Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140721 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ninasapti Triaswati
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Redson Rober
"Tesis ini melakukan penghitungan dan analisis terhadap potensi dan tax coverage ratio dari penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia pada tahun 2008. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis deskriptif kuantitatif, dimana penelitian ini memfokuskan pada penghitungan potensi penerimaan PPN dengan menggunakan data pada tabel input-output updating tahun 2008 yang kemudian akan dibandingkan dengan data realisasi penerimaan PPN yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak.
Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi potensi PPN dari masing-masing sektor usaha dan apakah potensi tersebut sudah digali secara optimal. Dari hasil penelitian, sektor-sektor yang belum optimal dalam penggalian akan potensi PPN yang dimiliki adalah sektor industri lainnya, industri makanan, minuman dan tembakau, tanaman bahan makanan lainnya, peternakan, serta perikanan.

The thesis performed estimation and analysis of Value Added Tax potential revenue and coverage ratio in Inonesia at 2008. Analysis method that developed in this research is quantitative descriptive analysis, which is focused on VAT revenue estimation by using updating input-output table of 2008, and then compared the result with VAT revenue realization data from Directorate General of Taxes.
The research is designed to identify the amount of potential revenue from each economic sector and to evaluate whether that potential have been optimized collected. The results concluded sectors which VAT revenue collection still not reaching their potential are other industry, food, beverages and tobacco, other crops, livestock and fishery.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28752
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amirul Ihsan
"Pemerintah Indonesia sebagai regulator mengatur spektrum keterkaitan dengan regulasi global, dimana ke depannya masih akan diatur yang terdiri dari empat alokasi spektrum, yaitu pada 700 MHz, 2,6 GHz, 3,3 & 3,5 GHz, 26 & 28 GHz. Mengenai penataan spektrum, penelitian ini berfokus pada frekuensi 3,5 GHz dan saat ini masih digunakan oleh satelit di Indonesia Timur, yang memiliki jumlah penduduk penggunaan satelit terbesar. Tujuan peneliltan untuk menganalisis dampak ekonomi di suatu wilayah yang ditimbulkan dari perubahan penggunaan teknologi dengan model Input-Output (IO). Model ini dijabarkan dalam tabel matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah, pada waktu periode tertentu. Data yang digunakan dari tabel Input- Output (IO) yang disusun oleh BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2016. Data tersebut di proses dengan nilai shock dari investasi 5G yang menghasilkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Dari hasil penelitian didapatkan investasi 5G di tiga provinsi yang menggunakan setelit memberikan dampak kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) yakni Papua sebesar Rp. 67.570.000.000 dengan kenaikan sebesar Rp. 94.976.690.000 (0,65%), Maluku Utara sebesar Rp. 20.010.000.000 memberikan dampak sebesar Rp. 25.268.770.000 (0,077%) dan terakhir Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar Rp. 18.390.000.000 dengan dampak 23.453.980.000 (0,03%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan yang akan dilakukan pemerintahan dengan mengubah penggunaan frekuensi 3,5 GHz memberikan dampak postif sebesar 0,172% terhadap ekonomi di wilayah Indonesia Timur.

