Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156370 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marsepen
"Kredit Usaha Kecil (Surat Edaran Direksi Bank Indonesia No.22/4/UKK tanggal 29 Januari 1990) adalah
instrumen pemerataan dibidang usaha yang mewajibkan bank untuk mengalokasikan sebesar 20% dari kredit yang diberikan untuk disalurkan kepada pengusaha kecil, sehingga usaha kecil diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam perekonomian nasional. Di sisi lain, pengusaha kecil dalam mengajukan permohonan pinjaman kepada bank kerapkali menghadapi kendala dalam penyediaan jaminan/agunan sebagai persyaratan yang digariskan undang-undang, dan alasan ini seringkali digunakan pihak bank untuk menolak permohonan kredit dari pengusaha kecil. Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan telah memberikan satu dasar hukum terhadap suatu pola kredit yang berorientasi pada kelayakan usaha yaitu degan melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon debitur, dan apabila dianggap layak maka kredit dapat diberikan dengan barang, hak tagih, dan proyek atau usaha itu sendiri sebagai jaminan/agunan. Dengan kredit yang berpola pada kelayakan usaha ini, maka setiap pengusaha kecil yang memiliki usaha yang layak akan mempunyai peluang yang sangat luas dan sama dalam memperoleh pinjaman dari bank. Bagi pihak bank sendiri pola kredit ini salah satu alternatif terbaik dalam menyalurkan kepada pengusaha kecil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rully Maulana Sofyan
"Eksistensi Lembaga Perbankan sebagai salah satu lembaga dibidang penyaluran dana pemberian kredit kapada masyarakat merupakan lembaga yang memiliki peran yang sangat penting dalam rangka keberhasilan Pembangunan di Indonesia. Salah satu Bank Umum Milik Pemerintah yang juga memberikan kredit kepada masyarakat adalah Bank "X" Cabang Bogor. Dalam rangka penulisan skripsi ini penulis menyimpulkan data-data dengan mempergunakan dua metode penelitian, yaitu penelitian studi kepustakaan dan penelitian langsung pada Bank "X" Cabang Bogar. Didalam pemberian kreditnya Bank "X" mensyaratkan adanya jaminan dari sipemohon kredit, diantaranya Proyek barang-barang/Usaha yang dibiayai kredit. Meskipun dalam Undang-undang. Pokok Perbankan No. 10 Tahun 1998 tidak mengisyarat kan adanya jaminan apabila pihak bank telah mempunyai keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan dari pihak debitur dalam penyelesaian pelunasan pinjaman kreditnya, tetapi dalam prakteknya pihak Bank merasa penting adanya lembaga jaminan tersebut sebagai upaya apabila pihak debitur tidak mampu dan sanggup dalam memenuhi kewajibanya dalam melakukan pelunasan kreditnya atau Wanprestasi dan dinyatakan sebagai kredit macet oleh pihak Bank selaku kreditur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
14-22-04819689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pembangunan ekonomi Indonesia memerlukan partisipasi
dari semua lapisan masyarakat ekonomi, dimana lapisan
masyarakat ekonomi yang terbesar adalah golongan pengusaha
kecil. Pemerintah mewajibkan bank umum untuk memberikan
kredit untuk usaha kecil. Pembentukan Undang-Undang Jaminan
Fidusia bertujuan menciptakan lembaga hak jaminan yang kuat
dengan ciri antara lain mudah dan pasti pelaksanaan
eksekusinya. Skripsi ini meneliti Undang-Undang nomor 42
tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dengan fokus pelaksanaan
pengikatan Jaminan Fidusia untuk Kredit Usaha Kecil (KUK)
dengan keterbatasan biaya dan bagaimana mengatasi
permasalahan yang timbul pada saat dilakukan eksekusi.
