Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61779 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Damanik, Hasahatan
"Perkawinan merupakan ikatan yang sah antara suami dan istri untuk hidup bersama. Ikatan yang sah dalam perkawinan diatur dalam suatu peraturan yang disebut Hukum Perkawinan. Hukum perkawinan mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan dan akibat hukumnya. undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah undang Undang Perkawinan Nasional, sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umumnya. Undang Undang Perkawinan ini meletakkan asas-asas Hukum Perkawinan Nasional, serta menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjaai pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan masyarakat tertentu . Untuk melangsungkan perkawinan para pihak harus memenuhi syarat-syarat yang di tetapkan dalam undang-undang perkawinan. Jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat tuk melangsungkan perkawinan, maka perkawinan dapat dibatalkan. Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai Pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri. Demikian ditegaskan dalam pasal 26 ayat (1) uu No. 1 Tahun 1974. Adanya kewenangan yang diberikan kepada jaksa untuk meminta pembatalan perkawinan merupakan suatu yang unik, mengingat tugas utama jaksa adalah melakukan penuntutan dalam perkara pidana. Ternyata kewenangan jaksa di bidang hukum perkawinan ini sudah ada dalam Burgerlijk Wetboek (BW). Jaksa wajib mencegah suatu perkawinan dan menuntut kebatalan suatu perkawinan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan (pasal 65 jo pasal 86 BW) . Eksistensi jaksa dibidang keperdataan dimungkinkan karena didalam Undang Undang Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991 dinyatakan bahwa kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S21011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika
"Maraknya perkawinan beda agama selalu menjadi kontroversi serta polemik di masyarakat, baik masyarakat organisasi keagamaan maupun agamawan hampir sepakat melarang dilakukannya perkawinan beda agama. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan dan metode lapangan, terlihat bahwa pandangan masyarakat serta para agamawan tersebut semakin kuat sejak diberlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan khususnya pada pasal 2 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 8 huruf (f), Kompilasi Hukum Islam yang disahkan dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 dan diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 1 Juni 1980 yang mengharamkan pernikahan beda agama baik antara laki-laki muslim dengan perempuan non muslim ataupun sebaliknya. Terlepas dari ketentuan di atas, nyatanya perkawinan beda agama kian hari kian meningkat jumlahnya, bahkan belakangan ini telah terjadi perkawinan beda agama yang dilakukan oleh Yayasan Wakaf Paramadina, yang membolehkan perkawinan beda agama dengan berdasar pada Al Quran surat Al Maidah ayat 5 serta menegaskan bahwa tidak ada tafsir tunggal atas teks-teks Kitab suci. Yayasan tersebut juga mengeluarkan surat keterangan sahnya perkawinan yang hanya sah menurut Yayasan Wakaf Paramadina, tetapi tidak sah menurut hukum Negara karena Yayasan Wakaf Paramadina bukanlah instansi yang berwenang untuk melangsungkan maupun mencatat perkawinan. Perkawinan beda agama tersebut juga tidak luput dari permasalahan yang dapat timbul dikemudian hari antara lain terhadap status perkawinan itu sendiri yang dapat mengakibatkan batalnya perkawinan, Adanya kekhawatiran terjadi konversi agama atau “pemurtadan”, serta permasalahan mengenai pembagian warisan dari perkawinan tersebut yang hanya dapat diwariskan melalui wasiat karena adanya perbedaan agama."
[Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2005
S20472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fluorine Sunardi
"Penulisan skripsi ini membahas mengenai permasalahan pada periode waktu 5 tahun yang diatur dalam pasal 467 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) dalam hal penetapan hilang/meninggal dunia bagi orang hilang oleh Pengadilan yang berkenaan juga dengan penetapan Pengadilan tersebut sebagai suatu syarat pengajuan klaim asuransi jiwa, dan bagaimana apabila orang yang telah mendapatkan penetapan Pengadilan tersebut kembali ke tempat kediamannya namun pembayaran klaim asuransi telah diterima oleh ahli waris dari orang hilang tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan data sekunder (bahan pustaka) yang bersifat hukum sebagai sumber datanya.