The Indonesian government as a regulator regulates the spectrum of linkage with global regulations, which in the future will still be regulated consisting of four spectrum allocations, namely at 700 MHz, 2,6 GHz, 3,3 & 3,5 GHz, 26 & 28 GHz. Regarding spectrum structuring, this study focuses on the 3.5 GHz frequency and is currently still used by satellites in Eastern Indonesia, which has the largest number of satellite usage populations. The purpose of the study is to analyse the economic impact in an area arising from changes in the use of technology with the Input-Output (IO) model. This model is described in a matrix table that presents information about transactions of goods and services and the interrelationships between units of economic activity in a region, at a certain period. The data used is from the Input-Output (I-O) table compiled by BPS (Central Statistics Agency) in 2016. The data is processed with the shock value of 5G investment which results in an increase in Gross Domestic Product (GDP). From the results of the study, it was found that 5G investment in three provinces using satellite had an impact on increasing Gross Domestic Product (GDP), namely Papua by Rp. 67.570.000.000 with an increase of Rp. 94.976.690.000 (0,65%), North Maluku by Rp. 20.010.000.000 with an impact of Rp. 25.268.770.000 (0,077%) and finally East Nusa Tenggara of Rp. 18.390.000.000 with an impact of 23.453.980.000 (0,03%). This shows that the policy that will be carried out by the government by changing the use of the 3.5 GHz frequency has a positive impact of 0.172% on the economy in Eastern Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Ruang merupakan sumberdaya alam yang harus dekelola bagi sebesar-besar kemak-muran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Indrasworo Cahyono Aji
"ABSTRAK
Infrastruktur menjadi salah satu pilar dari 12 pilar dalam penentuan indeks daya saing global GCI , dan Indonesia menempati urutan ke 81 dari 140 negara World Economic Forum, 2015-2016 . Kebijakan alokasi anggaran untuk sektor-sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN yang masih jauh lebih kecil dari kebutuhannya sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Renstra K/L yang terkait dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN tahun 2015-2019, menandakan bahwa Pemerintah Pusat masih kesulitan dalam mendanai pembangunan insfrastruktur ekonomi. Selain itu, kebijakan alokasinya yang berbeda-beda untuk setiap sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi juga mengindikasikan kemungkinan dampak yang berbeda-beda terhadap perekonomian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis permasalahan-permasalahan terkait dengan kebijakan alokasi anggaran untuk infrastruktur ekonomi, khususnya yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga, menganalisis peranan sektor-sektor dalam bidang infrastruktur, dan memperkirakan dampaknya pada tahun 2015-2019, baik terhadap output, nilai tambah, pendapatan masyarakat maupun penyerapan tenaga kerja.Dengan menggunakan analisa Tabel Input-Output IO nasional tahun 2014 yang merupakan hasil updating dengan metode RAS dari Tabel IO nasional tahun 2010, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor-sektor dalam bidang infrastruktur ekonomi secara total berkontribusi sebesar 27,5 persen terhadap pembentukan output terbesar sektor konstruksi gedung , 21,1 persen terhadap nilai tambah bruto PDB terbesar sektor konstruksi gedung , 21,8 persen terhadap pendapatan terbesar sektor jalan, jembatan, dan pelabuhan , dan 11,1 persen terhadap tenaga kerja terbesar sektor angkutan jalan raya dalam perekonomian nasional pada 2014. Sektor ketenagalistrikan, sektor jalan, jembatan dan pelabuhan dan sektor angkutan jalan raya merupakan sektor kunci dalam bidang infrastruktur dalam perekonomian nasional. Berdasarkan besaran nilai penggandanya, kebijakan alokasi anggaran untuk infrastruktur akan optimal dampaknya terhadap output apabila alokasi anggaran dalam bidang infrastruktur diprioritaskan pada sektor ketenagalistrikan, untuk nilai tambah akan optimal bila diprioritaskan pada sektor industri pengilangan gas bumi, dan untuk pendapatan dan tenaga kerja akan optimal bila diprioritaskan untuk angkutan kereta api. Dikarenakan kebijakan alokasi anggaran untuk sektor-sektor dalam bidang infrastruktur yang tidak sesuai dengan prioritas tersebut, maka dampaknya terhadap perekonomian nasional juga tidak optimal.

