Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2335 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Naskah berisi dua teks. Pertama adalah kisah pertempuran Mataram melawan Trunajaya pada tahun 1678, Trunajaya akhirnya mati terbunuh. Dilanjutkan dengan cerita peperangan Mataram melawan pasukan Giri. Pertempuran Sunan Mataram melawan Amangkurat Kartasura, Sunan Mataram dapat dikalahkan kemudian dijadikan Pangeran Adipati Puger. Cerita tentang Untung Surapati yang diangkat anak oleh Belanda di Betawi. Bagian kedua berisi cerita Selarasa dan kawan kawan, murid Lo Tama dari desa Mundu. Kisah SeUarasa berguru pada Seh Durnapi dan pada raja jim secara sembunyi-sembunyi. Dilanjutkan dengan cerita Selarasa bertempur dengan raja jim kapir di Madanda untuk merebut Prabu Palamir. Kisah berakhir dengan pengangkatan Selaswara menjadi raja dan beristrikan Dyah Rumsari. Keterangan penulisan maupun penyalinan naskah tidak diketahui, kemungkinan terletak pada lembaran awal yang tidak terbaca. Naskah telah dibuatkan ringkasan pupuh per pupuh oleh Mandrasastra pada Februari 1933. Pada ringkasan tersebut (h.i) terdapat judul Pratelan isinipoen serat tjarijos Karaton Tjirebon (nampaknya ditulis oleh Mandrasastra). Di bawahnya (dengan pensil) terdapat tulisan Babad Mataram-Kartasoera. S. Selarasa. Penulisan dibuat dalam dua sisi. Penulisan dari h.i-80, lalu ada rulisan yang dimulai dari sisi yang lain (mulai dari h.238-81). Sisi yang satu tentang Babad Mataram, sisi yang lain tentang Selarasa. Model penulisan semacam ini merupakan ciri khas Pujaharja sehingga penyunting menduga bahwa naskah ini kemungkinan ditulis oleh Pujaharja. Banyak lembaran naskah yang robek sehingga tidak terbaca. Keterangan referensi selanjutnya tentang Babad Mataram, lihat FSUI/SJ.92. Sedangkan tentang Selarasa, bandingkan MSB/L.321-324, W.94."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.94-NR 201
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks ajaran keagamaan, suluk, dan sejarah Jawa. Adapun teks yang dimuat di dalam naskah ini adalah: 1. tafsir alam sejati (hlm.1-11); 2. sukma jati (hlm.12-40); 3. rasa sejati (hlm.42-82); 4. babad sepehi (hlm.92-425). Naskah diperoleh Pigeaud dari Ir. Moens di Yogyakarta, pada bulan Oktober 1927. Kemudian atas prakarsa Pigeaud, pada tahun 1936 dibuatkan salinannya. Lihat FSUI/SJ. 143 dan MSB/PW.54 untuk salina tersebut. Naskah ini juga telah dibuatkan ringkasannya yang berupa petikan pada awal dan akhir masing-masing pupuh. Ringkasan ini dibuat di Surakarta, pada bulan Oktober 1929, sebanyak dua eksemplar, namun tidak ditemukan keterangan tentang nama pembuat naskah ringkasan ini."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
PW.141-NR 36
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini memuat tiga teks yang tidak berhubungan satu sama lainnya, yaitu: daftar silsilah dari Nabi Adam sampai dengan Sultan Hamengkubuwana V, baik lewat garis keturunan tokoh-tokoh Islam (Sajarah Panengen) maupun tokoh-tokoh wayang (Sajarah Pangiwa) (h.1-62), Serat Prasapa (63-71), berisi daftar larangan adat untuk setiap lapisan masyarakat dari raja sampai petani, dan Babad Mataram yang mengisahkan sejarah kerajaan Mataram mulai dari Kyai Pamanahan sampai dengan Sultan Hamengkubuwana IV di Yogyakarta. Daftar pupuh: 1. Dhandhanggula; 2. Sinom; 3. Pangkur; 4. Asmarandana; 5. Dhandhanggula; 6. Asmarandana; 7. Kinanthi; 8. dhandhanggula; 9. Girisa; 10. Pangkkur; 11. Mijil; 12. Dhandhanggula; 13. Megatruh; 14. Maskumambang; 