Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15211 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nugraha Mulyajatnika
"Perkembangan perindustrian dan perdagangan dewasa ini telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi oleh konsumen. Dengan kondisi yang demikian di satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen, namun di sisi lain, kondisi tersebut dapat mengakibatkan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen tidak dapat mengetahui apakah barang dan atau jasa tersebut mengandung cacat tertentu atau tidak cocok untuk kebutuhan, kesehatan dan keamanan jiwa konsumen. Selama ini apabila konsumen menjadi korban dari suatu produk cacat, dasar hukum untuk menggugat ganti rugi dan meminta pertanggungjawaban produsen adalah pasal 1243 KUHPerdata mengenai wanprestasi dan pasal 1365 mengenai perbuatan melawan hukum. Dengan di sahkannya undang-udang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka terwujudlah suatu perlindungan konsumen yang khusus baik dalam pengaturan tingkatl laku kalangan usaha, maupun penegasan hak-hak konsumen yang harus dilindungi dan mekanisme penegasannya yang efektif. Dengan berlakunnya Undang-undang ini terhadap setiap produk cacat yang menimbulkan kerugian pada konsumen pelaku usaha termasuk didalamnya produsen diberi kewajiban memberikan kompensasi ganti rugi dan atau penggantian. Produsen dapat dimintakan pertanggungjawaban untuk membedakan ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi produk yang. dihasilkan atau diperdagangkan. Dengan penerapan tanggung jawab ini produsen atau yang dipersamakan dengannya dianggap· bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen pemakai produk tersebut kecuali apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat dipersilahkan kepadanya. Dalam undang-undang ini pembuktian unsur kesalahan bukan lagi beban konsumen (penggugat), melainkan/merupakah beban pelaku usaha. (produsen) untuk membuktikannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Suhardi S.
"Tanggung jawab pelaku usaha adalah kewajiban untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Bentuk tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Konsumen dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha apabila konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha. Konsumen dapat mengajukan gugatan berdasarkan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum sesuai dengan prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum Perlindungan Konsumen seperti, tanggung jawab kontraktual (contractual liability), tanggung jawab produk (produet liabiiity), tanggung jawab profesional (professional liability), serta tanggung jawab mutlak (sirict liability).
Penulisan ini dibuat dengan menggunakan metode Deskriptif Analitis dengan menggunakan pendekatan yang bersifat Yuridis Normatif yang dititikberatkan pada penggunaan data sekunder, yaitu berupa asas-asas hukum dan norma-norma hukum yang berlaku, dalam hal ini asas-asas dan kaidah hukum yang mengatur tentang tanggung jawab pelaku usaha dan tentang perlindungan konsumen.
Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam UUPK diatur khusus dalam satu bab, yaitu Bab VI, mulai dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 Tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran dan kerugian yang diderita konsumen. Sesuai dengan UUPK Bab VI tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha, konsumen mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha yang telah merugikannya berdasarkan prinsip-prinsip tanggung jawab pelaku usaha, yaitu berdasarkan prinsip tanggung jawab kontraktual (contractual liability), tanggung jawab produk (produet liability), tanggung jawab profesional (professional liability) dan tanggung jawab langsung (strict liability).
Mekanisme penyelesaian sengketa konsumen dilakukan melalui peradilan umum dengan pengajuan gugatan melalui gugatan individual dan gugatan kelompok/c/av.v aetion. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan prosedur mediasi/konsiliasi dan arbitrase. Pembalikan beban pembuktian diatur dalam Pasal 28 UUPK sehingga unsur pembuktian kesalahan bukan merupakan beban konsumen, tetapi menjadi beban produsen untuk membuktikan tidak bersalah (shifting burden ofproof)."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aninta Sagitaria
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk memaparkan pengaturan hukum terkait tanggung jawab pelaku usaha yang diberikan oleh pemerintah Indonesia serta bentuk pertanggungjawaban kerugian yang diberikan kepada konsumen atas produk cacat tersembunyi oleh pelaku usaha. Selain itu, penelitian ini akan menganalisa kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. dengan hukum perlindungan konsumen. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan dua tahapan, yaitu mengkaji hukum normatif yang berlaku dan melihat kesesuaian antara hukum normatif yang dikaji dengan suatu peristiwa atau obyek penelitian tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji UU Perlindungan Konsumen dan melihat kesesuaian antara UU Perlindungan Konsumen dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. yang berkaitan dengan kerugian yang dialami konsumen karena penggunaan produk mobil BMW dengan cacat tersembunyi dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. yang berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh konsumen ketika menggunakan produk mobil Nissan Navara 2018. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat gugatan penggantian kerugian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. yang seharusnya dikabulkan menurut Hukum Perlindungan Konsumen namun tidak dikabulkan dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. sudah sesuai dengan Hukum Perlindungan Konsumen.

