Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140196 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Formalin merupakan bahan yang berbahaya karena dapat terakumulasi dalam tubuh dan dapat mengakibatkan antara lain penyakit kanker. Namun, pemanfaatannya sebagai bahan pengawet makanan sulit dikontrol/dicegah mengingat banyaknya industri rumah tangga yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawet. Tersedianya sensor yang
sederhana dan murah dapat membantu konsumen dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat bentuk polianilin (PANI)/modifikasi PANI dengan adanya gugus –SO3H yang digunakan untuk mengidentifikasi formalin. PANI bentuk emeraldin terprotonasi dibuat dari anilin-HCl dengan menggunakan ratio Anilin/APS (Ammonium Peroksodisulfat) 1,25. Selanjutnya dari bentuk ini dibuat polianilin basa yaitu pernigranilin (teroksidasi penuh) dan emeraldin basa (setengah teroksidasi) serta modifikasinya melalui reaksi substitusi aromatik elektrofilik (SO3) yang berasal dari H2SO4 pekat menjadi polianilin basa tersulfonasi. Pembuatan pernigranilin basa tersulfonasi melalui dua metode yaitu metode A (berasal dari oksidasi emeraldin basa tersulfonasi) dan metode B (berasal dari pernigranilin basa yang direaksikan dengan H2SO4 pekat). Bentuk PANI/modifikasi PANI yang paling stabil ialah emeraldin basa, emeraldin basa tersulfonasi dan pernigranilin basa tersulfonasi dengan metode A. Berdasarkan pengujian formalin dengan ketiga bentuk tersebut,
iv
bentuk emeraldin basa tersulfonasi yang lebih sensitif karena memberikan penurunan absorbansi yang signifikan."
Universitas Indonesia, 2009
S30457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Eka Putrianti
"Penggunaan formalin sebagai pengawt makanan dapat memberikan
dampak buruk bagi kesehatan manusia, karena bersifat karsinogen
(menyebabkan kanker), mutagen (menyebabkan perubanan sei, jaringan tubun),
korosif dan iritatif. Untuk itu diperlukan suatu indikator yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi adanya formalin baik seoara kuantitatif dan kualitatif
Polianilin dapat berada dalam berbagai bentuk sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai sensor kimia. Penelitian ini bertujuan untuk membuat
polianilin/moclifikasi polianilin dengan gugus -SO3H yang dapat dimanfaatkan
untuk mengidentifikasi adanya formalin. Polianilin bentuk emeraldin terprotonasi
dibuat dari garam anilin-HCI dengan APS menggunakan rasio anilin/APS 1,25.
Pembuatan emeralclin basa (bentuk polianilin setengan teroksiclasi) dilakukan
dengan mereaksikan garam emeraldin dengan NaOH dan pernigranilin basa
(bentuk polianilin teroksiclasi penuh) dilakukan dengan mereaksikan garam
emeraldin dengan APS clan NaOH serta modifikasi kecluanya melalui reaksi
substitusi aromatik elektrofilik (SO3) yang berasal dari H2SO4 pekat. Emeralclin
basa tersulfonasi (111) dan (112) dibuat dengan mereaksikan emeraldin basa
dengan HQSO4 pekat dengan rasio mol yang sesuai Pembuatan pernigranilin
basa tersulfonasi (111) dan (112) dilakukan dari oksidasi emeraldin basa
tersulfonasi dengan APS clan NaOH. Karakterisasi clan identifikasi polianilin yang
terbentuk dilakukan dengan UV-Vis clan FT-IR. Hasil karakterisasi UV-Vis dari emeraldin basa dan pernigranilin basa ditunjukkan dengan adanya puncak
serapan pada 300 nm, 500 nm dan 600 nm, sedangkan pada emeraldin basa
tersulfonasi (111) dan (112) Serta pernigranilin basa tersulfonasi (111) dan (112)
ditunjukkan dari adanya pergeseran puncak serapan ke 400 nm dan 800 nm.