ABSTRACT
Infrastructure, as we know, has been recognized as one of the twelve indicators used to define the Global Competitiveness Index GCI of a country. Infrastructure was also one of the ten aspect used to measure the easiness of running business in most countries. In 2015, the slight difficulties of getting electricity supply and services put Indonesia at 46 out of 189 countries World Bank, 2015 . In depth study of the country rsquo s Budgetary Income and Disbursement APBN stated in the 2015 2019 National Intermediate Development Plan RPJMN showed that the sectoral budget allocated for economic infrastructure within the related Ministry or Institution so far are still way down under the expected need stated in their recorded Strategic Planning document. This together with the inconsistency in the year to year budget allocation for each sectors directly showed the difficulties faced by the Government in allocating consistent necessary budget to support the Infrastructure Economic Development programs. This study focused on analyzing the problem related to the budget allocation disbursement for economic infrastructures, in particular the one financed by the Central Government through related Ministry Institution. It analyzes the role of each sector within the infrastructure and forecasting the impact on the output, the value added, the public income and the absorption of work forces for the year 2015 ndash 2019.Analyzing the 2014 National Input Output Table NIOT , updated from 2010 NIOT by RAS method, it was found that in 2014 the total contribution of Economic Infrastructure Sectors on the total country output is 27.5 percent in which the largest was due to building construction sector. The contribution toward Gross Domestic Product GDP is 21.1 percent, and again the largest contributor is building construction, 21.8 percent toward total income where the largest contributor is highway, bridges, and port sector, and 11.1 percent toward work forces absorption the largest is highway transportation . Availability and easiness of electrical power, bridges, port, and highway transportation became the key sector in the national infrastructure economic count down. Based on its multiplier effect value, the impact of budget allocation for infrastructure will become optimal toward total country output if the budget allocation for infrastructure sectors is prioritized on electrical power sector. The added value will be optimal if it is focused on Natural Gas Refinery industry. Income and work forces absorption will be optimal if railway transportation is prioritized. So far because the actual disbursement of the country rsquo s budget was not following the above conclusion, the impact to the total national economic development is not optimal. "
2018
T50756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desty Laili Fauziah
"Dari tahun 1990-2014, Indonesia memiliki pertumbuhan emisi CO2 sebesar 158.26%, pertumbuhan tersebut jauh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan emisi CO2 di dunia yaitu sebesar 63.16%. Sektor energi menjadi kontributor utama dengan rata-rata pertumbuhan emisi yang cepat. Permintaan produksi yang terjadi dalam perdagangan antarwilayah akan secara beriringan meningkatkan kebutuhan energi sebagai bahan input dalam produksi, pada akibatnya akan menyebabkan kenaikan emisi CO2. Menggunakan metode interregional input-output, penelitian ini dapat mengisi kekosongan dalam studi terkait dampak limpahan dan umpan balik dari emisi antarwilayah di Indonesia. Serta penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan kerjasama antarwilayah dalam aksi mitigasi pengurangan emisi CO2 dalam mengimbangi adanya peningkatan ekonomi.
Temuan awal studi ini menemukan bahwa arah dampak limpahan bersih ekonomi dan emisi CO2 adalah sama di sebagian besar wilayah dan dampak limpahan antar wilayah tersebut berpotensi mengurangi emisi CO2 di tingkat wilayah berdasarkan rasio antara dampak limpahan ekonomi dengan dampak limpahan emisi. Studi juga menunjukkan bahwa dampak limpahan antara Kalimantan dan Sulawesi tidak efektif bagi penurunan emisi CO2 di Sulawesi, karena limpahan bersih ekonomi berasal dari Sulawesi ke Kalimantan, sedangkan limpahan emisi CO2 bersih berasal dari Kalimantan menuju Sulawesi.

