Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119895 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paulinus Soge
Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 1990
418.02 PAU m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Sukyadi
"Klausa ing atau selanjutnya disebut klausa partisipium lepas (KPL) memiliki ciri gramatikal yang menarik untuk diteliti. Pertama, KPL dianggap tidak memiliki kala dan hubungan temporal dengan klausa induknya. Haiman (1985b: 217) mengatakan bahwa kala KPL bersifat terbuka, sedangkan Givon (1993:302) melihat KPL sebagai sebuah klausa yang memiliki ciri kefinitan rendah karena kala, aspek dan modalitasnya bersifat reduktif. Sejalan dengan Givon, Jansen dan Lentz (2001:287) juga mempercayai bahwa KPL kurang memiliki struktur internal yang lengkap baik karena ketidaklengkapan struktur sintaktis (tidak memiliki subjek) maupun morfologis (tidak memiliki kala). Kedua, Thompson (1983:45) menyebutkan bahwa KPL tidak secara eksplisit mengungkapkan hubungan logis atau temporal dengan klausa induknya. Ketiga, dari sudut pandang ikonisitas, Haiman (1985b: 217) menduga bahwa KPL dapat termotivasi baik secara ekonomis maupun ikonis sehingga statusnya tidak pasti. Dalam penelitian ini saya mengklaim bahwa karakteristik KPL sebagaimana disebutkan di atas merupakan refleksi ikonisitas KPL yang setidaknya memenuhi prinsip ikonisitas jarak (proximity iconicity) dan ikonisitas jumlah (quantity iconicity), namun kurang memenuhi prinsip ikonisitas urutan linier (Givon, 1995:47).
Ikonisitas kedekatan akan terjadi bila ada korespondensi antara kedekatan konseptual dengan kedekatan formal. Jarak antara KPL dengan klausa induknya secara formal lebih dekat daripada jarak ketika KPL diubah ke dalam struktur lengkap. Secara konseptual, KPL dengan klausa induknya dikatakan berdekatan bila antara keduanya terjadi proses subordinasi temporal (Declerck, 1991). Prinsip urutan Tinier akan terpenuhi jika posisi urutan KPL menggambarkan urutan peristiwa yang direpresentasikannya (Jakobson, 1971, Haiman, 1985b, Givon, 1985, Jansen & Lentz, 2001). Prinsip ikonisitas jumlah akan terpenuhi bila terjadi korespondensi antara jumlah satuan bahasa dan nilai informasi yang disampaikan. Jika KPL berisi informasi kurang penting (latar), sedangkan klausa induknya berisi informasi yang lebih penting (fokus), prinsip ikonisitas jumlah dapat diberlakukan. Proses pelataran dapat diungkap berdasarkan transitivitas verba klausa yang dipertanyakan. Makin transitif sebuah verba makin besar peluangnya untuk berfungsi sebagai fokus (Hopper dan Thompson, 1980 dan Thompson (1983) dan juga sebaliknya.
Korpus yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari teks naratif dan teks nonnaratif. Teks naratif berasal dari novel Moby Dick (Melville, 1851/1990), Wuthering Heights (Bronte, 1847/1998), Tom Sawyer (Twain, 1876/1993) dan Lord of the Rings (Tolkien, 1967), sedangkan teks nonnaratif berasal dari Brown Corpus dan teks resep masak. Dan kedua jenis teks itu terkumpul sekitar 1200 KPL yang kemudian diseleksi ulang menjadi sekitar 800 klausa.
