Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174901 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wishnu Broto
"Industri leasing di Indonesia merupakan industri yang relatif baru dan sangat berpotensi di saat ini dan di masa mendatang. Industri ini memiliki aspek akuntansi dan perpajakan yang baru dan semakin rumit, karena itu pemahaman teori dan praktek akuntansi dan perpajakan industri ini menjadi menarik. Penelitian dilakukan dengan tiga pendekatan utama, yaitu; penelitian kepustakaan atas teori-teori akuntansi dan perpajakan sewagunausaha, penelitian lapangan dengan mengadakan pengumpulan informasi dari praktisi usaha, dan yang terakhir melakukan wawancara ahli, yaitu pengumpulan pendapat-pendapat para ahli dibidang akuntansi dan perpajakan industri ini. Penulis juga menyebarkan sekitar 100 questionaire ke perusahaan-perusahaan leasing. Penyempitan studi pada Joint Venture Company (JVC) dilakukan karena sampai dengan saat ini JVC mendominasi industri sewagunausaha hampir dalam segala aspek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedoman-pedoman yang telah dibuat umumnya telah dapat menjawab kebutuhan praktek dan telah dilaksanakan oleh para praktisi, meskipun terdapat perbedaan interpretasi di antara mereka dalam sebagian pedoman akuntansi dan perpajakan tersebut. Pedoman akuntansi dan perpajakan leasing Indonesia memiliki sedikit perbedaan konsep dengan pedoman akuntansi dan perpajakan luar negeri (Internasional). Beberapa catatan atas kelemahan-kelemahan pedoman yang dibuat ditemukan. Selain itu, diketahui terdapat transaksitransaksi lease khusus yang belum terjangkau pedorrian yang telah dibuat. Kesimpulan umum untuk aspek akuntansi menunjukkan bahwa penggolongan transaksi lease kedalam operating dan finance lease sudah cukup baik namun memerlukan pembenahan dalam pengkriteriaan penggolongan, penjabaran akuntansi transaksi sales typed lease, syndicated lease dan leverage lease serta pengaturan akuntansi atas transaksi lease khusus. Untuk aspek perpajakan, perbaikan defenisi, pengkriterian operating dan finance lease sangat diperlukan. Penegasan mengenai status usaha dan jasa operating dan finance lease perlu dilakukan pemerintah. Konflik mengenai penghapusan barang modal obyek operating lease juga harus dituntaskan. Saran utama penulis adalah menyangkut penyeragaman perlakuan akuntansi dan perpajakan transaksi lease terutama kedalam konsep-konsep akuntansi yang diterima umum."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18544
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samingun
"Program Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) merupakan program BPPN dalam menuntut pertanggungjawaban para pemegang saham lama BDP atas kerugian bank mereka akibat praktek perbankan yang tidak wajar serta pelanggaran BMPK. Program PKPS dilaksanakan dengan tujuan untuk memaksimalkan pengembalian uang negara yang telah disalurkan kepada BDP dengan mengalokasikan kerugian bank kepada pemegang saham. Kewajiban eks-pemegang saham tersebut diharapkan untuk diselesaikan dalam bentuk tunai. Namun, apabila tidak memiliki uang tunai yang cukup, pemegang saham dapat menyerahkan aset-aset likuid dan perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor, produk konsumen atau aset lainnya dengan penilaian yang disetujui bersama. Untuk menampung dan mengelola aset-aset yang diserahkan dibentuk perusahaan induk (holding company). Salah satu holding yang dibentuk adalah PT Holdiko Perkasa yang menampung aset yang diserahkan oleh Keluarga Salim kepada BPPN guna melunasi kewajiban Keluarga Salim sebesar Rp 52, 63 trilyun.
