Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156804 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bernadeta Kanya Tyassita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25038
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Firizky Ananda
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pengaturan konsep persamaan pada
pokoknya dalam Konvensi Paris, Persetujuan TRIPs, dan Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek. Selain itu skripsi ini membahas pula mengenai
bagaimana penerapan konsep persamaan pada pokoknya pada kasus-kasus
pembatalan merek di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaturan
konsep persamaan pada pokoknya dalam Konvensi Paris, Persetujuan TRIPs, dan
UU Merek 2001 dan penerapan konsep persamaan pada pokoknya sudah sesuai
dengan Konvensi Paris dan Persetujuan TRIPs.

ABSTRACT
This thesis focuses on how the regulation of likelihood of confusion concept in
Paris Convention, TRIPs Agreement, Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001.
Furthermore, this thesis also focuses on the application of the likelihood of
confusion in the cancellation of trademark registration cases. This research is
qualitative descriptive interpretive. The result of the research shows that
likelihood of confusion concept is regulated in Paris Convention, TRIPs
Agreement, and UU Merek 2001 and the application of likelihood of confusion
concept has been in accordance with Paris Convention and TRIPs agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43789
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Anwarsyah
"Dalam perkembangan dunia perdagangan yang semakin maju, merek mempunyai peran yang sangat panting, bahkan pentingnya merek ini dapat melebihi dari produk yang dihasilkan. Merek yang pada awalnya digunakan untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan dengan menunjukkan asal-usul barang, pada perkembangan selanjutnya digunakan pula untuk menghindarkan terjadinya peniruarl, bahkan dewasa ini merek telah menjadi bagian dari komoditi dagang itu sendiri. Oleh karena itu, negara-negara yang berkepentingan terhadap merek tersebut selalu memperbaharui perundang-undangan merek di negaranya tersebut.
Di Indonesia sendiri pengaturan atas merek telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir adalah dengan dikeluarkannya UU No. 15 Tahun 2001, yang dimaksudkan antara lain selain untuk mengikuti dan menghadapi era perdagangan global serta untuk mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut penerapan konvensi-konvensi internasianal tentang merek yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pemakai merek, UU Merek No. 15 Tahun 2001 menganut sistem pendaftaran konstitutif, yaitu sistem yang memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang telah mendaftarkan mereknya secara resmi_ Meskipun sistem konstitutif yang dianut cleh UU Merek dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemilik merek terdaftar, tetapi UU Merek juga memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk memohon penghapuscn dan atau membatalkan pendaftaran merek dari daftar umum merek. Dalam prakteknya, yang menjadi alasan pembatalan suatu merek terdaftar adalah sebagaimana disebut pada Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 yaitu mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milk pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang danlatau jasa sejenis. Sedangkan untuk menilai apakah suatu merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya tersebut adalah pengadilan.
Penelitian penulis membuktikan bahwa terhadap kriteria adanya persamaan pada keseluruhannya, pengadilan cenderung berpendapat yang sama antara satu putusan dengan putusan lainnya terhadap perkara sejenis. Namun, terhadap kasus-kasus yang mengandung adanya persamaan pada pokoknya, pendapat pengadilan cenderung tidak konsisten. Ketidakkonsistenan ini sebenamya bertolak belakang dari latar belakang perubahan sistem pendaftaran merek dari sistem dekiaratif menjadi konstitutif yang diatur dalam UU Merek, yang bertujuan untuk menciptakan adanya kepastian hukum. Apalagi yang menjadi alasan pembatalan merek tersebut adalah alasan substantif yang sebenarnya telah dilewati dalam proses permohonan di kantor merek. Oleh karenanya, untuk merealisasikan kepastian hukum sebagaimana dikehendaki oleh UU tersebut, petugas pendaftaran merek juga perlu untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan pendaftaran merek tersebut, sehingga terhadap merek yang jelas sama tidak dapat didaftarkan kembali dan merek-merek yang diterima pendaftarannya adalah merek-merek yang jelas telah memenuhi persyaratan substantif."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Nuraeni
"Skripsi ini membahas tentang ketentuan persamaan pada pokoknya dalam sebuah merek berdasarkan pada doktrin-doktrin merek yang dianut dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Doktrin-doktrin merek tersebut menjadi dasar pengujian dalam penolakan pendaftaran merek, oposisi, pembatalan , dan juga salah satu dasar gugatan dalam sebuah pelanggaran merek. Sebagai pembanding tentang ketentuan tersebut digunakan ketentuan yang dianut sistem Amerika Serikat dan Masyarakat Uni Eropa ( European Economic Community). Untuk memahami konsistensi penerapan ketentuan tersebut dalam kasus digunakan dua buah kasus yaitu kasus sengketa merek antara Extra Joss melawan Enerjos dan Kasus IKEA dengan IKEMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan desain preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat inkonsistensi dalam penerapannya doktrindoktrin merek, sehingga diperlukan beberapa revisi terhadap undang-undang yang berlaku saat ini.

