Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80685 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Habi Rubyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkiraan wilayah potensi geothermal yang terdapat pada area prospek geotermal Tawau, Sabah, Malaysia. Perkiraan wilayah potensi didapatkan dengan melakukan analisis pada karakteristik-karakteritik fisik pada permukaan bumi seperti anomali temperatur permukaan, anomali vegetasi dan struktur geologi dan komposisi kimia fluida manifestasi geotermal. Karakteristik fisik permukaan tersebut didapatkan melalui pengolahan data penginderaan jauh dan geologi serta geokimia dari manifestasi geotermal yang terdapat pada area prospek geotermal Tawau. Data geofisika area prospek geotermal digunakan untuk memperkuat hasil analisis dari perkiraan wilayah potensi sebelumnya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34150
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohd. Ahmad Alrashid
"Eksplorasi Geofisika di Daerah Prospek Geotermal Tawau, Sabah, Malaysia berlangsung pada tahun 2008. Akuisisi data MT(Magnetotelluric) dan TDEM yang pertama kali dilaksanakan di Malaysia ini dilakukan untuk mengetahui struktur resitivitas bawah permukaan Daerah Prospek Geothermal Tawau, Sabah. Alat yang digunakan untuk MT dan TDEM adalah Phoenix Geophysics dengan konfigurasi survei berbentuk gridding 42 buah titik dengan jarak antar titik 1200 m. Data TDEM kemudian diolah dengan Software WinGLink, MT2DFor-X, MT2DInv-X dan GeoSlicer-X, untuk mendapatkan gambaran model penampang resistivitas 2-D bawah permukaan di daerah survei.
Hasil Model inversi 2-D TDEM yang dihasilkan, dibandingkan dengan model inversi 2-D Data MT pada penelitian sebelumnya menunjukkan adanya lapisan bawah permukaan dengan nilai resistivitas yang cukup tinggi (ratusan ohm-m) yang diikuti lapisan dengan nilai resistivitas yang rendah (skala puluhan ohm-m). Lapisan dengan resistivitas rendah ini diprediksi adalah clay cap yang menutupi reservoir geotermal Tawau, Sabah. Model bawah permukaan TDEM mencapai kedalaman seiktar 1 km dan terlihat mampu melengkapi hasil inversi data MT dalam memodelkan struktur yang dekat dengan permukaan.

Geophysical Exploration of Tawau Geothermal Prospect Area was done in 2008. This first MT (Magnetotelluric) and TDEM acquisition in Malaysia is aimed to delineate the sub-surface structure of resistivity of the area. The instruments used in data acquisition is Phoenix Geophysics. This survey covers 42 stations with spacing of 1200 meters which is arranged in grids. The TDEM data acquired is then processed using WInGLink, MT2DFor-X, MT2D inv-X and GeoSlicer-X to obtain the subsurface resistivity structure.
The Result of the 2-D inversion done which is compared to the 2-D Model of MT obtained from earlier research, shows that there is a high resistivity structure near the surface, followed by a low resistivity structure underlaying it. The low resistivity structure is believed to be the clay cap overlaying the reservoir of the geothermal system of Tawau. The depth of the TDEM sub-surface model reaches about 1 km under the surface and it shows that the TDEM data can be used as a complement to MT data in shallower depth and also used as complementary in modelling the near surface structure.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Amriyah
"Lokasi prospek geotermal Tawau berada sekitar 20 km arah timur laut kota Tawau, Sabah, Malaysia. Daerah ini didominasi oleh batuan vulkanik Pliocene- Quaternary berupa batuan basalt, dacite, tuff dan andesit yang menyebar di sekitar area Gunung Maria dan Gunung Andrassy. Mata air panas pada lokasi ini ditemukan di area Apas Kiri (A1-A4, A5, A8), area Balung (B1, B2), area Tawau (T1, T2) dan area Sungai Jepun (J1, J2). Berdasarkan data geokimia, pusat reservoar geotermal diperkirakan berada di sebelah tenggara Gunung Maria yang meluas ke area Balung.