In 1990-2014, Indonesia has been growing on CO2 emission as much as 158.26%, this growth is a lot faster than the CO2 emission growth in the world which is 63.16%. Energy sector has been one of the main contributors with averagely fast growth of CO2 emission. Demand for production in interregional trade grows along the growth of energy needs as input for production, which will affect the increase of CO2 emission. Using interregional input-output analysis method, this research might fill the emptiness in the studies of spillover and feedback effects from interregional emission in Indonesia. Moreover, this research can be applied as a base to make a policy to increase an interregional teamwork for the responsibility of CO2 emission reduction as well as obtain the economic benefits. The preliminary result found that the net spillover effects direction of economy and CO2 emissions are the same in most regions and the economic net spillover effects between regions has the potential to reduce CO2 emission at the regional level based on the ratio of the net economic spillover effects to the net CO2 emission spillover effects. The study also shows that the spillover effects between Kalimantan and Sulawesi are ineffective to the decrease in the CO2 emissions of Sulawesi, because net economic output spills from Sulawesi to Kalimantan, while net CO2 emission spill from Kalimantan to Sulawesi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wan Ruslan Abdul Ghani
"Seiring dengan perkembangan pembangunan, dirasakan model ekonomi agregat menjadi tidak terlalu banyak manfaatnya bagi perencanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan apabila kegiatan tersebut masuk ke dalam suatu dimensi ruang. Oleh karena itu yang dibutuhkan sekarang adalah suatu model yang bukan saja dapat menggambarkan jenis, lokasi dan pelaku kegiatan ekonomi tetapi juga mampu memberikan analisis tentang dampak langsung, tidak langsung dan terimbas (induced effects) dari kegiatan-kegiatan pembangunan yang direncanakan. Model seperti ini sebenarnya tidak hanya dibutuhkan oleh para perencana dan pengawas pembangunan, tetapi juga oleh para politisi. Analisis inter-regional input-output merupakan salah satu alat yang sangat tepat dan bersifat komprehensif jika dipakai untuk menjelaskan dan rnenganalisis hubungan keterkaitan antar daerah dan antar sektor dalam suatu perekonomian.
Penelitian ini lebih menekankan pada tujuan membuat tabel input-output antar daerah (IOAD, Inter-Regional Input-Output) Propinsi Lampung atas dasar harga produsen tahun 1997 dengan menggunakan metode non-survey, dimana diuraikan secara rinci tentang proses dan tahapan sejak dari awal hingga penyusunan tabel akhir. Disamping itu sebagai analisis tambahan, juga dilihat pola keterkaitan antar sektor; ketergantungan antar daerah; besarnya efek multiplier; analisis dampak; serta dilihat pula prioritas sektor unggulan dengan memperhatikan keterkaitan antar kabupaten/kota di Propinsi Lampung.
Pola keterkaitan dan ketergantungan antar sektor dan antar daerah di Propinsi Lampung dilihat dengan menggunakan pola keterkaitan ke depan (Forward Linkage), dimana suatu sektorldaerah berperan sebagai pemasok bahan bake ke sektorldaerah lainnya yang bergerak di industri bilk; serta pola keterkaitan kebelakang (Backward Linkage), dimana suatu sektor / daerah sangat berperan sebagai pengguna / pembeli produk / output yang dihasilkan suatu sektor / daerah yang bergerak di industri hulu. Besarnya efek multiplier dan analisis dampak dilihat dengan menggunakan inners matrik teknologi leontief. Sedangkan prioritas sektor unggulan di Propinsi Lampung dilihat dengan memperhatikan kemampuan sektor / daerah tersebut dalam memasok industri-industri hilir, kemampuan menyerap produksi industri-industri hulu serta kemampuan sektor tersebut dalam menghasilkan output, yang kesemuanya diukur dengan menggunakan indeks prioritas.
Manfaat penelitian ini disamping dapat merberikan solusi baru bagi penyusunan perencanaan pembangunan daerah terutama yang berkaitan dengan aspek keterkaitan antar sektor dan antar daerah di Propinsi Lampung yang selama ini belum pernah dilakukan, juga sebagai penerapan pendekatan akademis dan pengembangannya dalam menyusun perencanaan regional khususnya di Propinsi Lampung.
Tabel akhir IOAD Propinsi Lampung dapat diperoleh setelah melakukan penyesuaian dengan menggunakan metode RAS melalui prosedur itterasi dengan kontrol matrik R dan. S, dimana Tabel tersebut berhasil disusun setelah melakukan itterasi sebanyak 269 kali.
