Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Naskah merupakan alih aksara ketikan dari FSUI/WY.56a-b. Penyalinan dikerjakan staf Pigeaud pada bulan Juli 1934 di Yogyakarta, sebanyak empat eksemplar (h.i). Tiga eksemplar tersimpan di koleksi FSUI, yaitu A 37.03a (ketikan asli) dan A 37.03b-c (tembusan karbon). Hanya ketikan asli yang dimikrofilm. Sisanya, menurut halaman tersebut, disebutkan terdapat di Panti Boedaja (kini Museum Sonobudoyo). Namun setelah dicek, ternyata naskah ini tidak ada. Naskah juga telah dibuatkan uittreksel oleh Mandrasastra pada Juni 1934 (h.i). Pada halaman tersebut dijumpai pula keterangan yang berbunyi: 'katrangan saking R.M.Ng. Soemahatmaka, Juli 1934: Denawa Tjakil ing kraton Soerakarta, wanda wami 3, minangka sengkalan. Tangan boeta tataning djanma 1552. 1. Klanthangmimis; 2. Banjaktjalora; 3. Gendirpendjalin."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
WY.56c-A 37.03a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks berisi kisah tentang usaha Kresna mendapatkan kembali negara Dwarawati yang dikuasai oleh raja Narasinga. Dalam usahanya, Kresna bertemu dengan Prabu Wijangkara dari Nungsa Renggi, Prabu Cakarwa dari negara Kucingan, dan Jimbarayeksa. Ketiga-tiganya menginginkan Dewi Mrebes (Dewi Lara Ireng) untuk menjadi isterinya. Kresna menyuruh Prabu Wijangkara dan Prabu Cakarwa untuk terlebih dahulu mengalahkan Narasinga, bagi yang menang akan diberi Dewi Mrebes. Jimbarayeksa berusaha mendapatkan Dewi Mrebes dengan cara bertapa mengapung di tengah lautan, dan pada saat mengenang Dewi Mrebes, kamanya jatuh ke lautan. Sementara itu, sang Hyang Pawang Anala menerima kedatangan cucunya, Bambang Setija, anak dari buah pernikahan Dewi Pertiwi dengan Sang Hyang Wisnu yang sekarang sedang menitis menjadi manusia bernama Giwangkaton Narayana. Bambang Setija memaksa diri untuk mencari ayahnya, sehingga ia kemudian diberi Cangkok Jayamulya, yang dapat menghidupkan apa-apa yang sudah mati dengan cara diletakkan di atasnya. Dalam perjalanan, Setija melihat sampah di pinggir laut, berupa tangga yang rusak, takir pondhang, anjak, bangkai burung dara, bangkai anjing, dan kama. Ketika Cangkok Jayamulya diletakkan di atasnya, semuanya berubah menjadi raksasa. Oleh Setija masing-masing diberi nama sesuai dengan asalnya, yaitu Ditya Pancatnyana, Ditya Anjakogra, Ditya Yayahgriwa, Maundara, Ditya Sinunja, Ditya Jaga-jaga, dan Cantangwilis. Mereka disuruh tetap tinggal di tempat itu, di Surateleng. Cerita beralih dengan saran Bagawan Abiyasa kepada Narayana untuk menyerang Dwarawati, bersama Setiyaki, Wijasena dan Wijakangka. Naskah telah dibuatkan salinan alih aksara ketik, lihat FSUI/WY.56c."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
WY.56a-A 37.01
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Jilid kedua dari seri dua jilid Lakon Cantangwilis ini mengisahkan penyerangan Wijasena terhadap Singa Mulangjaya, adik Prabu Narasinga, tetapi Wijasena kalah. Bambang Setija bertemu dengan Giwangkaton Narayana, yang akan mengaku dirinya sebagai anaknya bila dapat mengalahkan Narasinga dan adiknya. Dalam peperangan, Setija dapat dibunuh, namiin berhasil dihidupkan kembali berkat pusaka Cangkok Jayamulya. Narasinga kemudian masuk ke badan Narayana dan Singa Mulangjaya memasuki Setiyaki. Narayana menanyakan rahasia kesaktiannya dan meminta seluruh milik Setija termasuk nyawanya, sebagai syarat untuk diakui sebagai anaknya. Jasadnya kemudian dibuang dan jatuh di Surateleng, tempat raksasa-raksasa yang dihidupkannya menunggu. Jim Jimbarayeksa yang mendapat wangsit untuk menemui