Temuan penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama, hubungan temporal yang terjadi antara KPL dengan klausa induknya adalah hubungan subordinasi temporal bukan pergeseran temporal. Hubungan itu, apakah anterioritas, simultanitas, atau posterioritas, ditandai oleh sistem kala tertentu yang merujuk kepada kala klausa induknya. Karena kala dan temporalitas KPL ditentukan oleh kala dan temporalitas klausa induknya, secara konseptual kedua klausa itu berdekatan. Kedekatan konseptual antara kedua klausa itu juga tercermin dalam kedekatan temporal antara keduanya. Dengan demikian, hubungan antara KPL dengan klausa induknya merupakan hubungan ikonis. Kedekatan konseptual itu baik pada teks naratif maupun nonnaratif tidak berbeda. Kedua, berbeda dengan kasus yang ditemukan dalam bahasa Belanda, dalam bahasa Inggris posisi urutan KPL dalam kalimat tidak selalu menggambarkan urutan peristiwa yang diwakilinya. Dari 753 KPL yang dianalisis, hanya 24.5% yang isokronis. Di antara yang isokronis ini dapat dilihat bahwa teks naratif lebih isokronis daripada teks nonnaratif. Ketiga, secara umum dapat dilihat bahwa KPL kurang transitif daripada klausa induknya sehingga antara kedua klausa itu terjadi proses pelataran. Dalam proses itu, KPL yang reduktif berfungsi sebagai latar dan klausa induk yang berstruktur lengkap berfungsi sebagai fokus sehingga secara pragmatic hubungan antara kedua klausa itu ikonis. Bila dibandingkan, teks naratif kurang transitif (lebih ikonis) daripada teks nonnaratif.
Penelitian ini mengandungi implikasi bahwa KPL memiliki kala dan hubungan temporal dengan klausa induknya. Kala dan temporalitas KPL itu ditentukan oleh kala dan temporalitas klausa induknya. Setiap kala dan temporalitas klausa induk yang berfungsi sebagai pusat rujukan KPL mempunyai sistem tertentu untuk menyatakan hubungan temporal klausa itu dengan KPL-nya. Selain itu, penelitian ini juga menyanggah pendapat Haiman (1985b: 217) yang menyatakan bahwa kala KPL bersifat terbuka. Penjelasan yang paling rasional untuk dikemukakan adalah bahwa kala KPL sama dengan kala klausa induknya. Tanpa pemarkah leksikal seperti when, while, after, atau now, KPL lebih logis ditafsirkan dalam kerangka subordinasi temporal daripada pergeseran temporal. Dari ketiga hubungan temporal yang mungkin terjadi antara KPL dengan klausa induknya, prototipe hubungan temporal yang mungkin terjadi adalah simultanitas. Ini berarti bahwa situasi KPL terjada dalam rangkaian waktu yang sama dengan situasi klausa induknya.

The grammatical features of ing-clauses or detached participle clauses (DPCs) are interesting to study. First, they are believed to have no tenses and temporal relations with their matrix clauses. Haiman (1985b: 217) claims that the tense of DPCs is open, whereas Givon (1993:302) sees that DPCs display clear features of low finiteness in which their tense-aspect-and modalities are reduced. Jansen and Lentz (2001:287) also believe that DPCs are lack of internal structure, either less syntax (no subject) or morphology (no tense forms). Second, Thompson (1983:45) puts forward that DPCs do not explicitly express any logical or temporal relationship with the materials for which they are the background. Third, when seen from iconicity point of view, Haiman (1985b: 217) believes that detached participle clauses are motivated by economic and iconic motivation so that their status are indeterminate. While disagreeing on Haiman's distinction of economic and iconic motivation, I argue that the characteristics of DPCs as mentioned above reflect their iconic nature that fits into both proximity iconicity and quantity iconicity, but not completely meets linear order iconicity as has been proposed by Givon (1995:47).
Proximity iconicity will happen if there is a correspondence between conceptual closeness and linguistic closeness. The reductive structure of detached participle clauses indicates their linguistic closeness to the matrix clauses, while conceptual closeness can be seen from the process of tense and temporal relation between the two clauses (Declerck, 1991). Linear order iconicity will happen if there is a correspondence between linguistic order and order of event (Jakobson, 1971, Haiman, 1985b, Givon, 1985, Jansen & Lentz, 2001). Quantity iconicity will take place if there is a one to one relation between linguistic quantity and the value of information containing in it. The case when valuable information is conveyed with more linguistic code, whereas less valuable information is conveyed with less linguistic code can be seen in the process of grounding (Hopper & Thompson, 1980) and Thompson (1983).
The corpus used in this study is of two kinds, narrative texts and non-narrative texts. Narrative texts are derived from four novels, namely Moby Dick (Melville, 1851/1990), Wuthering Heights (Bronte, 1847/1998), Tom Scnvyer (Twain, 1876/1993) and Lord of the Rings (Tolkien, 1967). Non-narrative texts are derived from Brown Corpus and cookery texts. From these two types of texts, about 753 detached participle clauses with balanced proportion are analyzed.