15. Durma; 16. Asmarandana; 17. Durma; 18. Dhandhanggula; 19. Sinom; 20. Sinom; 21. Pucung; 22. Sinom; 23. Kinanthi; 24. Asmarandana; 25. Sinom; 26. Durma; 27. Dhandhanggula. Menurut kolofon, naskah mulai disalin pada hari Senen Wage, 1 Ramadhan. Je 1774 (Catur Sapta Wiku Ngrat), yaitu bertepatan dcngan 24 Agustus 1846. Walaupun tempat penyalinan tidak disebutkan, gaya tulisan menyerupai gaya kraton Yogyakarta pada jaman HB V, sehingga penyunting menduga bahwa naskah ini pun disalin di skriptorium kraton tersebut atas perintah Sri Sultan. Terdapat kejanggalan dalam penanggalan yang dipakai pada naskah ini, yakni tahun Welandi tidak disebutkan dan angka merta tidak disertakan, sekalipun hampir semua naskah hasil skriptorium HB V dilengkapi dengan data-data tersebut. Adapun nama Sri Sultan sebagai pemrakarsa (ingkang ayasa) tidak disebutkan sebagaimana kebiasaan. Kesan penyunting ialah bahwa naskah ini merupakan naskah yang gagal pada saat pembuatannya (oleh seorang carik baru?), sehingga tidak sempat diselesaikan. Pendapat ini ditunjang oleh keadaan halaman naskah yang telah disiapkan untuk dihiasi dengan wadana dan rerenggan lain, tetapi tidak pernah dikerjakan. Data yang lebih pasti adalah naskah berasal dari periode pemerintahan HB V dan menunjukkan banyak gejala paleografis dan kodikologis yang khas jaman HB V. Nama H3 V, yang naik tahta untuk pertama kalinya sebagai anak berumur dua tahun pada 1812, adalah nama sultan terakhir yang tercantum pada keterangan silsilah di naskah ini. (Di h. 10 ada tambahan kemudian menyebutkan HB VI naik tahta.) Menurut keterangan yang ditulis oleh Pigeaud pada h.i, naskah dibeli di Yogyakarta pada tanggal 19 Maret 1932. Pigeaud juga menerangkan bahwa teks naskah ini telah dibuat ringkasannya, akan tetapi sampai saat ini keberadaan ringkasan tersebut tidak diketahui."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SL.4-NR 171
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks Serat Selarasa, tetapi hanya sebagian, tidak tamat. Roman Selarasa adalah salah satu karya sastra Jawa yang berlatar di kerajaan Cempa, tempat asal Putri Cempa yang tampil dalam teks sejarah Majapahit. Kisahnya berpangkal pada empat saudara, Selangkara, Selaswara, Selaganda, dan Selarasa, semuanya putra Raja Cempa. Selangkara menggantikan ayahnya sebagai Prabu Cempa, tetapi memperlakukan adik-adiknya dengan cara yang tidak pantas, sehingga terjadi sengketa dan persaingan antar saudara. Tentang korpus sastra teks Selarasa pada umumnya, lihat Behrend 1990:403-405. Dalam uraian Behrend itu, disebutkan bahwa korpus teks ini terdiri atas sedikitnya empat redaksi, sebagai berikut: (1) MSB/L.321, mungkin dari Cirebon, hanya sampai pupuh 45, lalu putus; (2) MSB/L.322-324, versi Cirebon lain yang amat luas (lebih 124 pupuh); (3) YKM/W.45-46, yaitu Jatiswara-Selarasa. Tentang teks yang sangat menarik ini lihat Behrend 1987:190 dan passim; (4) MSB/W.94, yaitu Pakem Ringgit Golek: Lampahan Selarasa. Sekarang dapat ditambahkan lagi informasi sebagai berikut: (5) Teks LOr 1824 (Selarasa Kuningan, dengan turunan FSUI/CL.85-90) sangat mirip dengan redaksi MSB/L.322-324. Urutan pupuhnya jelas sejajar, tetapi terdapat banyak sisipan dan perbedaan lain. Namun pupuh 1 dari MSB/L.322 sama dengan pupuh 3 pada LOr 1824, sedangkan pupuh terakhir kedua naskah itu (L.324 = 124; LOr 1824 = 115) sama.; (6) LOr 10.803 merupakan versi lain, tetapi mirip dengan LOr 1824 pupuh 29-48 (pupuh 7-19 dalam naskah ini bahkan identik dengan LOr 