kamanya, datang ke Surateleng dan bertemu dengan kamanya yang sudah jadi Ditya Cantangwilis, yang sedang menunggu jasad Setija bersama dengan raksasa-raksasa yang lain. Jasad Setija dihidupkan kembali oleh Jim Jimbarayeksa. Setija dan raksasa-raksasa yang dihidupkannya menyerang Dwarawati, dan bertemu dengan Narayana yang sedang dalam perjalanan dari Banjar Patoman ke Dwarawati. Ketika sedang berperang, Sang Hyang Pawang Anala datang, menghentikan peperangan. Narayana tetap tidak mau mengakui Setija, sehingga Sang Hyang Pawala Anala menyuruhnya untuk mengembalikan Cangkok Jayamulya kepada Setija. Setija diajak pulang ke Kahyangan Saptapratala, sedangkan Cantangwilis dan kawan-kawannya disuruh kembali ke Surateleng. Untuk naskah salinan alih aksara ketik, lihat FSUI/WY.56c."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
WY.56b-A 37.02
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini merupakan buku panduan pergelaran wayang orang di Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan HB VIII dalam rangka menghormati tamunya, Residen P. Westra, di Yogyakarta pada tanggal 26 Februari 1932. Adapun lakon dalam pergelaran wayang orang tersebut adalah Parta Krama. Diawali dengan “Jejer Kayangan” sampai dengan “Dewi Wara Sembadra Pralaya”."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
BKL.1116-WY 62
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII
"Buku ini menyajikan lakon-lakon wayang: No. 41. Gathutkaca menikah dengan Dewi Pergiwa; 42. Sasi Kirana; 43. Raden Catuk (Gathutkaca) menjadi raja; 44. Brajadenta, Brajamusti; 45. Sridenta."
Batavia Sentrem: Bale Pustaka, 1932
BKL.1114-WY 60
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII
"Buku ini berisi lakon-lakon: No. 26. Arjuna Papa; 27. Bondhan Paksajandhu; 28. Bale Sagala-gala; 29. Raden Setakrama; 30. Perkawinan Raden Untara dan Raden Wratsangka."
Weltevreden: Bale Pustaka, [Date of publication not identified]
BKL.1113-WY 59
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks ini merupakan saduran dari episode wayang purwa, menceritakan keberhasilan Prabu Dipayana menguasai ilmu jayan kawijayan yang diberikan Bagawan Sambu. Prabu Dipayana kemudian bergelar Darmasarana. Keterangan dalam teks menyebutkan bahwa naskah ini disusun oleh R.Ng. Citrasantana di Mangkunagaran, Surakarta, sekitar 1910. Pigeaud memperoleh naskah ini dari M. Sinu Mundisura pada bulan Agustus 1939. Daftar pupuh sebagai berikut: 1) dhandhanggula; 2) durma; 3) sinom; 4) asmarandana; 5) kinanthi; 6) pucung; 7) mijil; 8) asmarandana; 9) gambuh; 10) sinom; 11) pangkur; 12) dhandhanggula; 13) kinanthi; 14) mijil; 15) sinom; 16) dhandhanggula; 17) gambuh; 18) asmarandana; 19) megatruh; 20) kinanthi; 21) sinom; 22) pangkur; 23) durma; 24) mijil; 25) dhandhanggula; 26) asmarandana; 27) durma; 28) pangkur."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
PW.13-NR 385
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah berisi teks Sajarah Dalem dan Serat Kancil. Cara penulisan naskah ini dari dua sisi, sisi pertama berisi teks Sajarah Dalem berbentuk tembang macapat, tetapi di sana-sini diseling dengan prosa. Kemudian diteruskan dengan Serat Kancil. Naskah berisi pula petikan Serat Menak dan tatacara mengadu ayam, diteruskan dengan doa untuk menyembuhkan sakit gigi. Naskah ini diperoleh Pigeaud di Surakarta pada bulan Februari 1929 dan telah dibuatkan ringkasannya oleh Mandrasastra pada bulan Januari 1933. Daftar pupuh: (1) -; (2) dhandhanggula; (3) sinom; (4) asmarandana; (5) kinanthi; (6) mijil; (7) pangkur; (8) gambuh; (9) megatruh; (10) durma; (11) pucung; (12) sinom; (13) sinom; (14) sinom; (15) asmarandana; (16) asmarandana; (17) pucung; (18) dhandhanggula; (19) kinanthi; (20) dhandhanggula; (21) dhandhanggula; (22) gambuh. [DONGENG KANCIL] (23) pangkur; (24) pucung; (25) sinom; (26) gambuh; (27) dhandhanggula; (28) pucung; (29) pangkur; (30) sinom; (31) asmarandana; (32) pangkur; (33) dhandhanggula; (34) dhandhanggula; (35) sinom."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