Karakterisasi dengan FT-IR pada emeraldin basa dan pernigranilin basa
menunjukkan puncak serapan pada sekitar 1600 om'1 dan 1500 om'1, seclangkan
pada emeraldin basa tersulfonasi (111) dan (112) Serta pernigranilin basa
tersulfonasi (111) dan (112) pada sekitar 600 om'1 yang merupakan karakteristik
dari gugus -SO3H. Reaksi polianilin yang stabil dengan formalin berada pada
bentuk polianilin tersulfonasinya Hal ini disimpulkan berdasarkan uji kuantitatif
dan kualitatif polianilin tersulfonasi dengan formalin yang memberikan daerah
rentang kerja yang lebih luas yaitu hingga rentang konsentrasi 15 dan 20 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30536
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Mukti Setiyanto
"Elektroda boron-doped diamond (BDD) memiliki banyak keunggulan seperti jendela potensial lebar, arus latar rendah, inertness tinggi dan stabilitas. Modifikasi permukaan BDD dengan nanopartikel emas dilakukan dalam penelitian ini untuk meningkatkan konduktivitas dan sensitivitasnya sebagai sensor oksigen. Sintesis nanopartikel emas (AuNPs) dilakukan dengan menggunakan allicin, yang diperoleh dengan isolasi dari bawang putih dengan cara mengeluarkan ekstrak, sebagai agen penutup karena allicin memiliki kelompok fungsional Sulfur (S) untuk bereaksi dengan emas dan ikatan rangkap untuk direaksikan untuk memasang BDD permukaan di bawah radiasi sinar UV. Allicin yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), sedangkan emas yang disintesis dikoreksi dengan spektrofotometer UV-VIS, Particle Size Analyzer (PSA), dan Transmission Electron Microscopy (TEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran rata-rata AuNPs adalah sekitar 8.893 nm. Lebih lanjut, modifikasi permukaan BDD oleh AuNP yang disintesis ditandai oleh Scanning Electron Microscopy - Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS), menegaskan bahwa 0,6% dari AuNP dapat dipasang pada permukaan BDD. Aplikasi AuNPs yang dimodifikasi BDD sebagai elektroda kerja untuk sensor oksigen dan sensor Biokimia Oxygen Demand (BOD) menunjukkan kinerja yang baik dengan rasio sinyal-ke-latar belakang 4,6, batas deteksi oksigen terlarut 0,0537 ppm dan batas deteksi BOD 0,1214 ppm.

Boron-doped diamond (BDD) electrodes have many advantages such as wide window potential, low background current, high inertness and stability. Surface modification of BDD with gold nanoparticles was carried out in this study to improve its conductivity and sensitivity as an oxygen sensor. Synthesis of gold nanoparticles (AuNPs) is carried out using allicin, which is obtained by isolation from garlic by extracting extracts, as a cover agent because allicin has a functional group of Sulfur (S) to react with gold and double bonds to be reacted to attach the BDD surface under UV radiation. Allicin obtained was characterized using Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), while the synthesized gold was corrected with UV-VIS spectrophotometer, Particle Size Analyzer (PSA), and Transmission Electron Microscopy (TEM). The results showed that the average size of AuNPs was around 8,893 nm. Furthermore, the modification of BDD surfaces by synthesized AuNP was marked by Scanning Electron Microscopy - Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS), confirming that 0.6% of AuNP could be mounted on BDD surfaces. Applications of BDD modified AuNPs as working electrodes for oxygen sensors and Biochemical Oxygen Demand (BOD) sensors show good performance with a signal-to-background ratio of 4.6, a dissolved oxygen detection limit of 0.0537 ppm and a BOD detection limit of 0.1214 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khatarina Mada Regita Cahya Kusuma
"Konsumsi bahan bakar fosil mengakibatkan peningkatan CO2 di atmosfer dan memicu perubahan iklim yang sangat signifikan salah satunya pemanasan global. Solusi untuk menanggulangi pemanasan global adalah dengan menerapkan metode penangkapan CO2 telah dianggap sebagai strategi yang paling menjanjikan dalam mengatasi masalah tersebut. Adsorben CO2 dapat digunakan sebagai solusi untuk meminimalisir peningkatan CO2 di atmosfer. Pada penelitian ini berhasil dilakukan sintesis grafena oksida (GO), magnesium oksida (MgO) dan MgO/GO dari ampas kopi sebagai adsorben CO2. Grafena oksida (GO) disintesis dari grafit yang telah dipirolisis ampas kopi menggunakan metode hummers termodifikasi. MgO disintensis dengan menggunakan metode hidrotermal. Hasil sintesis GO kopi kemudian didispersikan dengan magnesium oksida (MgO) membentuk komposit MgO/GO ampas kopi. Hasil sintesis GO Kopi, MgO, dan nanokomposit MgO/GO kopi berhasil disintesis. Nanokomposit MgO/GO kopi memiliki potensi sebagai adsorben CO2 dengan luas permukaan yang besar yaitu 113,81 m2/g dan kapasitas adsorpsi CO2 sebesar 0,3339 mmol/g.