The results of this study are as follows. Firstly, the tense and temporal relation between the detached participle clause and its matrix clause is a temporal subordination type, not a shift of temporal domain. This finding reveals the existence of conceptual closeness between the two clauses and that detached participle clauses are iconic seen from this perspective. It is also revealed that there is no difference in conceptual closeness of detached participle clauses between narrative and non-narrative texts. Secondly, different from the case in Dutch, we cannot absolutely claim the existence of linear order iconicity (isochrony) in English detached participle clauses because only some of the detached participles are isochronic. Most of them are non-isochronic. When the isochronic ones are closely examined, we can see that narrative texts are more isochronie that non-narrative texts. Thirdly, in general, we can see that detached participle clauses are less transitive than their matrix clauses so that we can claim the existence of the grounding process. The reductive structure of the detached participle clauses serves its function in the sentence as ground, while the complete one of its main clauses serves its function as focus. When the two types of texts are compared, we can see that narrative texts are more transitive than non-narrative texts.
This study also reveals that detached participle clauses indeed have tenses and temporal relations with their matrix clauses. The tenses and temporal relations of the matrix clauses determine both of the tenses and temporal relations of the detached participle clauses. If the tense of the matrix clause is in past, the detached participle tense will be in past too. Although the three possible temporal relations (anteriority, simultaneity and posteriority) which may exist between the detached participle clause and their matrix clauses are expressed in tenses, the main prototype of the temporal relation is simultaneity, meaning that the situation of the detached participle clause takes place at the same time sequence with that of its matrix clause. To this end, we can see that detached participle clauses depend on their matrix clauses not only in terms of meaning, but also in terms of tenses and their temporal relations to the matrix clauses."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D536
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Dharma Susena Suyasa
"Penelitian ini mencoba memperlihatkan bagaimana penerjemahan konsruksi terbelah dalam bahasa Inggris ke dalarn bahasa Indonesia dapat menunjukkan konstruksi terbelah dalam bahasa Indonesia. Data dalam penelitian ini diambil dari dua novel dan dua teks akademis dalam bahasa Inggris berikut terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah (I) pemerian struktur, (2) pembandingan struktur, (3) dan pemerian perbedaan yang ada di antara konstruksi terbelah bahasa Inggris dan konstruksi dalam bahasa Indonesia yang menjadi padanannya. Untuk menganalisis konstruksi terbelah bahasa Inggris digunakan pendapat Biber et al. (1999), Brinton (2000), Huddleston dan Pullum (2002), dan Griffiths (2006). Untuk menganalisis terjemahannya digunakan pendapat Haim (1984), Suparno (1993), Alwi et al. (1998), dan Stoel (2005). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dalam bahasa Indonesia ada beberapa jenis konstruksi terbelah. Selain itu, diperlihatkan juga gambaran tentang struktur topik-komen dan fokus dalam konstruksi terbelah bahasa Indonesia.

This research attempts to show how the translation of English cleft-construction into Indonesian can elucidate Indonesian cleft-construction. Two novels and two academic texts including their translation in Indonesian are employed to provide the data. The analysis methods used in this research are (l) to describe the structure, (2) to contrast the structure, and (3) to formulate the differences between the English cleft-construction and Indonesian construction used as its equivalence. The description of English cleft-construction is based on Biber et al. (1999), Brinton (2000), Huddleston and Pullum (2002), and Griffiths (2006). In Indonesian, Halim (1984), Supamo (1993), Alwi et al. (1998), and Stoel (2005) are used as a ground to analyze the construction used as English cleft-construction equivalence. It is revealed that there are some constructions called cleft-construction in Indonesian. Topic-comment structure and focus of Indonesian cleft-construction are also explained in this research."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T17622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdad
"ABSTRAK
Telaah ini memiliki dua tujuan. Tujuan pertama adalah untuk mengetahui apakah tingkat keterbacaan teks-teks bacaan dalam buku teks "Bahasa Inggris 1", yang diterbitkan oleh Ganeca Exact Bandung pada tahun 1994, sesuai untuk para siswa kelas 1 Sekolah Menengah Umum (SMU). Tujuan kedua adalah untuk memberikan kegiatan belajar mengajar yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa Inggris siswa melalui bahan ajar yang disajikan.
Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang memanfaatkan analisis persentase, dengan 360 siswa kelas 1 SMU tahun ajaran 1995/1996 sebagai sampel. Para siswa tersebut berasal dari dua SMU negeri; 120 siswa dari SMU Negeri 99, Jakarta Timur dan 240 siswa dari SMU Negeri 109, Jakarta Selatan. Data dikumpulkan melalaui tes isi rumpang (TIR) yang mengujikan 30 teks bacaan. Data yang terkumpul dianalisis melalui analisis persentase.
Ada dua penemuan dalam penelitian ini. Pertama, berdasarkan TIR, tingkat keterbacaan teks-teks bacaan dalam buku teks yang diteliti tidak sesuai dengan kemampuan pemahaman para siswa; teks-teks bacaan tersebut terlalu sulit bagi mereka. Kedua, berdasarkan Tabel Mackey, bahan-bahan ajar dalam buku teks tersebut dapat dikembangkan menjadi, setidaknya, 1064 kegiatan belajar mengajar untuk mengembangkan empat keterampilan berbahasa siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dibagi menjadi: (i) 109 kegiatan untuk keterampilan mendengarkan (10%), (ii) 374 kegiatan untuk keterampilan berbicara (35%), (iii) 295 kegiatan untuk keterampilan membaca (28%), dan (iv) 286 kegiatan untuk keterampilan menulis (27%).

ABSTRACT
This study has two objectives. The first objective is to find out whether or not the readability level of the reading texts in the textbook entitled "Bahasa Inggris I" published by Ganeca Exact Bandung in 1994 is suitable for the first-year students of Senior High School (SMU). The second objective is to describe the teaching learning activities that can be done to build the students' English skills through the material presented.
The method applied in this research was a quantitative one making use of a percentage analysis, with 360 first-year students of Senior High Schools in academic year of 1995/1996 as the samples. The students were taken from two state Senior High Schools (SMU Negeri); 120 students were those of SMU Negeri 99, Jakarta Timur and 240 students were those of SMU Negeri 109, Jakarta Selatan. The data were collected through cloze tests consisting of 30 reading texts. The collected data were analyzed through the percentage analysis.
There are two findings in this research. First, based on the cloze test, the readability level of the reading texts in the textbook investigated is not suitable for the students' reading comprehension; it is too difficult for them. Second, in the basis of the Mackey's Table, the materials in the textbook can be developed to, at least, 1064 teaching-learning activities to build the students' four language skills. The activities can be divided into; (i) 109 activities (10%) are for the listening skill, (ii) 374 activities (35%) for the speaking skill, (iii) 295 activities {28%) for the reading skill, and (iv) 286 activities (27%) for the writing skill.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ralista Salsadika
"Untuk memfasilitasi implementasi Kurikulum Merdeka pada tahun 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) merilis buku teks baru (Puskur Dikbud Ristek, 2021). Artikel ini menelaah kesesuaian dari dua buku My Next Words English untuk kelas satu dan kelas empat sekolah dasar. Metode yang digunakan dalam buku teks juga dievaluasi kesesuaiannya dengan pendekatan pengajaran bahasa Inggris terkini. Oleh karena itu, bagian pertama setiap buku teks dianalisis menggunakan metode konten analisis sumatif (Bengtsson, 2016; Hsieh & Shannon, 2005). Proses analisis meliputi menghitung banyaknya aktivitas listening, speaking, reading, writing, viewing, dan representing dalam buku teks. Hasil studi menunjukkan walau My Next Words kelas 1 dan 4 sesuai dengan capaian akademik yang ditetapkan Kurikulum Merdeka, buku teks tersebut belum sesuai dengan pendekatan pengajaran bahasa Inggris terkini. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat efektivitas buku teks Kurikulum Merdeka dalam membantu siswa mencapai capaian akademik bahasa Inggris.