This study aims to explain the legal arrangements related to the responsibilities of producers given by the Indonesian Government and the forms of liability provided by producers for losses given to consumers for hidden defective products. In addition, this study will analyze the suitability of the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. with Consumer Protection Law in Indonesia. This study uses normative juridical research method using two stages, namely examining the applicable normative law and seeing the conformity between the normative law and a particular event or object of research. In this study, researcher examine the Consumer Protection Law and see its compatibility with the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. relating to the losses suffered by consumers due to the use of BMW car products with hidden defects and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. relating to the losses suffered by consumers due to the use of Nissan Navara 2018 car products with hidden defects. The results of this study indicate that there is a claim for compensation for the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. which should have been granted according to the Consumer Protection Law but was not granted and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. is already aligned with Consumer Protection Law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Rahimy
"In the healing effort by the physician, there are high risk which cannot be eliminated. The risks can be in the form of loss suffered by physician or patient. According to loss suffered by patient, there are different opinion about physician's liability, as a consequences of medical action. One interesting discourse in this problem nowadays is the possibility of applying of UU No. 8 Tahun 1999 about Consumer Protection to physician-paticnt relationship. The purpose of the writing of this thesis was to discuss the discourse and to reveal how contractual terms between physician and patient in law and regulation in Indonesia, and how they implemented in some court decisions in Indonesia. The research use normatif yuridis type research, namely more related to research of bibliography steming to written law norms, either regulations or court decisions, by using primary and secondary data, including interview wherever needed. The data analysed by using analytical descriptive method, especially to describe, analyse, and explain the physician's liability regarding the contractual terms between physician-patient, to loss suffered by patient. From the analysis which had been done, it can be concluded that contractual terms between physician and patient were happened due to therapeutic-transaction or therapeutic-agreement and due to comand of law, namely zaakwarneming. In therapeutic-transaction or therapeutic-agreement the physician's duty is the healing effort, not the result Therefore therapeutic-agreement has the character of inpannmgverbintenis. One important factor in therapeutic-agreement is the informed-consent, that is the patient's agreement for the medical action after receiving proper information from the physician. In informed consent, given approval have to pursuant to information of physician concerning medical action to be conducted. In the case of loss suffered by patient, the physician's liability can be blamed if the physician can be blamed due to brake the standar operation procedure or the physician no execute its obligation, and the patient suffer a loss, and there is causality relation between those two (brake the standar operation procedure and patient's loss). Beside that, it was also found that physician's liability can ¿so be insist using UU No. 8 Tahun 1999 about Consumer Protection. In implementation, as analysed from court decisions collected for this thesis writing, there are differences in looking at physicians* liability. However, there are consideration of Judges which using fault based liability principle with presumption of negligence and presumption liability principle, base on 'res ispa loquitor' doctrine."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T36666
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Esther P. J.
"Asuransi kerugian akibat hum hara adalah suatu klaim kerugian yang dialami oleh tertanggung yang diakibatkan oleh suatu peristiwa yang terjadi pada saat adanya huru hara pada lokasi obyek yang diasuransikan. Landasan hukum untuk menyatakan bahwa suatu peristiwa dapat dinyatakan sebagai huru-hara adalah dengan adanya pernyataan dari pemerintah setempat tentang adanya penghentian kegiatan pemerintahan yaitu kantor-kantor clan atau adanya sekolah diliburkan.
