Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125147 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendro Hartono
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1980
S16544
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weber, Charles
Urbana, Ill.: Center for International Education and Esearch in Accounting, 1965
657.4 WEB e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Matz, Adolph
Jakarta: Erlangga, 1984
657.42 MAT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A. Hendra Siswandi
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1982
S16754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Rony
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990
657.42 HEL a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Triyuwono
Jakarta: Salemba Empat, 2001
657 IWA a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aruna Wirjolukito
"Kapitalisasi biaya bunga merupakan suatu topik yang banyak menimbulkan polemik di kalangan akademisi, pelaku bisnis, dan kaum profesi. Pada tahun 1994, Ikatan Akuntan Indonesia telah menerbitkan suatu standar yang mengatur mengenai perlakuan akuntansi, yang dianggap sesuai, terhadap biaya bunga. Sejauh ini Indonesia banyak mengadaptasi standar luar seperti misalnya IAS dan FASB. Khusus mengenai PSAK no.26 yang berjudul "Akuntansi Bunga untuk Periode Konstruksi" diadaptasi dari SFAS no.34 dan bukan dari IAS no. 23.
Dalam perkembangannya terkemudian, penerapan kapitalisasi atas biaya bunga disinyalir justru mendatangkan banyak permasalahan di dunia bisnis dan dianggap tidak mampu memberikan kontribusi positif terhadap para pengguna laporan keuangan. Hal yang banyak disorot, terutama terkait dengan keputusan calon investor dalam memilih investasi yang menguntungkan apabila metode NPV dipakai. Dari segi karakteristik kualitatif laporan keuangan, terjadi permasalahan serius dimana laporan keuangan produk penerapan kapitalisasi biaya bunga, cenderung menyalahi beberapa karakteristik utama. Sehingga laporan keuangan tersebut dipandang tidak akurat untuk dijadikan dasar penting dalam pengambilan keputusan.
Penyebab utama permasalahan tersebut adalah karena [1] laporan keuangan yang menerapkan kapitalisasi cenderung menjadi tidak relevan, akibat tidak adanya rincian mengenai penyebab timbulnya biaya bunga yang dikapitalisir. Akibatnya pengguna laporan keuangan tidak mengetahui bagian biaya bunga mana yang boleh dikapitalisasi, mana yang tidak. Selain itu [2] laporan keuangan menjadi tidak andal, akibat terkontaminasi oleh praktek semacam earnings management dan window dressing. Walaupun penerapan kapitalisasi atas biaya bunga membuka banyak peluang terjadinya manipulasi atas laporan keuangan, akan tetapi di lain pihak, karena kurang ketatnya standar yang ada, secara de jure perusahaan-perusahaan yang disinyalir melakukan manipulasi temyata tidak cacat secara hukum.
Terkait dengan perusahaan properti yang pada masa booming (sebelum krisis) sempat menjadi primadona, ternyata penerapan kapitalisasi biaya bunga dijadikan fasilitas yang sangat menguntungkan untuk praktek penggelembungan nilai aset, nilai modal, bahkan untuk mendongkrak nilai laba bersih secara signifikan. Dari pengamatan 15 perusahaan properti yang listing di BEJ, yang menggunakan kapitalisasi, ternyata semuanya melaporkan laba bersih yang cukup tinggi dan rasio keuangan yang bagus. Tentu saja hal tersebut tidak berlaku apabila perlakuan expense atas biaya bunga dipilih.
Dengan diijinkannya pengungkapan penerapan kapitalisasi biaya bunga yang minim seperti sekarang ini, maka banyak perusahaan properti yang menjadi cepat berkembang karena mudahnya kucuran kredit dari perbankan. Dengan tibanya masa krisis, dimana daya beli masyarakat menurun, kegiatan sektor properti kontan menjadi sektor pertama yang tersendat. Perbankan sendiri akhirnya menderita banyak kerugian akibat kredit macet dan lebih rendahnya nilai aset yang diagunkan dibandingkan yang tertera. Tentu saja ini diakibatkan praktek mark-up atas aset, yang dalam pencatatannya menyertakan biaya bunga di dalamnya.
