Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5750 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Teks berisi cerita peperangan antara Arung Bondan dengan prabu Suwelacala, kisah peperangan antara Jenggala dengan Bugis, cerita tentang Siyungwanara/Kamandaka, cerita Menakjingga, cerita Wali Sanga/kerajaan Demak, kisah Jaka Tingkir, penobatan Hardikusuma (?) menjadi Raja Majapait dengan gelar Brawijaya. Teks diakhiri dengan kisah Ratu Kalinyamat. Keterangan penyalinan naskah ini tidak diketemukan dalam teks. Pigeaud membeli naskah ini dari Anerang Kusuma pada 17 Mei 1930 di Surakarta. Naskah telah pula dibuatkan ringkasan dalam bentuk cuptikan pada awal."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.181-NR 79
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi catatan tentang teks Serat Panji Jayakusuma yang termuat pada naskah KBG 46. Catatan meliputi cuplikan awal dan akhir teks, daftar pupuh, catatan umum, serta ringkasan alur cerita pupuh per pupuh. Catatan dibuat oleh R.Ng. Poerbatjaraka (atau stafnya) di Batavia. Naskah diterima oleh Pigeaud pada bulan Maret 1931. Walaupun oleh Pigeaud dan Poerbatjaraka dikatakan bahwa cerita Panji ini berasal dari Jawa Timur, mengingat naskah babon dari Cirebon, maka lebih besar kemungkinan teks ini merupakan versi Cirebonan."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.35-L 5.02
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Lontar ini memuat tiga teks, yaitu Tutur Nawarupi, Angkus Prana, dan Carcan Sato. Di bawah ini adalah keterangan isi masing-masing teks tersebut: (1) Tutur Nawaruci (h.1-46), menguraikan perjalanan Bima (Wrekodara) mencari Tirta Pawitra atas perintah Danghyang Drona. Perintah ini adalah upaya licik Drona dan Duryodana untuk membunuh salah seorang Pandawa terutama Bima. Bima yang sifatnya penurut dan setia terhadap guru, segera berangkat ke sumur Sinorangga. Bima mulai memasuki sumur itu untuk menjalankan perintah gurunya yang pertama. Ternyata ada dua ekor naga laki perempuan yang sangat galak. Terjadilah perang sengit, dan naga dapat dicekik lehernya dengan kuku Pancanaka. Kedua naga itu adalah penjelmaan sepasang bidadari yang tengah menjalani hukuman. Perintah kedua, Bima disuruh Drona mengulangi untuk mencari Tirta Pawitra ke Tegal Sihandadawa. Di tempat ini Bima dihadang oleh raksasa besar bagaikan gunung berjalan, bernama Indra Bahu. Terjadilah perang mati-matian antara Bima dengan raksasa Indra Bahu. Dengan keampuhan kuku Pancanakanya, Bima berhasil membunuh raksasa tersebut. Ternyata raksasa itu penjelmaan Dewa Indra yang sedang menjalani hukuman. Kepala raksasa dibawa Bima ke hadapan Drona dan menyampaikan bahwa di tempat itu tidak ada Tirta Pawitra. Drona mengulangi perintahnya yang ketiga, menyuruh Bima mencari Tirta Pawitra di tengah samudra. Drona dan Duryadana yakin bahwa Bima akan menghembuskan nafasnya yang terakhir di tengah samudra, karena dia tidak bisa renang. Demi kesetiaan terhadap guru, Bima pun segera berangkat dan tak berpikir panjang lagi dan segera mencemplungkan dirinya ke tengah samudra. Akhirnya Bima berhasil meraih Tirta Pawitra setelah bertemu dan mendapat petunjuk dari Dewa Nawa Ruci (Sanghyang Acintya), walaupun sebelumnya banyak rintangan yang dia alami. (2) Angkus Prana (47-63); merupakan lanjutan ajaran Sanghyang Acintya kepada Bima, yang di dalamnya menguraikan tentang kebenaran sejati serta awal mula terciptanya bumi dengan segala isinya atau mulai adanya Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit. Berdasarkan ajaran inilah Bima mulai sadar dan mengenal dirinya sendiri dan dapat bertemu dengan kebenaran sejati atau guru sejati yakni Dewa Nawaruci (Sanghyang Acintya). (3) Carcan Sato (1-10); menguraikan beberapa Carcan Sato seperti Carcan Kuda; Carcan Banteng (sapi); Carcan Asu (anjing); dan Carcan Meyong (kucing). Masing-masing carcan ini menyebutkan nama dan jenis-jenis sato (binatang) tersebut berdasarkan warna, ciri dan pengaruhnya terhadap kehidupan pemiliknya. Untuk teks-teks lain dengan judul Nawaruci lihat LOr 9636; Kirtya/1129, yang berbentuk geguritan dan kidung, sedangkan FSUI/CS.100 ini berbentuk prosa. Menurut kolofon dan catatan pada naskah (h.9b, lOa, 46a, 63b), dapat diketahui bahwa naskah disalin pada tahun 1900, dan dinyatakan milik Ida I Gusti Putu Jlantik, Singaraja, Bali, pada tahun 1903."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CS.100-LT 225
