Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96890 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Nurul Karima
"Batik merupakan kerajinan khas Indonesia yang telah diakui dunia melalui UNESCO pada tahun 2009. Kota Pekalongan merupakan kota yang sangat terkenal sebagai kota batik. Penelitian ini mengkaji tentang pola wilayah industri batik di Kota Pekalongan dengan mengkaitkan variabel jumlah industri batik dengan variabel asal bahan baku, jumlah tenaga kerja, tipe industri batik, volume produksi, dan jenis produk serta jangkauan distribusi produk. Dalam penelitian ini, jumlah populasi sebanyak 546 industri batik dan sampel yang digunakan sebanyak 82 industri batik. Penentuan jumlah sampel menggunakan teknik pengambilan Proporsional Area Random Sampling.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Wilayah industri batik berada di bagian barat, barat daya, tengah, dan timur laut Kota Pekalongan. Mayoritas industri batik di Kota Pekalongan memiliki jumlah tenaga kerja rendah (< 25 orang) dan volume produksi rendah (< 1000 kodi/tahun). Wilayah industri batik yang didominasi oleh tipe pengusaha industri batik (membeli bahan baku sendiri) mayoritas berada di bagian tengah Kota Pekalongan dan berorientasi pada bahan baku sekaligus pusat kota yang identik dengan pusat kegiatan ekonomi. Sedangkan wilayah industri batik yang didominasi buruh batik (bahan baku diperoleh dari pemesan) sebagian besar terdapat di bagian barat dan barat daya Kota Pekalongan berorientasi pada tenaga kerja. Di Kota Pekalongan, jumlah tenaga kerja industri batik tidak berbanding lurus dengan volume produksi."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Ulumuddin
"Dengan mengkaji tentang reproduksi batik sebagai cultural goods, studi ini ingin menjelaskan komodifikasi yang dilakukan tokoh batik dengan dukungan media, dan sarana yang ada untuk menghasilkan produk batik dalam ranah industri budaya. Studi ini dilakukan di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Industri budaya dalam penelitian ini dikaji dari beberapa hal, yaitu batik sebagai cultural goods, industri dan komodifikasi batik. Melalui pendekatan kualitatif, pertama reproduksi batik sebagai cultural goods terlihat bahwa telah terjadi transformasi terhadap makna, nilai, dan simbol yang ada dalam produk batik, termasuk dalam praktik pembatikannya, di sini terjadi perubahan dari use value menjadi exchange value. Selanjutnya industri dan komodifikasi batik menunjukkan bahwa kemampuan aktor yang terlibat dalam dunia batik dalam memanfaatkan media, dan sarana yang ada bukan saja menghasilkan produk batik yang sesuai selera pasar, tapi menimbulkan stratifikasi baru yang mewujud dalam batik yang uniqueness, bahkan muncul batik high culture dalam bentuk baru yang bukan dipakai oleh Sultan atau bangsawan, tapi lebih pada kelas tertentu yang orientasi produk nya adalah nilai tukar yang memiliki keuntungan. Secara teoritis, studi ini menunjukkan bahwa kerangka industri budaya mampu melihat secara kritis mengenai fenomena reproduksi batik yang berlangsung di Kota Pekalongan, hal ini mampu menjadi landasan penting dalam memahami permasalahan sebenarnya mengenai industri budaya batik yang sedang berlangsung.