Untuk memverifikasi hal tersebut, dilakukanlah survey Magnetotellurik (MT). Data MT yang diperoleh dari lapangan kemudian diinversi secara multidimensi (2D dan 3D). Inversi 2D dan 3D secara berturut-turut dilakukan dengan menggunakan software WinGlink dan MT3DInv-X. Selanjutnya, hasil inversi MT tersebut diintegrasikan dengan data geologi dan geokimia yang ada sehingga diperoleh sebuah konseptual model sistem geotermal daerah Tawau yang terintegrasi. Pemodelan visualisasi dilakukan dengan menggunakan software Geoslicer-X.
Adapun hasil penelitian memperlihatkan bahwa secara umum hasil inversi 2D telah dapat menggambarkan kondisi bawah permukaan. Akan tetapi, hasil inversi 3D ternyata lebih baik dibandingkan dengan hasil inversi 2D dalam hal kesesuaian dengan struktur. Oleh karenanya, integrasi antar keduanya diperlukan untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan yang lebih akurat.

Tawau geothermal prospect is located about 20 km northeast of Tawau City, Sabah, Malaysia. This area is dominated by Pliocene-Quaternary volcanic rocks such as basalt, dacite, tuff and andesitic rock which are spread around the Mt. Maria and Mt. Andrassy. Hot spring in this area appears in Apas Kiri area (A1-4, A5, A8), Balung area (B1, B2), Tawau area (T1, T2) and Jepun River area (J1, J2). Based on geochemistry data, center of geothermal reservoar is assessed beneath the southeastern part of Mt. Maria and may extends to the Balung Area.
Survey Magnetonetotelluric (MT) was carried out to verify that point. The MT data was processed using multidimensional inversion (2D and 3D). The 2D Inversion was done by using WinGlink software, while the 3D Inversion has been carried out using MT3DInv-X software. The result of MT inversion was then integrated with geological and geochemical data to get an integrated conceptual model of geothermal system Tawau. Visualization modelling was performed by using Geoslicer-X software.
The result of this study show, that in general, 2D inversion's result indicates the subsurface condition with good result. But, 3D inversion is actually more better than 2D inversion in describing geological structure. Accordingly, integration of both results is necessary to describe the subsurface condition more acurately.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1980
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sucandra
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29421
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lendriadi Agung
"Area prospek geothermal Tawau, Sabah, Malaysia salah satu daerah prospek di Malaysia yang terbentuk karena proses tektonik di daerah Sulu, dengan formasi batuan kuarter. Area prospek geothermal ini memiliki mata air panas tipe klorida, mata air panas tipe steam-heated, dan mata air panas tipe bikarbonat yang keseluruhannya tersebar di sekitar area prospek. Dari hasil perhitungan geotermometri diperoleh area prospek geothermal Tawau memiliki temperatur 190-236 0C, yang dapat dikategorikan sebagai moderate to high temperature geothermal system. Untuk mengetahui mengenai batas, kedalaman, dan geometri dari reservoir yang ada, dilakukan pengukuran dengan metode Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electromagnetic (TDEM). Pengukuran dilakukan dengan desain gridding agar dapat diketahui penyebaran resistivitas dari arah Utara-Selatan maupun Barat-Timur. Data MT tersebut dikoreksi terlebih dahulu terhadap efek statik dan noise dengan menggunakan TDEM dan Remote Reference sebelum nantinya siap diinterpretasi. Pemodelan sistem geothermal dari data magnetotellurik dengan menggunakan analisa 2-dimensi dan visualisasi 3-dimensi. Diperoleh hasil area prospek geothermal ini memiliki luas reservoir sekitar 15 km2, dan potensi untuk dikembangkan menjadi pembangkit listrik mencapai 84 MW, dengan rekomedasi pengeboran yang berada di dekat gunung Maria di bagian Utara Tawau.

