Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118830 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budhi Ghama Surya
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Santoso
"Seiring dengan keadaan perekonomian yang semakin ketat dengan adanya Kebijaksanaan Uang Ketat (Tight Money Policy) dimana kredit perbankan tidak lagi dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan adanya usaha anjak piutang yang merupakan salah satu alternatif lembaga pembiayaan, dapat dijadikan jalan keluar bagi para pengusaha untuk mengatasi masalah cas flow dan credit department suatu perusahaan dalam rangka meningkatkan aktivitas produksinya. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden R.I. no 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I. No 1251/KMK.O13/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, kegiatan factoring semakin banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan anjak piutang yang memberikan fasilitas jasa anjak piutang. Akan tetapi kedua ketentuan di atas hanya mengatur mengenai perusahaan anjak piutang, tidak mengatur mengenai syarat-syarat dan isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak serta hampir tidak mengatur kegiatan perusahaan anjak piutang. Di dalam K.U.H.Perdata sebenarnya ada pengaturan mengenai perjajian anjak piutang, akan tetapi perjanjian anjak piutang dalam K.U.H.Perdata berbeda dengan perjanjian factoring. Oleh karena itu, dasar hukum perjanjian factoring adalah asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 ayat 1 K.U.H.Perdata. Sebagai konsekwensinya, dalam praktek timbul bermacam-macam jenis perjanjian factoring, karena apapun boleh diperjanjikan asal tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan usaha anjak piutang tidak terlepas dari masalah-masalah yang timbul. Permasalahan yang timbul ini berdampak terhadap upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam skripsi ini akan dikemukakan empat upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan anjak piutang (factor) dalam menghadapi piutang yang tidak tertagih. Salah satu diantaranya adalah penyelesaian suatu sengketa melalui musyawarah atau perdamaian yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dengan kesepakatan para pihak. Keadaan seperti ini menimbulkan pertanyaan sampai sejauh mana kepastian hukum penyelesaian suatu sengketa atau perselisihan tersebut, sehingga mempunyai kekuatan mengikat para pihak untuk mentaatinya. Upaya hukum perusahaan anjak piutang melalui gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan negeri memberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan melalui musyawarah atau perdamaian, karena keputusan hakim lebih mempunyai kekuatan mengikat dan kepastian hukum bagi para pihak untuk mentaatinya. Dan untuk memajukan perusahaan anjak piutang di Indonesia, juga untuk melindungi para pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang , kiranya masih diperlukan seperangkat peraturan yang secara khusus mengatur kegiatan anjak piutang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engkus Kusnandar
"Transaksi jual-beli yang dulu dilakukan secara tunai saat ini nampaknya sudah mulai bergeser. Sekarang semakin banyak transaksi jual-beli yang dilakukan dengan sistem kredit. Pola transaksi seperti ini jelas akan berpengaruh terhadap sirkulasi dana dari pengusaha penyelenggara sistem transaksi kredit ini. Mereka akan kesulitan mengatur kelancaran usahanya seandainya pada tengah-tengah waktu pembayaran yang belum lagi jatuh tempo timbul masalah pendanaan mendesak, yang memerlukan dana tunai dengan segera. yang Masalah kebutuhan akan dana segar saat ini tidak lagi hanya bergantung kepada lembaga perbankan. Pemerintah melalui serangkaian kebijaksanaannya malam berbagai Paket Deregulasi juga telah memperkenalkan lembaga keuangan baru, salah satunya adalah lembaga Anjak Piutang, yang kegiatan utamanya adalah mengambil alih piutang dengan cara membeli piutang itu dari kreditur sehingga pada saat jatuh temponya, piutang itu akan beralih dan menjadi hak dari perusahaan Anjak Piutang. Cara pengambilalihan piutang seperti ini, pada intinya tidak jauh berbeda dengan apa yang dikenal sebagai Subrogasi dalam hukum perdata kita, sehingga terhadap kegiatan Anjak Piutang ini tergambar bahwa aturan-aturan yang ada dalam Hukum Perdata kita dapat diterapkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Surjani
"Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian Anjak Piutang paa umumnya dan masalah wanprestasi Klien pada khususnya. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan tehnik wawancara. Wanprestasi merupakan kelalaian Klien dengan tidak melakukan apa yang telah dijanjikan dalam perjanjian Anjak Piutang. Dalam hal ini Klien sengaja lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya, secara umum bentuk wanprestasi Klien adalah sebagai berikut:
- Objek dari piutang yang seharusnya dipenuhi oleh Klien tidak sempurna, sehingga pelanggan/costumer tidak mau membayar harga faktur/invoice atau menunda pembayaran faktur/invoice tersebut.