By reviewing batik reproduction as cultural goods, this study wants to explain the commodification that has been done by batik figures to produce batik in the realm of cultural industry with the support from media and existing facilities. This study was conducted in Pekalongan, Central Java. Cultural industry of batik is examined from batik as cultural goods and an industry to batik commodification. Through a qualitative approach, the reproduction of batik as cultural goods has been experiencing a transformation of meaning, value, and symbols that exist in batik products including its processing practice. It has occurred a changing value from use value to exchange value. Furthermore, the industry and the commodification of batik shows that the ability of the actors involved in the world of batik to use media and existing facilities is not only produce market-tasted batik products but also create a new stratification embodied in batik uniqueness and emerge in the form of high culture batik. It is not used by the Sultan or the nobility but rather used by a specific class whom products orientation is the profit exchange value. Theoretically, this study shows that the cultural industry framework is able to look critically about batik reproduction phenomenon which takes place in Pekalongan. It provides an important foundation to understand the real issues of cultural industry of batik."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadila Paramitha
"Tesis ini membahas perancangan strategi pengembangan industri batik di Kota Pekalongan dengan basis kompetensi inti. Pemilihan kompetensi inti batik di Kota Pekalongan berdasarkan dari tiga jenis alternatif industri batik yaitu batik tulis, batik cap, dan batik printing. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan kompetensi inti industri di Kota Pekalongan didapatkan yaitu jenis industri batik tulis, yang telah diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode Analytical Hierarchy Process AHP . Implementasi strategi pengembangan kompetensi inti untuk industri batik tulis di Kota Pekalongan dibuat berdasarkan tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir.
Pada tahap awal dilakukan pada 2019-202, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan tahapan pengembangan awal. Pengembangan yang dilakukan terdiri dari pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan terhadap teknologi. Pada tahap inti dilakukan pada 2020-2022, strategi yang dilakukan pada tahap ini adalah perluasan area pemasaran batik, pengembangan media informasi batik Pekalongan, dan pembuatan perkumpulan asosiasi batik atau kampung batik. Pada tahap akhir dilakukan pada 2019-2023, strategi pengembangan yang dapat dilakukan adalah membuat pergerakan penjualan online, peningkatan pengembangan bahan baku dan hasil olahan batik, dan pendampingan usaha dari pihak pemerintah.

This thesis discusses the design of batik industry development strategy in Pekalongan City with core competency base. The selection of batik core competencies in Pekalongan City is based on three types of batik industry alternatives namely batik ldquo tulis rdquo , batik ldquo cap rdquo , and batik printing. This research is a qualitative research with descriptive design. The result of the research concludes the core competence of the industry in Pekalongan City is the type of batik industry, which has been obtained from the calculation with Analytical Hierarchy Process AHP method. the implementation of core competency development strategy for batik industry in Pekalongan City is made based on three stages namely the initial stage, the core stage, and the final stage.
In the early stages carried out in 2019 202, the activities undertaken at this stage is to conduct the initial development stage. The development consists of human resource development and technology development. At the core stage conducted in 2020 2022, the strategy undertaken at this stage is the expansion of batik marketing area, the development of information media Pekalongan batik, and making associations of batik or batik village. In the final stage done in 2019 2023, the development strategy that can be done is to make online sales movement, increase the development of raw materials and processed batik, and business assistance from the government.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rica Tri Wahyuni
"Batik Jambi merupakan salah satu industri batik yang masuk kedalam pasar industri batik di Indonesia. Namun, terdapat beberapa rintangan dalam pertumbuhan industri batik Jambi, salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan dalam saluran distribusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pola Saluran Distribusi Industri Batik Jambi di Kota Jambi yang kemudian dikaitkan dengan karakteristik lokasi. Variabel yang digunakan adalah asal bahan baku, tenaga kerja, modal, jaringan jalan dan penggunaan lahan. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis spasial.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa saluran distribusi yang digunakan oleh produsen batik Jambi di dominasi oleh saluran distribusi Produsen - Konsumen dan Produsen-Pemerintah (Lembaga Pengumpul)-Konsumen. Saluran distribusi tersebut mengelompok di Kota Jambi bagian utara yang merupakan daerah wisata dan cagar budaya. Namun, tidak ada hubungan antara saluran distribusi dengan karakteristik lokasi, hal ini dikarenakan saluran distribusi yang digunakan oleh industri batik Jambi relatif sama.