Secara khusus tujuan penelitian ini untuk mengetahui
kekurangan-kekurangan yang ada dalam Undang-Undang Jaminan
Fidusia, kemudian mencari pemecahan permasalahan yang
timbul dengan cara melakukan penyempurnaan terhadap Undang-
Undang Jaminan Fidusia yang telah ada khususnya pengaturan
untuk kredit usaha kecil. Dalam pelaksanaan pengikatan
jaminan Fidusia, ada beberapa bank yang tidak melaksanakan
ketentuan-ketentuan sebagaimana yang ditetapkan di dalam
Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan alasan bahwa debitur
tidak berkeinginan untuk mengikuti aturan pengikatan
jaminan oleh karena biaya pengikatan secara notariil bagi
debitur dirasakan sangat tinggi, sedangkan kredit usaha
kecil biasanya berjangka pendek. Disamping itu peraturan
mengenai eksekusi untuk KUK juga belum diakomodasi di dalam
Undang-Undang Jaminan Fidusia khususnya mengenai “parate
eksekusi”. Pelaksanaan parate eksekusi dalam praktek
perbankan masih mendapat hambatan birokrasi karena kantor
Lelang Negara tidak bersedia melakukan lelang agunan
sebelum ada fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S24080
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrianty
"Dewasa ini dunia keuangan dan perbankan khususnya perkreditan telah berkembang cukup pesat dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Kemajuan dan keberhasilan tersebut perlu terus dikembangkan dengan pembinaan Yang tepat. Disamping itu perlu juga dilakukan pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan ini. Hal tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah yang di dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan dikeluarkannya Paket: Kebijaksanaan 29 Mei 1993 (Pakmei). Dalam Pakmei ini diwajibkan kepada semua bank untuk memberikan kreditnya sebesar 20% dari total kredit yang dikeluarkan oleh bank tersebut kepada pengusaha kecil melalui KUK, kecuali bagi bank-bank asing dan bank-bank campuran yang 50% Kreditnya diberikan untuk ekspor. Peraturan ini dikeluarkan karena ada kecenderungan dari bank-bank yang enggan untuk memberikan kreditnya kepada pengusaha kecil melalui KUK karena berisiko tinggi, yaitu risiko terjadinya kredit macet. Sehubungan dengan hal itu, maka bank yang memberikan kredit bagi pengusaha kecil melalui KUK diperbolehkan untuk mengasuransikan kredit tersebut kepada PT. Asuransi Kredit Indonesia (PT. Askrindo). Adanya asuransi kredit ini dimaksudkan agar bank tidak segan-segan untuk memberikan kredit kepada para pengusaha kecil, karena apabila terjadi kredit macet, maka risiko tersebut telah beralih kepada penanggung (PT. Askrindo). PT. Askindo akan menanggung kerugian yang diderita oleh bank sebesar 70% dari kerugian riil. Jadi bank tidak harus menanggung seluruh kerugian yang dialami dari adanya kredit macet. Pakmei ini dikeluarkan untuk membantu para pengusaha kecil dalam rangka mengembangkan dan memajukan usahanya. Dalam pemberian KUK di BDN, asuransi kredit ini merupakan salah satu alternatif bagi bank untuk mengamankan kredit yang telah dikeluarkan bagi para pengusaha kecil, dan sebagai salah satu pemecahan untuk mengatasi kendala dalam penggunaan lembaga jaminan fiducia dan hipotik dalam praktek di BDN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purwanti
"Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank (pasal 1 angka 7 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998). Berdasarkan pasal 511 KUHPer deposito termasuk salah satu benda bergerak yang tidak berwujud. Dalam perkembangannya deposito dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit dari bank. Oleh karena deposito termasuk benda bergerak yang tidak berwujud maka lembaga jaminan yang digunakan adalah gadai (Pasal 1150 KUHPer). Dalam prakteknya di BRI dikenal cash collateral credit (kredit dengan agunan kas) yaitu fasilitas kredit yang seluruh atau sebagian jaminan tambahannya berupa agunan kas sehingga jika debitur wanprestasi agunan kas tersebut dapat digunakan oleh bank untuk melunasi/mengurangi kewajiban debitur. Salah satu bentuk agunan kas tersebut adalah deposito. Penggadaian deposito di BRI dilakukan melalui tahap-tahap yaitu penandatanganan perjanjian kredit, perjanjian gadai dan kemudian dengan penandatanganan perjanjian cessie. Perjanjian cessie ini dilakukan untuk mengantisipasi jika debitur wanprestasi. Setelah tahap-tahap pengikatan deposito dilakukan maka para pihak yaitu BRI (pemegang gadai) dan debitur (pemberi gadai) akan mempunyai hak dan kewajiban asing-masing. Dalam prakteknya penggadaian deposito ini tidak mengalami kendala dalam hal jaminan untuk memperoleh kembali kredit yang telah diberikan melainkan kendala pelaksanaan dari sisi debitur. Selain itu kredit dengan jaminan deposito ini tidak akan sampai mengalami kredit macet akibat tindakan wanprestasi debitur. Hal ini dikarenakan dalam prakteknya di BRI dipersyaratkan bahwa jika debitur 1 bulan tidak dapat membayar hutang pokok dan bunga maka depositonya akan dicairkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Dwi Dharmawati
"Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberi gambaran mengenai eksistensi dari jaminan kredit yang berupa jaminan perusahaan dalam praktek di Bank BNI. Dalam rangka penyusunan skripsi ini, penulis mengumpulkan data-data dengan mempergunakan dua metode penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Walaupun Undang-undang No. 7 tahun 1992 tidak mensyaratkan adanya jaminan apabila bank telah mempunyai keyakinan akan kemampu.n dan kesanggupan debitur untuk mengembalikan kreditnya, tetapi peranan jaminan tetap penting apabila bank tidak mempunyai keyakinan yang cukup akan kemampuan dan kesanggupan debitur tersebut. Didalam hukum positif Indonesia dikenal beberapa bentuk jaminan untuk suatu pemberian kredit, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan (borgtocht). Jaminan kebendaan yaitu adanya suatu benda tertentu yang dipakai sebagai bergerak jaminan, yang dalam hal ini dibedakan antara benda dan benda tidak bergerak. Sedangkan jaminan perorangan yaitu adanya orang atau pihak ketiga yang menjadi penjamin/penanggung dalam suatu pemberian kredit. Jaminan perusahaan merupakan salah satu bentuk penanggungan hutang yang akhir-akhir ini semakin banyak digunakan dalam praktek. Jaminan ini umumnya merupakan jaminan tambahan dalam suatu pemberian kredit. Biasanya perusahaan yang menjadi penjamin adalah perusahaan yang mempunyai hubungan usaha yang erat dengan debitur atau debitur merupakan anak dari perusahaan penjamin. Negara kita tidak mempunyai pelaksanaan pemberian kredit dengan Tetapi dalam praktek di Bank BNI, penjamin adalah perseroan terbatas peraturan mengenai jaminan perusahan yang dapat menjadi yang telah berbentuk badan hukum. Sehubungan dengan hal ini perlu dipikirkan agar dengan telah perusahaan kecil yang tidak mempunyai hubungan usahan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas berbadan hukum tidak menemui kesulitan dalam yang hal mencari perusahaan penjamin dalam pemberian kredit yang sangat dibutuhkannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani Dewi Lengkana
"Pada awal Oktober 1995, Pemerintah memperkenalkan skim kredit baru yang diperuntukkan bagi pengusaha kecil yang diberi nama Kredit Kelayakan Usaha atau disingkat KKU. Sesuai dengan namanya, dasar penilaian pemberian kredit ini dititikberatkan pada kelayakan usaha penerima kredit, dan bukan dititikberatkan pada ada atau tidak adanya agunan tambahan. Kebijakan mengenai pemberian kredit yang menitikberatkan penilaian pada kelayakan usaba penerima kredit sebenamya bukanlah merupakan hal yang baru dalam dunia perbankan. Sebut Saja KIK/KMKP yang dikeluarkan Pemerintah pada akhir tahun 1973. Dalam prakteknya kredit jenis ini ternyata tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena kalangan perbankan pada saat itu merasa kesulitan untuk memberikan kredit kepada pengusaha kecil dengan hanya menilai faktor kelayakan usahanya saja tanpa mempunyai sesuatu yang layak untuk dapat dijadikan sebagai jaminan pengembalian kreditnya. Terlebih lagi dalam Undang undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan pasal 24 dinyatakan secara tegas bahwa bank tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga Pandangan perbankan mengenai pentingnya aspek jaminan dalam setiap pemberian kredit mengalami perubahan setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok Perbankan yang menggantikan UU No. 14 Tahun 1967, dimana dalam pasal 8 dinyatakan bahwa dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Isi dari ketentuan pasal 8 ini sangat memungkinkan untuk dapat dijadikan sebagai landasan hUkum yang kuat bagi berlakunya ketentuan skim KKU, dimana aspek watak, kemampuan serta prospek usaha debitur menjadi dasar penilaian yang lebih diutamakan daripada penilaian terhadap aspek jaminan. Komitmen Pemerintah untuk mengembangkan sektor usaha kecil secara optimal dengan cara memberikan kemudahan kepada mereka untuk mendapatkan akses ke dunia perbankan, patut kita harus dan sudah selayaknyalah mendapat dukungan dan pematian dari semua pihak terutama pihak perbankan. Dengan demikian sektor usaha kecil diharapkan dapat lebih memberikan kontribusinya bagi kemajuan perekonomian nasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20716
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Suciyatno
"Salah satu kebijakan baru pemerintah di bidang moneter, keuangan dan perbankan adalah pembenahan atau pengaturan kembali kredit bank untuk para petani, khususnya petani pangan. Dengan kebijakan tersebut para petani diperbolehkan mengambil kredit sebesar keperluan mereka untuk usaha taninya, dengan suku bunga dinaikkan dari 12% menjadi 16% pertahun. Kebijakan baru pemerintah tersebut menguntungkan KUD sebagai rekanan bank, karena dengan suku bunga sebesar 16%, bank pelaksana (BRI) tetap memperoleh 9%, sedangkan sisanya sebesar 7% diberikan kepada KUD untuk pengembangan usahanya agar lebih giat di dalam mengusahakan dan pengembalian kredit dari para petani. Kebijakan baru ini walaupun menguntungkan KUD namun mengandung kendala yang cukup riskan, karena dengan suku, bunga yang sebesar 16% itu apakah para petani penerima kredit akan mampu untuk mengembalikan pinjamannya tersebut. Dengan keadaan yang demikian pada akhirnya peranan jaminan sebagai unsur utama da1am pemberian kredit akan sangat menentukan, karena masalah ini akan sangat menentukan usaha pihak bank pelaksana ( BRI ) di dalam melancarkan program pemberian kredit kepada para petani tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wijayanto Setyo Kusumantri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S23830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1991
S20375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>