Geothermal prospect area in Tawau, Sabah, Malaysia is one of the prospect area developed by tectonic process in Sulu, with quaternary formation. This geothermal prospect area has chloride, steam-heated, and bicarbonate hot springs. Based on geothermometry calculation the geothermal prospect area of Tawau has temperature 190-236 0C which is categorized as a moderate to high temperature geothermal system. To estimate the boundary, depth, and geometry of the reservoir, Magnetotelluric (MT) and Time Domain Electromagnetic (TDEM) methods were used. Data acquisition was designed gridding method to delineated resistivity distribution in North-South or West-East orientation. MT data was then corrected for static effect and possible noise using TDEM and remote reference before comprehensive interpretation. Modeling of the geothermal system was carried out by using 2-dimensional MT resistivity and 3-dimensional visualization. As a result we could delineated the geothermal prospect area is about 15 km2 with its potential of up to 84 MWe. In addition, the with drilling recommendation is proposed is the promising zone (close to Mt. Maria flank)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29365
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Yunita
"Daerah penelitian “M” merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi geotermal di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya struktur geologi dan kemunculan manifestasi di permukaan yang dapat membantu dalam mengidentifikasi keberadaan sistem geotermal di bawah permukaan. Penelitian ini menggunakan inversi 3-dimensi magnetotellurik untuk mengetahui distribusi resistivitas di bawah permukaan, penentuan area prospek, serta pembuatan model konseptual dengan integrasi data magnetotellurik dan data pendukung berupa data geologi, geokimia, dan gravitasi. Berdasarkan data pendukung geologi, daerah “M” terdiri dari susunan produk vulkanik berumur kuarter dan struktur geologi dengan arah barat laut-tenggara. Dari data pendukung geokimia, ditemukan endapan travertine di sekitar manifestasi mata air panas yang relatif bersifat netral, temperatur cukup tinggi, dan berasosiasi dengan struktur geologi. Fluida di mata air panas tersebut dominan bertipe bicarbonate water yang menandakan fluida berasal dari reservoir dan dominan telah terkontaminasi oleh meteoric water. Fluida tersebut juga dominan memiliki nilai klorida tinggi yang menandakan bahwa lingkungan manifestasi mata air panas berada di lingkungan vulkanik. Selain itu, perhitungan dengan geotermometer diperoleh dugaan temperatur reservoir berkisar antara 160°C-180°C. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-dimensi magnetotellurik dan data pendukung berupa model forward2-dimensi gravitasi diketahui sebaran dari variasi resistivitas dan densitas bawah permukaan yang menggambarkan lapisan clay cap, top of reservoir, dan bentuk updome yang kemungkinan merupakan heat source. Lapisan dengan nilai resistivitas rendah diduga merupakan clay cap atau batuan penudung berupa sebaran batuan beku yang mengalami alterasi. Di bawah lapisan clay cap terdapat sebaran resistivitas medium yang diindikasikan sebagai reservoir berupa batu gamping bahbotala. Di bagian bawahnya terdapat lapisan dengan resistivitas tinggi yang kemungkinan adalah batuan metamorf yang menjadi batuan dasar/basement. Diantara basement ini terdapat bentuk updome dengan resistivitas sedikit lebih tinggi yang diduga merupakan batuan terobosan atau intrusi yang dapat menjadi sumber panas bagi sistem geotermal. Sumber panas ini diduga berasal dari Dolok Tinggi Raja dikarenakan terbentuknya dome di permukaan yang mungkin diakibatkan oleh adanya larutan magma yang tidak tererupsikan keluar permukaan sehingga membentuk batuan terobosan di bawah permukaan. Adanya sumber panas ini dapat menimbulkan aliran fluida panas secara vertikal (upflow). Berdasarkan integrasi data-data tersebut, area prospek geotermal di daerah “M” diperkirakan berada di sekitar Dolok Tinggi Raja melebar ke arah timur laut, timur, dan selatan.