Batik Jambi is one of batik industry in the Indonesian Batik market. However, there are several obstacles in Batik Jambi industry development. One of them is caused by lack of knowledge in distribution channel for Batik Jambi. The main purpose of this research is to find the pattern of Batik Jambi industry distribution channel associated with the characteristics of Jambi City. Variables used in this study consist of ; the origin of raw materials, labor, capital, road networks and land use. The methods used in this research is descriptive analytical and spatial analytical.
The results are implying that the distribution channels used by Batik Jambi manufacturers mostly were dominated by Manufacturers - Consumers and Producers-Government (Collecting Society)-consumer distribution channel. The distribution channels are clustered in the northern of Jambi city which is a place for Jambinese traditional heritage. However, there is no connection between the distribution channels with the location charateristics, because distribution channels used by Batik Jambi industry is the same.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65517
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kawasan industri batik di Kelurahan Pasirsari menghasilkan limbah cair yang dibuang ke lingkungan tanpa diolah lebih dulu sehingga dapat mengkontaminasi sumur gali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sumur gali (kadar nitrit dan kadar nitrat) pada radius rawan cemar industri batik (95 meter) di kelurahan Pasirsari kecamatan Pekalongan Barat, kota Pekalongan. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan metode survei dan pendekatan cross-sectional dengan analisis deskriptif. Populasi sebanyak 50 sumur gali yaitu seluruh sumur gali di kelurahan Pasirsari dengan inspeksi sanitasi menyimpang rendah dan kedalaman <= 15 m. Sampel yang diambil sejumlah 33 sumur gali. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rollmeter, lembar inspeksi sanitasi sumur gali, dan alat dan bahan pemeriksaan kadar nitrat dan nitritnya melebihi kadar maksimum, kesemuanya berada dalam radius 30 m dari saluran pembuangan air limbah industri batik.
"
Lengkap +
JUKEKOI 7 : 2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hajriyanto Y. Thohari
"Bab ini berisi tujuan dan permasalahan penelitian serta latar belakang mengapa masalah tersebut secara akademis relevan dan signifikan untuk diteliti. Juga dikemukakan metode atau prosedur penelitian yang digunakan, dan kajian pustaka atau penelitian-penelitian terdahulu.
Tesis ini memusatkan perhatiannya mengenai bertahannya industri kerajinan batik tradisional. Dalam hal ini terutama untuk memperoleh gambaran yang utuh dan komprehensif mengenai bagaimana strategi atau upaya bertahannya industri kerajinan batik di desa Simbang Kulon, Pekalongan. Pembahasan akan berpusat pada beberapa aspek, yaltu siapakah dan bagaimanakah profil pengusaha industri kerajinan batik, bagaimana pola dan proses sosialisasi kepengusahaan dilakukan, bagaimana pola pewarisan, bagaimana mereka membina jaringan usaha dan bagaimana usaha lain yang dilakukannya sehingga industri kerajinan batik tradisional itu mampu bertahan.
I.1 Tujuan Penelitian
Tesis ini memusatkan perhatiannya mengenai bagaimana industri kerajinan batik tradisional bertahan untuk tetap survive. Dalam hal ini studi yang dilakukan terutama untuk memperoleh gambaran yang utuh dan komprehensif mengenai proses bertahannya industri kerajinan batik dengan mengambil kasus pada industri kerajinan batik tradisional di desa Simbang Kulon, Pekalongan. Untuk sampai pada tujuan tersebut maka studi ini difokuskan pada usaha untuk mendapatkan penjelasan mengenai (1) siapakah dan bagaimanakah profil pengusaha batik, serta (2) aspek-aspek yang berkaitan dengan proses sosialisasi, (3) regenerasi (kaderisasi) dan alih peran, (4) pola pewarisan, dan (5) pola-pola hubungan dengan sesama pengusaha dan para pedagang.