The consumption of fossil fuels increases atmospheric CO2, triggering significant climate changes, including global warming. A solution to mitigate global warming is the implementation of carbon capture methods, considered the most promising strategy to address this issue. CO2 adsorbents can be utilized to minimize the rise of CO2 in the atmosphere. This study employed graphene oxide (GO), magnesium oxide (MgO), and MgO/GO synthesized from coffee grounds as CO2 adsorbents. Graphene oxide (GO) was synthesized from graphite pyrolyzed coffee grounds using a modified Hummers method. MgO was synthesized through a hydrothermal method. The synthesized GO coffee was then dispersed with magnesium oxide (MgO) to form the MgO/GO coffee composite. The synthesis of GO Coffee, MgO, and the MgO/GO coffee nanocomposite was successful, for synthesis. The MgO/GO coffee nanocomposite demonstrates potential as a CO2 adsorbent due to its large surface area of 113.81 m2/g and a CO2 adsorption capacity of 0.3339 mmol/g."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Polanda Angelia
"Formaldehyde, also known as formalin, is a chemical substance which is frequently misused by food producers and traders. One of accurate reagents to identify formalin is Schryver reagent. The aim of this research is to optimize Schryver reagent for usage in indicator papers and wet tissue. Based on five formulas that have been tested, it is determined that formula 3, which contains 7% phenyl hydrazine hydrochloride; HCl 4,5N; and 5% potassium ferricyanide, is the chosen formula. The formula was then applied into indicator paper and wet tissue. The best result is obtained using wet tissue to identify formalin with detection limit of 1 mg/L. Stability test on indicator paper at room temperature (28-30 °C) and wet tissue at room temperature and cold temperature (2-8 °C) gave unsatisfactory result (stability remains for only less than a day). Therefore, they were not feasible for further development into indicator papers and wet tissue. Identification on tofu, meatballs, and wet noodles showed that most of them contain formalin at approximately ≥ 5 mg/L.

Formaldehida atau lebih dikenal dengan nama formalin adalah bahan kimia yang sering disalahgunakan oleh para produsen maupun pedagang bahan makanan. Salah satu pereaksi yang akurat untuk mendeteksi adanya formalin adalah pereaksi Schryver. Penelitian ini bertujuan mengoptimasi pereaksi Schryver untuk dijadikan kertas dan tisu basah indikator. Berdasarkan kelima formula yang diuji, didapatkan bahwa formula 3 yang terdiri dari fenil hidrazin hidroklorida 7%; HCl 4,5 N; dan kalium ferrisianida 5% adalah formula terpilih. Formula tersebut kemudian diaplikasikan ke dalam media kertas dan tisu basah. Hasil deteksi formalin terbaik diperoleh dengan menggunakan media tisu basah dengan batas deteksi 1 mg/L. Uji stabilitas kertas indikator yang dilakukan pada suhu kamar (28-30ºC) dan tisu basah yang dilakukan pada suhu kamar dan suhu dingin (2-8ºC) menunjukkan kestabilan yang kurang baik (kurang dari 1 hari) sehingga tidak efisien untuk dikembangkan menjadi kertas dan tisu basah indikator. Identifikasi pada sampel tahu, bakso, dan mi basah menunjukkan bahwa sebagian besar positif mengandung formalin dengan perkiraan konsentrasi ≥ 5 mg/L."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2009
S32902
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Christine
"Formalin sering disalahgunakan sebagai pengawet produk makanan, oleh karena itu kebutuhan akan suatu pereaksi kimia untuk pengujian formalin dalam makanan sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi pereaksi Schryver untuk dijadikan pereaksi kit. Dalam penelitian ini, dibuat 5 macam formula pereaksi Schryver yang masingmasing diamati intensitas warna dan sensitivitasnya. Formula terpilih terdiri dari fenilhidrazin hidroklorida 5% dalam asam klorida 4,5 N (1 : 4) dan kalium ferisianida 5% diuji stabilitasnya, setelah disimpan pada suhu 2°-8°C; 28°-30°C; dan diatas 40°C, lalu direaksikan dengan formaldehida diukur serapannya pada λ 515,5 nm dengan menggunakan spektrofotometer UVVis. Hasil optimasi menunjukkan bahwa formula ini merupakan pereaksi terbaik untuk dijadikan pereaksi kit karena bersifat praktis dan memiliki stabilitas yang baik dengan sensitivitas yang tinggi dengan batas deteksi 0,2 mg/L. Uji identifikasi dari sampel, menghasilkan 2 sampel positif yaitu sampel A dan B.