Hasil penelitian menyarankan bahwa diperlukan adanya suatu amandemen di dalam peraturan perundang-undangan baik yang mengatur mengenai orang hilang pada KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek)ataupun yang ada di dalam bidang usaha perasuransian.

This thesis writing about problems in dealing with 5 years period which regulated in article 467 of Indonesian Civil Code (Burgerlijk Wetboek) in terms of the stipulation of missing/dead for missing person by the Court related with the Court order as a requirment on submission of life insurance claims, and how if the person who have earned the stipulation of the Court back to where his domicile but the payment of the insurance claims have been accepted by the beneficiary of the missing person.
This research use bibliographical study method using secondary data (library materials), which are legal as its data source.
The research results suggets that it's required to have of an amendment inside the statutory legislation which regulates the missing persons case inside the Indonesian Civil Code (Burgerlijk Wetboek) or that is inside the insurance field business.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S43202
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Naqiya Nazzaha
"Perkawinan yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 adalah perkawinan yang menuju pembentukan keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dalam bahasa umum lazim dinamakan membentuk keluarga yang sakina, mawaddah dan warahmah, penuh dengan kedamaian dan limpahan kasih sayang. Sejalan dengan Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam pada asasnya menganut asas monogami. Namun Agama Islam tidak melarang poligami dengan persyaratan khusus serta adanya pembatasan jumlah istri. Dalam praktek ternyata masih terdapat pelanggaran atas pelaksanaan poligami.
Dalam penulisan ini, kasus yang akan dibahas adalah adanya gugatan pembatalan perkawinan dari seorang istri pertama atas perkawinan kedua suaminya, namun gugatan baru diajukan ketika suami telah meninggal dunia. Dalam penulisan ini permasalahan yang akan dibahas apakah pertimbangan hakim telah tepat dalam memutuskan gugatan pembatalan perkawinan tersebut serta akibat hukum dari putusan tersebut.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan data utama yang digunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Hasil dari analisi adalah bahwa Majelis Hakim dalam memutuskan kasus kurang tepat dan cermat karena hanya melihat dari segi formil saja dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain terutama aspek materiil dari perkawinan itu sendiri. Akibat hukum dari putusan tersebut adalah terhadap anak, harta benda selama perkawinan dan pihak ketiga.
Saran dalam penulisan ini adalah bahwa dalam memutuskan perkara Majelis Hakim hendaknya mencari dan menemukan hukum yang sensitif terhadap kebutuhan perlindungan hukum bagi perempuan dan anakanak, khususnya dalam kaitannya dengan poligami yang dilakukan oleh suami.

Marriage referred to the Law No. 1 of 1974 regarding Marriage Law is a marriage that led to the formation of a family or household that is happy and eternal based on God that is in common language commonly called a family who sakinah, mawaddah and warahmah, full of peace and abundance of affection. In line with the Marriage Law, Islamic Law in principle follows the principle of monogamy. But Islam does not prohibit polygamy with special requirements as well as the restrictions on the number of wives. In practice it turns out there is still a violation of the implementation of polygamy.
In this study, a case that will be discussed is the marriage of a lawsuit over the first wife of her husband's second marriage, but a new lawsuit filed when the husband had died. In this paper the issues to be discussed whether the judge has the right considerations in deciding the lawsuit marriage and the legal consequences of the decision.
The method used is a method of research literature normative juridical, with the main data used secondary data obtained from the literature materials in the form of primary legal materials, secondary and tertiary.
The results of the analysis is that the judges in deciding cases less precise and careful because just look at the formal terms only and does not take into consideration other aspects, especially the material aspects of the marriage itself. The legal consequences of the verdict are against the child, property during the marriage and the third party.