This thesis investigated the use of likelihood of confusion clause from its doctrine point of view as stated in Indonesia’s Mark Law No. 15 Year 2001.The doctrines serve as grounds for refusing registration, opposing application, canceling registration, and for claiming infringment of mark. The U.S System and Europan Economic Community (EEC) sytems are used as comparison to the Indonesian law. To understand the application of the doctrines in cases, two cases were selected, which are Extra Joss versus Enerjos and IKEA versus IKEMA. This thesis used doctrinal method as a research method with prescriptif design. The study found that there are inconsistencies in the application of the mark doctrines therefore some revisions to the law should be made accordingly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dwiyanto
"Merek sebagai suatu aset yang sangat berharga untuk memberikan identitas terhadap produk, tidak akan pernah habis untuk dibicarakan. Baik dilihat dari segi ekonomi maupun dari segi hukum, hal ini sangat menarik, mengingat permasalahan di bidang ini selalu timbul dari waktu ke waktu. Sengketa merek yang pada intinya hanya memperebutkan kata-kata yang hampir sama yang terdapat di dalam suatu merek semakin bertambah baik yang sampai ke pengadilan maupun tidak. Banyaknya sengketa merek ini menimbulkan pertanyaan bagi banyak kalangan, apa sebenarnya yang menyebabkan adanya kondisi seperti itu. Beberapa pihak beranggapan bahwa pengaturan pengenai kriteria persamaan pada pokoknya yang terdapat dalam Undang-undang Merek di Indonesia selama ini masih terialu luas untuk ditafsirkan sehingga dalam praktek, pengambilan keputusan permohonan pendaftaran merek sering dijumpai adanya perbedaan pendapat di kalangan mereka sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan cara menganalisa pendapat para pemeriksa merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Departemen Hukum dan HAM serta pendapat para hakim dalam putusannya mengenai sengketa merek. Di samping itu perbandingan dengan prinsip-prinsip hukum yang terdapat di dunia internasional khususnya di bidang HKI juga akan menjadi acuan dalam menganalisa konflik-konflik yang terjadi. Dari basil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapat para pengambil keputusan permohonan pendaftaran merek selama 'ini lebih banyak disebabkan adanya perbedaan penafsiran Undang-undang Merek. Hal ini karena belum dibuatnya peraturan pelaksanaan yang menjelaskan lebih lanjut bagaimana seharusnya menilai adanya persamaan diantara merek. Juklak tersebut sangat penting untuk mengatasi perbedaan yang ada, tetapi juga harus diingat karena pendaftaran merek ini bersangkutan dengan prinsip standar yang terdapat di dunia internasional, maka dalam pembuatan peraturan selanjutnya harus disesuaikan dengan standar-standar tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chalisa Jasmine Azhima
"Pelanggaran merek dapat terjadi meskipun merek tersebut sudah terkenal sehingga menimbulkan kebingungan karena memiliki Persamaan pada Keseluruhan atau memiliki Persamaan pada Pokoknya. Sengketa merek semacam ini terjadi bahkan di seluruh dunia di mana penelitian ini mengambil contoh kasus Peripera yang terjadi di Indonesia, dibandingkan dengan kasus Nutrilogie yang terjadi di Prancis serta kasus Bugatti yang terjadi di Kanada. Merek Terkenal tidak memiliki definisi jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, namun penjelasan Pasal 21 menyebutkannya secara singkat, kemudian dilengkapi dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek. Hal yang sama berlaku untuk Kesamaan Substantif tetapi hanya untuk definisi singkat dan tidak ada peraturan lain. Namun berdasarkan penelitian, Hukum Indonesia yang sebelumnya dianggap paling kurang oleh penulis dalam hal menentukan apakah suatu merek dapat dianggap sebagai Merek Terkenal, malah menjadi yang paling detail dari negara pembanding dalam hal Undang-Undang, tetapi kurang fleksibel dalam hal doktrin dalam hal yurisprudensi sehubungan dengan putusan Persamaan Substantif.