Formalin is often misused as food product preserver, therefore the need of chemistry reagent for identification formalin in food is hardly required. The aim of this research is to optimize Schryver reagent for used as a reagent kit. The study research of 5 kinds of Schryver reagent formula has been made and observed for their sensitivity and color intensity. The Formula consist of phenylhydrazine hydrocloride 5% in hydrocloride acid 4,5 N (1 : 4) and potassium ferricyanida 5% was tested for its stability, after keeping at 2°-8°C; 28°-30°C; and over 40°C, and reacting with sample formaldehyde and measured by the absorption λ 515,5 nm using spectrophotometer UV-Vis. Formula with optimation is the best reagent to be made as reagent kit because it is practice, having good stability with high sensitivity with detection limit of 0,2 mg/L. The samples identification test produce for 2 positive samples A and B."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S33005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedictus Krisna
"ABSTRAK
Jenazah untuk pendidikan anatomi kedokteran (kadaver) umumnya diawetkan dengan formalin untuk mencegah proses pembusukan selama rentang waktu penggunaannya. Namun, karena formalin merupakan pengawet yang poten, tanpa netralisasi, setelah dikebumikan, kadaver akan sulit diuraikan sehingga berpotensi menjadi polutan. Larutan amonium karbonat telah diketahui dapat menetralkan larutan formalin, tetapi belum pernah dilaporkan apakah amonium karbonat dapat digunakan untuk menetralkan formalin dalam tubuh kadaver sehingga jasad dapat mengalami dekomposisi sempurna. Oleh karena itu, dilakukan percobaan dengan hewan coba mencit (Mus musculus) untuk mengetahui apakah berbagai organ mencit berformalin dapat dinetralkan dengan amonium karbonat dan mengalami dekomposisi setara dengan organ-organ mencit tanpa formalin. Pada penelitian eksperimental ini mencit (n=18) dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tidak diawetkan (tanpa formalin; n=6), diawetkan dengan formalin (konsentrasi awal 10%, konsentrasi lanjut 4%; n=6), dan diawetkan formalin lalu dinetralkan dengan amonium karbonat (konsentrasi 25%; n=6). Agar menyerupai proses pemakaman pada manusia, sebelum dikebumikan mencit beserta organnya dimandikan dengan air dan dibungkus kain kafan. Pengamatan proses dekomposisi, yaitu skor tahapan dekomposisi dan persentase penurunan berat organ (usus, hati, otot, jantung, paru, dan otak) dilakukan setiap minggu. Dari total enam minggu pengamatan, diketahui bahwa skor tahapan dekomposisi dan persentase penurunan berat organ-organ mencit kelompok amonium karbonat lebih besar dari kelompok formalin, tetapi lebih kecil dari kelompok tanpa formalin. Disimpulkan bahwa penetralan berbagai organ mencit berformalin dengan 25% amonium karbonat mampu meningkatkan proses dekomposisi organ-organ tersebut, walaupun belum setara dengan jasad mencit tanpa formalin (tanpa diawetkan).