To facilitate the implementation of Kurikulum Merdeka in 2022, the Ministry of Education, Culture, Research, and Technology (MoECRT) publishes new textbooks (Puskur Dikbud Ristek, 2021). This article examines the compatibility of two My Next Words English textbooks for the first and fourth grades of primary school with the academic goals of the Kurikulum Merdeka. The method of teaching English utilised in the textbooks is also evaluated for its applicability to current English teaching approaches. Thus, the first section of each textbook is examined using the summative content analysis technique (Bengtsson, 2016; Hsieh & Shannon, 2005). Counting the frequency of listening, speaking, reading, writing, viewing, and representing activities in the textbooks, drawing inferences from the frequency counts, and comparing the final results comprise the analysis processes. The result of the study shows that despite the fact that My Next Words Grades 1 and 4 are compatible with the English academic goals given by the Kurikulum Merdeka, the textbooks are yet to adhere to the current English teaching approaches. Henceforth, future research may examine the effectiveness of the Kurikulum Merdeka textbooks in helping students achieve the new English curriculum’s academic goals.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Karina Graziani
"Penelitian ini membahas jenis-jenis reduksi yang dilakukan dalam takarir berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk teks sumber berbahasa Jerman dan menganalisis faktor linguistik yang menyebabkan perbedaan tingkat reduksi antara kedua takarir. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif melalui studi pustaka dengan korpus data takarir bahasa Indonesia dan takarir bahasa Inggris dari Deutsche Welle untuk pidato Angela Merkel pada acara Haushaltsgesetz 2021 tentang pembatasan kegiatan masyarakat menjelang Natal 2020. Hasil penelitian menggunakan klasifikasi reduksi teks dalam takarir dari Díaz Cintas dan Remael (2020) menunjukkan bahwa terdapat jenis reduksi parsial dan total dalam level kata, frasa, klausa, dan kalimat yang ditemukan dalam kedua takarir dengan hasil perbandingan bahwa takarir bahasa Indonesia mengalami lebih banyak reduksi dibandingkan takarir bahasa Inggris. Secara linguistik, hal ini disebabkan oleh perbedaan tata bahasa dan leksikal antara bahasa Indonesia dan bahasa Jerman yang lebih distingtif dibandingkan dengan perbedaan tata bahasa dan leksikal antara bahasa Inggris dan bahasa Jerman.

This study discusses the types of reduction found in Indonesian and English subtitle for German source text and analyses linguistic factors that cause differences in the level of reduction between the two subtitles. The research was conducted using a qualitative method through literature study with a corpus of data on Indonesian subtitle and English subtitle produced by Deutsche Welle for Angela Merkel’s speech at the Haushaltsgesetz 2021 event regarding restrictions on community activities before Christmas 2020. Using text reduction classification in subtitles from D'az Cintas and Remael (2020), this study shows that there are types of partial and total reduction in word, phrase, clause, and sentence level found in the two subtitles, with the comparison result that the Indonesian subtitle has more reduction than English subtitle. Linguistically, this is caused by the grammatical and lexical differences between Indonesian and German that are more distinct than the grammatical and lexical differences between English and German."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karnedi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aplikasi metafora konseptual dalam buku teks bidang ekonomi dan bagaimana penerjemah mengatasi masalah penerjemahan berbagai kategori dan/atau jenis metafora konseptual dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Kajian dilakukan dengan menggunakan: (1) pendekatan kognitif, (2) pendekatan berbasis korpus, (3) model komparatif, dan (4) teori strategi penerjemahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa analisis teks sebagai sebuah studi kasus. Analisis terjemahan sebagai sebuah produk didasarkan pada sebuah korpus paralel (data) yang berasal dari tiga buku teks ekonomi berbahasa Inggris (subkorpus teks sumber) dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia (subkorpus teks sasaran) oleh tiga penerjemah dan diterbitkan masing-masing oleh tiga penerbit lokal yang berbeda. Identifikasi penggunaan ungkapan metaforis dalam kedua subkorpus itu dilakukan dengan menggunakan program WordSmith Tools versi 5.0.