1824, pupuh 35-48); (7) FSUI/CL.79 hampir satu versi dengan MSB/L.321. Perbandingannya sebagai berikut: pupuh 1-27 pada FSUI/CL.79 sama dengan pupuh 2-28 pada MSB/L.321, kecuali pupuh 9 dari CL.79 bertembang wirangrong, sedangkan pada L.321, pupuh 10 bertembang asmarandana; (8) Selain CL.79, semua naskah Selarasa di FSUI merupakan alih aksara naskah lain: CL.80 = MSB/L.321; CL.82 dan CL.84 = MSB/L.323; CL.83 = MSB/L.324; dan CL.85-86, CL.87-88, CL.89a-b, dan CL.90a-b = LOr 1824. Adapun teks FSUI/CL.79 ini, hampir satu versi dengan MSB/L.321. Teks menceritakan petualangan Selarasa, Selaganda dan Selaswara. Dalam pengembaraannya Selarasa bertemu dengan Seh Dursayid, dan diberi ajaran untuk menahan lapar. Mereka bertiga pergi berlayar menuju negara Atas Ulun; di sana mereka bertemu dengan Dyah Rumsari, putri seorang pendeta bernama Ki Lobama. Pada suaru hari Raja Atas Ulun bermimpi. Sang raja menyuruh patihnya mencarikan orang yang dapat menafsirkan arti mimpinya itu. Nujum Sidik berhasil menafsirkan mimpi raja, namun dihukum penjara karena meramalkan bahwa sang Raja akan dikalahkan oleh tiga orang jejaka dari negara Atas Ulun. Para jejaka di Atas Ulun ditangkapi, dan orang yang berusaha menyembunyikan mereka akan dibunuh. Selarasa bersama saudara-saudaranya dan Dyah Rumsari pergi mengungsi. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan tentara Atas Ulun, dan terjadi pertempuran. Tentara Atas Ulun berhasil dikalahkan. Selarasa lalu mengirimkan surat tantangan kepada Raja Atas Ulun. Dalam perjalanan Dyah Rumsari merasa haus. Selarasa dan Selaganda pergi mencari air. Ketika mencari air Selarasa terpisah dari saudaranya Selaganda. Selarasa tersesat hingga terdampar pada suatu gua. Di dalam gua Selarasa bertemu dengan naga, raksasa, dan seorang pertapa bernama Seh Durnapi yang mengajarkan ilmu rasa. Berbekal petunjuk dari Seh Durnapi, Selarasa pergi ke Gunung Gambung menemui pemimpin jin bernama Patih Nurjaman. Mereka berdua lalu bertempur, namun keduanya sama-sama sakti hingga akhirnya Patih Nurjaman mengangkat Selarasa sebagai putranya. Patih Nurjaman menceritakan asal usul dirinya yang pergi mengungsi bersama putra raja bernama Tali Rama, karena rajanya Sri Palmin dari kerajaan jin Pura Rukmi ditawan oleh Raja Madenda. Nurjaman, Tali Rama dan Selarasa berunding untuk membebaskan Sri Palmin. Selarasa dan Nurjaman berangkat menuju Madenda semenatara Tali Rama menjaga kerajaan Pura Rukmi. Dengan sirepnya Selarasa berhasil masuk ke istana Madenda, lalu ia menuju kamar Dewi Pangrenyu saudara Sri Madenda. Melalui rayuannya Selarasa berhasil mengetahui tempat ditawannya Sri Palmin. Setelah membebaskan Sri Palmin, Selarasa mengikat Raja Madenda yang sedang tertidur dan membuangnya ke dalam gua. Sementara Nurjaman membawa pulang Sri Palmin. Kerajaan Madenda berhasil dikuasai oleh Selarasa. Sahabat Sri Madenda, Kuwera dan Kuwari berusaha merebut negara Madenda namun dikalahkan. Selarasa dan Dewi Pangrenyu datang ke Pura Rukmi, disambut dengan gembira oleh raja jin Sri Palmin. Selarasa ingin menemui saudara-saudaranya yang tertinggal di hutan, Patih Nurjaman yang mengantarnya. Sangat gembira mereka bertemu, namun hanya sekejap karena mereka mendapat kabar bahwa Ki Lobama ayah Dyah Rumsari ditawan oleh Raja Atas Ulun. Selarasa dan saudara-saudaranya merencanakan untuk membebaskan Ki Lobama dan membalas pada Raja Atas Ulun. Setelah berhasil membebaskan Ki Lobama, Selarasa dan saudara-saudaranya bertempur melawan tentara Atas Ulun. Selarasa