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks Serat Partawigena atau Makutharama, karya K.P.A. Kusumadiningrat di Surakarta. Menurut Florida (1993: 230) Kusumadiningrat yang dimaksud adalah putra HB DC, yang menulis teks ini pada tahun 1884. Lihat SMP/Rp.256, KS.414, KS.415,2, dan LOr 11.654(2) untuk salinan lain teks yang sama. Naskah lain dengan judul Makutharama, tetapi berbeda dengan teks ini, termasuk MSB/P.36 (bertarikh 1828), MSB/P.48 (bertarikh 1848), dan MSB/P.118 (berasal dari Yogyakarta). Penyalinan naskah CP.54 ini oleh staf Pigeaud, tahun 1928, menurun dari babon yang dipinjam dari R.T.A. Wedyadiningrat di Surakarta. Teks Partawigena ini merupakan saduran dalam tembang macapat dari lakon wayangpurwa yang menjembatani antara siklus Rama dan Pandhawa (Florida, ibid). Diceritakan tentang sesuatu anugerah dewata yang diberikan kepada Arjuna melalui perantara Sang Hyang Suman yang menyamar sebagai pendeta bernama Kesawasidi, yang sebenarnya adalah Kresna. Anugerah tersebut, sering dinamakan wahyuning Sang Hyang Wisesa, diterima sebagai suatu maksud agar di dunia tercipta suasana sejahtera, tenteram, aman dan damai. Lebih dari itu teks juga mengungkapkan ajaran yang diberikan oleh Kesawasidi yang dinamakan asthabrata, terdiri dari delapan sifat dewa (zat) di alam ini yang patut diteladani oleh para satria sebagai calon raja, sehingga akan melaksanakan tugas dengan bijaksana. Melalui perjuangan yang berat, Arjuna mengusahakan agar mendapatkan wahyu atau anugerah tersebut dan hal ini sebagai ujian berat yang harus dilaksanakan. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) sinom; (3) pangkur; (4) kinanthi; (5) maskumambang; (6) girisa; (7) durma; (8) asmarandana; (9) mijil; (10) dhandhanggula; (11) sinom; (12) gambuh; (13) pucung; (14) wirangrong; (15) megatruh; (16) jurudemung(17) durma; (18) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.54-A 9.02
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah yang diperoleh Pigeaud di Banyuwangi pada tahun 1936 ini, memuat sebuah versi baru Serat Rama. Naskah terdiri atas 71 pupuh, tetapi baik awal maupun akhir teks hilang. Daftar pupuh: (1) ?; (2) dhandhanggula; (3) pangkur; (4) asmarandana; (5) durma; (6) pangkur; (7) kinanthi; (8) padapa; (9) dhandhanggula; (10) mimba; (11) kinanthi; (12) sinom; (13) asmarandana; (14) kinanthi; (15) pangkur; (16) dhandhanggula; (17) sinom; (18) asmarandana; (19) kinanthi; (20) pangkur; (21) darya; (22) pangkur; (23) sinom; (24) dhandhanggula; (25) asmarandana; (26) sinom; (27) dhandhanggula; (28) asmarandana; (29) sinom; (30) pangkur; (31) kinanthi; (32) babi; (33) pangkur; (34) asmarandana; (35) dhandhanggula; (36) sinom; (37) pangkur; (38) asmarandana; (39) kinanthi; (40) dhandhanggula; (41) asmarandana; (42) pangkur; (43) sinom; (44) dhandhanggula; (45) asmarandana; (46) dhandhanggula; (47) pangkur; (48) sinom; (49) dhandhanggula; (50) sinom; (51) kinanthi; (52) durma; (53) dhandhanggula; (54) pangkur; (55) mijil; (56) dhandhanggula; (57) sinom; (58) dhandhanggula; (59) pangkur; (60) dhandhanggula; (61) sinom; (62) pangkur; (63) asmarandana; (64) dhandhanggula; (65) pangkur; (66) asmarandana; (67) dhandhanggula; (68) pangkur; (69) kinanthi; (70) sinom; (71) dhandhanggula. Gaya tulisan dalam naskah ini tegak dan khas sekali, disertai penggunaan pada mangajapa dan madyapada yang indah, dengan rubrikasi."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.59-NR 300