Dua temuan utama dalam penelitian ini adalah: (1) 19 jenis metafora yang meliputi ketiga kategori metafora konseptual, yakni 11 jenis metafora struktural, 7 jenis metafora ontologis, dan 1 jenis metafora orientasional; frekuensi kemunculan itu menunjukkan kecenderungan penulis teks sumber menggunakan metafora struktural untuk menjelaskan berbagai konsep, teori, argumen dalam ilmu ekonomi, serta realitas perekonomian dalam buku teks bidang ekonomi, (2) untuk mengatasi masalah penerjemahan metafora konseptual, penerjemah menerapkan tiga metode penerjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sumber (berdasarkan sejumlah prosedur penerjemahan metafora konseptual dan teknik penerjemahan yang digunakan), yaitu metode penerjemahan harfiah, metode penerjemahan setia, dan metode penerjemahan semantis. Dapat disimpulkan bahwa penerjemah mengadopsi ideologi foreignisation ketika menerjemahkan metafora konseptual dalam buku teks bidang ekonomi dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
Relevansi temuan penelitian ini dengan temuan penelitian sejenis adalah penerjemahan buku teks bidang ekonomi sebagai salah satu bentuk teks khusus (genre) yang memiliki fungsi informatif juga cenderung lebih mengutamakan ciri, bentuk, dan makna teks sumber dalam teks sasaran sebagai cerminan dari ketiga metode penerjemahan serta ideologi foreignisation yang dianut. Di sisi lain, metode penerjemahan komunikatif dan ideologi domestication yang berorientasi pada bahasa sasaran juga diadopsi oleh penerjemah. Dengan kata lain, penerjemah cukup terbuka terhadap kedua kutub ideologi penerjemahan itu. Sebagai kesimpulan, penelitian ini turut memperkuat temuan penelitian terdahulu tentang teori metafora konseptual (pendekatan kognitif) dan teori strategi penerjemahan yang terdiri dari ideologi penerjemahan, metode penerjemahan, prosedur penerjemahan metafora, dan teknik penerjemahan.

ABSTRACT
This research aims to investigate the application of conceptual metaphors in economics textbooks and what translation strategies that the translators employ in order to cope with the problems of translating those categories of conceptual metaphors and/or types of metaphors from English into Indonesian. Investigation is based on: (1) a cognitive approach, (2) a corpus-based approach, (3) a comparative model and (4) a theory of translation strategies. The research is conducted on the basis of a qualitative method, particularly a textual analysis in the form of a case study. An analysis of translation as a product is done on the basis of a parallel corpus (data) taken from three English textbooks on economics (the source text subcorpus) and their translations in Indonesian (the target text subcorpus) translated by three translators and published respectively by three local publishers. The use of metaphorical/linguistic expressions in the study corpus is identified by using WordSmith Tools version 5.0.
Two research findings are as follows: (1) nineteen types of metaphors are found in the source text subcorpus representing the three categories of conceptual metaphors: eleven types of structural metaphors, seven types of ontological metaphors and one type of orientational metaphor; the frequencies reflect the source text writers? preference to explain those concepts, theories and arguments in economics, as well as realities of economy in economics textbooks; (2) in order to deal with the problems of translating conceptual metaphors, translators use three major translation methods (i.e. literal translation, faithful translation and semantic translation) based on a number of metaphor translation procedures and translation techniques identified. This translation phenomenon indicates that they adopt the ideology of foreignizing strategy when translating conceptual metaphors in economics textbook from English into Indonesian.
These findings to some extent are closely linked to other research findings in translation studies in the sense that the translation of economics textbooks as one type of specific text (genre) with informative function also tends to maintain the characteristics, forms and meanings of the source language in the target text, rather than the target language. This phenomenon again reveals the three translation methods and the translation ideology being adopted (i.e. foreignisation). However, the communicative method and the ideology of domesticating strategy (domestication) which gives more emphasis on the target language are also adopted by the translators. In other words, the translators seem to be quite open to the two binary ideologies of translation. To sum up, this research strongly supports other relevan research in association with the theory of conceptual metaphor (cognitive approach) and the theory of translation strategies which consists of ideology of translation, translation methods, translation procedures and translation techniques."
