Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iis Laelasari
"Pengerahan dana yang dilakukan oleh bank dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional antara lain melalui tabungan masyarakat, diantaranya adalah dengan Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas). Tabana selain dapat menghasilkan bunga bagi pemiliknya mempunyai keistimewaan lain yaitu dapat dijadikan jaminan dalam pemberian kredit bank (pada bank BNI tabanas yang dijadikan jaminan bisa dari produk BNI sendiri , bisa juga tabanas dari bank lain yang bonafid), Bagi pihak bank sendiri jaminan merupakan suatu keharusan dalam pemberian kredit (sebagaimana disyaratkan dalam pasal 24 ayat 1 UU No. 14 tahun 1967). Seseorang yang menjadi penabung berarti ia mempunyai hak atas sejumlah uang yang di tabungnya beserta bunga seperti yang telah disepakatinya . Sedangkan sebagai alat bukti si penabung tersebut mempunyai hak maka ia memegang buku tabanas tersebut, berarti tabanas sebagai suatu piutang atas nama. Dalam praktek pengikatan jaminan tabanas sebagai suatu piutang atas nama) adalah dengan gadai, dimana ketentuan gadai diatur dalam Buku II, Bab 20, pasal 1150-1160 KUH Perdata. Mengingat bahwa ketentuan tersebut sifatnya memaksa dan ini sudah diatur dalam kurun waktu yang cukup lama. Sementara itu lembaga perbankan mengalami perkembangan demikian pesatnya, apakah ketentuannya hingga kini masih dirasa memenuhi kebutuhan masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armandy Malik
"ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai eksistensi jaminan kredit yang berupa gadai deposito dalam praktek perbankan dewasa ini. Bank di dalam memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya mensyaratkan adanya jaminan (pasal 24 ayat 1 Undang-undang Pokok Perbankan no 14 tahun 1967). Berdasarkan perkembangannya akhir-akhir ini, bentuk-bentuk benda yang dijaminkan kepada bank mengalami perkembangan pula. Salah satu perkembangan tersebut adalah dengan dijadikannya deposito sebagai salah satu jaminan bagi pelunasan kredit yang diberikan. dilihat dari bentuknya, ada 2 macam bentuk deposito. Pertama adalah DEPOSITO BERJANGKA yaitu suatu piutang atas nama deposan kepada penerbit deposito (dalam hal ini adalah bank). Sebagai imbalannya maka deposan menerima bunga yang dibayar oleh pihak Bank setiap bulannya. Deposito Berjangka ini tidak dapat dipindah tangankan/diperjualbelikan.
Bentuk yang kedua adalah SERTIFIKAT DEPOSITO yaitu sertifikat yang dikeluarkan oleh Gadai Deposito. Bank yang dapat dibeli oleh setiap orang. Sertifikat Deposito ini merupakan suatu tanda bukti penerimaan uang kepada pembawanya yang dikeluarkan oleh Bank atas sejumlah uang yang telah diserahkan kepada Bank untuk suatu jangka waktu tertentu dengan mendapatkan bunga sebagai imbalannya. Sertifikat Deposito ini dapat diperjualbelikan. Deposito menurut hukum termasuk sebagai salah satu benda bergerak yang tidak berwujud. Sebagai benda bergerak yang tidak berwujud maka deposito dapat dialihkan kepada pihak lain dan juga dapat dijadikan sebagai jaminan hutang yang pengikatannya adalah dengan cara gadai. Obyek gadai adalah benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Dewasa ini di dalam praktek perbankan deposito semakin banyak dijadikan sebagai jaminan kredit. Penggadaian deposito umumnya diperlukan sebagai tambahan jaminan di dalam pemberian kredit yang bernilai cukup besar. Mengenai tata cara penggadaian deposito berjangka dan Sertifikat deposito terdapat perbedaan, juga terdapat perbedaan mengenai saat lahirnya hak"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Nurbaiti