- Klien melakukan penagihan langsung atas piutang yang telah di alihkan terhadap Pelanggan tanpa sepengetahuan perusahaan Anjak Piutang atau mengalihkan piutang yang sama kepada pihak lain (perusahaan anjak piutang lain).
- Tidak menyerahkan faktur/invoice yang telah ia janjikan.
- Klien memalsukan faktur/invoice yang telah ia alihkan.
Untuk menyelesaikan masalah ini. Klien dapat menempuh tiga alternatif yajtu: Negosiasi, damai melalui arbiter, melalui pengadilan.
Dari ketiga alternatif penyelesaian di atas, maka alternatip penyelesaian negosiasi secara kekeluargaan yang lebih banyak ditempuh oleh para pihak dalam praktek. Karena mengingat jangka waktu dari perjanjian Anjak piutang juga relatif singkat (paling lama adalah 1 tahun). Sampai saat ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur prihal usaha Anjak Piutang, yang ada hanyalah
Kepres 61 tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan R.I. No. 1251/KMK 013/1988. Oleh karena itu untuk lebih mendorong pertumbuhan perusahaan Anjak Piutang serta untuk melindungi para pihak yang terkait dalam kegiatan Anjak Piutang, yang antara lain memuat ketentuan mengenai standard minimum yang harus dicantumkan dalam perjanjian Anjak Piutang dan pengaturan mengenai kewajiban
perusahaan Anjak Piutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anita Tarmizi
"Hukum perjanjian yang diatur dalam Buku Skripsi, Ketiga KUHPerdata menganut sistem terbuka, artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar Undang-Undang , Ketertiban Umum dan Kesusilaan. Jadi, sistem terbuka mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian (berkontrak) sesuai dengan pasa 1338 KUHPerdata. Selanjutnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya diatur secara khusus beberapa perjanjian saja (perjanjian bernama). Jadi, ada perjanjian-perjanjian lainnya yang tidak diatur dalam KUHPerdata (onbenoemde overeenkomst atau perjanjian yang tidak mempunyai nama khusus) sehingga bisa mengikuti perkembangan masyarakat dan kemauan para pihak. Salah satu jenis perjanjian yang tidak bernama, yang baru beberapa tahun ini diperkenalkan di Indonesia adalah Factoring (Anjak Piutang). Sedangkan dinegara-negara Barat Factoring (Anjak Piutang) sudah dikenal sejak tiga puluh tahun yang lalu. Factoring (Anjak Piutang) itu sendiri adalah bentuk pembiayaan dalam bentuk pengalihan piutang perusahaan kepada perusahaan Factor. Tujuan digunakannya Factoring (Anjak Piutang) di Indonesia adalah untuk membantu produsen dalam mengatasi "cash flow" perusahaannya, dimana akhir-akhir ini sering dilakukan penjualan secara kredit. Perusahaan Factor atau yang lazimnya disebut Factor, membeli piutang nasabah atau klien yang timbul ยท sebagai akibat dari transaksi dagang, biasanya dilakukan secara terus menerus, sehingga nasabah atau klien pada dasarnya sekaligus memindahkan urusan penagihan dan pembukuan piutangnya kepada Factor. Di Indonesia sendiri, peraturan yang secara khusus mengatur tentang Factoring (Anjak Piutang) ini belum ada, tetapi hanya diatur secara umum dalam Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Perobiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan. No. 1251/KMK.O13/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Sehingga sebagai suatu lembaga hukum perjanjian yang relatif baru, factoring (anjak piutang) perlu ditelaah lebih jauh daripada sekedar dikenai masyarakat terbatas sebagai suatu cara pembiayaan perusahaan atau cara pengalihan piutang perusahaan (produsen) keperusahaan Factor. Sampai berapa jauhkah suatu perjanjian (kontrak) factoring (anjak piutang) ditunjang olen peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang mengadakan hubungan hukum. Sehubungan dengan adanya rencana pembentukan suatu hukum perjanjian nasional yang akan dapat memenuhi aspirasi bangsa kita, maka yang menjadi masalah adalah sampai berapa jauhkan kehadiran lembaga factoring (anjak piutang) ini dapat memberikan masukan-masukan (input) baik yang merupakan asas-asas umum maupun yang berbentuk konstruksi penerapan perjanjian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Trihastono
