Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Naskah tulisan tangan beraksara Latin ini, berisi teks Bangsacara yang merupakan salinan alih aksara dari naskah tulisan Jawa FSUI/SJ.188. Penyalinan dikerjakan pada bulan Desember 1928 (?). Untuk keterangan selanjutnya lihat deskripsi SJ.186."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.187-A 5.03
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah asal Madura yang diterima Pigeaud atas bantuan Kiliaan Charpentier pada Juli 1927 ini, berisi kisah Ni Ragapadmi, istri raja Bidarba yang tubuhnya mengeluarkan bau amis. Sang Raja kemudian menyerahkan Ragapadmi kepada pembantunya yang bernama Bangsacara. Atas bantuan ibu mertuanya, bau amis dari tubuh Ni Ragapadmi berhasil dihilangkan. Patih Bangsapati merasa iri melihat Bangsacara beristrikan wanita secantik Ragapadmi sehingga timbul niat membunuh Bangsacara agar bisa merebut Ragapadmi dari tangannya. Ragapadmi bertekad bunuh diri begitu mengetahui suaminya telah tewas terbunuh. Kematian Ni Ragapadmi menyebabkan kemarahan raja, Patih Bangsapati kemudian dihukum mati. Berdasarkan isi cerita, teks ini kemungkinan mirip dengan cerita Jayapra-na-Layonsari dari Bali. Daftar pupuh: (1) sinom; (2) kinanthi; (3) dhandhanggula; (4) kinanthi; (5) durma; (6) kinanthi; (7) sinom; (8) kinanthi; (9) durma; (10) kinanthi; (11) dhandhanggula; (12) sinom; (13) durma; (14) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.186-NR 35
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Berdasarkan daftar pupuh di bawah ini dapat diambil kesimpulan bahwa teks Serat Bangsacara ini satu versi dengan FSUI/SJ.186. Untuk keterangan lebih lengkap lihat deskripsi FSUl/SJ.186."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.188-B 3.11
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks Serat Selarasa, tetapi hanya sebagian, tidak tamat. Roman Selarasa adalah salah satu karya sastra Jawa yang berlatar di kerajaan Cempa, tempat asal Putri Cempa yang tampil dalam teks sejarah Majapahit. Kisahnya berpangkal pada empat saudara, Selangkara, Selaswara, Selaganda, dan Selarasa, semuanya putra Raja Cempa. Selangkara menggantikan ayahnya sebagai Prabu Cempa, tetapi memperlakukan adik-adiknya dengan cara yang tidak pantas, sehingga terjadi sengketa dan persaingan antar saudara. Tentang korpus sastra teks Selarasa pada umumnya, lihat Behrend 1990:403-405. Dalam uraian Behrend itu, disebutkan bahwa korpus teks ini terdiri atas sedikitnya empat redaksi, sebagai berikut: (1) MSB/L.321, mungkin dari Cirebon, hanya sampai pupuh 45, lalu putus; (2) MSB/L.322-324, versi Cirebon lain yang amat luas (lebih 124 pupuh); (3) YKM/W.45-46, yaitu Jatiswara-Selarasa. Tentang teks yang sangat menarik ini lihat Behrend 1987:190 dan passim; (4) MSB/W.94, yaitu Pakem Ringgit Golek: Lampahan Selarasa. Sekarang dapat ditambahkan lagi informasi sebagai berikut: (5) Teks LOr 1824 (Selarasa Kuningan, dengan turunan FSUI/CL.85-90) sangat mirip dengan redaksi MSB/L.322-324. Urutan pupuhnya jelas sejajar, tetapi terdapat banyak sisipan dan perbedaan lain. Namun pupuh 1 dari MSB/L.322 sama dengan pupuh 3 pada LOr 1824, sedangkan pupuh terakhir kedua naskah itu (L.324 = 124; LOr 1824 = 115) sama.; (6) LOr 10.803 merupakan versi lain, tetapi mirip dengan LOr 1824 pupuh 29-48 (pupuh 7-19 dalam naskah ini bahkan identik dengan LOr 1824, pupuh 35-48); (7) FSUI/CL.79 hampir satu versi dengan MSB/L.321. Perbandingannya sebagai berikut: pupuh 1-27 pada