Sampai saat ini, kritik mengenai topik ini masih banyak dilontarkan baik dari kalangan FASB sendiri maupun dari IASC yang tegas-tegas menolak perlakuan kapitalisasi atas biaya bunga. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, melalui IAI, memilih untuk merevisi PSAK no.26 1994. Islam edisi revisi tersebut, ternyata justru ditambahkan suatu item baru yang dapat dikapitalisir yaitu rugi selisih kurs. Tentu saja hal ini kemudian dipandang sebagai suatu kemunduran, dibandingkan praktek akuntansi negara-negara tetangga yang tidak menerapkan hal tersebut.
Kontribusi solusi yang sejauh ini dipandang berarti ialah mengenai aspek pengungkapan penuh. Untuk mempertahankan konsep kapitalisasi, PSAK no.26 perlu ditambah beberapa item pengungkapan selain yang sudah ada sekarang. Walaupun ini bukan solusi yang paling akurat, tetapi setidaknya cukup mampu untuk membendung terjadinya asimetri informasi, antara penyaji dan pengguna laporan keuangan. Pendekatan teoretis yang terstruktur dipandang kurang tepat, karena adanya gap yang lebar antara teori dan praktek di lapangan. Akan tetapi jika tidak dan ingin mengadopsi standar internasional, yang tentu saja banyak keuntungannya, maka IAS no.23 merupakan suatu alternatif yang cukup baik dan direkomendasikan."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Sofyan Syafri
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, 1992
658.4013 HAR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Prihat Assih
"Managers manage their earnings because they want to influence the investors perception about firm s performance, subsequently the firms could extract low cost exsternal fund. Managers have incentive to practice income-increasing earnings management before they make initial public offerings (1PO) in order to get high offering price. However, these practice could decrease the opportunity of managers to manage their earnings in the future periods. If earnings management before public offering cause investors to be over optimistic about future earnings, investors will be disappointed with firm s performance after IPO and the firm value tend to decrease in the periods after the IPO. This study investigates the effect of earnings management on the firm's value and performance in the periods before and after the initial public offering.
Results of (his study show that managers practice income-increasing earnings management before their initial public offerings. Earnings management have positive impact on firm value in the initial public offering period, but this has negative impact in the periods after IPO. Firms 'values in the end of IPO are lower than firms 'values in the IPO period. Firms' performances in the years after the initial public offering were higher than firms 'performances in the year of IPO, but the average of return of asset decreases in the periods after IPO.
"
2005
JAKI-2-2-Des2005-125
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suripto
"Previous studies indicated that there were two common types? performance explanations
disclosures by Indonesian company?s managers in annual report: (1) performance attribution
and (2) accounting explanation (Suripto 2013). Performance attribution disclosures were more
useful and expensive than accounting explanation (Aerts et al. 2013). This study is conducted
to obtain empirical answers for two research questions: (1) whether firm characteristics affect
performance attribution disclosure extent in the annual report and (2) whether performance
attribution information is useful to evaluate company earnings persistency. Content analysis
was conducted on 594 annual reports to obtain data performance attribution disclosures. The
empirical test results showed that firm?s size and corporate governance have a positive effect on
performances attribution disclosures. In addition, the research results showed that performance
attribution disclosures were useful for evaluating revenue persistence.
Abstrak
Penelitian sebelumnya menunjukkan terdapat dua jenis informasi penjelasan kinerja yang biasa
diungkap oleh manajer perusahaan Indonesia dalam laporan tahunan: (1) penjelasan atribusi dan
(2) penjelasan akuntansi (Suripto 2013). Pengungkapan informasi penjelasan atribusi lebih berguna
dan lebih mahal dibandingkan dengan penjelasan akuntansi (Aerts et al. 2013). Penelitian ini
dilakukan untuk memperoleh jawaban empiris atas dua pertanyaan riset: (1) apakah karakteristik
perusahaan memengaruhi luas pengungkapan informasi penjelasan atribusi dalam laporan
tahunan dan (2) apakah informasi penjelasan atribusi berguna untuk mengevaluasi persistensi
laba perusahaan. Analisis konten dilakukan terhadap 594 laporan tahunan untuk memperoleh data
mengenai pengungkapan informasi atribusi kinerja. Hasil pengujian empiris menunjukkan ukuran
perusahaan dan tata kelola perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi
penjelasan atribusi. Selain itu, hasil riset menunjukkan pengungkapan informasi penjelasan atribusi
berguna untuk mengevaluasi persistensi pendapatan."
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, 2014
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>