The research area "M" is one of the areas with geothermal potential in Indonesia. This is indicated by the presence of geological structures and the appearance of manifestations on the surface which can assist in identifying the presence of subsurface geothermal systems. This study uses 3-dimensional magnetotelluric inversion to determine the distribution of resistivity below the surface, determine prospect areas, and construct a conceptual model by integrating magnetotelluric data and supporting data in the form of geological, geochemical and gravity data. Based on supporting geological data, the "M" area consists of volcanic products of quarter age and geological structures in a northwest-southeast direction. From supporting geochemical data, travertine deposits around hot spring manifestations were found which were relatively neutral, had relatively high temperatures, and were associated with geological structures. The fluid in the hot springs is dominant of the bicarbonate water type, which indicates that the fluid comes from a reservoir and has been predominantly contaminated by meteoric water. The fluid also dominantly has a high chloride value which indicates that the manifestation environment of the hot springs is in a volcanic environment. In addition, calculations with the geothermometer obtained an estimated reservoir temperature ranging from 160°C-180°C. Based on the results of 3-dimensional magnetotelluric inversion modeling and supporting data in the form of a 2-dimensional forward gravity model, it is known that the distribution of resistivity and subsurface density variations describes the clay cap layer, top of reservoir, and up-dome shape which may be a heat source. The layer with a low resistivity value is thought to be a clay cap or a cap rock in the form of a distribution of altered igneous rocks. Beneath the clay cap layer, there is a medium resistivity distribution which is indicated as a reservoir in the form of bahbotala limestone. At the bottom, there is a layer with high resistivity which is probably the metamorphic rock that became the basement. Among these basements, there is an up-dome with slightly higher resistivity which is thought to be a breakthrough or intrusive rock which can be a heat source for geothermal systems. This heat source is thought to have originated from Dolok Tinggi Raja due to the formation of a dome on the surface which may be caused by the presence of magma solution that has not erupted off the surface to form breakthrough rock below the surface. The existence of this heat source can cause a vertical flow of hot fluid (up-flow). Based on the integration of these data, the geothermal prospect area in the “M” area is estimated to be around Dolok Tinggi Raja, widening to the northeast, east, and south."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taihitu, Paulus Jirre Hacika
"Aktivitas geotermal pada daerah X telah ditemukan melalui keberadaan manifestasi panas bumi yang sangat impresif di beberapa titik. Beberapa penelitian yang dilakukan di daerah ini bertujuan untuk menemukan lokasi dan karakteristik reservoir utama sistem geotermal yang ada di area prospek. Namun, beberapa hasil interpretasi yang ditemukan ambigu dikarenakan penggunaan metode survei yang tidak tepat. Dalam penelitian ini, model konseptual yang terintegrasi dari metode magnetotellurik, geokimia, dan geologi digunakan untuk mendelineasi zona reservoir, karakteristik fluida reservoir, dan temperatur reservoir. Berdasarkan hasil konstruksi model konseptual, reservoir sistem geotermal di daerah penelitian ini ditemukan menggunakan metode magnetotellurik berada tepat di bawah tubuh gunung A. Keberadaan manifestasi fumarol di puncak gunung A, tepatnya di kawah gunung A yang mengalami perluasan ke arah timur laut dan sebagian ke arah barat laut, memvalidasi hasil ini. Temperatur pada reservoir mencapai 310°C, dengan sumber panas yang berasal dari gunung A muda. Area prospek diperkirakan sekitar 24 km dengan top of reservoir pada elevasi 1000 meter. Berdasarkan hasil ini, pengeboran eksplorasi dengan tipe sumur standard hole direkomendasikan untuk memvalidasi hasil eksplorasi 3G (geofisika, geokimia, geologi), yang akan ditajak pada kedalaman 2000 meter.