ABSTRACT
Corpse for medical anatomy education (cadaver) is generally preserved by formalin to prevent the decay process during the period of its use. However, because formalin is a potent preservative, without neutralization, after being buried, cadavers will be difficult to decompose and potentially become pollutants. Ammoniumcarbonate solutions have been known to neutralize formalin solutions, but it has never beenreported whether ammoniumcarbonate can be used to neutralize formalin in cadaveric bodies so that the body can experience perfect decomposition. Therefore, experiments with mice (Mus musculus) were conducted to determine whether the organ of formalin mice can be neutralized with ammoniumcarbonate and experience decomposition equivalent to the organs of mice without formalin. In this experimental study mice (n = 18) were divided into three groups, namely not preserved (without formalin n = 6), preserved with formalin (initial concentration 10%, following concentration 4%; n = 6), and preserved formalin then neutralized with ammoniumcarbonate (25% concentration; n = 6). In order to resemble the process of funeral in humans, before being buried miceswith their organs are bathed with water and wrapped in kafan cloth. Observation of the decomposition process, which is decomposition stage score and weight loss percentageof organs(intestine, liver, muscle, heart, lung, and brain) is carried out every week. From a total of six weeks ofobservation, it was found that the decomposition stage scores and the weight losspercentage of the ammoniumcarbonate group were greater than the formalin group, but smaller than the formalin-free group. It was concluded that neutralizing the organs of formalin mice with 25% ammoniumcarbonate was able to improve the decomposition process of those organs, although not equivalent to the organsof mice without formalin (without preserving)."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Berbagai jenis adsorben lokal yaitu sekam bakar, zeolit, arang kayu, dan abu terbang bagas digunakan untuk mengadsorpsi polutan pada limbah cair industri lateks pekat. Karakteristik effluent yang digunakan berasal dari sistem pengolahan limbah terpasang masih keruh dan berbau, dengan nilai pH 5,9-7,9; COD 396,8-8594 mg/l; BOD 80,82-2384 mg/l; TSS 126-12668 mg/l, dan amonia 10,4-28,6 mg/l. Effluent dialirkan pada peralatan pengolahan limbah cair sistem adsorpsi dengan variasi jenis adsorben pada berbagai % volume adsorben dengan kecepatan alir tertentu. Limbah cair setelah adsorpsi diuji nilai pH, COD, BOD, TSS, dan amonia. Hasil penelitian menunjukkan adsorben dapat menurunkan nilai COD, BOD, TSS, dan amonia dengan persentase yang bervariasi untuk masing-masing jenis adsorben. Semakin besar volume adsorben yang digunakan menunjukkan kecenderungan penurunan nilai polutan yang lebih baik."
Yogyakarta: Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, 2016
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Nurul Yasin
"Berdasarkan Vocabulary Of International Metrology (VIM), kalibrasi merupakan serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen (alat) ukur atau nilai observasi, dengan nilai yang sudah diketahui atau nilai aktual yang berkaitan dengan besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Salah satu metode yang digunakan untuk menaksir nilai aktual adalah metode classic.
Ekspansi Deret Taylor digunakan untuk menunjukkan bahwa taksiran nilai aktual pada metode classic merupakan taksiran yang asimtotik unbiased. László J. Naszódi melakukan modifikasi penaksir nilai aktual dari metode classic. Dengan Ekspansi Deret Taylor ditunjukkan bahwa taksiran tersebut merupakan taksiran yang asimtotik unbiased namun lebih efisien.

Based on the Vocabulary of International Metrology (VIM), calibration is a series of activities that forms the relationship between values indicated by the measurement instrument (tool) or the observation value, with a known value or actual value related to the quantity that is measured under certain conditions. One method that is used to estimate the actual value is the classic method.
The Taylor series expansion is used to indicate that the estimated actual value on the classic method is an asymptotically unbiased estimate. László J. Naszódi modified the estimated actual value of the classic method. By the Taylor series expansion, it is shown that these estimates are asymptotically unbiased estimates, but more efficient.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S843
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, David Hasudungan
"[ABSTRAK
Latar belakang : Salah satu reaksi transfusi lambat yang bersifat fatal adalah TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). Kejadian TA GVHD pada pasien immunocompromised diperkirakan sebesar 0,1- 1,0% dengan angka kematian sekitar 80- 90%.7 Upaya radiasi komponen darah seluler saat ini merupakan cara yang paling efisien dan dapat diandalkan untuk mencegah TA-GVHD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efek berbagai dosis radiasi terhadap sel darah merah selama penyimpanan. Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik pada 72 sediaan sel darah merah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sediaan sel darah merah dibagi menjadi 4 grup, yaitu grup yang mendapat dosis 2500,3000,5000 cGy dan kontrol. Dilakukan pengujian OFT dan kadar kalium pada hari pertama, ketiga dan kelima penyimpanan.