berperang dengan sang raja, Selaswara dengan patih Atas Ulun. Raja Atas Ulun dikalahkan dan melarikan diri ke istana. Suatu malam Selarasa dan Selaganda menyebarkan sirep di istana Atas Ulun, lalu mengikat sang raja dan patihnya menjadi satu, kemudian dibuang di hutan. Selarasa dan saudaranya, Ki Lobama, Ken Jumena bersama-sama masuk ke istana lalu sembahyang. Selaswara menikah dengan Dyah Rumsari dan menjadi Raja Atas Ulun. Selaganda menjadi Patih Atas Ulun dan menikahi putri Raja Atas Ulun, Raga Puspita. Tersebutlah Raja Atas Ulun dan patihnya yang dibuang di hutan. Ketika sadar dan berhasil melepaskan diri maka berjalan menyusuri pantai, bertemu dengan Seh Ngalaya, kemudian ikut pada sebuah kapal milik Ki Unrus, namun karena dianggap membuat sial, raja dan patih dibuang di Pulau Jingjrin. Raja Jingjrin, Jin Kapir, berniat menyerang Selarasa karena telah menyingkirkan Raja Madenda. Ringkasan di atas disadur dari uittreksel yang dibuat oleh Mandrasastra tentang CL.79 ini, yang tersimpan bersama naskah asli dalam koleksi FSUI. Di dalam naskah ini tidak ditemukan keterangan tentang penulisan teks asli maupun penyalinan naskah ini. Beberapa halaman awal dan belakang naskah telah hancur sehingga sukar dibaca. Daftar pupuh: (1) sinom [tak dapat dibaca]; (2) pangkur; (3) dhandhanggula; (4) durma; (5) asmarandana; (6) megatruh; (7) mijil; (8) dhandhanggula; (9) wirangrong; (10) sinom; (11) pangkur; (12) durma; (13) dhandhanggula; (14) mijil; (15) megatruh; (16) kinanthi; (17) sinom; (18) girisa; (19) durma; (20) dhandhanggula; (21) pucung; (22) asmarandana; (23) kinanthi; (24) pangkur; (25) maskumambang; (26) dhandhanggula; (27) sinom; (28) durma [sukar dibaca karena sobek]."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.79-NR 202
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan alih aksara dari MSB/L.321,yang dilakukan oleh petugas Panti Boedaja pada tahun 1930an. Lihat Behrend 1990: 404-405 serta dekripsi naskah FSUI/CL.79 untuk keterangan selanjutnya. Bandingkan CL.80b untuk tembusan karbon, serta CL.81 untuk ringkasan Mandrasastra tentang isinya."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.80a-G 150a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ketikan ini merupakan tembusan karbon FSUI/CL.80a. Lihat deskripsi naskah tersebut untuk keterangan selanjutnya. Naskah ini tidak dimikrofilm."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.80b-G 150b
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Bagian awal teks (h.6-11) tidak terbaca karena kertasnya rapuh dan banyak bagian yang robek. Naskah berisi sejarah kerajaan Mataram, sejarah para nabi (silsilah nabi) mulai dari nabi Adam (h.l64a), sejarah empu Ramadi (h. 167a), sejarah Patih Gajahmada (Majapait) (h.l37b), cerita Prabu Jayabaya, beberapa contoh Saloka (h.144), serta semacam primbon tentang bulan baik dan buruk, dan sebagainya. Mulai h.59a, gaya tulisan berbeda dengan bagian terdahulu, mungkin ditulis oleh penulis yang berlainan, dan juga banyak disisipi dengan kata-kata Arab dengan aksara Jawa. Naskah ini umumnya berbentuk tembang macapat, namun ada juga beberapa bagian yang meskipun menggunakan tanda pisah (pada lingsa/pada lungsi) namun sulit diketahui nama tembangnya karena tidak sesuai dengan aturan guru lagu dan guru wilangan, terutama pada h.l46-155a, 168a-176b. Mulai h.l69a-183b, huruf berupa aksara pegon. Keterangan referensi, lihat FSUI/SJ.92. Daftar pupuh: [BABAD