Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53133 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R.A Yuliadewi Wijayanti
"Dewasa ini, di Negara kita (Indonesia) pihak-pihak yang melangsugkan perkawinan khususnya yang disertai dengan perjanjian perkawinan masih sedikit. Dari yang sedikit menggunakan perjanjian perkawinan tersebut adalah mereka yang sebagian besar warganegara keturunan asing, namun adapula sebagian kecil warganegara non keturunan. Hal itu disebabkan bagi warganegara non keturunan (Indonesia) mengangqap adanya masalah tabu yang di anutnya yaitu tabu membicarakan perceraian pada waktu hendak melangsungkan pernikahan. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 membuka kesempatan kepada pihak-pihak yang hendak melangsungkan perkawinan untuk disertai dengan perjanjian perkawinan perjanjian perkawinan mengandung kesepakatan adanya percampuran harta Kekayaan menjadi harta bersama atau tidak ada percampuran harta kekayaan menjadi harta bersama serta pengurusannya. Bagi pasangann calon suami isteri yang hendak melangsungkan perkawinan disertai perjanjian perkawinan mempuyai benda - benda berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan misal, warisan, maka adakalanya diadakan perjanjian perkawinan (Huwelijkesvoorwaarden) . Akibat perkawinan yang disertai dengan perjanjian perkawinan selama menjalankan rumah tangga namun salah satu pihak mengingkari isi perjanjian yang telah disepakati sehingga terjadi perceraian. Bentuk Perjanjian perkawinan tidak mutlak dituangkan dalam akta otentik yang disahkan Notaris, akan tetapi dapat berbentuk perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pejabat Pencatatan Perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enno Soebardjo
"Untuk menuju pembangunan manusia seutuhnya, pembaharuan Undang-Undang diutamakan guna melestarikan ketertiban dan kedamaian dimasyarakat. Setiap manusia memiliki sesuatu yang dihargai, masing masing dalam jumlah yang relatif. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu Undang-Undang Perkawinan berdasarkan Pancasila, sepanjang belum ada atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut, peraturan perundang-undangan perkawinan lainnya masih berlaku. Penelitian dilakukan melalui buku-buku bacaan dan instansi yang terkait. Arti perkawinan di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia antara lain Ketuhanan Yang Maha Esa. Syarat-syarat perkawinan mengikuti keadaan masyarakat yaitu menurut agama dan kepercayaannya, akibat perkawinan terhadap harta hendak terjadi pemisahan harta tanpa ada perjanjian perkawinan, alasan perceraian untuk pegawai negeri berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 serta peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Harta benda perkawinan peraturannya sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, sejak perkawinan berlangsung ada harta yang ter pisah dan harta bersama. Kitab Undang-undang Hukum Perdata bukan warisan budaya bangsa Indonesia. Perjanjian perkawinan tidak banyak digunakan oleh bangsa Indonesia padahal calon suami isteri mendapat kebebasan mengatur harta benda nya, kalaupun itu ada biasanya terjadi antara calon suami atau isteri karena adanya perbedaan yang besar mengenai harta yang dimilikinya. Memuat perjanjian perkawinan berarti mereka akan menentukan harta bendanya atas persetujuannya, dengan memisahkan selain harta yang dibawa, warisan atau hadiah juga harta yang didapat selama perkawinan, meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan harta bersama adalah harta yang di peroleh selama waktu perkawinan, dimiliki secara bersama tidak masing - masing, kecuali dari warisan atau hadiah. Perjanjian dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan, waktu perkawinan akte perjanjian disyahkan oleh pegawai pencatat. Perjanjian