Depok: 2011
D1288
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"Disertasi ini merupakan penelitian di bidang stilistik naratif yang memperlihatkan bahwa kajian naratologi dapat dilakukan melalui ancangan linguistik. Dengan menggunakan teori tentang konsep temporal dalam bahasa dan teori naratologi, penelitian ini menjawab masalah: "Makna apa yang dihasilkan oleh penggunaan pemarkah temporal di dalam dua novel detektif klasik berbahasa Inggris, yaitu The Hound of the Baskervilles dan Nemesis dan fungsi apa yang diungkapkan oleh pemarkah temporal dalam dua novel tersebut". Berdasarkan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi makna dan fungsi pemarkah temporal dalam novel detektif klasik. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penggunaan kala dalam teks naratif memiliki dua pola, yaitu kala sebagai pengungkap modus komunikasi faktual dan modus komunikasi fiktif. Pola pertama menggunakan waktu tokoh bertutur sebagai pusat waktu (tnol), sedangkan pola kedua menggunakan waktu narator bertutur sebagai pusat waktu (tnol). Untuk mengungkapkan makna kekinian, pola pertama menggunakan kala simple present, sedangkan pola kedua menggunakan kala simple past. Penggunaan kala dalam pola kedua tersebut mengakibatkan pola interaksional antara kala, aspek, tipe klausa, dan keterangan temporal lebih beragam, seperti hadirnya kala simple past dan keterangan temporal now dalam satu klausa. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa penggunaan pemarkah temporal dalam dua novel yang diteliti mengasilkan makna pragmatik dalam bentuk eksplikatur dasar dan eksplikatur interaksional. Eksplikatur dasar terdiri atas pengungkapan aksionalitas, aspektualitas, dan kewaktuan, sedangkan eksplikatur interaksional terdiri atas penggambaran pergeseran tipe situasi, habitual, keberbatasan, inkoatif, iteratif, dan harmoni kala. Di dalam konteks tertentu, penggunaan pemarkah temporal tersebut juga menghasilkan makna pragmatik yang berupa implikatur, yang antara lain berupa penggambaran (i) perubahan peri keadaan, (ii) urutan peristiwa, (iii) hubungan antara durasi peristiwa dan penceritaannya, (iv) hubungan antara kekerapan peristiwa dan penceritaannya, dan (v) penonjolan peristiwa tertentu. Berdasarkan kemampuannya dalam mengungkapkan eksplikatur dan implikatur tersebut, pemarkah temporal dalam dua novel tersebut dapat berfungsi sebagai pengungkap struktur naratif yang berupa (i) perbedaan antara peristiwa dan nonperistiwa, (ii) hubungan antara waktu cerita dan waktu penceritaan, (iii) penonjolan bagian cerita atau pelataran, (iv) bentuk penceritaan, (v) hubungan antarcerita, dan (vi) posisi narator terhadap cerita. Karena memiliki fungsi-fungsi tersebut, pemarkah temporal dalam novel detektif klasik dapat digunakan untuk mengungkapkan pola penceritaan novel detektif klasik yang terdiri atas penceritaan (i) alur penyelidikan yang ikonis dan lamban, (ii) alur kejahatan yang terpisah-pisah dan anakronis, (iii) pola tindakan yang memadukan sifat rasionalitas dan mistifikasi, serta mengungkapkan (iv) penokohan dan latar yang mengandungi petunjuk yang membingungkan (mystifying)."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D929
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"Disertasi ini merupakan penelitian di bidang stilistik naratif yang memperlihatkan bahwa kajian naratologi dapat dilakukan melalui ancangan linguistik. Dengan menggunakan teori tentang konsep temporal dalam bahasa dan teori naratologi, penelitian ini menjawab masalah: ?Makna apa yang dihasilkan oleh penggunaan pemarkah temporal di dalam dua novel detektif klasik berbahasa Inggris, yaitu The Hound of the Baskervilles dan Nemesis dan fungsi apa yang diungkapkan oleh pemarkah temporal dalam dua novel tersebut?.