Hal yang sangat mendasar yang membedakan antara asuransi kerugian akibat hum-hara dengan asuransi kerugian yang lain adalah, bahwa asuransi kerugian akibat huru-hara merupakan perluasan jaminan (jaminan tambahan) dari polis asuransi kerugian yang dipegang oleh tertanggung. Seseorang tidak bisa mendapatkan perluasan jaminan, tanpa memiliki polls asuransi kerugian terlebih dahulu. Polis asuransi kerugian tersebut, bisa berupa polis asuransi kendaraan bermotor dan atau kebakaran. Untuk mendapatkan perluasan pertanggungan yang dijamin oleh Klausula 4.1. B, seorang tertanggung diharuskan membayar premi tambahan (lebih) dibanding premi asuransi kerugian yang lain. Tambahan premi ini merupakan syarat khusus dalam perjanjian asuransi kerugian akibat huru-hara.
Dalam upaya untuk melindungi kepentingan konsumen (tertanggung) yang sexing didudukkan pads posisi yang lemah dalam mempertahankan hak clan kewajibannya dalam kontrak terhadap posisi pelaku usaha (penanggung) yang umumnya menduduki posisi yang sangat dominan, maka dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengatur tentang larangan penggunaan klausula baku dalam perjanjian. Pasal 18 UUPK ini harus dengan secara jelas disosialisasikan pada dunia asuransi untuk dapat dijadikan landasan perancangan kontrak asuransi walaupun tetap diajukan dalam bentuk draft polis asuransi yang telah tercetak. Khususnya dalam suatu draft kontrak tercetak yang diajukan kepada pihak konsumen untuk ditandatangani, dimana sebenarnya sebelum langkah penandatanganan kontrak tersebut , konsumen mempunyai hak dan kewajiban untuk membaca dan memahami bahkan melakukan perubahan terhadap draft kontrak yang tercetak. Namun demikian situasi dan posisi pihak konsumen cenderung berada dalam posisi sulit untuk melakukan perubahan kontrak. Dilain pihak para pelaku usaha menyatakan sudah memberikan auk-up waktu clan informasi kepada pihak tertanggung untuk membaca dan memahami draft polls asuransi yang diajukan.
Pada umumnya pihak tertanggung atau konsumen biasanya tidak menggunakan penyelesaian sengketa dalam perjanjian asuransi berdasarkan ketentuan Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47 dan Pasal 52 UUPK melalui lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen, Sengketa antara pelaku usaha (penanggung) dengan pihak konsumen (tertanggung) biasanya diselesaikan melalui lembaga peradilan dengan menggunakan KUHD maupun ketentuan lain di bidang Asuransi seperti UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransi dan peraturan pelaksananya yaitu PP No. 73 Tabun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Sutedi
Jakarta: Ghalia Indonesia , 2008
381.34 ADR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Jason Fredrick
"Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab direksi bank sebagai pengurus atas usaha bank, khususnya dalam hal penyaluran kredit perbankan. Perbankan memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranan yang dimaksud yaitu sebagai penghimpun dana dan pengalokasian dana yang digunakan untuk menjalankan roda perekonomian baik secara mikro maupun makro. Berkaitan dengan perannya ini perbankan juga mengalami masalah yang menuntut perhatian besar agar perbankan dapat menjalankan perannya dengan baik. Masalah terbesar yang dihadapi oleh perbankan adalah kredit, masalah tersebut bertambal) rumit sejalan dengan seringnya debitur-debitur bank mengalami kredit macet (Insolven). Masalah ini sangatlah serius untuk diperhatikan, karena kredit macet merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kondisi perekonomian bank, bahkan terkadang menjadi faktor utama dilikuidasinya sebuah bank. Oleh karena itu, bank sebagai most regulated industry, sangat ketat dalam mengatur usaha bank, khususnya mengenai penyaluran kredit bank. Dalam penyaluran kredit bank tersebut, bank dituntut untuk selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang benar, walaupun terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama. Tetapi disisi lain, bank juga diharapkan untuk dapat cepat dalam melakukan pertumbuhan ekonomi bank. Hal ini tentu saja menjadi suatu dilema bagi direksi bank, sebab direksi sebagai pengurus harian bank, selain harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit, tetapi di sisi lain, direksi juga dituntut untuk mengambil langkah dengan cepat dan tepat dalam menumbuhkan perekonomian bank. Bank Indonesia sebagai pengawas serta regulator perbankan Indonesia, juga dituntut untuk selalu mengawasi serta mengatur usaha perbankan serta seluruh tindakan pengurus bank dalam hal ini direksi sebagai pengurus harian, khususnya dalam hal penyaluran kredit bank. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa regulator sebagai pencipta peraturan, diharapkan untuk terus memperketat peraturan perbankan Indonesia, khusunya dalam usaha bank menyalurkan kredit; direksi bank diharapkan menerapkan Good Corporate Governance dengan baik dan benar agar terhindar dari tanggung jawab atas kerugian bank akibat kredit yang disalurkannya kepada debitur, dimana dikemudian hari debitur tersebut mengalami kredit macet.