Transaksi yang terjadi dalam pelaksanaan program PKPS merupakan transaksi ekonomi sehingga dalam pelaksanaan program PKPS terdapat aspek perpajakan. Aspek perpajakan yang terjadi dalam pelaksanaan program PKPS adalah sebagai berikut :
a. BPPN
Tidak ada aspek PPh WP Badan yang timbul bagi BPPN dalam pelaksanaan program PKPS karena sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 86/KMK.01/2000 tanggal 22 Maret 2000 dan kemudian dipertegas dengan Surat Dirjen Pajak nomor S-339/PJ.332/2002, BPPN bukan merupakan Subjek Pajak PPh WP Badan.
b. Bank Dalam Penyehatan (BDP)
Tidak ada kewajiban perpajakan yang timbul bagi BDP, karena yang terjadi hanyalah perubahan debitur dari semula perusahaan afiliasi, kemudian diganti pemegang saham pengendali dan akhirnya dialihkan ke BPPN.
c. Perusahaan Afiliasi
Tidak ada aspek PPh WP Badan yang timbul bagi perusahaan afiliasi karena pengalihan hutang kepada BDP menjadi hutang kepada Pemegang Saham Pengendali hanya merubah kreditor, tidak merubah nilai nominal hutang. Aspek perpajakan yang timbul hanya menyangkut masalah kewajiban PPh Pasal 23 atas bunga hutang.
d. Pemegang Saham Pengendali
Pemegang saham mengakui adanya keuntungan/kerugian yang timbul dari pengalihan aset ke BPPN. Keuntungan/kerugian pengalihan aset merupakan penghasilan/biaya dari sudut PPh WP Badan.
Tidak ada PPN yang terutang pada saat pengalihan aset ke BPPN sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 180/KMK.04/1999 tanggal 27 Mei 1999.
e. PT Holdiko Perkasa
Tidak ada kewajiban perpajakan yang timbul pada saat PT Holdiko Perkasa menerima aset berupa saham, obligasi dan advances dari Keluarga Salim dan menerbitkan Promissory Notes.
Tidak ada kewajiban perpajakan yang timbul pada saat PT Holdiko Perkassa mengganti Promissory Notes dengan Convertible Right Issues (CRI). Atas pembayaran bunga CRI kepada BPPN tidak terutang PPh Pasal 23 karena BPPN bukan Subjek Pajak PPh WP Badan. Secara fiskal, tidak semua biaya bunga CRI dapat dibiayakan karena adanya ketidaksesuaian antara biaya bunga CRI yang timbul dengan penghasilan berupa deviden/capital gain (loss) dari saham yang diterima PT Holdiko Perkasa dan kecilnya pendapatan bunga dari obligasi dan advances yang diterima.
Terdapat potensi timbulnya hutang pajak dari adanya hutang CRI yang tidak dapat dilunasi pada saat likuidasi PT Holdiko Perkasa. Hutang pajak tersebut pada akhirnya tidak dapat dibayar karena PT Holdiko Perkasa sudah tidak mempunyai dana lagi. Atas penjualan aset berupa saham dan obligasi kepada investor tidak terutang PPN karena aset yang dijual adalah surat berharga dimana sesuai dengan Pasal 4A UU PPN, surat berharga bukan Barang Kena Pajak."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T14745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S18060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dimas Biwasputra
"ABSTRAK
Buruk nya perkembangan bisnis telekomunikasi di Indonesia dapat dilihat dari indikator IDI ICT Development Index Indonesia tahun 2013 hanya di peringkat 106. Untuk itu, para stakeholder telekomunikasi Indonesia wajib dalam mengembangkan akses mobile broadband. Fakta ini, bersama-sama dengan ketidakpastian dari jumlah pelanggan uncertain subscribers yang dapat dicapai dalam pasar di mana pengguna memiliki keterbatasan dalam hal keterjangkauan mobile broadband, menjadikan risiko investasi meningkat. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah investasi yang dibutuhkan adalah infrastructure sharing. Salah satu infrastructur sharingyang dapat dilakukan yaitu di komponen aktif dengan Dedicated Sharing sering disebut MORAN . Tetapi, dalam prakteknya juga tidak berjalan dengan baik karena belum terwujudnya pemodelan yang tepat antara pihak-pihak terkait. Untuk itu, diperlukan kajian yang lebih komprehensif dalam mengembangkan model mobile broadband di Indonesia diikuti oleh kajian tekno-ekonomi. Dari hasil penelitian ini, di dapatkan skenario terbaik yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan infrastruktur mobile broadband yaitu menggunakan skenario joint venture baik di daerah dense urban, urban, dan sub-urban, dengan peluang NPV>0 sebesar 96.21 lebih besar di banding kan dengan opsi skenario sewa dengan peluang 94.24 . Dan nilai peluang IRR > MARR 6.75 sebesar 96.26 lebih baik dibandingkan opsi skenario sewa dengan nilai peluang IRR > MARR 6.75 sebesar 94.34 .