MATARAM] (1) asmarandana; (2) sinom; (3) pangkur; (4) durma; (5) dhandhanggula; (6) kinanthi; (7) durma; (8) asmarandana; (9) dhandhanggula; (10) sinom; (11) kinanthi; (12) durma; (13) asmarandana; (14) sinom; (15) sinom; (16) mijil; (17) sinom; (18) dhandhanggula; (19) dhandhanggula; (20) -; (21) sinom; (22) pucung; (23) asmarandana. [NITISRUTI] (24) dhandhanggula. [NIITIPRAJA] (25) dhandhanggula; (26) dhandhanggula; (27) asmarandana; (28) kinanthi; (29) sinom; (30) dhandhanggula; (31) asmarandana; (32) dhandhanggula; (33) dhandhanggula; (34) sinom; (35) pangkur; (36) mijil; (37) sinom."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.89-CT 3
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Bagian depan naskah ini tidak turut terjilid (hilang), sehingga awal teks dimulai pada pertengahan cerita. Teks secara garis besar berisi cerita tentang pemberontakan Trunajaya dan kisah penaklukan kerajaan-kerajaan pesisir oleh Sunan Mangkurat. Keterangan bibliografi selengkapnya dapat dilihat pada FSUI/SJ.92. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) pangkur; (3) durma; (4) kinanthi; (5) durma; (6) pangkur; (7) durma; (8) sinom; (9) dhandhanggula; (10) pangkur; (11) sinom; (12) mijil; (13) asmarandana; (14) pangkur; (15) mijil; (16) durma; (17) dhandhanggula; (18) asmarandana; (19) dhandhanggula; (20) durma; (21) pangkur; (22) durma."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.88-CT 2
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah merupakan ringkasan dari sebuah naskah induk yang belum diketahui keberadaannya. Ringkasan ditulis tangan oleh Mandrasastra pada Agustus 1934. Pada lembar awal terdapat keterangan penerimaan naskah asli (?), yaitu diterima Pigeaud dari Cirebon atas bantuan Dr. H. Kraemer. Teks berisi kisah pertempuran Sultan Mataram melawan Adipati Pati. Pertempuran prajurit Mataram pimpinan Pangeran Pekik melawan pasukan Giri yang dipimpin Sunan Giri. Sultan Mataram memerintahkan Adipati Mandurip untuk menyerang Belanda di Jakarta. Bagian akhir teks berisi uraian tentang pengangkatan R.M. Sahid menjadi raja Mataram bergelar Sunan Amangkurat, menggantikan Sultan Mataram yang meninggal dunia. Dilanjutkan dengan cerita pemberontakan Pangeran Alit, adik dari Sunan Amangkurat dan Tumenggung Pasingsingan terhadap Sunan Amangkurat, namun pemberontak-an ini dapat dipadamkan bahkan kepala Tumenggung Pasingsingan pada akhimya dipenggal. Keterangan referensi, lihat FSUI/SJ.92."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.90-L 21.11
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks diawali dengan kisah penyerangan Mataram ke Brang Wetan dengan dibantu oleh P. Purubaya, adipati Surabaya. Dilanjutkan dengan cerita pertempuran Untung Surapati melawan Belanda di bawah pimpinan Kapten Tak. Cerita tentang Raden Sukra. Kisah peperangan antara Mataram (Sunan Ngalaga) melawan Kartasura (Sunan Amangkurat). Teks diakhiri dengan kisah pertempuran Sunan Amangkurat yang dibantu oleh Untung Surapati, melawan Belanda. Bandingkan isi cerita ini dengan FSUI/SJ.92. Demikian pula dengan keterangan referensi selengkapnya dapat dilihat pada deskripsi naskah tersebut. Keterangan penulisan/penyalinan naskah tidak diketahui, kemungkinan terdapat pada lembar awal teks yang telah hilang. Naskah diterima Pigeaud pada 14 Juni 1930, kemudian oleh stafnya dibuatkan salinan alih aksara berupa cuplikan pada awal dan akhir pada Juni 1930 sebanyak dua eksemplar."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.91-NR 92
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>