Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58525 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Loengki Herrianto
Fakultas Hukum. Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arno Gautama
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barker, J. Craig
London: Routledge, 2016
341.33 BAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mudzakkir
"Korban kejahatan, setelah menjadi korban kejahatan, harus menghadapi suatu problem hukum yang krusiai yang menyebabkan dirinya mengalami viktlmlsasi sekunder (secondary victimization) karena adanya penolakan secara sistematis oleh sistem peradilan pidana. Sebagal pihak yang menderita dan dirugikan akibat pelanggaran hukum pidana yang sedang diperiksa, korban kejahatan tidak dillbatkan dalam proses peradilan pidana (atau out sidet), keouali hanya sebagai saksi, dan semua reaksi terhadap pelanggar dimonopoli oleh negara (polisi dan jaksa). Hubungan hukum antara korban kejahatan di satu pihak dengan pelanggar hukum pidana dan negara (polisi dan jaksa) di lain pihak tidak diatur secara jelas. Masalah posisi hukum korban ini menjadi problem hukum yang mendasar karena menyangkut keberadaannya dalam hukum pidana secara menyeluruh.
Disertasi ini mengkaji tentang posisi hukum korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana yang diatur dalam hukum positif (ius constitum) dan pengaturannya di masa datang (ius constituendum) melalui kajian peraturan perundang-undangan, yurisprudensi MARI, dan telaah pustaka serta dilengkapi dengan kajian hukum pidana Belanda sebagai contoh atau bahan analisis pengaturan korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana.
Nilai keadilan yang menjadi pangkal tolak pengaturan korban kejahatan dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana adalah keadilan retributif (retributive Justice) dan keadilan restoratif (restorative Justice). Kedua konsep Ini memiliki sejumlah perbedaan dalam memahami konsep dasar dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana dan posisi hukum korban. Sebagai elemen fiiosofis dari suatu sistem hukum (pidana) perbedaan ini adalah mendasar — atau perbedaan paradigmatik — yang mempengaruhi elemen substantif lainnya. Perkembangan pemikiran hukum pidana hingga sekarang menunjukkan adanya pergeseran perspektif dari retributive Justice kepada restorative Justice. Pengaturan korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana melalui pembaruan hukum pidana Tahun 1981 (UU. No. 8 Tahun 1981, tentang KUHAP) secara umum telah mengubah elemen filosofis dan asas-asas hukum sebagai landasan filosofis peraturan hukum dari undang-undang sebelumnya (HIR), tetapi sejauh mengenai pengaturan korban kejahatan perubahan tersebut tidak sampai mengubah elemen filosofis dan asas-asas hukumnya. Masuknya 'hak-hak korban kejahatan' dalam KUHAP tidak diperkuat oleh landasan filosofis dan teori hukum yang mengakibatkan korban kejahatan tetap tidak diakui eksistensi dan posisi hukumnya sebagai korban dari pelanggaran hukum pidana yang menjadi baglan dari hukum pidana. Kelemahan aspek pengaturan korban ini berlanjut dalam praktek hukum yakni tidak dikembangkannya metode penemuan hukum yang inovatif untuk mendukung keadilan bagi korban kejahatan. Yurisprudensi MARI cenderung mempersempit (restriksi) dalam melakukan penafsiran hukum tentang penegakan hak-hak korban. Sesuai dengan dasar falsafah Pancasila dan konsep hukum pengayoman, kebijakan pembaruan hukum pidana yang beroiientasi kepada korban kejahatan (victim oriented) yang bertitik-tolak pada keadilan restoratif (restorative justice) diperlukan sebagai kebljakan penyeimbang (balance) pembaruan hukum sebelumnya yang berorlentasi kepada peianggar (offender oriented), atau sebagai kebijakan yang parity bukan priority, dikuatkan oleh kenyataan praktek hukum sehari-hari (aspek empirik), perkembangan teori hukum pidana (aspek teoretik), ketentuan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan pokok serta kecenderungan masyarakat Internasional atau PBB (aspek yuridik/normatif). Keadilan restoratif (restorative Justice) dijadlkan kerangka dasar pengaturan korban kejahatan menuntut adanya perubahan pemahaman mengenal beberapa konsep dasar dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana, yaitu kejahatan atau pelanggaran hukum pidana adalah utamanya melanggar hak korban kejahatan, di samping melanggar kepentingan masyarakat dan negara; pengakuan eksistensi dan posisi hukum korban kejahatan; sistem peradilan pidana sebagai sistem penyelesalan konflik; dan restitusi dan kompensasi sebagai baglan dari hukum pidana dan pemidanaan. Strategi kebijakan terhadap korban kejahatan dilakukan; pertama, memberi perspektif baru (restorative Justice) dalam penyelenggaraan peradilan pidana tanpa campur tangan legislatif dan, kedua, kemudian mengubah peraturan hukum. Dalam penataan sistem peradllan pidana, pertama, mendampingkan penyelesaian perkara pidana menurut konsep restorative Justice dengan sistem peradilan yang berlaku sekarang sebagai sarana penyaring masuknya perkara ke pengadilan dan mencangkokkan restorative Justice ke dalam sistem peradllan pidana sekarang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
