Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88077 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurliana
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29187
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Dyah Praptiwi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S29493
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ainur Rahmi
"Sinar-x digunakan dalam bidang kedokteran pada metode diagnosis dan terapi penyakit. Kualitas radiasi sinar-x yang digunakan harus terstandarisasi karena dapat mengakibatkan efek stokastik pada pasien. Efek stokastik dikurangi melalui quality control pada mesin radiologi, dan akan berjalan baik jika dilakukan pengukuran dan kalibrasi yang tepat. Skripsi ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas berkas radiasi RQR pesawat sinar-x Y.TU 320-D03 berdasarkan protokol IAEA Technical Reports Series (TRS) no. 457 dan kemudian menentukan nilai faktor koreksi detektor radiodiagnostik terhadap kualitas radiasi RQR. Detektor yang digunakan adalah Farmer 2571, Unfors Xi, dan TLD 100 LiF. Hasil menunjukkan nilai faktor koreksi Farmer relatif konstan, sedangkan TLD memiliki nilai faktor koreksi pada rentang 0.944±0.045 s.d 1.000±0.053.

X rays used for diagnosis and therapy in medicine filed. X rays should be standardize to use, because it can make the stochastic effect to patient. It can be decrease by doing quality control to radiology machine, and it will work satisfactorily if correct calibration and measurement are made. This research has goal for evaluating the RQR radiation quality of Y.TU 329-D03 x rays machine based on IAEA Technical Reports Series (TRS) no. 457 and determining the correction factor of radiodiagnostic detector to RQR radiation quality. Detector which is used for this research are Farmer 2571, Unfors Xi, and TLD 100 LiF. The result are correction factor for Farmer is constant and correction factor for TLD 100 LiF is 0.944±0.045 to 1.000±0.053."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S29388
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Irvan G.
"Tugas akhir ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya (Sanabila, 2008) dalam pengenalan sudut wajah dengan konsep yang sama, yaitu data acuan awal memiliki interval tertentu, dibuat data acuan baru menggunakan interpolasi, lalu data uji dihitung jaraknya terhadap semua data acuan, data acuan dengan jarak terdekat merupakan hasil tebakan. Perbedaan dalam penelitian ini adalah penggunaan data rata-rata dan data fuzzy sebagai data acuan, perbedaan dalam PCA yang dilakukan, serta penggunaan control point placement dalam interpolasi Bezier kuadratik.
Skema eksperimen dibagi menjadi dua, menggunakan set data yang sama dengan penelitian sebelum ini dan menggunakan set data yang lebih kecil intervalnya. Selain itu, penelitian ini juga mencakup pengenaan distorsi.
Kesimpulan dari peneltian ini adalah penggunaan data rata-rata lebih baik daripada data masing-masing foto yang harus dipisahkan berdasarkan kelas wajah terlebih dahulu, penggunaan PCA memberi hasil yang baik, algoritma dengan data fuzzy belum memberi hasil sebaik data rata-rata, pengenaan distorsi kurang mempengaruhi hasil pengenalan algoritma untuk eksperimen yang memakai data rata-rata, dan pemakaian control point placement menghasilkan tingkat pengenalan yang lebih baik untuk eksperimen dengan data rata-rata.

This final project is a continuity of previous research about angle estimation with the same main concept: with reference data in some intervals, new reference data with smaller intervals was made with the use of interpolation, and distances between testing data and all reference data was calculated, the reference data with the closest distance was the algorithm?s estimation (Sanabila, 2008). Differences made were the use of average data (crisp data) and fuzzy data for each angle as reference data, differences in PCA algorithm, and the use of control point placement in quadratic bezier interpolation.
Experiment scenarios were divided into two main schemes based on the intervals of the data set, the first one was an experiment scheme with the same data set intervals with previous research and another one was experiment scheme with smaller intervals. Data manipulation with noise addition have also been done in some experiment schemes.
Some of the Conclusions were: use of average data was more efficient than one data for each picture, the use of PCA gave better result than experiments without PCA, experiments with average data gave better result than with fuzzy data, noise addition to data did not effect the recognition rate of the algorithm for experiments with average data (crisp), control point placement gave better result in experiments with average data.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulfiatry Yubhar
"Telah dilakukan pengukuran Dosis Rata-rata Glandular (Mean glandular Dose) pada pemeriksaan mammografi dengan menggunakan Thermoluminiscense (TLD) terhadap 49 pasien. Dosis yang terbaca pada TLD adalah Entrance Surface Dose (ESD) dengan nilai ratarata yang didapat 7.6 (± 3.9) mGy. Untuk konversi ke nilai Mean Glandular Dose, nilai ESD dikalikan dengan nilai Dgn (ESD dengan faktor konversi average glandular dose per unit exposure) yang terkonversi dengan memperhitungkan prosentase glandular terhadap adipose. Data Dgn diperoleh dari perhitungan John M Boone yang menggunakan metode Monte Carlo yang masih tergantung dari nilai HVL dan ketebalan payudara. Prosentase glandular terhadap adipose dihitung dengan menggunakan metoda analisa film Nooriah Djamal. Kemudian nilai Dgn 0% glandular untuk kontribusi adipose maupun Dgn 100% glandular untuk kontribusi glandular diperoleh dari Tabel Dgn Boone. Nilai MGD yang diperoleh adalah 1.818 (± 0.615) mGy. Nilai masih dibawah limit yang direkomendasikan FDA( Food and Drug Administration) yaitu < 3 mGy.