"ABSTRAK
Anjak Piutang (Factoring) adalah suatu kagiatan pembiayaan baru di Indonesia, yang diperkenalkan oleh pemerintah melalui paket Kebijaksanaan di bidang pasar modal dan Lembaga Keuangan tanggal 20 Desember 1988. Melalui anjak piutang suatu perusahaan dapat memperoleh dana guna kelancaran usahanya melalui cara penjualan piutangnya kepada perusahaan anjak piutang. Tapi, apakah anjak piutang merupakan hal yang benar-benar baru dalam sistem hukum lndonesia? Apakah KUH Perdata dan atau KUHD ada mengatur mangenai kegiatan ini? Bagaimana mangenai perjanjiari anjak piutang yang oleh pemerintah dijadikan salah satu syarat dalam permohonan izin berusaha dalam kegiatan anjak piutang; hal-hal apa saja yang umumya dicantumkan dalam perjanjian tersebut? Bagaimana KUHPer mengatur mengenai hal ini? Skiripsi ini memberikan gambaran mengenai apa dan bagaimana anjak piutang itu, dan dengan menitik beratkan pada perjanjian anjak piutang, baik secara umum yaitu mengenai hal/klausula klausula yang umum dicantumkan dalan suatu perjanjin anjak piutang; juga secara khusus, yaitu telaah terhadap suatu perjanjian anjak piutang yang dibuat oleh sebuah Bank Swasta Nasional di Jakarta, yaitu Bank International Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adis Banjere
"Salah satu bentuk bisnis yang turut meramaikan dunia perdagangan Indonesia saat ini adalah factoring, yang dalam istilah Indonesia disebut anjak piutang. Perjanjian anjak piutang tidak dikenal dalam RUH Perdata maupun KUH Dagang, tetapi dapat hidup dan berkembang karena RUH Perdata kita mengenal sistem terbuka dan azas kebebasan berkontrak yang berpangkal dari adanya kedudukan kedua belah pihak yang sama derajat. Namun, dalam praktek, perjanjian anjak piutang berbentuk kontrak baku yang isi dan syarat kontraknya telah ditentukan sepihak oleh factor, maka klien hanya berpeluang untuk menerima atau menolak syarat-syarat yang telah ditentukan tersebut. Di sini nampak dominasi factor yang cukup besar sehingga kewajaran perjanjian tersebut sangat tergantung kepada factor. Faktor selalu memaksakan kehendaknya pada klien. Lemahnya posisi klien tergambar dalam Termination Clause dan syarat panghentian perjanjian sebelum saat berakhirnya perjanjian. Secara substansi hubungan hukum antara factor dengan klien tidak jelas, terutama dalam hal menentukan masalah tanggung jawab hukumnya.
Dari hasil penelitian ini, disarankan agar pemerintah perlu membuat ketentuan yang membatasi kebebasan berkontrak dan mencegah penggunaan klausul kontrak yang tidak seimbang, yaitu dengan cara membuat ketentuan yang berisikan larangan menggunakan klausul kontrak yang dinilai dapat merugikan klien baik dari segi kepatutan, keadilan maupun berdasarkan kebebaaan dalam dunia bisnis di Indonesia sehingga pada akhirnya, tercipta kondisi bisnis anjak piutang yang saling menguntungkan baik dari segi hukum maupun dari segi bisnis yang pada akhirnya dapat merangsang pertumbuhan dan kegiatan usaha anjak piutang untuk menunjang perekonomian di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai adalah memberikan porlindungan hukum yang seimbang kepada factor, klien, dan customer, pembatasan kebebasan berkontrak dapat dilakukan dengan dua Cara yaitu, Pertasra, menyempurnakan kaidah-kaidah dalam buku III KUH Perdata atau membuat undang-undang tentang perikatan dan undang-undang tentang hukum kontrak (termasuk kontrak baku). Kedua, membuat beberapa undang-undang yang khusus mengenai suatu aspek tertentu seperti undang-undang mengenai anjak piutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S20850
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>