Fokus studi semacam ini dipandang sebagai kasus yang diharapkan dapat menjelaskan fenomena kemampuan bertahan industri kerajinan tradisional yang terjadi di tempat lain dan pada jenis usaha kerajinan tradisional yang lain. Dengan Demikian signifikansi penelitian ini terletak pada sumbangsih akademis (=teoritis) yang akan dan dapat diberikan berupa sebuah model penjelasan mengenai bertahannya industri kerajinan tradisional dalam suatu perubahan struktur ekonomi di negara berkembang semacam Indonesia?"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Wisnu Yohanes
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1982
S16731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mukhlisina Ramadhan
"Terkenalnya Kota Pekalongan sebagai “The World City of Batik” membawa konsekuensi meningkatnya permintaan pasar yang mendorong peningkatan produksi. Hal tersebut menyebabkan masalah pencemaran lingkungan hingga sekarang akibat limbah hasil produksi industri batik yang dibuang sembarangan tanpa melalui tahap pengelolaan atau penetralisiran limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Usaha pemerintah memberikan sosialisasi, pembuatan regulasi, dan membangun Instalasi Pembuangan Air Limbah Komunal (IPAL) ternyata belum dapat menyelesaikan masalah pencemaran limbah batik. Pengetahuan dan perilaku aktor industri batik menjadi salah satu penyebab pencemaran limbah batik. Tulisan ini menggunakan teori rational choice (Bennet, 1980) dan ecological tragedy (Henley, 2008) serta metode etnografi untuk melihat bagaimana pengetahuan dan perilaku ekologi aktor usaha batik mikro, kecil, dan menengah terkait limbah “batik” di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Kesimpulan dari tulisan ini adalah pengetahuan dan perilaku aktor industri tersebut belum dapat mendukung pengelolaan limbah yang lebih baik karena pengetahuan mereka yang minim atau tidak tahu sama sekali, memiliki pengetahuan namun memilih tidak melakukan pengelolaan limbah, dan memiliki kemauan atau keinginan untuk mengelola limbah namun kemampuan mereka terbatas.

Pekalongan City known as "The World City of Batik" has led to an increase in market demand, which has led to an increase in production. This has caused environmental pollution problems until now due to the waste produced by the batik industry which is disposed of carelessly without going through the waste management or neutralization stage first before being discharged into the river. Government efforts to provide socialization, make regulations, and build a Communal Wastewater Disposal Installation (IPAL) have not been able to solve the problem of batik waste pollution. The knowledge and behavior of batik industry actors is one of the causes of batik waste pollution. This paper uses rational choice theory (Bennet, 1980) and ecological tragedy (Henley, 2008) as well as ethnographic methods to see how the ecological knowledge and behavior of micro, small and medium batik business actors related to "batik" waste in Jenggot Village, South Pekalongan Subistrict, Pekalongan City, Central Java, Indonesia. The conclusion of this paper is that the knowledge and behavior of these industry actors have not been able to support better waste management because they have minimal knowledge or do not know at all, have knowledge but choose not to carry out waste management, and have the willingness or desire to manage waste but their abilities are limited."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminah
"ABSTRAK
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan merupakan salah satu daerah yang ditetapkan sebagai pusat wilayah pengembangan industri nasional. Salah satu potensi Industri yang cukup menonjol di wilayah ini adalah industri batik, yang dikategorikan sebagai industri sekunder dan dilakukan oleh industri kecil dan menengah.
Secara keseluruhan dalam wilayah Dati II Pekalongan terdapat 783 perusahaan industri batik skala kecil dan menengah. Pada tahun 1994, kelompok industri ini menghasilkan total produksi senilai Rp. 164,95 milyar dan mampu menyerap 32,42% dari seluruh angkatan kerja. Di samping sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, industri batik juga memberikan kontribusi yang tidak kecil terhadap devisa, sebab sebagian dari hasil produksinya juga telah dipasarkan ke luar negeri.
Dari total industri batik di atas, pada industri batik skala kecil memilki jumlah yang lebih banyak dibanding dengan skala menengah yaitu 507 (64,75%) yang tersebar dalam beberapa sentra indusri kecil. Adapun Penyerapan tenaga kerjanya sebesar 13,67% dart total angkatan kerja.