Geothermal activity in area X has been identified through the presence of impressive manifestations of geothermal activity at several points. Several studies conducted in this area aimed to locate and characterize the main reservoir of the geothermal system present in the prospect area. However, some of the interpreted results were ambiguous due to the improper use of survey methods. In this study, a conceptual model integrated from magnetotelluric, geochemical, and geological methods was used to delineate the reservoir zone, fluid reservoir characteristics, and reservoir temperature. Based on the constructed conceptual model, the geothermal reservoir system in this study area was found to be located precisely beneath the base of Mount A using the magnetotelluric method. The presence of fumaroles at the summit of Mount A, specifically in the Kawah Mount A, which is expanding towards the east-northeast and west-northwest, validates these results. The reservoir temperature reaches 310°C, with the heat source originating from the young Mount A. The prospect area is estimated to be approximately 24 km with a top of reservoir at an elevation of 1000 meters. Based on these results, drilling exporation with a standard hole type is recommended to validate the 3G exploration results (geophysics, geochemistry, geology), which will be drilled to a depth of 2000 meters."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutahaean, Benita Aryani
"Pusuk Buhit adalah salah satu lapangan di Indonesia dengan potensi geotermal, dibuktikan oleh keberadaan fumarole, hot spring, dan cold spring. Penelitian bertujuan membangun model konseptual yang menggambarkan komponen-komponen sistem geotermal fokus wilayah penelitian yang belum ada sebelumnya, menggunakan data primer geofisika dan data sekunder geologi dan geokimia. Inversi 3-dimensi magnetotellurik mampu menggambarkan komponen sistem geotermal dari variasi resistivitas. Claycap memiliki resistivitas 0-16 Ωm, reservoir 16-80 Ωm, dan basement 80-300 Ωm, dengan pola updoming di antara basement diduga sebagai sumber panas. Model gravitasi 2-dimensi digunakan untuk mengkonfirmasi jalur fluida ke zona reservoir dan nilai densitas dari komponen sistem geotermal, dengan lapisan piroklastik densitas 1.92 gr/cc, batuan gamping 2.3-2.4 gr/cc, dan batuan dasar metamorf 2.7 gr/cc, yang menunjukkan korelasi dengan model magnetotellurik. Kedua metode didukung data geologi yang menunjukkan korelasi antara struktur dengan manifestasi permukaan, serta data geokimia yang menunjukkan fluida reservoir bertipe bikarbonat, suhu di reservoir 240-270°C, dan pergerakan fluida lateral ke arah manifestasi air, serta upflow menuju fumarole. Integrasi data menunjukkan area prospek geotermal berada di bawah lapisan batuan teralterasi konduktif di antara struktur graben wilayah penelitian.

Pusuk Buhit is one of the fields in Indonesia with geothermal potential, evidenced by the presence of fumaroles, hot springs, and cold springs. The research aims to build a conceptual model depicting the components of the geothermal system in the focus area, which has not been previously studied, using primary geophysical data and secondary geological and geochemical data. The 3-dimensional magnetotelluric inversion can illustrate the geothermal system components based on resistivity variations. The clay cap has a resistivity of 0-16 Ωm, the reservoir 16-80 Ωm, and the basement 80-300 Ωm, with an updoming pattern within the basement suspected to be the heat source. A 2- dimensional gravity model is used to confirm fluid pathways to the reservoir zone and the density values of the geothermal system components, with pyroclastic layers having a density of 1.92 gr/cc, limestone 2.3-2.4 gr/cc, and metamorphic basement rocks 2.7 gr/cc, which show correlation with the magnetotelluric model. Both methods are supported by geological data showing a correlation between structures and surface manifestations, as well as geochemical data indicating bicarbonate-type reservoir fluids, reservoir temperatures of 240-270°C, lateral fluid movement towards water manifestations, and upflow towards fumaroles. Data integration indicates that the geothermal prospect area is located beneath the conductive altered rock layer within the graben structures of the study area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandi Baskoro Soebakir