A trademark violation can occur even if a brand is already well known and confusing due to being Identical or having Substantive Similarities. This type of trademark dispute happens even across the world. This research takes the example of the Peripera case that happened in Indonesia, compared to the Nutrilogie that happened in France, as well as the Bugatti case that happened in Canada. There is no precise definition of a Well-Known Trademark under Indonesian Law No. 20 of 2016 on Trademarks and Geographical Indication. However, the elucidation of Article 21 mentions it briefly, then supplemented by the Regulation of Minister of Law and Human Rights Number 67 of 2016 concerning Trademark Registration. The same is applied to Substantive Similarity but only to the extent of a brief definition and no other regulation. Based on the research, however, Indonesian Law, which the writer has previously thought to be the most lacking in terms of determining if a trademark can be considered a Well-Known Trademark, instead becomes the most detailed from the compared country in terms of the Law, but less flexible in terms of doctrines in terms of jurisprudentially regarding the ruling of Substantive Similarities. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Padmara Rengganis
"ABSTRAK
Dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara, merek merupakan salah satu faktor yang penting yang dapat mempengaruhi kelancaran perdagangan tersebut, Di negara - negara berkembang, termasuk Indonesia, ada kecenderungan dari para usahawan dalam negeri untuk sengaja memalsukan merek - merek terkenal, biasanya merek luar,negeri, yang dibubuhkan pada barang - barang produksi dalam negeri dengan mutu rendah. Hal tersebut dilakukan karena beberapa faktor antara lain, pemalsuan merek dapat mendatangkan keuntungan yang jumlahnya jutaan rupiah, adanya sikap luar negeri minded pada sebagian besar masyarakat kita, mahalnya barang - barang produksi dalam negeri dengan mutu yang tidak begitu memadai, dan kurang berperannya Direktorat Paten Dan Hak Gipta dalam menyelenggarakan pendaftaran merek, Persaingan curang dalam bidang merek ini selain merugikan konsumen juga merugikan pemilik merek yang sah, Oleh karena itu pelakunya dapat dituntut berdasarkan pasal 10 UU No 21/1961, pasal I365 KUHPerdata, pasal 382. dan 393 KUHPidana."
Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Sehsisura Solidar Karina
"Sengketa penolakan Permohonan Pendaftaran Merek “Predator + Logo” dengan Nomor Agenda D002017047770 dan Merek “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA” dengan Nomor Agenda D002017052269 diawali oleh Pemohon beritikad baik yang hendak mendaftarkan mereknya namun ditolak oleh Direktorat Merek dan Indikasi Geografis dengan alasan memiliki Persamaan Pada Pokoknya dengan Merek yang telah terdaftar lebih dahulu. Unsur-unsur yang ada pada satu Merek dengan Merek lain dapat dikatakan berbeda, terlebih terdapat penafsiran para penegak hukum di bidang Merek yang berbeda dalam menilai apakah terdapat unsur Similarity of Appearance dalam Persamaan Pada Pokoknya pada Permohonan Pendaftaran Merek “Predator + Logo” dan Merek “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA”. Dengan metode yuridis-normatif, peneliti akan menganalisis bagaimana penerapan unsur Similarity of Appearance dalam Persamaan Pada Pokoknya di dalam sengketa Merek “Predator + Logo” dan Merek “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA”.

The dispute over the rejection of the Application for Registration of the “Predator + Logo” Mark with Agenda Number D002017047770 and the Mark “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA” with Agenda Number D002017052269 was initiated by a good faith Applicant who wanted to register their Mark but was rejected by the Directorate of Trademarks and Geographical Indications on the grounds that it had Similarities in Essence with the Trademark that had been registered first. Some of the elements contained in one Mark with another Mark can be said to be different, moreover there are different interpretations of law enforcers in the Mark sector in assessing whether there is an element of Similarity of Appearance in the Similarity in Essence in the Application for Registration of the “Predator + Logo” Mark and the Mark “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA”. With the juridical-normative method, the researcher will analyze the Application of the element of Similarity of Appearance on Trademark dispute of the “Predator + Logo” Mark and the Mark “PAYFAZZ AGEN KEUANGAN NUSANTARA”."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Rudiarto
"Skripsi ini membahas mengenai persamaan pada pokoknya terhadap merek yang tergolong merek tidak terkenal, dan mekanisme yang harus diatur untuk menilai bahwa suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek lain. Kedua permasalahan tersebut diulas menggunakan metode kualitatif dan ditinjau dari hukum merek. Persamaan pada pokoknya tersebut dilarang oleh Undang-undang Merek, namun belum ada mekanisme yang pasti untuk menilai suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya. Penilaian tersebut menjadi penting, karena penilaian persamaan pada pokoknya sangatlah subyektif. Ketidakjelasan mekanisme ini terkadang menimbulkan perbedaan dalam menerapkan persamaan pada pokoknya pada satu merek. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlu dibentuk peraturan yang menjelaskan kriteria yang pasti mengenai penilaian persamaan pada pokoknya.