Pada satu sisi perkembangan industri batik yang cukup pesat di Kodya Dati II Pekalongan, memberikan dampak positif berupa penyedia lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, memberikan sumbangan terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah seta memberikan kontribusi terhadap devisa negara. Namun pada sisi lain juga memberikan dampak negatif, memberikan kontribusi terhadap pencemaran di beberapa sungai yang mengalir di wilayah Kodya Dati II Pekalongan yaitu Kali Loji, Kali Banger dan Kali Bremi. Sebab hampir keseluruhan pengusaha industri batik (khususnya skala kecil) membuang limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu langsung ke badan air penerima antara lain ke beberapa sungai tersebut di atas.
Pencemaran terutama bersumber dari limbah cair yang berupa zat wama yang dihasilkan sisa bahan pewama, proses pencucian dan pembilasan kain batik. Wama menipakan indikator pencemaran air. Pembuangan air limbah berwama tidak hanya merusak estetika badan air penerima tapi juga meracuni biota air. Di samping itu kepekatan wama dapat menghalangi tembusnya sinar matahari sehingga akan mengurangi proses fotosintesis di dalam air, sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk kehidupan biota air akan berkurang.
Penyebab lain kondisi pencemaran tersebut di atas antara lain upaya peningkatan kesadaran hukum dan penegakan hukum sulit dilaksanakan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain antara lain faktor peraturannya (hukum) , aparat penegak hukum dan pengusaha . Pada faktor peraturannya terlihat terdapat beberapa peraturan hukum yang memberi pengecualian terhadap industri batik yaitu perkecualian terhadap kewajiban AMDAL berdasarkan KEP-12/MENLH/3/1994 tentang Jenis Usaha yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL dan pengecualian khusus terhadap industri kecil batik antara lain perkecualian terhadap ijin (Pasal 13 (3) Uu No.5 tahun 1984), perkecualian terhadap kewajiban melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumberdaya alam serta pencegahan kerusakan dan pencemaran akibat kegiatan industri (pasal 21 ayat (3) Uu No.5 tahun 1984). Pada aparat penegak hukumnya masih belum adanya kesiapan yang matang dalam melaksanakan penegakan hukum dan pada pengusahanya masih rendahnya kesadaran hukumnya pengusaha.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan mekanisme penegakan hukum terhadap pengusaha industri kecil batik di Pekalongan, mengetahui bagaimana kesadaran hukum pengusaha yang dilihat dari indikator pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap terhadap hukum dan pola perilaku hukum pengusaha. Mengetahui apakah faktor pendidikan, informasi dan pendapatan dapat mempengaruhi kesadaran hukum pengusaha. Dan mengetahui hubungan antara penegakan hukum dengan kesadaran hukum pengusaha.
Untuk mendukung penelitian ini dipergunakan dua hipotesis, antara lain kesadaran hukum pengusaha dipengaruhi oleh pendidikan, informasi serta pendapatan dan terdapat hubungan antara kesadaran hukum dengan penegakan hukum lingkungan. Untuk menganalisis dan membuktikan hipotesis di atas, maka dalam penelitian ini akan diukur dan dianalisis sejumlah variabel antara lain: (1) untuk pembuktian hipotesis I, terdiri variabel bebas: tingkat pendidikan; tingkat Informasi yang diperoleh; tingkat pendapatan. variabel terikat: pengetahuan hukum; pemahaman hukum; sikap terhadap hukum; pola perilaku hukum, (2) untuk pembuktian hipotesis II, terdiri Bari tingkat keberhasilan penegakan hukum (variabel bebas) dan bngkat kesadaran hukum pengusaha (variabel bebas).
Penentuan sampel dilakukan secara purposive dengan kriteria pengusaha yang berada Sentra industri kecil batik yang berdekatan dengan sungai yang limbahnya diperkirakan dapat mempengaruhi perairan sungai (Kali Loji, Kali Banger dan Kali Bremi). Besarnya sampel ditentukan berdasarkan proporsi sebanyak 60 orang pengusaha (10,5% dari populasi).