ABSTRACT
Poor development of Indonesia rsquo s Telecommunication business can be seen from IDI indicator ICT Development Index in 2013 that we can only reached rank 106. Therefore, it is necessary for the telecommunication stakeholder in Indonesia to develop mobile broadband access. In fact, uncertain subscribers and mobile broadband range limitation also increased the investment risk. One way to reduce the investment expense is the infrastructure sharing. One of the infrastructures sharing which can be done is in active component with Dedicated Sharing MORAN . However, it cannot be done easily in practical due to imperfect model from related parties. Accordingly, more comprehensive assessment in developing mobile broadband model along with techno economy research is required in Indonesia. The results of this study showed the best scenario which can be used in conducting mobile broadband infrastructure that is using Joint Venture scenario in dense urban, urban, and sub urban with chance of NPV 0 is 96.21 greater rather than using Rent scenario with chance of 94.24 . Besides that, the chance of IRR MARR 6.75 is 96.26 greater rather than using Rent scenario with chance of 94.34 ."
2016
T46986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Frans A.
"Perkembangan Reksa Dana dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mendapat perhatian dari berbagai pihak seiring dengan pertumbuhannya yang sangat pesat dengan total dana kelolaan melebihi Rp. 110 triliun hingga akhir bulan Januari 2005 di Indonesia. Beberapa pemicu pertumbuhan Reksa Dana diantaranya adalah pembebasan pajak atas investasi pada Reksa Dana, penurunan bunga deposito, potensi pengembalian kembali dari produk Reksa Dana dan kemungkinan dicabutnya program penjaminan deposito oleh pemerintah.
Faktor pembebasan pajak terhadap pendapatan Reksa Dana lebih ditujukan untuk mendukung pertumbuhan Reksa Dana sebagai salah intrumen investasi dan pembelajaran kepada masyarakat agar menjadi investor yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di masa depan. Karena karakteristik masyarakat yang masih cenderung untuk menabung kurang dapat membantu pertumbuhan ekonomi, khususnya pertumbuhan sektor.
Perlakuan dispensasi pajak atas Reksa Dana sangat memberikan keuntungan yang cukup signifikan dari segi tingkat pengembalian, khususnya pada Reksa Dana Pendapatan Tetap.
Setelah beberapa tahun melihat pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia, pemerintah berencana untuk mengenakan pajak terhadap Reksa Dana. Rencana pemerintah tersebut pun mendapat tanggapan dari beberapa pihak. Beberapa anggapan yang berkembangpun menjadi pusat perhatian sebagai pertimbangan untuk melihat seberapa besar potensial pajak yang dapat diperoleh dari pengenaan pajak atas Reksa Dana, seberapa besar pengenaan pajak tersebut dapat mempengaruhi perkembangan Reksa Dana.
Setelah melakukan penelitian menggunakan data-data yang tersedia dengan melihat perkembangan Reksa Dana dan asumsi-asumsi yang digunakan, rencana pemerintah untuk mengenakan pajak atas return Reksa Dana belum tentu mengganggu perkembangan Reksa Dana yang telah menjadi salah satu raksasa kecil di setor keuangan. Tetapi memang dalam mengenakan pajak atas Reksa Dana harus ditetapkan berdasarkan pergerakan pasar dengan mempertimbangkan tingkat return yang sesuai dengan risiko yang hadapi.