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah yang sangat indah ini berisi teks Serat Rama. Kolofon depan menyebutkan hari Rabu Pon, 25 Mulud, Jimawal 1757 (14 September 1829), serta nama K.G.P.A. Purubaya, di Surakarta. Belum jelas data nama dan penanggalan tersebut menunjukkan hal penulisan teks atju penyalinan naskah. Dugaan penyunting, mungkin naskah ini disalin pada tahun 1829, di Dalem Purubayan atas perintah Purubaya (tahun 1820an) dengan maksud 'mangun wasita karsane, samya ngluri luluhur, kang linalar linuri-luri, kinurmat pinusuka, sinawung ing kidung, sujarah ing tanah Jawa, lan sujarah Arab sagung para nabi, winangun ing srangkara. Gaya bahasanya gaya Yasadipuran. (Lihat Gbr. 19 di bawah ini). Cerita dalam naskah ini diawali dengan sebuah sayembara yang memperebutkan Sita (Dewi Sinta), seorang puteri raja di negeri Mantilidireja, dan diakhiri Prabu Rama memperoleh wilayah baru yang kelak kemudian hari menjadi sebuah negeri (kerajaan). Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) pangkur; (3) asmarandana; (4) sinom; (5) mijil; (6) dhandhanggula; (7) maskumambang; (8) durma; (9) pangkur; (10) asmarandana; (11) durma; (12) kinanthi; (13) mijil; (14) sinom; (15) dhandhanggula; (16) pangkur; (17) asmarandana; (18) kinanthi; (19) asmarandana; (20) pangkur; (21) asmarandana; (22) sinom; (23) dhandhanggula; (24) kinanthi; (25) mijil; (26) pangkur; (27) durma; (28) sinom; (29) maskumambang; (30) pangkur; (31) mijil; (32) dhandhanggula; (33) pangkur; (34) dhandhanggula; (35) asmarandana; (36) sinom; (37) dhandhanggula; (38) pangkur; (39) sinom; (40) dhandhanggula; (41) kinanthi; (42) asmarandana; (43) mijil; (44) pangkur; (45) sinom; (46) dhandhanggula; (47) pangkur; (48) durma; (49) asmarandana; (50) pangkur; (51) sinom; (52) dhandhanggula; (53) pangkur; (54) maskumambang; (55) durma; (56) sinom; (57) pangkur; (58) durma; (59) asmarandana; (60) sinom; (61) pangkur; (62) durma; (63) pangkur; (64) sinom; (65) durma; (66) dhandhanggula; (67) kinanthi; (68) sinom; (69) pangkur; (70) maskumambang; (71) durma; (72) pangkur; (73) durma; (74) dhandhanggula; (75) sinom; (76) maskumambang; (77) pangkur; (78) mijil; (79) megatruh; (80) dhandhanggula; (81) sinom; (82) kinanthi; (83) asmarandana; (84) sinom; (85) pangkur; (86) dhandhanggula; (87) mijil; (38) asmarandana; (89) sinom; (90) dhandhanggula. Naskah ditulis dengan gaya kwadratik Kraton Surakarta, tegak dan terkesan rapi serta sungguh-sungguh dalam penuangan penggarapannya. Pepadan pembatas bait juga khas (seperti bunga cengkeh); demikian pula tanda madyapada. Kertas kelihatan luntur oleh tinta tulisan yang dipergunakan, terutama pada hala-man-halaman akhir naskah ini."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.65-NR 217
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks Rama Kawi Miring yang digubah dalam tembang gedhe/sekar ageng. Tentang versi Serat Rama berbentuk kawi miring, lihat terutama McDonald 1983. Setelah dibandingkan dengan LOr 1791 dan LOr 2054, yang juga berjudul Rama Kawi Miring, ternyata redaksinya berbeda sekali. (LOr 1791 dan LOr 2054 juga merupakan dua versi, tetapi sangat mirip satu sama lain.) Untuk naskah-naskah Rama Kawi Miring yang lain, bandingkan YKM/W.18, FSUI/CP.71, KBG 29, KBG 589, CB (Collectie Berg) 24, dan MSB/L.297. Daftar pupuh: (1) sikarini; (2) swandana; (3) gandakus; (4) basanta; (5) bramana; (6) sudira; (7) sikarini; (8) sardula; (9) basanta; (10) kusuma; (11) basanta; (12) salyari; (13) sikarin; (14) kusuma; (15) ganda; (16) sardula; (17) lebdaji; (18) kusuma; (19) bramara; (20) gandaku; (21) swandan; (22) sikarin; (23) xix; (24) kusuma; (25) sudira; (26) basanta; (27) sardula; (28) basanta; (29) sikarin; (30) kusuma; (31) nagaban; (32) salyari; (33) basanta; (34) sardula; (35) kusuma; (36) nagaban; (37) sikarin; (38) salyari; (39) basanta; (40) kusuma; (41) swandan; (42) sikarin; (43) kusuma; (44) basanta; (45) sardula; (46) sikarin; (47) nagaban; (48) lebdaji; (49) basanta; (50) sardula; (51) salyari; (52) swandan; (53) bramara; (54) sudirad; (55) sardula; (56) kusuma; (57) sikarini; (58) basanta; (59) kusuma; (60) sardula; (61) sudirad; (62) ?. Pigeaud