Berdasarkan nilai indeks Forward Linkage dan Backward Linkage terlihat bahwa nilai indeks Forward Linkage tertinggi adalah 4,46 pada sektor 28 (perdagangan) di Kebupaten Lampung Selatan dan terendah adalah 0,67 pada sektor 13 (Kehutanan) di Kota Bandar Lampung. Sedangkan nilai indeks Backward Linkage tertinggi adalah 1,65 pada sektor 22 (industri semen dan kapur) di Kabupaten Lampung Tengah dan terendah adalah 0,67 pada sektor 13 (kehutanan) di Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan Keterkaitan ke depan, Kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah dengan kemampuan tertinggi dalam menunjang produksi industri-industri hilir baik yang berada di daerahnya maupun di daerah lain, diikuti Lampung Utara, Lampung Tengah, Bandar Lampung dan Lampung Barat. Kegiatan produksi di Kabupaten Lampung Selatan tersebut sangat berdampak terhadap peningkatan produksi di Kota Bandar Lampung, Lampung Utara, Lampung Tengah dan Lampung Barat.
Berdasarkan keterkaitan ke belakang, Kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah dengan kemarnpuan tertinggi dalam menunjang produksi industri-industri hulu baik yang berada di daerahnya maupun di daerah lain, diikuti Lampung Tengah, Bandar Lampung, Lampung Utara dan Lampung Barat. Kegiatan produksi di Kabupaten Lampung Selatan sangat berdampak terhadap peningkatan produksi di Kabupaten Lampung Barat, Bandar Lampung, Lampung Tengah dan Lampung Utara.
Berdasarkan urutan prioritas dari 1 s/d 25, ternyata Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Tengah memiliki 7 sektor, Kota Bandar Lampung memiliki 6 sektor, Kabupaten Lampung Utara memiliki 4 sektor dan Kabupaten Lampung Barat memiliki 1 sektor. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah dan Kota Bandar Lampung memiliki peranan yang cukup tinggi dalam meningkatkan output Propinsi Lampung, serta memiliki daya dukung yang besar terhadap pengembangan sektor-sektor lainnya di bagian hilir dan di bagian hulu yang terdapat tidak hanya di dalam Kabupaten/Kota itu sendiri tetapi juga di daerah lain dalam Propinsi Lampung.
Dampak konsumsi masyarakat terhadap pembentukan NTB terbesar pada NTB Kabupaten Lampung Selatan, dampak konsumsi pemerintah terbesar pada NTB di Kota Bandar Lampung, dampak PMIDB terhadap NTB terbesar pada Kota Bandar Lampung, dampak perubahan stok terhadap NTB terbesar di Kabupaten Lampung Selatan, sedangkan dampak ekspor netto terhadap NTB terbesar di Kota Bandar Lampung."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Murtiningsih
"Tulisan ini berangkai dari permasalahan nasional yang menyangkut nasib petani. Masalah yang selalu muncul terutama pada musim tanam yaitu kesulitan memperoleh pupuk, kalaupun ada harganya melebihi harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Terganggunya pengadaan pupuk ke petani dikhawatirkan akan mengganggu ketahanan pangan.
Oleh karena itu penulis ingin menganalisis peranan industri pupuk urea dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir. Menganalisis angka multiplier, koefisien dan kepekaan penyebaran. Melihat dampak yang terjadi dengan adanya kebijakan penutupan industri pupuk urea serta kebijakan larangan ekspor. Model yang digunakan model input output dengan memanfaatkan tabel Input Output Nasional Tabun 2000 yang disusun BPS klasifikasi 66x66 sektor. Pada sektor 39 disagregasi menjadi sektor pupuk urea, pupuk lain dan pestisida.