SJ.137-NR 47
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini tampaknya merupakan saduran dari cerita wayang gedhog dengan mengambil tokoh utama Raden Gandakusuma dari negara Bandaralim. Dalam teks naskah ini, kisah diawali dengan uraian tentang raja Bandaralim, Senapati Bandaralim yang mempunyai empat putra dari ibu yang berbeda-beda, yaitu: 1. Raja Sujalma, yang menjadi raja di Surandhil, ibunya dari Bragedat; 2. Raden Gandakusuma, ibunya dari Ngesam; 3. Menak Tekiyur, yang menjadi raja di Jong Biraji dan bergelar Prabu Jaka, tidak disebutkan asal ibunya; dan 4. Raden Surati, ibunya berasal dari Wandhanpura. Teks diakhiri dengan pengunduran diri Senapati Bandaralim, yang kemudian menyerahkan tahta kerajaan kepada Raden Gandakusuma dan diberi gelar sang Prabu Panitisurya. Tidak diketahui data penulisan maupun penyalinan naskah ini, namun menurut keterangan yang terdapat di h.ii naskah dibeli Pigeaud dari Wandaya pada tanggal 24 Mei 1938 di Yogyakarta. Naskah lain yang berisi cerita Gandakusuma dapat diperiksa pada FSUJ/SJ. 195-199; juga dapat dibaca pada MSB/SW.5, 6a-b, 45b, L.63, W.54, dan P.145. Lihat juga Pigeaud 1970:238 dan Pratelan I: 103. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) dhandhanggula; (3) durma; (4) asmarandana; (5) sinom; (6) kinanthi; (7) durma; (8) asmarandana; (9) mijil; (10) durma; (11) pucung; (12) dhandhanggula; (13) maskumambang; (14) sinom; (15) pangkur; (16) asmarandana; (17) durma; (18) pangkur; (19) sinom; (20) durma; (21) dhandhanggula; (22) sinom; (23) kinanthi; (24) pangkur; (25) maskumambang; (26) asmarandana; (27) gambuh; (28) sinom; (29) asmarandana; (30) pucung; (31) pangkur; (32) sinom; (33) dhandhanggula; (34) durma; (35) asmarandana; (36) pangkur; (37) durma; (38) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
SJ.194-NR 324
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Jilid pertama dari seri empat jilid Serat Gandakusuma ini, merupakan saduran dari cerita wayang gedhog dengan mengambil tokoh utama Raden Gandakusuma dari negara Bandaralim. Jilid kedua dari rangkaian naskah ini hilang dari koleksi FSUI. Pada jilid pertama ini, teks diawali dengan cerita sang Prabu Bandaralim sudah merasa tua, ingin turun tahta dan digantikan oleh putranya yang bernama Raden Arya Jayengtilam. Ia sendiri akan giat bertapa agar dikasihani Tuhan. Teks berakhir dengan sang Rajaputra meminta petunjuk kepada seorang resi. Keterangan penyalinan rangkaian naskah ini terdapat di halaman terakhir jilid IV, yaitu disalin oleh R.T. Atmacandrabrata pada tanggal 17 Ruwah, Jimakir 1858 (7 Februari 1928). Pigeaud menerima naskah ini dari R. Gandasukaca Duryasaputran pada tanggal 19 Agustus 1938 (h.1). Daftar pupuh (bandingkan dengan daflar pupuh SJ.194 dan SJ.195): (1) dhandhanggula; (2) sinom; (3) asmarandana; (4) pucung; (5) pangkur; (6) durma; (7) sinom; (8) kinanthi; (9) pangkur; (10) asmarandana; (11) durma; (12) mijil; (13) asmarandana; (14) pangkur; (15) kinanthi; (16) mijil; (17) durma; (18) dhandhanggula; (19) sinom."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
SJ.196-NR 329
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>