"Gadai Surat Sanggup sebagai jaminan kredit pada Bank BNI, Skripsi, 1991. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai eksistensi jaminan praktek perbankan fasilitas kredit kredit yang berupa dewasa ini. Bank surat sanggup dalam di dalam memberikan kepada nasabahnya mensyaratkan adanya barang jaminan pasal 24 (1) UU Pokok Perbankan No 14/1967. Berdasarkan perkembangan akhir-akhir ini, bentuk-bentuk banda yang dijaminkan kepada bank mengalami perkembangan pula. Salah satu perkembangan tersebut adalah dengan dijadikannya surat sanggup sebagai salah satu jaminan bagi pelunasan kredit yang diber ikan. Dilihat dari bentuknya surat sanggup merupakan suatu piutang yang dapat dimasukkan kedalam kelompok surat berharga. Bila dihubungkan dengan bentuk kebendaan, surat sanggup termasuk kedalam bentuk benda bergerak. Maka surat sanggup dapat dialihkan kepada pihak lain sehingga apabila dijadikan jaminan untuk pemberian kredit dengan cara menggadaikan. surat sanggup tersebut. Obyek gadai adalah benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tak berwujud. Dewasa ini dalam praktek perbankan surat sanggup semakin banyak dijadikan sebagai jaminan untuk pemberian kredit. Surat sanggup yang dijadikan jaminan untuk pemberian kredit umumnya dapat dijadikan jaminan pokok ataupun jaminan tambahan dalam hal pemberian kredit yang bernilai cukup besar. Sebagai jaminan pokok maka nilai nominal surat sanggup harus sebesar 100% dari limit kredit yang diberikan oleh bank. Dan juga faktor bonafiditas dari debitur akan mempengaruhi besarnya kredit yang diberikan oleh bank. Mengenai tata cara penggadaian surat sanggup tersebut adalah tahap pertama mengadakan perpanjangan kredit, kemudian tahap kedua berulah mengadakan perpanjangan gadai yang mana di ikatkan dengan endossemen serta pengesahan surat sanggup dari debitur kepada bank."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20704
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lola Ratna Yunila
"ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai eksistensi jaminan kredit yang berupa gadai saham dalam praktek perbankan dewasa ini. Dalam rangka penyusunan skripsi ini, penulis mengumpulkan data-data dengan mempergunakan dua metode penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Bank di dalam memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya mensyaratkan adanya jaminan (pasal-24 ayat 1 Undang-Undang Pokok Perbankan no 14 tahun 1967). Di dalam hukum positif Indonesia dikenal beberapa bentuk lembaga jaminan untuk suatu pinjaman kredit, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan yaitu adanya suatu benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan, dalam hal ini dibedakan antara benda bergerak dan benda yang tidak bergerak. Lembaga jaminan untuk benda bergerak dikenal dalam bentuk Gadai (pand) dan Fiducia sedangkan untuk benda yang tidak bergerak dikenal dalam bentuk Hipotik dan Creditverband. 1 Saham, yang merupakan bagian dari modal suatu Perseroan Terbatas, menurut hukum termasuk sebagai salah satu benda bergerak yang tidak berwujud. Sebagai benda bergerak yang tidak berwujud maka saham dapat dialihkan kepada pihak lain dan juga dapat dijadikan sebagai jaminan hutang yang pengikatannya adalah dengan cara gadai. Gadai adalah hak kebendaan yang bersifat ineniberi jaminan. Obyek gadai adalah benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Dewasa ini di dalam praktek perbankan saham seraakin banyak dijadikan sebagai jaminan kredit. Penggadaian saham umumnya diperlukan untuk sebagai tambahan jaminan .di dalam pemberian kredit yang bernilai cukup besar. Saham ada yang sebagai Efek (saham yang berasal dari Perseroan Terbatas yang terbuka, yang dijualbelikan di Pasar modal/Bursa), dan ada pula saham yang bukan sebagai Efek yaitu saham yang berasal dari Perseroan Terbatas yang tertutup. Di