Mean glandular Dose (MGD) during mammography has been determined for 49 patients using TLD. MGD numbers has been derived from the measured ESD (Entrance Surface Dose) by multiplicating ESD with converted Dgn (ESD with average glandular dose per unit exposure conversion factor) incorporating the glandular percentage to adipose percentage. Dgn data were
obtained from Boone's Monte Carlo calculation and generally is a function of HVL values and breast thickness. The glandular percentage to adipose were obtained using Nooriah Djamal's methods of mammography film analysis Both 0% glandular Dgn for adipose contribution and 100% glandular Dgn for glandular contribution were then obtained from Boone's table. Average Entrance Surface Dose (ESD) for 49 patients were found to be 7.6 (± 3.9) mGy. The average MGD for 49 patients were found to be 1.818 (± 0.615) mGy. These values were generally below the recommended FDA ( Food and Drug Administration) limit of 3 mGy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S29104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Anggraeni
"Telah dilakukan sebuah studi perbandingan metode kalibrasi silang detektor plane paralel Markus terhadap detektor silindris Farmer antara protokol IAEA TRS 381 dan TRS 398. Pengukuran dilaksanakan pada medium udara dan air menggunakan kamar ionisasi tipe Farmer PTW 30013 kedap air dan kamar ionisasi plane paralel Markus PTW 233343 kedap air. Hasil pengukuran faktor kalibrasi dosis dalam air adalah NppD,air = 0.4338 Gy/nC dan NppD,w = 0.4967 Gy/nC. Hasil pengukuran faktor kalibrasi dosis di udara adalah NppK = 0.4474 Gy/nC dan NppD,air = 0.4394 Gy/nC. Faktor kalibrasi yang diperoleh kemudian digunakan untuk mengukur dosis dan menghasilkan deviasi dosis cukup kecil (0.52%).

A study on comparation beetwen IAEA protocols TRS 381 and TRS 398 on cross calibration method of Markus plane parallel chamber and Farmer cylindrical chamber has been done. Measurements were done both in air and water phantom using water tight Markus plane parallel chamber PTW 233343 and water tight Farmer cylindrical chamber PTW 30013. Dose calibration factors in water were found to be NppD,air = 0.4338 Gy/nC and NppD,w = 0.4967 Gy/nC. Dose calibration factors in air were found to be NppK = 0.4474 Gy/nC and NppD,air = 0.4394 Gy/nC. These factors were then used to determine dose in water resulting in acceptably small deviation within 0.52%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S29105
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maury Wijaya
"Latar belakang : Tindakan diversi fekal sclama kurun waktu tertentu dapat menyebabkan hilangnya kekuatan dan kontraktilitas otot polos usus scrta atrofi villi mukosa usus segmen distal, yang secara makroskopis tampak scbagai perbedaan diameter
antara puntung proksimal dengan puntung distal.
Akhirnya, stoma tidak dapat dianastomosis langsung namun memerlukan prosedur Santulli terlebih dahulu, kemudian
penutupan stoma. Untuk mencegah morbiditas ini, anastomosis stoma harus sudah dilakukan sebelum puntung distal mengecil.
Tujuan : Untuk mengetahui rentang waktu rata-rata antara diversi fekal dan anastomosis secara langsung, antara diversi fekal dan prosedur Santulli, scrta antara prosedur Santulli dan penutupan Santulli.
Subyek & Cara Kerja : Subyek dari studi Kohort retrospektif ini adalah scmua pasien atresia ani dengan data rekam medis yang lengkap, yang telah dilakukan diversi fekal pada usia < 13 tahun dan sudah menjalani operasi PSARP, yang dirawat untuk dilakukan
operasi penutupan stoma di RSUPN-CM, antara bulan Juni 2006 dan bulan Pebruari 2010.
Hasil : Didapatkan 50 pasien, terdiri dari 25 laki-laki (8 anastomosis langsung; 17
Santulli) dan 25 perempuan (21 anastomosis langsung, 4 Santulli). Jenis atresia ani
dengan : fistel rektovestibuler (36%); fistel rektouretra (24%); tanpa fistel (18%); fistel
rektoperineal (10%); fistel rektovesika dan anus anterior (masing-masing 4%); scrta fistel
rektovagina dan kloaka (masing-masing 2%). Rentang waktu antara diversi fekal -
anastomosis langsung : rata-rata 427 (SD 213) hari, median 358 hari; antara diversi fekal
- prosedur Santulli: median 1267 (minimum 335, maksimum 6848) hari. Hasil uji
statistik non parametrik '2-independent samples' dengan Mann Whitney nilai p < 0.05.
Rentang waktu antara prosedur Santulli - penutupan Santulli: rata-rata 245 (SD 112)
hari.