Penelitlan ini merupakan penelitian deskriptif dengan mengunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan penyebaran kuisioner kepada responden (pengusaha) dan melakukan wawancara secara mendalam untuk meiengkapi kuesioner. Data Sekunder diperoleh dari staff kepustakaan, laporan dari Instansi yang terkait antara lain Dinas Perindustrian, Kantor Statistik, Bagian Hukum dan Bagian Perekonomian Kodya Pekalongan).
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan komputer dengan Program SPSS 6.0 for Window. Dengan mengunakan pendekatan deskriptif analitis, maka digunakan distribusi frekuensi dan persentil untuk mengidentifikasi karakteristik Industri batik yang meliputi keadaan sosial ekonomi responden, kegiatan produksi batik, kondisi kesadaran hukum responden dan keberhasilan penegakan hukumnya. Untuk melihat hubungan antara faktor yang diperidrakan mempengaruhi kesadaran hukum (pendidikan, informasi dan pendapatan) dan penegakan hukum dengan kesadaran hukum digunakan Chi Square, dan untuk melihat keeratannya dilihat dari koefisien kontingensinya.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Penegakan hukum lingkungan telah dilakukan terhadap pengusaha industri kecil batik di Pekalongan baik secara preventif maupun represif. Secara preventif dilakukan melalui upaya-upaya: (i) sosialisasi hukum (melalui penyuluhan, pembinaan, media massa dan media elektronik ); (II) perijinan dan (iii). kerjasama dalam upaya pengelolaan lingkungan, yaitu dengan pembuatan IPAL terpadu. Secara represif masih terbatas penerapan sanksi berdasarkan PERDA No. 8 tahun 1991 terhadap pelanggaran pembuangan limbah cair. Secara menyeluruh penegakan hukum belum berhasil jika dilihat dari rendahnya ketaatan hukum sebagian besar pengusaha.
2. Secara umum pengusaha industri kecil batik Pekalongan memiliki tingkat kesadaran hukum yang rendah. Hal ini terlihat dari indikator kesadaran hukum yang rendah yaitu: (i) pengetahuan terhadap perilaku yang diatur oleh hukum rendah; (ii) pemahaman terhadap isi peraturan hukum yang rendah; (iii) sikap terhadap hukum yang kurang favorabel dan (iv) perilaku yang kurang sesuai dengan hukum.
3. Tingkat pendidikan pengusaha kurang berpengaruh terhadap kesadaran hukum pengusaha, jika dilihat dari indikator kesadaran hukum. Dalam kaitan ini tingkat pendidikan yang pernah diperoleh oleh pengusaha (dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi) ternyata tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan hukum; tingkat pemahaman hukum; dan sikap terhadap hukum. Khusus untuk pola perilaku hukum pengusaha, temyata dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Implikasi dari hal tersebut, bahwa pengusaha yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah mempunyai kecenderungan berperilaku yang kurang sesuai dengan ketentuan hukum, demikian sebaliknya, pengusaha yang berpendidikan tinggi akan cenderung berperilaku yang sesuai dengan ketentuan hukum. Dalam kaitan ini secara tidak langsung tingkat pendidikan pengusaha akan menjadi faktor pendorong dalam berusaha. Bagi pengusaha yang berpendidikan tinggi akan terdorong dan termotivasi untuk melanggengkan usahanya antara lain dengan mentaati dan mematuhi segenap ketentuan yang hukum yang berlaku khususnya yang terkait dengan bidang usahanya.
4. Informasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesadaran hukum pengusaha. Hal tersebut dapat dilihat darti adanya pengaruh antara tingkat Informasi yang didapatkan pengusaha dengan seluruh indikator kesadaran hukum, yaitu berpengaruh terhadap pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap terhadap hukum dan pola perilaku hukum. Pada kenyataannya tingkat informasi yang diperoleh pengusaha masih rendah, sehingga tingkat kesadaran hukum pengusaha juga rendah, dan sebailknya tingkat Informasi yang tinggi diperoleh sebagian kecil pengusaha menyebabkan kesadaran hukum yang tinggi.
