Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Prasadi
"Menurut Hukum Islam dikenal dua ajaran kewarisan yaitu ajaran kewarisan Patrilinial dan ajaran kewarisan Bilateral yang merupakan hasil ijtihad dari Prof.Dr.Hazairin. Sistem mawali dapat ditemukan pada ajaran kewarisan Bilateral yaitu merupakan penafsiran terhadap Q.IV ; 33 (S. An Nisa). Sedangkan pada ajaran Kewarisan Patrilinial tidak mengenal masalah mawali (ahli waris pengganti). Dan untuk menghadapi masalah mawali ini, maka ajaran Patrilinial menggunakan ajaran Zaid bin Tsabit mengenai perolehan cucu. Karena menurut ajaran Patrilinial, masalah mawali tidak ditegaskan dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Dari kedua ajaran tersebut akan timbul perbedaan dalam pembagian hasil warisan mengenai masalah mawali ini. Seperti diketahui bahwa mawali dapat terjadi pada mawali terhadap anak pewaris (cucu), mawali melalui saudara (keponakan), mawali melalui ibu pewaris (Nenek) dan mawali melalui bapak pewaris (kakek/datuk). Apabila kita ambil contoh mengenai perolehan mawali terhadap anak pewaris (cucu) seperti dalam kasus Said bin Bandul tersebut diatas, maka dapat terlihat perbedaannya yaitu: menurut ajaran Patrilinial, cucu tidak berhak mewaris karena terhijab oleh anak laki-laki pewaris, sedangkan menurut ajaran Bilateral, cucu berhak mewaris (mendapat bagian waris) karena cucu merupakan mawali bagi mendiang orang tuanya (anak pewaris). Pengadilan Agama Jakarta Tiraur dalam menghadapi kasus tersebut biasanya mengadakan persetujuan dengan para ahli waris yang lain agar cucu juga dapat mewaris. Karena umumnya Pengadilan Agama menganut ajaran Patrilinial, sedangkan menurut ajaran ini cucu tidak berhak mewaris selama masih ada anak laki-laki. Untuk menghindari hal tersebut, penulis menyarankan agar sebaiknya dibuat suatu ketetapan/peraturan mengenai mawali ini agar terdapat suatu kepastian dalam pembagian warisan tersebut khususnya mengenai mawali. Dan sebagai bahan perbandingan dalam skripsi ini juga dikemukakan mengenai kedudukan dan perolehan ahli waris pengganti yang ditinjau dari segi Hukum Perdata (KUHPerdata)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mei Zushaniaty I
"Hukum Kewarisan merupakan himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak inewarisi harta peninggalan seorang yang telah meninggal dunia meninggalkan harta peninggalannya. Wasiat merupakan bagian dari hukum kewarisan, dimana wasiat itu adalah suatu pernyataan kehendak oleh seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya sesudah ia meninggal kelak.
Menurut KUHPerdata terdapat 2 cara untuk mendapatkan warisan yaitu dengan ketentuan Undang-Undang atau ab in testate, dan karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testamentair, Dalam KUHPerdata, wasiat tidak boleh melebihi bagian mutlak (Legitime Portie), sedangkan dalam hukum kewarisan Islam wasiat tidak boleh melebihi 1/3 dari har ta peninggalan.
Wujud harta warisan dimana termasuk didalamnya hutang simati, menurut hukum Islam penyesuaiannya adalah didahulukan pelaksanaannya sebelum warisan dibagikan. Sedangkan menurut KUHPerdata, apa yang diterima oleh ahli waris itu adalah harta peninggalan dalam keadaan bersih, berarti setelah dikurangi dengan hutang-hutang sipewaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Sismarwoto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvi Rosini
"Hukum kewarisan merupakan himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur peralihan hak dan kewajiban dari seseorang yang meninggal dunia atau pewaris kepada orang yang masih hidup atau ahli waris. Hukum kewarisan yang berlaku di Indonesia adalah pluralistis, karena belum adanya Undang-Undang Kewarisan Nasional, sehingga masih berlakunya aturan-aturan hukurn Barat, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan hukum Islam, yaitu hukum kewarisan Islam patrilinial (syafi'i), serta hukum Adat, yang sudah berkurang para pendukungnya. Dalam hukum kewarisan Islam ada ijtihad dari Hazairin, yaitu hukum kewarisan Islam bilateral (Hazairin). Penulis mengadakan perbandingan hanya diantara hukum kewarisan Islam patrilinial (Syafi'i), hukum kewarisan bilateral (Hazairin) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pandangan hidup dan sistem menarik garis keturunan yang berbeda, menyebabkan ketiga sistem hukum tersebut berbeda dalam pengaturan mengenai kewarisan. Masalah kedudukan dan perolehan warisan untuk saudara menurut hukum kewarisan Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menarik untuk dibahas, karena kalaulah sebagai syarat saudara tampil mewaris berbeda dalam hukum kewarisan Islam patrilinial dan hukum kewarisan Islam bilateral. Kalaulah suatu keadaan khusus dan memperlihatkan hubungan anak dengan saudara dimana saudara tampil mewaris, jika tidak ada anak walad. Pengertian walad ini berbeda antara hukum kewarisan patrilinial dan hukum kewarisan Islam bilateral. Dalam Undang-Undang Hukum Perdata saudara ditempatkan sebagai golongan kedua bersama-sama dengan orang tua berbagi sama rata, dengan perolehan orang tua tidak boleh kurang dari seperempat bagian. Dari perbandingan itu, akan didapat persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada diantara ketiga sistem hukum tersebut. Untuk itu perlu diadakan pendekatan-pendekatan dari persamaan dan perbedaan yang ada, agar dapat dipertemukan bagi pembentukan hukum kewarisan nasional. Perbedaan yang ada bukan untuk dipertentangkan tapi didekatkan, agar semua pihak bisa menerima prinsip yang sama dan prinsip itu dapat menjadi ketentuan dalam Hukum Kewarisan Nasional."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nurdin
"ABSTRAK
Saat ini di Indonesia ada beberapa ajaran yang dijadikan
landasan oleh Pengadilan Agama untuk menetapkan Fatwa
ahli waris dalara hal ahli waris pengganti, seperti ada
ajaran kewarisan Syafii yang patrilinial dan ajaran kewawarisan
Hazairin yang bilateral, sudah dapat diduga keputusan
ataii penatapan Fatwa antara pengadilan yang satu dengan
lainnya berbeda sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mursalih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suripto Irianto
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.R. Dhiani Listyawati
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfia Eka Wirianti
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>