"Keberadaan struktur geologi merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan zona permeabel pada suatu sistem geotermal. Penelitian ini dilakukan di salah satu area prospek geotermal di zona Sistem Sesar Sumatera (GSF) yang termasuk dalam segmen Angkola dan Barumun yang bertujuan untuk mengidentifikasi kemenerusan fitur permukaan hingga bawah permukaan terutama struktur geologi yang berkaitan erat dengan zona permeabel dengan mengintegrasikan data geologi, geokimia, dan geofisika. Teknologi remote sensing digunakan untuk mengidentifikasi struktur geologi yang terobservasi di permukaan yang dikorelasikan dengan persebaran manifestasi permukaan. Namun, tidak semua struktur geologi yang terobservasi di permukaan dapat diamati dan kemenerusannya dari permukaan hingga bawah permukaan dilakukan dengan pendekatan geofisika menggunakan data magnetotelurik (MT) dan gravitasi. Interpretasi struktur geologi permukaan berdasarkan analisis remote sensing dan persebaran manifestasi permukaan memiliki korelasi yang positif dengan hasil gravitasi adanya struktur graben dari zona GSF yang memiliki orientasi baratlaut-tenggara. Kelurusan dan karakteristik (arah dan kemiringan) struktur ditandai dengan adanya kontras nilai gravitasi, nilai Horizontal Gradient Magnitude (HGM) maksimum, dan nilai zero Second Vertical Derivative (SVD) serta analisis Multi Scale-Second Vertical Derivative (MS-SVD). Hasil interpretasi struktur bawah permukaan gravitasi berkorelasi positif dengan analisis parameter MT (splitting curve MT) yang dapat mengindikasi zona struktur bawah permukaan. Gabungan interpretasi struktur permukaan dan bawah permukaan teridentifikasi adanya 5 struktur (F1, F2, F3, F4, dan F5) yang diklasifikasikan sebagai Struktur Pasti (F1, F2, F3, dan F4) dan Struktur Diperkirakan (F5) yang memiliki orientasi baratlaut-tenggara. Struktur F3 yang berorientasi baratlaut-tenggara merupakan struktur utama yang berperan sebagai fluid conduit (zona permeabel) yang dibuktikan dengan adanya manifestasi mata airpanas bertipe klorida. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-D MT dan pemodelan kedepan 2-D gravitasi dapat mendelineasi zona reservoir pada kedalaman 1500 – 2000-meter yang dikontrol oleh struktur F3 dan zona reservoir berasosiasi dengan batuan metasediment yang nantinya dapat menentukan lokasi sumur pengeboran. Untuk memvisualisasikan sistem geotermal secara komprehensif, maka dikembangkan model konseptual dengan mengintegrasikan model geofisika yang memiliki kualitas data optimum dengan data geologi dan geokimia yang saling berkorelasi, sehingga dapat dijadikan dasar dan acuan dalam menentukan lokasi pengembangan sumur produksi dan reinjeksi dan menurunkan resiko kegagalan dalam well targeting.

The existence of geological structures is one of the important parameters in determining the permeability zone in a geothermal system. This study was conducted in one of the geothermal prospect areas in the Sumatera Fault System (GSF) zone included in the Angkola and Barumun segments which aims to identify the continuity of surface to subsurface features, especially geological structures that are closely related to permeability zones by integrating geological, geochemical, and geophysical data. Remote sensing technology is used to identify geological structures observed at the surface that are correlated with the distribution of surface manifestations. However, not all surface-observed geological structures can be observed and their continuity from the surface to the subsurface is done with a geophysical approach using magnetotelluric (MT) and gravity data. Interpretation of surface geological structures based on remote sensing analysis and the distribution of surface manifestations has a positive correlation with the gravity results of the graben structure of the GSF zone which has a northwest-southeast orientation. The alignment and characteristics (direction and slope) of the structure are characterized by the contrast of gravity values, maximum Horizontal Gradient Magnitude (HGM) values, and zero Second Vertical Derivative (SVD) values as well as Multi Scale-Second Vertical Derivative (MS-SVD) analysis. The results of gravity subsurface structure interpretation are positively correlated with MT parameter analysis (splitting curve) which can indicate subsurface structure zones. The combined interpretation of surface and subsurface structures identified 5 structures (F1, F2, F3, F4, and F5) classified as Certain Structures (F1, F2, F3, and