FSUI/CL.79 sama dengan pupuh 2-28 pada MSB/L.321, kecuali pupuh 9 dari CL.79 bertembang wirangrong, sedangkan pada L.321, pupuh 10 bertembang asmarandana; (8) Selain CL.79, semua naskah Selarasa di FSUI merupakan alih aksara naskah lain: CL.80 = MSB/L.321; CL.82 dan CL.84 = MSB/L.323; CL.83 = MSB/L.324; dan CL.85-86, CL.87-88, CL.89a-b, dan CL.90a-b = LOr 1824. Adapun teks FSUI/CL.79 ini, hampir satu versi dengan MSB/L.321. Teks menceritakan petualangan Selarasa, Selaganda dan Selaswara. Dalam pengembaraannya Selarasa bertemu dengan Seh Dursayid, dan diberi ajaran untuk menahan lapar. Mereka bertiga pergi berlayar menuju negara Atas Ulun; di sana mereka bertemu dengan Dyah Rumsari, putri seorang pendeta bernama Ki Lobama. Pada suaru hari Raja Atas Ulun bermimpi. Sang raja menyuruh patihnya mencarikan orang yang dapat menafsirkan arti mimpinya itu. Nujum Sidik berhasil menafsirkan mimpi raja, namun dihukum penjara karena meramalkan bahwa sang Raja akan dikalahkan oleh tiga orang jejaka dari negara Atas Ulun. Para jejaka di Atas Ulun ditangkapi, dan orang yang berusaha menyembunyikan mereka akan dibunuh. Selarasa bersama saudara-saudaranya dan Dyah Rumsari pergi mengungsi. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan tentara Atas Ulun, dan terjadi pertempuran. Tentara Atas Ulun berhasil dikalahkan. Selarasa lalu mengirimkan surat tantangan kepada Raja Atas Ulun. Dalam perjalanan Dyah Rumsari merasa haus. Selarasa dan Selaganda pergi mencari air. Ketika mencari air Selarasa terpisah dari saudaranya Selaganda. Selarasa tersesat hingga terdampar pada suatu gua. Di dalam gua Selarasa bertemu dengan naga, raksasa, dan seorang pertapa bernama Seh Durnapi yang mengajarkan ilmu rasa. Berbekal petunjuk dari Seh Durnapi, Selarasa pergi ke Gunung Gambung menemui pemimpin jin bernama Patih Nurjaman. Mereka berdua lalu bertempur, namun keduanya sama-sama sakti hingga akhirnya Patih Nurjaman mengangkat Selarasa sebagai putranya. Patih Nurjaman menceritakan asal usul dirinya yang pergi mengungsi bersama putra raja bernama Tali Rama, karena rajanya Sri Palmin dari kerajaan jin Pura Rukmi ditawan oleh Raja Madenda. Nurjaman, Tali Rama dan Selarasa berunding untuk membebaskan Sri Palmin. Selarasa dan Nurjaman berangkat menuju Madenda semenatara Tali Rama menjaga kerajaan Pura Rukmi. Dengan sirepnya Selarasa berhasil masuk ke istana Madenda, lalu ia menuju kamar Dewi Pangrenyu saudara Sri Madenda. Melalui rayuannya Selarasa berhasil mengetahui tempat ditawannya Sri Palmin. Setelah membebaskan Sri Palmin, Selarasa mengikat Raja Madenda yang sedang tertidur dan membuangnya ke dalam gua. Sementara Nurjaman membawa pulang Sri Palmin. Kerajaan Madenda berhasil dikuasai oleh Selarasa. Sahabat Sri Madenda, Kuwera dan Kuwari berusaha merebut negara Madenda namun dikalahkan. Selarasa dan Dewi Pangrenyu datang ke Pura Rukmi, disambut dengan gembira oleh raja jin Sri Palmin. Selarasa ingin menemui saudara-saudaranya yang tertinggal di hutan, Patih Nurjaman yang mengantarnya. Sangat gembira mereka bertemu, namun hanya sekejap karena mereka mendapat kabar bahwa Ki Lobama ayah Dyah Rumsari ditawan oleh Raja Atas Ulun. Selarasa dan saudara-saudaranya merencanakan untuk membebaskan Ki Lobama dan membalas pada Raja Atas Ulun. Setelah berhasil membebaskan Ki Lobama, Selarasa dan saudara-saudaranya bertempur melawan tentara Atas Ulun. Selarasa berperang dengan sang raja, Selaswara dengan patih Atas Ulun. Raja Atas Ulun dikalahkan dan