Berdasarkan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi makna dan fungsi pemarkah temporal dalam novel detektif klasik. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penggunaan kala dalam teks naratif memiliki dua pola, yaitu kala sebagai pengungkap modus komunikasi faktual dan modus komunikasi fiktif. Pola pertama menggunakan waktu tokoh bertutur sebagai pusat waktu (tnol), sedangkan pola kedua menggunakan waktu narator bertutur sebagai pusat waktu (tnol). Untuk mengungkapkan makna kekinian, pola pertama menggunakan kala simple present, sedangkan pola kedua menggunakan kala simple past. Penggunaan kala dalam pola kedua tersebut mengakibatkan pola interaksional antara kala, aspek, tipe klausa, dan keterangan temporal lebih beragam, seperti hadirnya kala simple past dan keterangan temporal now dalam satu klausa.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa penggunaan pemarkah temporal dalam dua novel yang diteliti mengasilkan makna pragmatik dalam bentuk eksplikatur dasar dan eksplikatur interaksional. Eksplikatur dasar terdiri atas pengungkapan aksionalitas, aspektualitas, dan kewaktuan, sedangkan eksplikatur interaksional terdiri atas penggambaran pergeseran tipe situasi, habitual, keberbatasan, inkoatif, iteratif, dan harmoni kala. Di dalam konteks tertentu, penggunaan pemarkah temporal tersebut juga menghasilkan makna pragmatik yang berupa implikatur, yang antara lain berupa penggambaran (i) perubahan peri keadaan, (ii) urutan peristiwa, (iii) hubungan antara durasi peristiwa dan penceritaannya, (iv) hubungan antara kekerapan peristiwa dan penceritaannya, dan (v) penonjolan peristiwa tertentu.
Berdasarkan kemampuannya dalam mengungkapkan eksplikatur dan implikatur tersebut, pemarkah temporal dalam dua novel tersebut dapat berfungsi sebagai pengungkap struktur naratif yang berupa (i) perbedaan antara peristiwa dan nonperistiwa, (ii) hubungan antara waktu cerita dan waktu penceritaan, (iii) penonjolan bagian cerita atau pelataran, (iv) bentuk penceritaan, (v) hubungan antarcerita, dan (vi) posisi narator terhadap cerita. Karena memiliki fungsi-fungsi tersebut, pemarkah temporal dalam novel detektif klasik dapat digunakan untuk mengungkapkan pola penceritaan novel detektif klasik yang terdiri atas penceritaan (i) alur penyelidikan yang ikonis dan lamban, (ii) alur kejahatan yang terpisah-pisah dan anakronis, (iii) pola tindakan yang memadukan sifat rasionalitas dan mistifikasi, serta mengungkapkan (iv) penokohan dan latar yang mengandungi petunjuk yang membingungkan (mystifying).

The following dissertation was developed based on a narrative stylistic research aimed to show how narrative can be analyzed using linguistics approach. Apparently, the English temporal markers can convey meanings and functions in the context of narrative texts, especially in classical detective stories. Exploration of meanings and functions of English temporal markers was conducted by data analysis using theories of temporaility in language and narratology.
The analysis concluded that there are two patterns of tense usage in narratives. One is the use of tense in an ordinary mood and the second is in a fictional mood. In the first pattern, tense expresses the relation between time of a situation and time when an actor utters the situation. In that context, the present time is expressed by the simple present tense. In the second pattern, tense shows the relation between time of a situation and time when a narrator enunciates the situation. There is a norm in the context that the present time is expressed by the simple past tense. Based on the norm, the simultaneous occurrence of simple past tense and temporal adjunct such as now in a clause is acceptable.
Another conclusion is that the English temporal markers used in the two novels convey explicatures that are either basic or interactional. The basic explicatures that the temporal markers conveyed are actional, aspectual, and temporal meanings plus contextual information. The interactional explicatures consist of expressing a shift in the type of situations, habitual menaing, boundedness, inchoative, iterative, and backshifted preterite. On the other hand, the use of the temporal markers in certain contexts convey implicatures such as a change of state of affair, temporal sequence of events, comparing duration of events and duration of discourse, and saliency of events.
Based on the conveyed meanings, it can be inferred that the English temporal markers function to express a narrative structure consisting of the difference between events and existences, time relation, grounding, moods of narration, and the position of a narrator in the discourse. More often than not, in classical detective novels, the temporal markers can express patterns of the classical detective story, such as the different plots of investigation and crime, the pattern of action, characterization, and setting."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D929
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>