5. Dihnjau dari keseluruhan indikator kesadaran hukum pengusaha temyata tingkat pendapatan Adak berpengaruh secara nyata, yaltu tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap pengetahuan hukum. pemahaman hukum, sikap terhadap hukum dan pola perilaku hukum. Orientasi pengusaha batik pada dasamya memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder rumah tangganya.
6. Tingkat kesadaran hukum pengusaha temyata berhubungan dengan keberhasilan penegakan hukum dengan derajat hubungan yang kurang kuat, yaitu salah satu sebab ketidakberhasilan penegakan hukum terhadap industri kecil batik karena adanya kesadaran hukum yang rendah dari sebagian besar pengusaha.
E. Daftar Pustaka : 56 (1977 -1996)

ABSTRACT
Kotamadya Pekalongan is one of many areas decided to be the local area center for national industry development. One of the industrial potentials that is prominent in this area is the batik industry. It is categorized as secondary industry which is carried out by small and medium scale industries.
Kotamadya Pekalongan has in total 783 small and medium scales batik industrial enterprises. In 1994, this industrial group produced a total of Rp. 164.95 billion and capable of accommodating 32.42 % of the total work force. Besides accommodating the largest number of work force, the batik industry also contributed towards foreign exchange, the amount of which is not small, because part of the produce is marketed abroad.
Some of the small scale ones area greater in number compared to the medium scale industry, namely 507 (64.75 %) scattered In several small industrial centers. The absorption of the work force by them is 13.67 % of the total.
On the one hand, the batik Industry's rapid development in the second level city of Pekalongan have a positive impact in the form of providing work, promoting community income, contributing towards regional economic growth as well as contributor towards foreign exchange. However, on the other side of the coin It gave a negative impact, particularly towards Increasing the pollution of several rivers that flow in the second level city of Pekalongan, namely Loll river, Banger and Bremi river. This Is due to the fact that almost the entire batik industry entrepreneurs (specially the small scale ones) released their waste without subsequent processing but directly into the recipient water body instead. Pollution, particularly came from liquid waste in the form color substances, washing processes and rinsing of batik material. Color constitutes and indicator of water pollution. Disposal of colored liquid waste not only destroyed the recipient water body esthetics but Intoxicate the water biotic as well. In addition, the intensity of color can hamper the penetration of sun light so those photosynthesis processes In the water and oxygen needed by water biotic life became reduced.
Other causes of pollution i.e. legal awareness promotion and law enforcement are difficult to be carried out due to the influence of several factors like regulation itself, the law enforcement apparatus and the entrepreneurs. In the case of the regulation itself it can be seen that several regulations provided exemptions towards the batik industry, namely exemption towards the duty of environmental Impact assessment/AMDAL based on KEP-39/MENLH/8/1996 on the type of enterprise that must be completed with AMDAL and special exception towards batik small scale industry, among others: exemption towards towards batik small scale industry, among others: exemption towards permit (article 13 (3) Act No. 5 year 1984), exception towards the duty carrying out balancing and conservation endeavors of natural resources as well as preventing damage and pollution as a result of industrial activities (article 21 clausule (3) Act No. 5 year 1984). The law enforcing apparatus is still not yet ready in carrying out law enforcement and entrepreneur is still entertaining low level legal awareness.
The study has as objectives to know the procedures and law enforcement mechanism towards batik small scale industry's entrepreneurs in Pekalongan; to know the entrepreneur's legal awareness seen from the aspects of legal knowledge, legal comprehension, attitude towards the law and legal behavior pattern of the entrepreneur. Finally to know relationship between law enforcement and legal awareness of the entrepreneur.