melarikan diri ke istana. Suatu malam Selarasa dan Selaganda menyebarkan sirep di istana Atas Ulun, lalu mengikat sang raja dan patihnya menjadi satu, kemudian dibuang di hutan. Selarasa dan saudaranya, Ki Lobama, Ken Jumena bersama-sama masuk ke istana lalu sembahyang. Selaswara menikah dengan Dyah Rumsari dan menjadi Raja Atas Ulun. Selaganda menjadi Patih Atas Ulun dan menikahi putri Raja Atas Ulun, Raga Puspita. Tersebutlah Raja Atas Ulun dan patihnya yang dibuang di hutan. Ketika sadar dan berhasil melepaskan diri maka berjalan menyusuri pantai, bertemu dengan Seh Ngalaya, kemudian ikut pada sebuah kapal milik Ki Unrus, namun karena dianggap membuat sial, raja dan patih dibuang di Pulau Jingjrin. Raja Jingjrin, Jin Kapir, berniat menyerang Selarasa karena telah menyingkirkan Raja Madenda. Ringkasan di atas disadur dari uittreksel yang dibuat oleh Mandrasastra tentang CL.79 ini, yang tersimpan bersama naskah asli dalam koleksi FSUI. Di dalam naskah ini tidak ditemukan keterangan tentang penulisan teks asli maupun penyalinan naskah ini. Beberapa halaman awal dan belakang naskah telah hancur sehingga sukar dibaca. Daftar pupuh: (1) sinom [tak dapat dibaca]; (2) pangkur; (3) dhandhanggula; (4) durma; (5) asmarandana; (6) megatruh; (7) mijil; (8) dhandhanggula; (9) wirangrong; (10) sinom; (11) pangkur; (12) durma; (13) dhandhanggula; (14) mijil; (15) megatruh; (16) kinanthi; (17) sinom; (18) girisa; (19) durma; (20) dhandhanggula; (21) pucung; (22) asmarandana; (23) kinanthi; (24) pangkur; (25) maskumambang; (26) dhandhanggula; (27) sinom; (28) durma [sukar dibaca karena sobek]."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.79-NR 202
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Serat Purwa Kalimataya ini menceritakan siklus wayang purwa yang diawali dengan kisah raja para Pandhawa di negara Amarta, Prabu Yudhisthira dan seluruh saudaranya, setelah usai perang Baratayudha dan naik tahta di negara Astina, lalu Begawan Abiyasa muksa dan Parikesit bertahta sebagai raja di Astina. Kemudian menceritakan Pandhawa muksa beserta seluruh saudaranya. Setelah itu kemudian Prabu Parikesit pergi menuju Pagrogolan dan setelah meninggalkan Pagrogolan itu kemudian meruwat para dewa yang kesemuanya telah berubah wujud. Teks ini dinyatakan ditulis oleh Mangkunagara IV, di Surakarta, pada bulan Rejeb, Alip 1787 (Maret 1859). Serat Kalimataya ini merupakan versi yang berbeda sama sekali dengan edisi cetak (Surakarta: Rusche, 1903, 1908, dua jilid). Ringkasan dan daftar pupuh edisi tersebut lihat Pratelan 11:255-272. Naskah ini terdapat sandiasma pada bait pertama, berbunyi Raden Mas Panji Yasakusuma. Rasanya ada hubungan erat antara teks ini dengan Serat Karimataya SMP/MN.130 (keduanya identik?), yang oleh Florida (1981) dinyatakan saduran Pustakaraja Purwa untuk tahun Surya 733-750, gubahan R.M. Panji Yasakusuma, putra Ranggawarsita. Bandingkan MSB/SW.8 dan SW.9, yang kemungkinan berisi teks yang seversi. Adapun teks ini terdiri atas 59 pupuh, sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) sinom; (3) pangkur; (4) mijil; (5) kinanthi; (6) asmarandana; (7) mijil; (8) kinanthi; (9) sinom; (10) dhandhanggula; (11) pucung; (12) durma; (13) pangkur; (14) maskumambang; (15) kinanthi; (16) mijil; (17) asmarandana; (18) sinom; (19) dhandhanggula; (20) pangkur; (21) durma; (22) asmarandana; (23) asmarandana; (24) gambuh; (25) mijil; (26) dhandhanggula; (27) kinanthi; (28) sinom; (29) duduk; (30) dhandhanggula; (31) asmarandana; (32) pangkur; (33) kinanthi; (34) sinom; (35) asmarandana; (36) girisa; (37) maskumambang; (38) kinanthi; (39) sinom; (40) durma; (41) gambuh; (42) pangkur; (43) sinom; (44) durma; (46) pangkur; (47) durma; (48) dhandhanggula; (49) pangkur; (50) sinom; (51) asmarandana; (52) kinanthi; (53) mijil; (54) pucung; (55) mijil; (56) kinanthi; (57) asmarandana; (58) sinom; (59) dhandhanggula. Naskah