang banyak digunakan dalam sediaan kosmetik misalnya cream, lotion, shampoo, minyak perawat rambut, dan sebagainya. Dalam cream kulit vitamin E mempunyai efek mempertahankan keseimbangan kadar lemak sehingga dapat memperlambat proses penuaan sel - sel kulit. Dari beberapa pustaka dan survai ke pabrik pembuat, tidak ditemukan adanya antioksidan lain dalam formulasi-formulasi sediaan cream, sehingga timbul keraguan apakah kadarnya tidak turun selama penyimpanannya. Metoda penetapan kadar yang digunakan adalah " Gas Liquid Chromatography 11 yang dilengkapi dengan kolom kaca borosilikat;, panjang 2 in, diameter 3mm, diisi dengan fasa diam SE 30 3% pada chromosorb W - HP 80 - 100 mesh. Suhu detektor dan injektor = 290° C , suhu kolom 20°C, kecepatan aliran gas N2 60 m1/menit. Dotriakontana digunakan sebagai baku dalam. Pada penyimpanan suhu kamar selama 8 minggu tidak ditemukan adanya penurunan kadar ( 103,87 - 102 9 65% ), sedangkan pada penjemuran dengan sinar matahari kadar tokoferil asetat berkurang sampai. 62,77% ( 101 9,14 - 62,77% )"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Agus Tiah
"Besi(ll) Glukonat sering ditemukan dalam sediaan-sediaan farmasi sebagai obat anti anemia. Senyawa mi merupakan garam besi(ll) yang dalam bentuk larutannya mudah teroksidasi menjadi besi(lll). Penelitian ml bertujuan untuk menguji pengaruh Asam Askorbat dan Natrium Metabisulfit terhadap stabilitas Besi(ll) Glukonat dalam sediaan sirup multivitamin. Diduga kedua zat tersebut yang mewpakan reduktor kuat dapat meningkatkan stabilitas Besi(l I) Glukonat melalui penghambatan oksidasi besi(ll) menjadi besi(lll). Co Uji stabilitas dilakukan pada penyimpanan suhu kamar (26°C sampai 27°C) terhadap tiga formula sirup, yaltu Formula I : sirup multivitamin yang mengandung Besi(II) Glukoriat tanpa antioksidan (sebagal pembanding); Formula II: sirup multivitamin yang mengandung Besi(H) Glukonat dengan antioksidan Asam Askorbat 1%; Formula Ill: sirup yang mengandung Besi(ll) Glukonat dengan antioksidan Natrium Metabisulfit 0,1% Besi(ll) yang tidak terurai dianalisis dengan metode spektrofotometn. Berdasarkan hasil yang diperoleh, besamya penguraian berupa oksidasi besi(ll) menjadi besi(lll) dari sirup Formula II dan sirup Formula Ill dibandingkan terhadap sirup Formula I. Ternyata besamya oksidasi besi(Il) menjadi besi(lll) paling kecil pada sirup Formula II dibandingkan dengan sirup Formula I dan Ill.
Ferrous Gluconate is often found in pharmaceutical products as anti anaemia drug. This compound is an iron(II) salt which is easily oxydized in its solutions to become iron(lll). The objective of this research is to analyse the effect of Ascorbic Acid and Sodium Metabisulphite addition to the stability of Ferrous Gluconate in multivitamins syrup dosage form. It is considered that these two agents, which are strong reductors, can enhance the stability of Ferrous Gluconate through the retardation and prevention of iron(II) oxidation to become iron(lll). Stability test was conducted in room temperature (26°C to 27°C) toward 3 syrup formulas, Formula I : Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate without addition of antioxidant (as control). Formula Il Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate with addition of 1% Ascorbic Acid. Formula Ill Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate with addition of 0,1% Sodium Metabisuiphite. The remaining of iron(II) was analyzed using spectrophotometric methode. From the results obtained, the extent of degradation, expressed by the oxidation of iron(II) to become iron(III) from Formula II and Formula Ill syrups were compared to Formula I (Control Formula). It was concluded that the oxidation of iron(II) occured the least in Formula II."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library