Kesimpulan : Rentang waktu rata-rata antara diversi fekal - anastomosis langsung
dengan diversi fekal - proscdur Santulli berbeda Sebaiknya operasi penutupan stoma telah dilakukan sebelum waktu minimum perbedaan diameter puntung terjadi"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T59001
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Lestari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S27303
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan
"Latar belakang. Terdapat hubungan yang kuat antara hipertensi dengan stroke hemoragik, karena 72%-81% penderita stroke hemoragik terdapat LVH (left venticular hypertrophy). Menurut kepustakaan pada awal serangan ditemukan tekanan darah yang lebih tinggi pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Pada era pre sken otak banyak yang percaya bahwa perdarahan pada stroke hemoragik adalah peristiwa monofasik dan kenaikan tekanan darah berikutnya tidak menyebabkan perdarahan selanjutnya. Herbstein & Schumberg menemukan perdarahan jarang berlanjut 2-3 jam setelah onset. Sedangkan pada era sken otak Kelley menemukan perdarahan aktif dapat teijadi lebih dari 6 jam setelah onset. Ditemukan hubungan pertambahan volume hematoma serta terjadinya perdarahan ulang pada penderita dengan kontrol hipertensi yang tidak adekuat pada fase akut. Oleh karena itu diduga hipertensi akut setelah stroke hemoragik dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas sebagai akibat meningkatnya progresifitas pembentukan hematoma, resiko perdarahan ulang dan bertambah beratnya edema. Dari hasil penelitian sebelumnya terlihat perbedaan keluaran pada nilai MABP tertentu, sehingga masih diperlukan penelitian untuk memperoleh cutoff dari MABP supaya dapat dijadikan sebagai prediktor keluaran. Tujuan.(l). Mengetahui nilai prognostik (hidup-mati) penderita stroke hemoragik yang mempunyai MABP >145 mmHg atau <145 mmHg pada 24 jam pertama serangan. (2). Mengetahui nilai prognostik (hidup-mati) penderita stroke hemoragik yang mempunyai MABP >125 mmHg atau <125 mmHg setelah 24 jam perawatan. Metode. Telah dilakukan penelitian pada 55 pasien stroke hemoragik yang dirawat di Bagian Saraf RSUPN- Cipto Mangunkusumo Jakarta dan Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai dengan Juli 1999. Penderita stroke hemoragik yang dirawat dengan onset < 24 jam dilakukan pemeriksaan tekanan darah saat masuk, kemudian setiap jam 06.OO WIB dan jam 23.00 WIB selama tiga hari perawatan. Penilaian dilakukan setelah hari ke-3 perawatan. Dilakuakan analisis univariate dan bivariate terhadap sampel dengan menggunakan SPSS 7, 5. Hasil. Dari Januari sampai Juli 1999 telah diteliti 55 pasien stroke hemoragik. Mortalitas setelah tiga hari perawatan pada 55 orang penderita stroke hemoragik adalah 20 orang penderita (36,37%), dengan kematian terbanyak teijadi pada hari kedua perawatan 15 orang penderita (27,46%). Nilai rerata MABP saat masuk adalah 126,33 ± 12,34 mmHg. Pada kelompok yang hidup rerata MABP 124,83 ± 17,09 mmHg dan yang mati 127,30 ± 21,47 mmHg. Pada cut-off MABP saat masuk 145 mmHg, dan setelah 24 jam perawatan dengan cut-off MABP < 125 mmHg tidak didapatkan perbedaan keluaran yang bermakna antara masing-masing kelompok. Pasien dengan MABP awal < 145 mmHg sebanyak 47 orang (85,46%) , 17 mati (36,17%). Sedangkan 3 dari 8 pasien (37,5%) mati dengan MABP awal >145 mmHg. ( p = 0,942). Pasien dengan MABP awal <145 mmHg dan SKG awal < 8 sebanyak 14 orang (29,78) dengan keluaran mati 8 orang (57,14%). Dibandingkan kombinasi MABP awal <145 mmHg dan SKG awal > 8, kematian hanya teijadi 8 orang dari 32 pasien (25%). Setelah 24 jam perawatan teijadi kematian 6 dari 11 pasien ( 54,54%) dengan MABP <125 mmHg dan SKG awal < 8. Sedangkan pasien dengan MABP < 125 mmHg dan SK.G awal 8 kematian hanya terjadi 3 dari 12 pasien(14,28%). Keluaran yang lebih baik terdapat pada penderita stroke hemoragik dengan penurunan MABP < 20% dari MABP awal dari pada penurunan MABP > 20%, atau terjadi peningkatan MABP. Kesimpulan. MABP saat masuk dengan cut-ojf 145 mmHg dan MABP 24 jam setelah perawatan cut-off 125 mmHg kurang dapat dijadikan sebagai prediktor tunggal dalam menilai prognostik (hidup-mati). Tetapi jika dikombinasikan SKG awal akan memiliki nilai prediktor yang bermakna. Penurunan MABP > 20% dari MABP awal prognosis yang jelek, dibandingkan dengan penurunan MABP < 20% dari MABP awal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>