Hasil : Terjadi peningkatan kadar kalium yang bermakna secara statistik mulai dari hari pertama setelah dilakukan radiasi pada semua dosis. Tidak ditemukan perbedaan bermakna ketahanan membran sel darah merah terhadap semua dosis radiasi selama penyimpanan sampai hari kelima.
Simpulan : Radiasi pada dosis 2500-5000 cGy dapat menyebabkan peningkatan kadarkalium dan tidak menyebabkan perubahan fragilitas sel darah merah yang disimpan selama 5 hari setelah radiasi. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai mutu sediaan sel darah merah selama penyimpanan setelah dilakukan radiasi seperti melihat tingkat hemolisis (hemolisis rate).

ABSTRACT
Background: One of the delayed transfusion reactions that are fatal is TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). TA incidence of GVHD in immunocompromised patients is estimated at 0.1 to 1.0% with a mortality rate of approximately 80-90% .7 Efforts irradiation of cellular blood components is currently the most efficient way and a reliable way to prevent TA-GVHD. This study aims to determine the effect of various doses of irradiation effects on red blood cells during storage.
Method: This study used a descriptive analytic design at 72 red blood cell preparations that meet the inclusion and exclusion criteria. The preparation of red blood cells were divided into 4 groups, ie the group that received 2500,3000,5000 cGy dose and control. OFT testing and potassium levels on the first day, the third and fifth storage.
Results: An increase in potassium levels was statistically significant from the first day after irradiation at all doses. Found no significant differences in red blood cell membrane resistance to all doses of irradiation during storage until the fifth day. Conclusion: Irradiation at doses of 2500-5000 cGy can cause increased pottasium level and does not cause changes fragility of red blood cells stored for 5 days after irradiation. The need for further research on the quality of the preparation of red blood cells during storage after irradiation as seen levels of hemolysis (hemolysis rate).;Background: One of the delayed transfusion reactions that are fatal is TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). TA incidence of GVHD in immunocompromised patients is estimated at 0.1 to 1.0% with a mortality rate of approximately 80-90% .7 Efforts irradiation of cellular blood components is currently the most efficient way and a reliable way to prevent TA-GVHD. This study aims to determine the effect of various doses of irradiation effects on red blood cells during storage.
Method: This study used a descriptive analytic design at 72 red blood cell preparations that meet the inclusion and exclusion criteria. The preparation of red blood cells were divided into 4 groups, ie the group that received 2500,3000,5000 cGy dose and control. OFT testing and potassium levels on the first day, the third and fifth storage.
Results: An increase in potassium levels was statistically significant from the first day after irradiation at all doses. Found no significant differences in red blood cell membrane resistance to all doses of irradiation during storage until the fifth day. Conclusion: Irradiation at doses of 2500-5000 cGy can cause increased pottasium level and does not cause changes fragility of red blood cells stored for 5 days after irradiation. The need for further research on the quality of the preparation of red blood cells during storage after irradiation as seen levels of hemolysis (hemolysis rate)., Background: One of the delayed transfusion reactions that are fatal is TA GVHD (Transfusion Associated Graft Versus Host Disease). TA incidence of GVHD in immunocompromised patients is estimated at 0.1 to 1.0% with a mortality rate of approximately 80-90% .7 Efforts irradiation of cellular blood components is currently the most efficient way and a reliable way to prevent TA-GVHD. This study aims to determine the effect of various doses of irradiation effects on red blood cells during storage.
Method: This study used a descriptive analytic design at 72 red blood cell preparations that meet the inclusion and exclusion criteria. The preparation of red blood cells were divided into 4 groups, ie the group that received 2500,3000,5000 cGy dose and control. OFT testing and potassium levels on the first day, the third and fifth storage.
Results: An increase in potassium levels was statistically significant from the first day after irradiation at all doses. Found no significant differences in red blood cell membrane resistance to all doses of irradiation during storage until the fifth day. Conclusion: Irradiation at doses of 2500-5000 cGy can cause increased pottasium level and does not cause changes fragility of red blood cells stored for 5 days after irradiation. The need for further research on the quality of the preparation of red blood cells during storage after irradiation as seen levels of hemolysis (hemolysis rate).]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>