This bachelor thesis discusses about likelihood of confusion to two trademarks which are not considered as famous trademarks and the mechanism which is needed to be regulated to assess likelihood of confusion. Both of those issues were examined using qualitative method in the term of trademark law. Likelihood of confusion is prohibited by Trademark Law, but still there is no clear mechanism to assess likelihood of confusion for trademark. This assessment is important, as the assessment for likelihood of confusion is subjective. The unclear mechanism can sometimes cause differency to apply likelihood of confusion theory for trademark. This research result suggest that it is needed to create regulation which explains clear characteristic to assess likelihood of confusion for trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rony Suata
"ABSTRAK
Salah satu hal yang menjadi penyebab ditolaknya permintaan pendaftaran
merek oleh Dirjen HKI yaitu apabila merek yang diajukan pendaftarannya dianggap
memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang sudah
didaftarkan. Walaupun demikian kenyataannya di dalam masyarakat sering kali
dijumpai dua buah merek yang beredar di pasaran yang memiliki persamaan pada
pokoknya, dimana hal ini tidak menutup kemungkinan timbulnya gugatan mengenai
masalah tersebut ke pengadilan. Lain halnya dengan merek yang memiliki persamaan
secara keseluruhan, dalam upaya memberikan perlindungan baik terhadap pemilik
merek yang berhak maupun terhadap konsumen, pengadilan menganggap perkara
sengketa merek yang memiliki persamaan pada pokoknya bukan merupakan perkara
yang mudah didalam pemecahannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa rumusan UU
Merek 2001 mengenai batasan terhadap suatu merek yang dianggap memiliki
persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain masih sangat jauh dari konsep
yang seharusnya. Peraturan yang ada saat ini masih sangat memungkinkan untuk
menyebabkan terjadinya penafsiran yang sifatnya subjektif, sehingga dapat
melahirkan putusan pengadilan yang dirasa belum dapat memberikan kepastian
hukum yang berkeadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Kejelian, kehatihatian
serta pengalaman seorang hakim dalam memeriksa perkara-perkara merek
yang memiliki persamaan pada pokoknya sangatlah diperlukan. Hakim dalam
memutus suatu perkara merek berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya kiranya
harus selalu ingat bahwa konsep persamaan pada pokoknya adalah kebingungan yang
menyebabkan kekeliruan dari pembeli tentang sumber suatu produk. Para pembeli
dari barang-barang bersangkutan tidak seperti sang hakim yang mengadili perkara ini
yang akan memperoleh kesempatan untuk menjejerkan kedua merek bersangkutan
dihadapannya. Para pembeli hanya mempunyai suatu kesan dari merek yang pernah
dilihatnya tetapi bukan suatu gambaran yang jelas tentang semua bagian-bagian dari
merek itu. Makanya kesan dari merek-merek yang tinggal dalam ingatan publik
adalah kesan pada keseluruhannya dari merek-merek tersebut. Jadi, detail dari pada
merek-merek itu umumnya tidak diingat oleh publik pembeli barang bersangkutan.
Yang terpenting adalah bahwa pada waktu melakukan perbandingan antara kedua
merek bersangkutan ini, harus diingat apakah bagi khalayak ramai atau si pembeli
barang hanya teringat pada merek bersangkutan dalam garis-garis besarnya saja. Jadi
pada umumnya, karena banyak sekali merek-merek dalam praktek perdagangan
sehari-hari, maka si pembeli tidak terlalu memperhatikan dan tidak sadar tentang
adanya perbedaan-perbedaan kalau kesan pada umumnya itu sudah merupakan
persamaan, maka dalam menentukan apakah suatu merek memiliki persamaan pada
pokoknya atau tidak, maka merek-merek yang bersangkutan harus dipandang pada
keseluruhannya. Dalam menentukan ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya
dari dua buah merek, selain masalah peraturan dan aparatur yang kurang mendukung,
budaya hukum masyarakat kita saat ini masih belum menyadari bahwa merek
merupakan suatu hal penting dan bernilai ekonomi. Selain itu sarana dan prasarana
yang ada ditiap-tiap lembaga, antara lain baik itu pada Ditjen Merek maupun
pengadilan masih kerap kali menggunakan sistem yang bersifat konvension

ABSTRACT
"
Jakarta: 2006
T37838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>