This thesis will discuss the Board of Bank Responsibility as the managing committee in the banking industry, specifically in the credit distribution. Banking has an important role in the national economic development, that is to accumulate and allocate fund used to run the micro and macro economy. In carrying out the role, banking experienced problems. The biggest problem faced is credit. This problem becomes even complicated with lots of discharge liabilities (insolvent) happened in banking. And it will turn into a serious matter since insolvent can affect the economics affair in banking. Moreover insolvent can also be the main factor of bank liquidation. For this reason, banking as the most regulated industry, needs to strictly control the business, especially in its credit. In distributing credits, banking ought to be very cautious and correctly implement the right management risk Such action needs a long time to carry out, but at the same time banking has to move fast in their economic growth. This is a dilemmatic situation for the board of director. Bank of Indonesia as the comptroller and regulator in banking, needs to regularly Controls and regulates the banking business and every action taken by the management especially in credit distribution. This research is a juridical normative pattern research. The result of the research will suggest Bank of Indonesia, as the one that constitute the regulation, to strictly implement the banking regulation in Indonesia, especially in distributing banking credits. The board of director needs to correctly enforce the Good Corporate Governance to avoid the responsibility of loss caused by insolvent."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T25714
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Rahimy
"Dalam upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter, terdapat risiko-risko tinggi yang tidak dapat dihilangkan, yang dapat berupa kerugian yang diderita oleh pihak dokter maupun pihak pasien. Terhadap kerugian yang diderita oleh pasien, terdapat perbedaan pendapat mengenai bagaimana pertanggungjawaban dokter atas kerugian yang diderita pasien, akibat tindakan medis yang dilakukan. Salah satu hai yang diperdebatkan saat ini adalah kemungkinan penerapan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam hubungan dokter dengan pasien. Untuk itu penulisan tesis bermaksud mengetahui Bagaimana hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia? Bagaimana tanggung jawab dokter terhadap kerugian yang dialami pasien dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia? Dan bagaimana kecenderungan pertanggungjawaban dokter terhadap kerugian pasien dalam beberapa putusan pengadilan di Indonesia? Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni lebih mengacu kepada penelitian kepustakaan yang bersumber pada data sekunder seperti norma-norma hukum tertulis, baik peraturan perundang-undangan, maupun putusan-putusan pengadilan, serta literatur tertulis lainnya. Kemudian sebagai pendukung analisis data sekunder, penulis juga menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara. Data yang didapat kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis yakni menggambarkan, menganalisa, serta menjelaskan mengenai hubungan hukum dan tanggung jawab dokter terhadap kerugian pasien. Dari analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antara dokter dengan pasien dapat terjadi karena transaksi atau perjanjian terapeutik dan karena perintah undang-undang, yakni zaakwarneming. Dalam perjanjian terapeutik yang menjadi prestasi dokter pada umumnya adalah upaya penyembuhan, bukan hasiL Oleh karena itu perjanjian terapeutik bersifat inpanningverbintenis. Salah satu faktor penting dalam perjanjian terapeutik adalah kesepakatan pasien untuk dilakukan tindakan medis, yang disebut informed consenl atau persetujuan tindakan medis. Dalam informed consent, persetujuan yang diberikan harus berdasarkan informasi dari dokter mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Dalam hal terjadi kerugian yang diderita pasien, pada umumnya dokter dapat dikenakan pertanggungjawaban jika dokter dapat dipersalahkan karena melakukan tindakan medis yang tidak sesuai dengan standar atau dokter tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, sehingga pasien menderita kerugian. Selain itu juga ditemukan beberapa pemikiran yang memungkinkan dokter untuk dapat dikenakan pertanggungjawaban dengan menggunakan hukum perlindungan konsumen. Dalam praktik di Pengadilan terdapat ketidakseragaman dalam memandang tanggung jawab dokter. Namun terdapat pertimbangan Majelis Hakim yang mendekati dengan prinsip dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dengan prinsip praduga lalai dan praduga bertanggung jawab berdasarkan doktrin res ispa loquitor.