The suggestions in this paper is that the judge the judges should look for and find the law that is sensitive to the needs of legal protection for women and children, particularly in relation to marriage by the husband.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42665
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Emilia Salam
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T28518
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ulupi Indrawati
"Menurut sejarahnya lembaga fidusia muncul karena kebutuhan hukum masyarakat menghendaki berlakunya di dalam praktek. Lembaga jaminan yang muncul pada zaman Romawi ini dikenal di Indonesia dengan perantaraan Belanda melalui azas konkordansi. Nmun demikian lembaga yang sudah sangat lama dikenal ini belum ada pengaturannya dalam Undang-Undang."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Setiadi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perceraian dari perkawinan campuran mempunyai akibat
lebih luas dibandingkan perceraian dari perkawinan pada
umumnya. Sebelum Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006, anak
dari hasil perkawinan campuran tidak mendapatkan
perlindungan hukum dari negara, apalagi bila perkawinan
dilakukan antara laki-laki warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-undang kewarganegaraan maka bagaimanakah akibat terhadap anak dan harta bersama dari perkawinan campuran apabila terjadi perceraian. Penulisan pada kali ini berjudul tinjauan yuridis akibat perkawinan campuran terhadap status anak dan harta bersama dari perkawinan campuran dengan menggunakan metode kepusatakaan yang bersifat normatif dengan jenis penelitian menarik asas hukum untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap permasalahan yang diteliti. Juga menganalisa putusan Mahkamah Agung nomor 430 PK/PDT/2001 untuk lebih memudahkan dalam pembahasannya. Setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006, maka anak
dari perkawinan campuran berhak mendapatkan dwi
kewarganegaraan terbatas, yaitu kewarganegaraan dari ayah
dan ibu secara bersama-sama sampai usia 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin. Pembagian harta bersama untuk benda tidak bergerak, yaitu berupa tanah hak milik tidak dapat dimiliki suami atau istri yang berkewarganegaraan asing kerana adanya asas kebangsaan yang dianut dalam Pasal 1 jo Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. Berdasarkan hal tersebut, maka Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 lebih memberikan perlindungannya kepada warga negaranya khususnya
kepada wanita dan anak-anak dibandingkan dengan Undangundang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 dapat berjalan efektif apabila dilakukan menurut ketentuan yang berlaku dan tidak adanya penyalahgunaan baik oleh petugas maupun masyarakat."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S21285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yunita Neni Susiandari
"Pembatalan perkawinan yang telah dilangsungkan masih terjadi di masyarakat karena ada kemungkinan perkawinan tersebut cacat hukum. Tidak dipenuhinya syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan menyebabkan perkawinan tidak sah, sehingga akan memberikan kesempatan kepada pihak terentu untuk membatalkan perkawinan. Dari uraian tersebut, timbul masalah apa yang menjadi peyebab suatu perkawinan dapat dibatalkan. Bagaimana sahnya perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974. Bagaimana akibat kelalaian Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap wali nikah dan calon mempelai apabila dilihat dari segi perbuatan melawan hukum. Penulisan Tesis ini mengunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan data sekunder.
Metode analisis penelitian adalah metode kwalitatif sehingga menghasilkan data yang evaluatif analisis. Menurut Undang-undang Perkawinan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di muka Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri dua orang saksi dapat diminta pembatalannya oleh para keluarga dalam garis lurus keatas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri. Poligami tanpa dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan undangundang serta perkawinan dibawah ancaman hukum dan perkawinan yang dilangsungkan tanpa izin dan yang melanggar larangan perkawinan dapat dimintakan pembatalannya.
Sahnya perkawinan apabila dilaksanakan menurut hukum agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelum berlangsungnya perkawinan harus diadakan penelitian dan pemeriksaan untuk mengetahui apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan tidak ada halangan untuk melakukan perkawinan. Prinsip ketelitian dan sikap kehatihatian yang dimiliki pegawai pencatat nikah bersifat mutlak. Konsep perbuatan melawan hukum secara luas yaitu tidak hanya melanggar hukum tertulis tetapi juga hukum tidak tertulis. Akibat kelalaian Pegawai Pencatat Perkawinan yang tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan sebelum perkawinan dilangsungkan merupakan perbuatan melawan hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>