dalam prakteknya, khususnya pada BNI 1946 dan BRI j^ang sering digadaikan adalah saham-saham yang berasal dari Perseroan Terbatas yang tertutup, namun demikian hal ini bukan berarti saham yang sebagai Efek tidak dapat dijadikan sebagai jaminan kredit. Saham yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas dapat berupa saham atas I nama ataupun saham atas unjuk/saham blangko. Terdapat perbedaan raengenai cara penggadaian saham atas nama dan saham atas unjuk, dan juga terdapat perbedaan mengenai saat lahirnya hak gadai. Sehubungan dengan penggadaian saham ini maka ada beberapa pendapat mengenai apakah hak dan kewajiban pemilik saham beralih atau tidak kepada penerima gadai."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
"Tujuannya adalah untuk memberi gambaran mengenai proses pembebanan fiducia atas barang-barang hasil produksi dalam prakteknya di Bank Negara Indonesia 1946 (BNI 1946). Jaminan fiducia atas barang-barang hasil produksi, merupakan alternatif bagi pengusaha yang tidak mempunyai barang-barang lain untuk di jaminkan kecuali barang hasil produksi yang merupakan barang dagangannya. Sebagaimana diketahui bank dalam memberikan kredit mensyaratkan adanya jaminan (pasal 24 ayat 1c UU No. 14/1967) tentunya akan memberatkan bagi pengusaha yang membutuhkan kredit tetapi hanya memiliki barang hasil produksi untuk dijaminkan. Dalam suatu pemberian kredit pada garis besarnya barang jaminan yang diikat sebagai jaminan dikelompokkan atas 2 golongan yaitu jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan fiducia di sini termasuk golongan jaminan pokok karena yang menjadi jaminan di sini adalah barang-barang yang dibiayai kredit yang dimohonkan. Sebagai jaminan pokok maka nilai jaminan ini harus sebesar 100% dari limit kredit yang diberikan oleh bank. Dan Juga faktor bonafiditas debitur akan mempengaruhi besarnya kredit yang diberikan oleh bank. Mengenai tata cara pembebanan fiducia atas barang-barang hasil produksi tersebut adalah melakukan perjanjian kredit baru kemudian mengadakan. perjanjian fiducia serta penyerahan barang-barang hasil produksi secara constitutum possessorium. Karena penyerahan dalam fiducia merupakan penyerahan hak yang sama milik secara kepercayaan, maka barang yang diikat fiducia pada saat tersebut diserahkan kembali kepada debitur sebagai peminjam pakai. Dalam fiducia barang-barang hasil produksi, debitur diberi kewenangan untuk menjual barang jaminan demi kelancaran usahanya. Hal ini di karenakan sifat dan tujuan barang tersebut adalah untuk diperdagangkan. Sebagai konskuensinya maka debitur di beri kewajiban seperti harus menyerahkan seluruh hasil penjualan barang tersebut kepada bank, harus membuat laporan transaksi jual beli barang jaminan tersebut setiap 1 bulan. Perjanjian barang fiducia merupakan perjanjian yang accessoir, yaitu tergantung pada adanya perjanjian (perjanjian kredit) pokok, perjanjian utang. Jadi jika perjanjian utang piutang piutang berakhir atau hutang nya telah dilunasi, maka perjanjian fiducia juga akan berakhir. Perjanjian fiducia sebagai perjanjian melahirkan yang accessoir, maka perjanjian fiducia juga hak-hak yang zakelijk sebagaimana halnya hipotik, gadai dan credietverband."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Wibowo Subhi