Penerimaan pajak atas Reksa Dana Pendapatan Tetap tidak terlalu signifikan dalam memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak dari PPh pajak atas Bunga Depositol Tabungan, yaitu sebesar 10,97% setelah memperhitungkan kelebihan return yang diterima investor atas risiko investasi. Tetapi sebagai tahap pembelajaran masyarakan yang masih didominasi oleh penabung (deposan) untuk menjadi investor, rencana pengenaan pajak atas Reksa Dana tidak akan terlalu mengganggu pertumbuhan Reksa Dana ke depannya dengan terus mengedukasi masyarakat dalam memilih instrumen investasi yang ada."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fatimah Mahadewi
"Fiduciary duties adalah kewajiban yang timbul karena para pihak terlibat dalam fiduciary relationship. Sedangkan joint venture termasuk dalam kriteria fiduciary relationship. Penelitian ini membahas mengenai apakah doktrin fiduciary duties dapat diterapkan dalam perjanjian joint venture, bagaimana penerapan doktrin fiduciary duties apabila terdapat pihak mayoritas dan pihak minoritas dalam Joint Venture, dan permasalahan apa saja yang mungkin timbul pada pelaksanaan penerapan doktrin fiduciary duties dalam perjanjian joint venture. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada dasarnya doktrin fiduciary duties dapat diterapkan pada perjanjian joint venture karena memenuhi kriteria fiduciary relationship. Doktrin fiduciary duties juga dapat diterapkan pada perjanjian joint venture di Indonesia karena pola pengaturan Buku III KUH Perdata memiliki sistem terbuka dan sifatnya adalah sebagai hukum pelengkap. Co-venturers yang selanjutnya menjadi pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas pada perusahaan joint venture, memiliki fiduciary duties baik kepada pemegang saham lainnya maupun kepada perusahaan joint venture. Terdapat beberapa permasalahan berhubungan dengan operasional perusahaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kedudukan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas melalui prinsip majority rule dalam pengambilan keputusan. Sehingga lebih mudah bagi pemegang saham mayoritas untuk melakukan pelanggaran terhadap fiduciary duties. Di Indonesia, fiduciary duties juga sudah dikenal pada UU Nomor 1 Tahun 1995 khususnya mengenai tanggung jawab direksi dan komisaris namun masih bersifat umum. Berikutnya pada UU Nomor 40 Tahun 2007 fiduciary duties diatur secara lebih tegas. Walaupun terikat dengan ketentuan pada UUPT namun para pihak dapat mengaturnya dalam klausa fiduciary duties pada perjanjian joint venture tersebut. Hal ini bertujuan memberikan perlindungan bagi para pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S21388
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ibin Mohammad Sjatibi
"Program Indonesianisasi Tenaga Kerja adalah Program Pemerintah. Program ini mengandung tiga hal pokok Pertama adanya keharusan untuk melakukan pendidikan dan pelatihan, kedua adanya alih-teknologi dari ahli asing kepada pihak Indonesia, dan ketiga pengalihan jabatan manajemen. Oleh karena itu penggunaan tenaga ahli asing bersifat sementara.
Program Indonesianisasi sebenarnya mengandung tiga sasaran, yaitu Indonesianisasi tenaga kerja, Indonesianisasi saham dan Indonesianisasi perusahaan. Landasan program ini diawali dengan diberlakukannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing termasuk Undang-Undang Penggunaan Tenaga Asing (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, junto Nomor 11 Tahun 1970, junto Nomor 3 Tahun 1958). Didalam undang-undang tersebut antara lain disebutkan dasar-dasar penggunaan tenaga asing beserta tindak lanjutnya.
Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, diharapkan akan mendapatkan modal yang ditanamkan disini, disamping itu juga mendapat keahlian dan keterampilan baik teknik, manajemen ataupun teknologi. Perolehan dan pihak asing itu, diharapkan dapat mengelola sendiri manajemen perusahaan di dalam negeri. Peran modal dan teknologi asing secara bertahap berkurang dan bersamaan dengan itu pula peran modal nasional dan keterampilan teknik dan teknologi bangsa Indonesia secara bertahap bertambah dan meningkat melalui pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan, alih teknologi dan alih jabatan.