To support this study two hypotheses were formulated, namely : the entrepreneurs legal awareness influenced by education, information and income. And, there is interaction between legal awareness and environmental law enforcement. To analyze and proved the hypothesis, hence, in this study the following were measured and analyzed, namely: Independent variables consisting of: level of education, level of information obtained and income level. Dependent variables, namely: legal awareness with the following indicators: knowledge towards law, comprehension towards the contents of laws and appropriate behavioral pattern with the law.
Sample determination was carried out purposively with the criteria that the entrepreneur is staying at the batik small scale industry center that is near by the river which wastes was estimated to influence the river waters (Loji, Banger and Bremi rivers). The samples were determined.
This study is a descriptive research by using primary as well as secondary data. The primary data was obtained by distributing questioners to respondents (entrepreneurs) and conducting In-depth Interviews to supplement the questioners. The secondary data was obtained by conducting literature study, reports of related Institutions like Industrial service, office of statistics, legal and economic department of the Pekalongan city administration.
The data obtained was analyzed using a computer with SPSS Program for Window. By using the analytic descriptive approach, hence, frequency distribution was used to identity characteristics of the batik industry covering respondent's sodo-economic condition, batik production activities, legal awareness of respondents and law enforcement achievement. To see the relationship between factors expected to influence legal awareness (education, Information and income) and law enforcement with legal awareness, thence, the Chi Square test was used.
Considering the results of the study, hence, several conclusions can be drawn, namely that
1. Environmental law enforcement has been undertaken towards small scale batik industrial entrepreneurs in Pekalongan, both, preventive as well as repressive. Preventive measures were undertaken by way of legal socialization (by way of CIE, guidance, mass and electronic media), cooperation in integrated IPAL formulation and permits. Repressively, it is still limited to the field of administrative law, namely PERDA no. 8 year 1991 enforcement against liquid waste disposal. in its entirety it could be said that the law enforcement cannot as yet be considered as successful as can be seen from the low legal loyalty of the majority of entrepreneurs be considered as successful as can be seen from the low legal loyalty of the majority of entrepreneurs.
2. In general, Pekalongan small scale industry entrepreneurs have a low level legal awareness. This can be seen from the several law enforcement indicators, namely: (i) legal knowledge of entrepreneurs is low; (ii) low level comprehension of contents of legal regulations; (iii) attitude towards the law which is not yet favorable and (iv) behavior pattern that is not yet in line with the law.
3. Entrepreneur's educational level has lithe influence on this legal awareness, if viewed from the legal awareness indicator aspect. In this connection, the level of general education ever obtained (from the primary up to tertiary education) turned out to have no influence on the level of legal knowledge; level of comprehension on the contents of legal regulations; legal attitude. In general, the important determinant factor is the fact that general education curriculum, do not contain environmental legal aspects. But, in the case of entrepreneur's legal behavior pattern, it turned out to be influenced by the level of education. The implication is that entrepreneurs who are of low educational level tend to behave less in accordance to legal stipulations. The reverse is true, namely entrepreneurs oh high educational level will become the driving force in entrepreneurship. Entrepreneurs of high educational level will be pushed and motivated to conserve their enterprise by, among others, observing all existing legal stipulations, particularly those related to their field of trade.
4. If viewed from the respective legal awareness indicators, namely: (i) educational level towards environmental legal stipulations; (ii) comprehension level of environmental legal stipulations; (iii) attitude towards environmental legal stipulations and (iv) legal behavior pattern, it turned out that the role of information Is very influential. In fact, the converse is true namely that high information level obtained will lead to high legal awareness.
5. Viewed from the entire entrepreneur's legal awareness indicator, it turned out that income level has no Influence factually. Basically, the batik entrepreneur's orientation is to get the biggest profit to meet their primary and secondary household needs.
6. The entrepreneurs legal awareness level turned out to have relationship with law enforcement achievement. The failure of law enforcement towards small scale batik industry is due to the presence of low legal awareness among the majority of the entrepreneurs.
E. Total of references : 54 (1977 until 1996)
"
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
S33971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>