"Gadai "Central Save" sebagai Jaminan Pemberian Kredit. Tumbuh dan berkembangnya bank-bank dewasa ini, menimbulkan pula persaingan di antara bank dalam pengumpulan dana dari masyarakat dengan menerbitkan tabungan/simpanan. Fungsi bank selain menghimpun dana juga menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat melalui pemberian kredit. Dalam pemberian kredit bank mensyaratkan adanya barang yang dijadikan jaminan. Bank Central Asia juga tidak ketinggalan dalam pengumpulan dana, yaitu dengan menerbitkan produk berupa tabungan/simpanan bernama Central Save. Central Save ini berbentuk yang dalam lembaran-lembaran bilyet, diterbitkan kepada membawa, dapat diperjualbelikan, berhadiah serta dapat dijadikan jaminan kredit. Bila dilihat bentuknya Central Save ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok surat berharga. Dalam Hukum Perdata Barat, Central Save ini termasuk sebagai Benda Bergerak Yang Tidak Berwujud, yaitu berupa piutang kepada pembawa. Central Save sebagai Benda Bergerak Yang Tidak Berwujud bila hendak dijadikan jaminan kredit pengikatannya harus dilakukan dengan cara Hak Gadai. Central Save dapat dijadikan sebagai jaminan pokok atau jaminan tambahan dalam pemberian kredit yang berupa kredit investasi ataupun kredit modal kerja. Prosedur penggadaian Central Save ini, pertama-tama adalah dibuatnya perjanjian pokoknya yaitu utang piutang/perjanjian kredit. Kemudian dibuatlah perjanjian gadainya. Selanjutnya Central Save yang digadaikan itu harus diserahkan kepada kreditur/pemegang gadai. Penyerahan tersebut merupakan syarat sahnya adanya hak gadai. Berakhirnya perjanjian gadai Central Save ini adalah apabila perjanjian kreditnya telah di lunasi oleh debitur/pemberi gadai atau apabila ada penggantian jaminan Central Save tersebut dengan barang jaminan yang lain. Bila timbul perselisihan, kredit macet/wanprestasi, kreditur akan menegur debitur secara tertulis untuk melunasi utangnya. Apabila debitur tidak mau melunasi utangnya, kreditur akan mencairkan Central Save yang dijadikan jaminan itu untuk pelunasan perikatannya dan apabila ada sisa dari pencairan tersebut akan di kembalikan kepada debitur"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20417
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Nela Lengkong
"Pembangunan Nasional di bidang ekonomi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, secara adil dan merata. Untuk menunjang pembangunan ini tentulah diperlukan dana dalam jumlah yang cukup besar, yang sumbernya dapat di peroleh dari pemerintah maupun dari masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, peranan Bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta semakin dirasakan, terlihat dengan semakin meningkatnya jumlah pemberian kredit yang dikeluarkan oleh pihak bank. Bank BNI 46 selaku bank pemerintah yang mengemban tugas sebagai "agent of umum milik development" turut berperan serta dalam menunjang tercapainya tujuan pembangunan nasional di bidang ekonomi, dengan mengerahkan dana kepada masyarakat melalui pemberian kredit. Berdasarkan pasal 24 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan bahwa bank umum tidak dapat memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga. Jaminan adalah sesuatu yang kepada . kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari perikatan hukum. Jaminan ini dapat berupa jaminan perorangan maupun jaminan kebendaan, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Tidak semua jenis benda dapat diterima atau diikat sebagai jaminan. Salah satu jenis benda yang dapat diterima atau diikat sebagai jaminan adalah surat-surat berharga yang dapat berupa efek sebagimana yang dinyatakan dalam pasal 23 ayat (6) Undang-undang Pokok Perbankan bahwa bank umum memberi kredit terutama dengan tanggungan efek. Dengan demikian obligasi yang adalah jenis efek berupa pengakuan hutang atas pinjaman uang dari masyarakat pun dapat dijadikan jaminan pemberian kredit, khususnya pada Bank BNI 46. Setiap jaminan pemberian kredit haruslah dilaksanakan pengikatan jaminannya. Karena obligasi merupakan suatu benda bergerak (pasal 511 KUH Perdata), maka pengikatan jaminannya adalah gadai berdasarkan pasal 1150 KUH