memperoleh naskah ini di Surakarta pada tahun 1930. Oleh Mandrasastra dibuat ringkasan pada tahun 1931, kini tersimpan bersama naskah induk di FSUI. Informasi penyalinannya tidak ada, tetapi berdasarkan gaya tulisannya, ialah gaya kwadratik khas Surakartan, diduga bahwa naskah berasal dari lingkungan Kraton Surakarta. Pengarang atau penggubah teks cerita ini belum diketahui dengan pasti, akan tetapi banyak teks kawi miring umumnya diasosiasikan dengan keluarga Yasadipura di Surakarta. Tentang teknis tembang gedhe, periksa Arps 1986."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.70-NR 135
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks Bhomakawya, mengisahkan kemenangan Kresna atas Bhoma. Tersebutlah sebuah pertapaan kosong dan rusak. Samba, putra Kresna mendapat berita dari seorang murid Bagawan Wiswamitra, bahwa pertapaan tersebut adalah bekas pertapaan Sang Darmadewa. Setelah Darmadewa wafat, istrinya yang bernama Yadnyawati bertapa di situ juga, tetapi kemudian membakar diri. Mendengar berita itu, Samba menjadi ingat bahwa Darmadewa sesungguhnya dia sendiri. Dia sangat merindukan Yadnyawati (istrinya), dalam kerinduan tersebut datang bidadari Tilotama, seraya mengabarkan bahwa Yadnyawati telah menitis pada putri Raja Utara Negara dan tetap bernama Yadnyawati. Ia diasuh oleh Bhoma, karena kedua orang tuanya gugur di tangan Bhoma. Secara diam-diam, diiringi oleh Tilotama, Samba menjumpai Yadnyawati. Perbuatan itu diketahui oleh Bhoma, dan Yadnyawati segera dibawa ke kraton Prajostisa. Akhirnya Samba kebingungan dan menjadi gila atas kehilangan Yadnyawati. Para dewa minta tolong kepada Kresna, karena Bhoma akan menggempur Keindraan. Prabhu Kresna segera turun ke medan laga dan bertempur secara dahsyat dengan Bhoma. Dalam pertempuran itu Bhoma mati. Dengan kematian Bhoma ditangan Kresna, maka Samba dapat bertemu lagi dengan Yadnyawati. Penomoran h.l dilakukan dua kali, masing-masing diletakkan pada akhir teks (dalam keadaan rusak), dan di awal teks (dalam keadaan baik). Keduanya terdiri dari dua lempir dikancing dengan kawat pada ketiga sisi lubang. Kiranya Bhomakawya FSUI/CP.81 ini belum tamat ceritanya, karena h. 121 (lempir terakhir) belum menampakkan akhir teks, kemungkinan ada beberapa lempir teks yang hilang (h.122 dan seterusnya). Teks ini tidak menyebutkan data penulisan atau penyalinannya. Namun dilihat dari bentuk, corak tulisan, maupun bahan yang dipakai, dapat dikatakan dihasilkan di Bali. Informasi tentang daftar pupuh dari Kakawin Bhomakawya ini, lihat Kakawin Bhomakawya (edisi cetak) yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Propinsi Daerah Tingkat I Bali, pada tahun 1988. Keterangan referensi, lihat pada Brandes I: 185; Vreede: 391; Juynboll I: 128, II: 491; Pigeaud 1970: 195; MSB/L.91, 100, 431, 432; Pratelan I: 10; PNRI/ 27 L 554, 23 L 559, 37 L 728."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.81-LT 233
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
R.Ng. [Raden Ngabehi] Yasadipura I
"Serat Menak Ngajrak adalah bagian dari cerita siklus Menak. Diawali dengan cerita mengenai Baginda Amir menantang Raja Jobin dan Prabu Nusirwan. Diakhiri dengan cerita mengenai sang Amir yang mempunyai seorang putri bernama Dewi Kuraisin."
Betawi Sentrem: Bale Pustaka, 1934
BKL.0620-CP 16
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
R.Ng. [Raden Ngabehi] Yasadipura I
"Buku ini memakai babon karangan R. Ng. Ranggawarsita. Adapun isi buku ini adalah Prabu Aspandriya menantang Wong Agung dan diterima. Diakhiri dengan cerita Wong Agung berangkat ke Kaos. Raja Perid berperang melawan Sayid Ibnu Ngumar. Menak biraji ini berlanjut pada Menak Kanin."
Betawi Sentrem: Bale Pustaka, 1934
BKL.0624-CP 20
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>