F4) and Estimated Structure (F5) that have a northwest-southeast orientation. The northwest-southeast oriented F3 structure is the main structure that acts as a fluid conduit (permeability zone) as evidenced by the manifestation of chloride-type hot springs. Based on the results of 3-D MT inversion modeling and 2-D gravity forward modeling, it can delineate the reservoir zone at a depth of 1500 - 200 meters controlled by the F3 structure and the reservoir zone is associated with metasedimentary rocks which can later determine the location of drilling wells. To visualize the geothermal system comprehensively, a conceptual model was developed by integrating geophysical models that have optimum data quality with geological and geochemical data that are correlated, so that it can be used as a basis and guide in determining the location of production well development and reinjection and reduce the risk of failure in drilling targets."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Destavia Bastarina
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari laju korosi pada daerah-daerah las dari material baja ASTM A 106 grade B yang digunakan pada industri geothermal. Tiga daerah tersebut adalah daerah logam dasar, daerah HAZ, dan daerah logam las yang diletakkan pada empat jenis larutan elektrolit, yaitu kondensat CT 01, CT 02, CT 03, dan Down Stream dengan menggunakan tiga elektroda sel elektrokimia untuk menghitung laju korosi. Dalam penelitian ini, perhitungan Index Langelier dan Ryznar menunjukkan bahwa kondensat CT 03 merupakan larutan kondensat yang bersifat paling korosif dari keempat larutan elektrolit yang digunakan. Kurva tafel dan parameter korosi dari tiga jenis sampel memperlihatkan bahwa sampel daerah HAZ memiliki laju korosi tertinggi daripada daerah logam dasar dan daerah logam las.
Laju korosi tertinggi pada penelitian ini adalah 7 mpy dimana didapatkan pada daerah HAZ di larutan kondensat CT 03. Laju korosi yang relatif tinggi pada daerah HAZ disebabkan karena kehadiran struktur bainit bawah yang terbentuk di daerah ini selama proses pengelasan dan pembekuan. Adanya pertumbuhan butir, ferrite, pearlite dan bainit bawah di daerah HAZ ditunjukkan dari foto mikro yang diambil pada daerah ini. Struktur widmanstatten ditemukan pada daerah logam las yang memberikan hasil nilai kekerasan sebesar 151 BHN, dimana merupakan nilai kekerasan tertinggi yang didapatkan pada penelitian ini. Nilai kekerasan pada daerah lain antara lain , daerah HAZ 137 BHN dan daerah logam dasar 132 BHN. Foto mikro daerah logam dasar memperlihatkan bahwa daerah ini terdiri dari ferrite dan pearlite dimana, merupakan struktur yang biasa terbentuk pada baja karbon seperti baja ASTM A 106 grade B yang digunakan pada penelitian ini.

The purpose of this research was to study the corrosion rate of welded ASTM A 106 grade B steel used at the geothermal industry. Three zones of this welded steel ? i.e. base metal, HAZ, and base metal were studied in four kinds of electrolytes ? i.e. condensate CT01, CT02, CT03, and Down Stream by means of a three-electrode electrochemical cell in order to measure their corrosion rates. Based on the calculation of Langelier and Ryznar Index, condensate CT03 was the most corrosive electrolyte of four ones used in this research. Tafel curves and corrosion parameters of three kinds of tested samples showed that the sample of HAZ exhibited a higher corrosion rate than the ones of the base metal and weld zone.
The highest corrosion rate in this research was 7 mpy which was obtained at HAZ in the condensate CT03. The relatively high corrosion rate of the HAZ zone might be attributable to the presence of lower bainite structure formed in this zone during welding and solidification. The presence of grain growth, ferrite, pearlite and lower bainite in the HAZ was evidenced by the micrograph taken on this zone. Widmanstatten structures found in the weld zone successfully yielded the hardness of 151 BHN, which was the highest hardness value obtained in this research. The hardness values of other zones ? i.e. HAZ and base metal zone were 137 and 132 BHN, respectively. The micrograph of base metal showed that this zone consisted of ferrite and pearlite which were the natural structures formed in the carbon steel like ASTM A 106 grade B steel used in this research.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S51075
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>