perkawinan ini disaksikan oleh dua orang saksi, ditanda tangani oleh calon suami-isteri Notaris dan saksi- saksi. Selama perkawinan, perubahan perjanjian perkawinan tidak bisa walaupun dengan persetujuannya, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Mengenai hukum perkawinan pada umumnya dan harta benda calon suami-isteri termasuk perjanjian perkawinannya, sebagai warga negara Indonesia berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Bab I-XIV, pasal 1-67, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Bab I-X, pasal 1-49 serta Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, pasal 1-23. Calon suami-isteri, penghayatan hukum perkawinan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya adalah perlu diperhatikan, karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam beberapa pasalnya menunjuk ketentuan hukum agamanya dan kepercayaannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S.A. Hakim
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
346.016 HAK h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marlisa
"Sebelum berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat berbagai macam hukum perkawinan yang berlaku bagi berbagai golongan warganegara dan berbagai daerah. Oleh karena itu dengan diundangkannya Undang-Undang Perkawinan diharapkan dapat terjadi unifikasi di bidang hukum perkawinan. Namun jika kita perhatikan isi dari Undang-Undang Perkawinan tersebut akan nampak bahwa Undang-Undang tersebut hanya mengatur hal-hal yang pokok saja, mengenai asas-asas saja, sedangkan penjabarannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan pelaksanaannya. Namun peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan kemudian di dalamnya hanya mengatur sebagian dari Undang-Undang Perkawinan dan khusus mengenai hukum harta perkawinan belum tercakup di dalamnya. Jadi oleh karena itu bagi mereka yang melangsungkan pernikahan dan tunduk pada B. W. sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan mengenai harta perkawinan mereka tetap tunduk pada ketentuan B.W. sedangkan bagi mereka yang menikah setelah berlaku Undang-Undang Perkawinan maka Undang-Undang tersebut berlaku baginya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian deskriptif analitis yang bersumber dari bahan kepustakaan yang menganalisa dan memberikan gambaran mengenai perbedaan pengaturan harta benda perkawinan dalam B.W. dan Undang-Undang Perkawinan. Karena antara B.W. dan Undang-Undang Perkawinan terdapat perbedaan asas yang cukup besar. Oleh karena itu kita masih perlu mempelajari hukum harta perkawinan yang ada dalam B.W. disamping Undang-Undang Perkawinan karena ketentuan tersebut masih berlaku bagi sebagian anggota masyarakat Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecilia
"Pada dasarnya setiap manusia diciptakan berpasang-pasangan, sehingga sangat wajar apabila seorang pria dan seorang wanita menyatakan untuk hidup bersama dalam waktu yang sangat lama dalam suatu lembaga yang disebut dengan perkawinan. Dalam perkawinan tersebut, mereka akan dihadapi masalah-masalah yang harus mereka hadapi bersama, dimana masalah yang paling sensitif adalah masalah mengenai harta benda (keuangan). Untuk mencegahnya, pasangan suami istri tersebut dapat membuat perjanjian perkawinan sebelum mereka menikah. Di Indonesia, terdapat 3 (tiga) peraturan yang mengatur masalah perjanjian perkawinan, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 1 tahun l974 mengenai Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam.
Penulis ingin mengetahui perbedaan dari isi perjanjian perkawinan yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam tersebut.
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode kepustakaan. Dalam mengumpulkan datanya ditunjang dengan wawancara dengan narasumber yang terkait.