Seberapa jauh cita-cita di atas yang dituangkan di dalam Program Indonesianisasi itu dapat terlaksana di dalam praktek, perlu dilakukan pengkajian dan penelitian.
"Indonesianisasi Tenaga Kerja pada Perusahaan PMA Joint Venture, Studi Kasus PT. KTSM" mengkaji dan meneliti implementasi Program Pemerintah tersebut, dengan pertimbangan :
- PT. KTSM adalah perusahaan pionir, artinya pelopor dari realisasi Undang-Undang PMA yang diberlakukan tahun 1967 dan perintisan PT. KTSM dilakukan tahun 1968 atas prakarsa PN. Industri Sandang.
- Industri sandang adalah industri strategis pada tahun tahun 1970-an pada saat awal dari Repelita 1 yang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yakni sandang-pangan.
- Mitra usaha patungan ini dari pihak asing adalah Jepang yang sudah dikenal sebagai pemilik teknologi maju untuk industri tekstil dan mitra Kanebo serta Toyo Menka adalah dua perusahaan PMN terkemuka di dunia untuk produk tekstil.
- Peserta dan pemilik modal nasional dari pihak Indonesia adalah Negara Republik Indonesia yang diwakili oleh Pemerintah R.I dalam hal ini Departemen Keuangan dan Departemen Perindustrian.
Empat alasan di atas, dirasakan cukup proporsional apabila dilakukan pengkajian dan penelitian atas Program Pemerintah dimaksud. Di sekitar tahun 1970-an ketika program ini dicanangkan, sebenarnya pemerintah sendiri belum mempunyai "juklak juknis" sebagai perangkat dari atas yang dapat dipedomani.
Penelitian ini dibatasi hanya kepada Program Indonesianisasi Tenaga Keija yang telah berlangsung antara tahun 1970-1980, dan menekankan pada kajian kebijakan dan Keputusan Direksi perusahaan, bertujuan untuk mengetahui rancangan pihak pihak Indonesia dan Jepang di dalam melaksanakan program Indonesianisasi tenaga kerja, juga ingin mengetahui pengaruh. konflik dan kerjasama beserta umpan balik dari program tersebut, termasuk dampak dan faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk masa depan PT. KTSM. Metode penelitian lebih bersifat deskriptif, dengan pendekatan kualitatif dan sumber datanya adalah dokumen-dokumen perusahaan Hal ini menarik oleh karena pihak Indonesia yang lebih berkepentingan, di dalam Direksi hanya mempunyai satu suara dibandingkan dengan Jepang yang tiga suara dan karakteristik joint venture-nya sendiri "G-to-P", menuntut kerjasama yang serasi, selaras dan seimbang, dengan latar belakang politik, ekonomi dan socio-kultural yang berbeda.
Realisasi program ini di PT. KTSM diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi joint venture lain yang akan atau sedang melaksanakan program yang sama, oleh karena hingga tahun 1995 Indonesia menghadapi tidak kurang dari 57.159 tenaga kerja asing yang bekerja disini sebagai Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP). "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Wahyu Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan antara tujuan promosi untuk meningkatkan brand awareness dan tujuan promosi untuk meningkatkan product awareness serta menganalisis kesesuaian koreksi DJP atas biaya promosi PT. X yang merupakan perusahaan joint venture sebagai marketing intangible dengan konsep remunerasi marketing intangible. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kegiatan promosi yang dilakukan oleh PT. X merupakan kegiatan promosi yang bertujuan untuk meningkatkan product awarenss. Setelah dianalisis dari pembebanan biaya sebagai deductible expense, bauran promosi, media promosi, dan teori brand awareness diperoleh bahwa seluruh biaya terkait kegiatan promosi yang dikeluarkan PT. X semata-mata dilakukan untuk menjaga eksistensi produk dan meningkatkan penjualan perusahaan. Selain itu koreksi DJP atas penghasilan dari luar usaha karena adanya dugaan marketing intangible pada pembebanan biaya promosi yang dilakukan PT. X tidak sesuai dengan konsep remunerasi marketing intangible. PT. X bukanlah perusahaan yang memiliki fungsi sebagai agent sehingga ketentuan remunerasi yang ada pada OECD TP Guidelines 2010 tidak relevan diterapkan pada PT. X. Untuk mengantisipasi koreksi yang sama, PT. X sebaiknya lebih melengkapi dokumen-dokumen terkait pengeluaran biaya promosi yang dilakukan. Selain itu dari pihak DJP juga sebaiknya merancang dan membenahi peraturan perpajakan mengenai ketentuan penerapan transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud terutama marketing intangible.