Perdata. Dalam skrisi ini penulis berusaha untuk membahas masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan dijadikannya obligasi sebagai jaminan pemberian kredit pada bank BNI 46, seperti hubungan jangka waktu berlaku ya obligasi dengan pemberian kredit, bunga tetap obligasi dengan pelunasan kredit, hak dan kewajiban pihak bank selaku pemegang gadai, tahap-tahap pemberian kredit, jenis-jenis kredit yang dapat diberikan dengan jaminan obligasi, pengawasan kredit yang dilakukan pihak bank, serta upaya hukum yang dilakukan jika debitur wanprestasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kusumaningsih
"Penelitian dilakukan dengan tujuan uatuk mengetahui mengenai jaminan hipotik dalam kredit sindikasi, dimana hipotik dijaminkan kepada beberapa kreditur yang bersama-sama memberikan kredit kepada satu debitur. Bagaimana pengikatan jaminan hipotiknya dan bagaimana bila terjadi peralihan piutang dari salah satu kreditur sindikasi kepada pihak lain, serta bagaimana bila debitur wanprestasi. Dalam pembahasan ini dicari proses pemecahannya baik dengan bahan kepustakaan maupun dengan metode wawancara. Dalam penelitian, ternyata terdapat perlindUAgan baik terhadap debitur maupun para kreditur sindikasi, sehubungan dengan jaminan hipotik dalam kredit sindikasi, yang kesemuanya dituangkan dalam perjanjian kredit sebagai perjanjian. pokoknya maupun dalam perjanjian pengikatan jaminan hipotiknya sebagai perjanjian yang bersifat accessoir."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Romindo
"Dikeluarkannya kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang moneter dan perbankan seperti Paket Kebijaksanaan Juni 1983 dan Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, membawa dampak yang cukup luas dalam dunia perbankan di Indonesia. Dampak ini timbul karena Kebijaksanaan yang dikeluarkan melalui paket-paket tersebut di atas memberi kelonggaran kepada bank-bank umum untuk menetapkan suku bunga sendiri atas jasa perbankan yang di berikannya. Dampak yang timbul dari dikeluarkannya paket-paket kebijaksanaan tersebut di atas adalah adanya persaingan di antara bank untuk menarik nasabah mereka, dengan cara mengeluarkan produk jasa perbankan yang disertai iming-iming yang menggiurkan seperti tingkat suku bunga yang tinggi untuk simpanan. Untuk menghadapi persaingan ini Bank Rakyat Indonesia telah menciptakan produk jasa bank yang baru seperti kredit multiguna dan tabanasbri. Dimana tabanasbri ini memiliki keistimewaan yaitu bisa dijadikan jaminan kredit. Begitu pula halnya dengan kredit multiguna, ia memiliki keistimewaan yaitu dapat dipakai untuk segala kepentingan yang bersifat produktif dan konsumtif. Agar kredit multiguna ini dapat diperoleh maka seorang pemohon harus menyediakan jaminan, karena jaminan ini merupakan syarat mutlak untuk pemberian kredit, sebagaimana yang diisyaratkan dalam pasal 24 Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 14 tahun 1967. Bila yang dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit multiguna berupa tabanasbri maka cara pengikatannya dilakukan secara cessie atau penyerahan piutang atas nama. Di samping cara pengikatannya banyak hal yang bisa digali dari tabanasbri dan kredit multiguna seperti keuntungan-keuntungan dari kedua produk jasa bank tersebut, prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh kredit multiguna dengan jaminan tabanasbri . Untuk menjawab hal-hal tersebut di atas maka penulis mengadakan penelitian, baik itu lapangan maupun di perpustakaan. Adapun penelitian lapangan, penulis lakukan di Bank Rakyat Indonesia yang berlokasi di jalan Jendral Sudirman Jakarta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S23996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>