Perjanjian perkawinan yang dilakukan pasangan suami-istri merupakan suatu sarana unruk mempermudah dan memperjelas pengaturan harta kekayaan calon pasangan suami istri tersebut. Pada dasarnya perjanjian perkawinan yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang No.l Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, tidak mengandung perbedaan yang terlalu banyak. Sayangnya masyarakat Indonesia masih menganggap perjanjian perkawinan tidak terlalu diperlukan, padahal perjanjian perkawinan memiliki banyak manfaat dalam pengaturan masalah keuangan di rumah tangga mereka."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nini Maryon Chatib
"Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengetahui konsepsi poligami menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, baik itu secara yuridis maupun kenyataan sekarang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan, menganalisa data sekunder, disamping itu juga melakukan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara dengan nara sumber. Tipologi penelitian bersifat Eksplanatoris karena penulis ingin menjelaskan dan sekaligus menguji apakah permasalahan yang dikemukakan sebelumnya sudah sesuai peraturan yang berlaku. Data yang terkumpul, dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa, dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pada asasnya menganut asas monogami tetapi poligami diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang ini. Seorang laki-laki yang beristeri untuk dapat melakukan poligami harus mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Permohonan ini baru dapat diajukan jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan yaitu sebagai berikut : adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri, adanya kemampuan untuk menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anaknya, serta adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri dan anak-anaknya. Permohonan ini akan dikabulkan oleh pengadilan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Umumnya perkawinan poligami dilakukan tidak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi sah menurut agama dengan melakukan perkawinan dibawah tangan. Akibat hukum dari perkawinan di bawah tangan ini negara menganggap perkawinan tidak pernah ada. Anak-anak dari perkawinan ini tidak mempunyai hak mewaris dari bapaknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Maulani
"Semakin majemuknya masyarakat Indonesia, terutama menjelang era globalisasi, membuka kemungkinan terjadinya suatu perkawinan campuran. Perkawinan campuran menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1974 adalah perkawinan antara seorang warganegara Indonesia dengan seorang warganegara Asing. Dalam setiap perkawinan, ada saja kemungkinan timbul suatu kesalahpahaman ataupun penyimpangan dari apa yang sudah direncanakan oleh setiap pasangan yang mengakibatkan putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan dapat terjadi karena kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan. Putusnya perkawinan karena perceraian, dimungkinkan dengan alasan-alasan yang disebut secara limitatif oleh Undang-undang, diantaranya karena perselisihan dan pertengkaran antara suami isteri yang terjadi secara terus-menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Untuk terjadinya perceraian pada perkawinan campuran pada pasangan yang berbeda warganegara terjadi suatu masalah mengenai hukum apa yang akan diberlakukan dalam menyelesaikannya, hukum Indonesia ataukah hukum asing. Perceraian pada perkawinan campuran yang dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 mengikuti ketentuan yang diatur dalam pasal 20-36 dan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975. Akibat perceraian pada perkawinan campuran ini, selain menyangkut masalah nafkah isteri, perwalian dan pemeliharaan atas anak, serta harta bersama, juga mempengaruhi status personil yang berhubungan dengan hal kewarganegaraan yang penyelesaiannya diatur oleh Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia nomor. 62 tahun 1958."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adillah Yuswanti
"Perkawinan yang dilangsungkan sesuai dengan syarat-syarat perkawinan adalah sah. Di dalam Undang-Undang NO. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UUP) dimana perjanjian perkawinan diatur tidak begitu jelas menyebutkan masa berlakunya terhadap pihak ketiga. Oleh karena ada kalanya isi perjanjian tersebut; tidak menyangkut pihak ketiga. Apabila dalam perjanjian perkawinan itu isinya menyangkut pihak ketiga, maka mulai berlakunya sejak disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Di dalam UUP, perjanjian perkawinan diatur dalam pasal 29. Untuk menyelesaikan kasus-kasus mengenai hutang yang dibuat dalam perkawinan, maka perlu melakukan penafsiran secara analogis dari pasal yang ada, yaitu pasal 36 UUP. Pasal 36 mengatakan bahwa harta bersama dan harta bawaannya dapat digunakan atau dipakai oleh suami atau istri atas persetujuan kedua belah pihak. Masing-masing suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Perjanjian pranikah dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing,suami ataupun istri, meskipun undang-undang tidak mengatur tujuan perjanjian perkawinan dan apa yang dapat diperjanjikan, segalanya diserahkan pada pihak calon pasangan yang akan menikah. Asalkan isinya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, hukum dan agama, seperti sudah disebutkan diatas. Karena itu pemikiran panjang mengenai perjanjian pra nikah akhirnya dilaksanakan dengan tujuan tetap memiliki hak-hak atas aset-aset maupun harta yang dibawa sebelum, selama dan setelah putusnya pernikahan, tanpa harus melalui proses yang berbelit-belit. Selain itu mengurangi penderitaan, emosi dan rasa tertekan semua pihak akibat putusnya pernikahan bagi ke dua belah pihak terutama penderitaan anak-anak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>