This study aims to analyse the difference between the purpose of promotion to increase brand awareness and the purpose of promotion to increase product awareness and analyze the suitability of DGT's correction of the promotion costs of PT. X which is a joint venture company as marketing intangible with the concept of marketing intangible remuneration. This research uses a qualitative approach with field studies and literature studies. The results showed that the promotional activities carried out by PT. X is a promotional activity that aims to improve product awareness. After analysing the expenses as deductible expense, promotion mix, promotional media, and brand awareness theory, it is found that all costs related to promotional activities incurred by PT. X is solely done to maintain product existence and increase company sales. In addition, DGT's correction of other income was due to the alleged intangible marketing on the imposition of promotional costs by PT. X is incompatible with the concept of intangible marketing remuneration. PT. X is not a company that has a function as an agent so that the remuneration provisions in the OECD TP Guidelines are not relevant to be applied to PT. X. To anticipate the same correction, PT. X should complete the documents related to the promotional costs. In addition, the DGT should also design and revise tax regulations regarding the provisions on the application of intangible property transactions, especially intangible marketing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erman Suparno
"PT. PP-TAISEI INDONESIA CONSTRUCTION merupakan salah satu perusahaan Joint-Venture di Indonesia, antara perusahaan dalam negeri dengan perusahaan asing, Jepang, yang telah berusia 25 tahun. Penelitian dilakukan untuk di kaji bagaimana pelaksanaan dalam Manajemen Silang Budaya Organisasinya sehingga tetap dapat meningkat sampai saat ini.
Disadari bahwa didalam perusahaan Joint Venture masalah yang timbul dan sangat mempengaruhi jalannya organisasi adalah perbedaan budaya (culture) dari masing-masing anggota organisasi Joint-Venture tersebut. Oleh karena itu penelitian tentang Manajemen Silang Budaya (Cross Culture Management) pada PT. PP-Taisei Indonesia Construction ini difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi maupun faktor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya organisasi antara lain; iklim organisasi, kepuasan kerja karyawan dan kemampuan daya saingnya dalam memasuki era globalisasi atau era persaingan bebas.
Sehingga pokok masaiah dalam tests ini ialah bagaimana pengelolaan silang budaya sehingga organisasi (perusahaan) dapat berkembang dan maju, serta mempunyai daya saing ?
Penelitian ini dengan pendekatan deskriptif analitis dengan menggunakan data kepustakaan serta data primer (in-depth interview) dan studi dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen PT. PP-Taisei Indonesia Construction sangat memperhatikan nilai-nilai budaya yang ada dan yang terjadi dan berupaya mengetolanya sehingga tercipta iklim organisasi dan kepuasan kerja karyawan. Temuan penelitian yang paling utama adalah gambaran adanya suatu hubungan empiris antara nilai-nilai budaya yang ditetapkan oleh perusahaan dengan iklim organisasi serta kepuasan kerja pegawai.
Pengalaman kemampuan mengelola silang budaya di PT. PP-Taisei dapat pula dijadikan acuan dalam mengelola Silang Budaya Organisasi lainnya, baik organisasi publik maupun Organisasi Swasta terutama yang bersifat aliansi ; Joint-Venture, Joint Operation, Konsorsium atau Penggabungan (Merger).
Nilai-nilai Budaya Organisasi yang telah mengkristal menjadi Budaya Organisasi baru yang telah disepakati, dihormati, ditaati dan dihargai bersama jika dikelola, disosialisasikan serta dipelihara dengan balk akan menjadi kekuatan organisasi dan meningkatkan daya saing organisasi dalam menghadapi era globalisasi.
"
2000
T8648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>