Hasil penelitian menunjukkan dari struktur permintaan, industri pupuk urea banyak digunakan sebagai input antara dan sebanyak 95.17 persen digunakan oleh sektor pertanian. Sedang dari permintaan akhimya terlihat industri pupuk urea lebih berorientasi untuk ekspor. Dalam proses produksinya industri pupuk urea ketergantungan akan import kecil. Kebutuhan input terbesar dipenuhi sektor penambangan minyak, gas dan panas bumi sebanyak 91.88 persen. Industri pupuk urea menyumbang nilai tambah bruto sebesar 0.228 persen. Dan keberadaan industri pupuk urea banyak dinikmati oleh pemilik modal. Industri pupuk urea mampu menyerap tenaga kerja sebesar 15608 orang atau 0.0167 persen dari total kebutuhan tenaga kerja.
Industri pupuk urea mampu menarik pertumbuhan output sektor hula dan mendorong sektor hilirnya, serta mampu meningkatkan output sektor lain, meningkatkan pendapatan masyarakat serta menyerap tenaga kerja.
Simulasi kebijakan penutupan industri pupuk urea berdampak menurunkan derajat kepekaan sektor pertanian dan menurunkan daya penyebaran sektor penambangan minyak, gas dan panas bumi. Selain itu juga berdampak pada penurunan output, income serta employment multiplier sektor pertanian dan agroindustri. Total penurunan output perekonomian 0.3582 persen, penurunan nilai tambah 0.3739 persen dan penyerapan tenaga kerja 0.032 persen. Sektor yang paling besar mengalami penurunan sektor penambangan minyak, gas dan panas bumi.
Simulasi kebijakan larangan ekspor pupuk urea menurunkan output perekonomian 0:1001 persen, penurunan nilai tambah 0.1042 persen serta penyerapan tenaga kerja 0.0089 persen.
Melihat peranan industri pupuk urea yang cukup besar, maka pengembangan industri pupuk urea menjadi prioritas. Urtuk keperluan tersebut pemerintah harus segera turun tangan untuk menata kembali kebijakan yang ada demi kelangsungan industri pupuk urea."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Resti Magdalena
"Penelitian yang dilakukan dalam tesis bertujuan untuk menghitung bagaimana suatu kebijakan pembebasan PPN mempengaruhi jumlah potensi PPN. Dengan memanfaatkan data-data yang ada di dalam Tabel Input Output Indonesia Tahun 2000 updating Tahun 2008. Suatu kebijakan pembebasan PPN dapat menv.ebabkan potential loss bagi potens1 P N karena kebijakan tersebut menyebabkan p-utusnya mata rantai pengenaan PPN yang seha u nya ik nakan pada semua level jalur produksi distribusi. Sehingga akhirnya mekanisme pengkreelitan PPN tidak dapat berjalan yang tidak dikenakan sewaktu transaksi penjualan menjadi pengurang bgi potensi PPN, sementa1=a itu PPN yang dibay-arkan sewaktu transaksi pembelian tiaak dapat dikreditkan akan menjadi tambahan potensi PPN. Selanjutnya dalam bagian tesis ini, akan dip-aparkan pendekatan penghitungan yang digunakan penulis dengan menjelaskan terlebih beberapa negara. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kuantitatif.
Beberapa temuan penelitian adalah: (1) Penghitungan potensi PPN Tahun 2003 adalah sebesar 5,89% dari Pendapatan Domestik Bruto tahun 2003, realisasi PPN pada Tahun 2003 adalah sebesar 4,13°/o dari PDB, Sehingga kebijakan pembebasan PPN menimbulkan potentia/loss sebesar 3,47 % dari PDB Tahun 2003;(3) Coverage ratio PPN tahun 2003 adalah sebesar 70,09%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja penerimaan PPN di Indonesia masih dapat ditingkatkan dan potensi penerimaan PPN dengan kondisi penerapan kebijakan pembebasa n PPN terhadap sejumlah sektor masih belum maksimal tergali;(3) Terdapat tiga sektor utama sebagai penyumbang potensi PPN terbesar yaitu: sektor usa a bangunan dan real estat; sektor industri pengolahan dan perdagangan;;sektor industri alat pengangkutan dan transportasi;(4) Pengaruh ebijakan pembebasan PPN terhadap potensi PPN pada umumna menyebabkan potential loss tetapi simulasi menunjukkan bahwa dapat juga menambah potensi PPN ,dan hal ini terjadi terhadap sektor unggas beserta hasil-hasilnya dan sektor tebu.