D1783
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adang Isnandar
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Latuma Erissa
"Tesis ini membahas tentang prospek penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana pencurian ringan. Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan yang lazimnya dilakukan oleh golongan marjinal telah menimbulkan keresahan tersendiri di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, perkara yang dimasukkan dalam sistim Peradilan Pidana ini memiliki konsekuensi yuridis tersendiri akibat diperkarakan dengan menggunakan pasal 362 KUHP (pencurian biasa) sebagai tindak lanjut dari sudah tidak relevannya pasal 364 KUHP (pencurian ringan) dengan perkembangan ekonomi saat ini. Hal ini kemudian berimplikasi pada terusiknya rasa keadilan masyarakat dan munculnya rasa ketidakpuasan terhadap kinerja dari sistim Peradilan Pidana yang ada. Untuk membahas permasalahan tersebut, penulis membagi kajian tesis ini menjadi tiga bagian yaitu, pengalihan (diversi) perkara pencurian ringan ke pendekatan keadilan restoratif oleh polisi, solusi penyelesaian kasus tindak pidana pencurian ringan dalam perspektif keadilan Restoratif, serta kendala penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana pencurian ringan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan sosio-legal, sementara sumber data yang digunakan berasal dari data primer yang dihimpun melalui serangkaian wawancara. Setelah menganalisa permasalahan, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu bahwa polisi dapat menggunakan kewenangan diskresinya pada tahap praadjudikasi sebagai jalan untuk mengalihkan perkara pencurian ringan menuju pengimplementasian keadilan restoratif. Selain itu, solusi yang ditawarkan dengan pendekatan keadilan restoratif terhadap tindak pidana pencurian ringan adalah dengan memulihkan keadaan korban seperti sebelum dilaksanakannya tindak pidana oleh pelaku. Pemulihan ini dapat dilakukan pelaku dengan bekerja selama 2 (dua) hari dengan durasi waktu 4-5 jam di rumah korban. Aspek yang terakhir ialah kendala penerapan keadilan restoratif terhadap tindak pidana pencurian ringan dimana kendala yang paling substansial terletak pada ketiadaan suatu aturan normatif yang mengatur penerapannya serta korban yang tidak bersedia untuk didamaikan.

This thesis discusses about the prospect of restorative justice in petty stealing. Seriously, many petty criminal cases, that commonly conducted by the marginalized groups, have resulted a restlessness in the community. In fact, the criminal justice system as the official system that addresses the petty crime has its own juridical consequnce since it applies article 362 of the substantive of law to sue the defendant. Article 362 is being used as the response to Article 364 which is no longer relevant due to the economic development nowadays. Unfortunately, It then provoked the community attention since suing the defendant in such a way would harm the justice, especially for the marginalized groups. In order to address this crucial issue in depth, the writer comprised the focus into three discussions which covered the act of the police to divert the petty crime to the restorative justice approach, the solution to resolve the petty crime through restorative justice perspective, and the constraints which impede the implementation of restorative justice while addressing the petty crime.
Furthermore, this study used a juridical normative research method with socio-legal as the approach, meanwhile the source of data was taken by a series of interviews with a number of respondents that are closely related to this study. At the end, the result of this study showed that the police, somehow, can use their authority discretion in the pre-adjudication phase to divert the petty crime into the implementation of restorative justice. Moreover, the solution that can be offered through the restorative justice perspective in addressing the petty crime covered restoring the victim before the criminal act for two days with the duration of four to five hours at the victim's residence. Finally, the most substantial constraint that hindered the implementation of restorative justice toward the petty crime relied on the absence of normative regulations to organize its implementation and the victim who is unwilling to be reconciled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30680
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Pradnya Paramita, 1987
345.023 1 AND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Pradnya Paramita, 1992
345.023.1 AND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chaerudin
Jakarta: Grhadhika Press, 2004
345.05 CHA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>