ini didapatkan oleh Pigeaud dari Kiliaan Charpentier pada bulan Juli 1927 dengan disertai ikhtisar isi naskah tersebut."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CW.7-NR 22
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ngabehi Sindusastra
"Teks ini karangan R. Ng. Sindusastra 1831, diawali dengan sejarah raja-raja di Surakarta, kemudian dilanjutkan dengan cerita tentang tiga kerajaan, yaitu Lokapala, Ayodya, dan Alengka. Menceritakan peperangan Prabu Dasamuka dengan ketiga kerajaan tersebut sampai dengan bertahtanya Prabu Dasarata di Ayodya. Asal koleksi R. Tanojo."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CW.4-KT 29
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ngabehi Djojopoespito
"Serat Mahabharata berbahasa Jawa yang ditulis oleh R. Ng. Djojopoespito ini merupakan terjemahan dari cerita Mahabharata dalam bahasa Belanda yang disusun oleh H. H. Juynboll, berdasarakan Mahabharata berbahasa Jawa Kuna. Adapaun serat Mahabharata yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa modern ini, terdiri atas tiga parwa, yaitu: 1. Asrama wasana parwa; 2. Mosala parwa; 3. Prastanika parwa."
Batavia: Landsdrukkerij, 1911
BKL.0244-CW 8
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Mas Nitisastra
"Serat ini diambil dari cerita geguritan Bali. Menceritakan kisah percintaan Jayaprana dan Layonsari. Mereka selalu dicelakai untuk terpisah. Selalu dijahati oleh penguasa kerajaan. Jayaprana mati dalam tugas yang hanya diperuntukkan supaya dia jauh dari istrinya. Sementara Layonsari bunuh diri setelah itu penguasa yang bertindak jahat juga melakukan bunuh diri."
Weltevreden: Papirus, 1919
BKL.0350-CL 14
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Kitab ini kutipan dari karya Kyai Yasadipura I yang buku babonnya adalah karya Empu Sedah. Di dalam buku ini mengisahkan gugurnya para senapati Pandawa dan Korawa: 1. R. Wratsangka oleh Prabu Salya; 2. Utara oleh Pandita Durna; 3. R. Seta oleh Resi Bisma; 4. Resi Bisma oleh Woro Srikandi; 5. R. Laksmana oleh R. Abimanyu; 6. R. Abimanyu oleh R. Jayadrata; 7. R. Burisrawa oleh R. Setyaki; 8. R. Jayadrata oleh R. Arjuna."
Solo: Trikarya, no year
BKL.0419-CW 16
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Serat Pranacitra menceritakan kisah percintaan tokoh Pranacitra dengan Rara Mendut, kisah cinta kedua tokoh mendapat tentangan dari tokoh Wiraguna (Tumenggung Wiraguna). Secara sembunyi-sembunyi Pranacitra dan Rara Mendut tetap melanjutkan hubungan percintaan mereka. Akan tetapi akhirnya hubungan tersebut diketahui. Pranacitra ditangkap, namun kemudian bersama-sama Rara Mendut melarikan diri dari Wiraguna. Keduanya menjadi buronan Wiraguna. Pada akhirnya mereka ditangkap. Pranacitra tewas dibunuh oleh Wiraguna, sementara itu Rara Mendut melihat kekasihnya tewas ditikam oleh Tumenggung Wiraguna, secara tiba-tiba menubrukkan tubuhnya kearah keris Tumenggung Wiraguna yang masih terhunus hingga tewas."
Weltevreden: Indonesische Drukkerij, 1920
BKL.0447-CW 20
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>