Beberapa hal yang direkomendasikan adalah: (1) Kebijakan pembebasan PPN yang luas terha ap sektor baFang can atau jasa menimbulkan potential /Gss terhadap penerimaan PPN, sebab itu perlu dipertimbangkan di waktu merndata g kebijakan alternatif pengganti kebijakan pembebasan PPN tersebut; (2) Coverage ratio PPN yang masih dibawah potensi yang bisa dicapai, DJP diharapka dapat melakukan upaya-upaya untuk mengamankan penerimaan pajak;(3) Setiap kebijakan pembebasar PPN hentlaknya mempertimbangkan bagaimana pengaruhnya terhadap sektor sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan PPN; 4')De gan diketahuinya pengaruh kebijakan pembebasan PPN yang berupa potentia/loss ataupun potential gain terhadap poteosi P. N, hendaknya pemerintah mempertimbangkan kebijakan peml5e asan PPN tersebut dapa menjadi insentif untuk perkembangan suatu sektor usaha; (5) Perl dilakukan penelitian yang lebih lanjut ang lebih enclalam, untuk dapat mengetahui bagaimana koefisien input oatput dapat mempengamhi peranan tiap tiap sektor mengurangi atau menambah terhadap potensi penerimaan PPN."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T20953
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurkholis
"Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia yang tercermin dalam Program Otonomi Daerah dimulai dengan diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. UU No. 22/1999 yang pada intinya adalah azas dekonsentrasi berimplikasi adanya power/authority sharing antara pemerintah pusat dan daerah. Sedangkan UU No. 25/1999 yang merupakan cermin sebenarnya dari azas desentralisasi berimplikasi adanya pembagian sumber daya keuangan (nancial sharing) antara pemerintah pusat dan daerah. Pembagian sumber daya keuangan dengan memberikan Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) ke pemerintah daerah dapat mengakibatkan meningkatnya kesenjangan fiskal antar daerah sehingga pemerintah pusat memberikan Dana Alokasi Umum (DAU). Dana ini bersifat block grant dan diberikan kepada daerah dengan menggunakan konsep fiscal gap yang bertujuan untuk memeratakan kemampuan fiskal antar daerah yang nantinya akan mengurangi tingkat kesenjangan ekonomi antar daerah. Model Interregional Input-Output (IRIO) atau Input Output Antar Daerah (IOAD) bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap perekonomian antar daerah yang meliputi ketergantungan antar sektor dan antar daerah, pertumbuhan, pemerataan, dan efisiensi (produktif dan alokatif) ekonomi daerah. Analisa dilakukan menggunakan shock variable dana transfer perimbangan yang berupa Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil SDA dan DAU dari pemerintah pusat yang diterima oleh pemerintah daerah sebagai satu paket variabel eksogen melalui pengeluaran pemerintah daerah (regional government expenditure) yang berupa pengeluaran untuk investasi dan konsumsi pada model IRIO untuk melihat optimalitas pelbagai kebijakan yang ada. Ukuran optimalitas kebijakan tersebut antara lain adalah peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat disparitas antar daerah dan peningkatan tingkat efisiensi (produktif dan alokatif) ekonomi daerah. Analisa dilakukan dengan membagi perekonomian Indonesia menjadi 3 wilayah yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Daerah Lain (rest of Indonesia), dan 16 sektor ekonomi yaitu sektor tanaman pangan, sektor perkebunan, sektor peternakan, sektor kehutanan, sektor perikanan, sektor pertambangan, sektor makanan, minuman & tembakau, sektor tekstil, sektor industri kayu, sektor industri kertas & logam, sektor kimia, non logam, logam pokok dan migas, sektor listrik, gas & air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, restoran, transportasi & komunikasi, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
S19443
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>