In the healing effort by the physician, there are high risk which cannot be eliminated. The risks can be in the form of loss suffered by physician or patient. According to ioss suffered by patient, there are different opinion about physician’s liability, as a consequences of medical action. One interesting discourse in this problem nowadays is the possibility of applying of UU No. 8 Tahun 1999 about Consumer Protection to physician-patient relationship. The purposc of the writing of this ihesis WHS to disctiss the discourse and to reveal how contractual terms between physician and patient in law and regulation in Indonesia, and how they implemented in some court decisions in Indonesia. The research use normatif yuridis type research, namely more related to research of bibliography steming to written law nonns, either regulations or court decisions, by using primary and secondary data, including interview wherever needed. The data analysed by using analytical descriptive method, especially to describe, analyse, and explain the physician’s liability regarding the contractual terms between physician-patient, to loss suffered by patient From the analysis which had been done, i t can be concluded that contractual terms between physician and patient were happenerf due to therapeutic-ttansaction or therapeutic-agreement and due to cornand of law, namely zaakwameming. In therapeutic-transaction or therapeutic-agreement the physician’s duty is the healing effort, not the result Therefore therapeutic-agreement has the character of inpanningverbintenis. One important factor in therapeutic-agreement is the informed-consent, that is the patient’s agreement for the medical action. after receiving proper Information from the physician. In infonned ConsCnt, given approval bave to pursuant to infonnation of physician conceming medical action to be conducted. In the case of loss suffered by patient, the physician’s liability can be blamed if the physician can be blamed due to brake the standar operation procedure or the physician no execute its obligation, and the patient suffer a loss, and there is causality relation between those two (brake the standar operation procedure and patient’s loss). Beside that, it was also found that physician’s liability can also be insist using UU No. 8 Tahun 1999 about Consumer Protection. In implementation, as analysed from court decisions collected for this thesis writing, there are differences in looking at physicians liability. However, there are consideration of Judges which using fault based liability principle with presumption of negligence and presumption liability principle, base on “res ispa loquisor" doctrine."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26385
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adil Rahmat Yulian
"Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai tanggung jawab pelaku usaha atas barang yang memiliki cacat tersembunyi berkaitan dengan kasus pada putusan Mahkamah Agung No.848 K/Pdt/2016 dan putusan Mahkamah Agung No. 265 K/Pdt.Sus-BPSK/2013. Bentuk penelitian pada skripsi ini adalah penelitian hukum normative dengan Metode penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur secara khusus mengenai cacat tersembunyi serta membedakan antara cacat tersembunyi yang diketahui penjual dan cacat yang tidak diketahui penjual, sedangkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak membedakan hal itu melainkan atas semua produk cacat pelaku usaha wajib bertanggungjawab. Menurut KUH Perdata Pengecualian tanggung jawab untuk cacat tersembunyi dimungkinkan sepanjang telah diperjanjikan sebelumnya namun menurut UUPK hal ini tidak diperbolehkan. Dalam kasus I terdapat beberapa poin dalam putusan yang tidak sesuai menurut KUH-Perdata dan/atau UUPK, sedangkan pada kasus II Putusan telah sesuai, dari hasil penelitian ini penulis menyarankan kepada setiap orang yang mengikatkan diri dalam perjanjian untuk menghargai apa yang telah diperjanjikan; jika konsumen mendapatkan produk yang dimilikinya terdapat cacat tersembunyi sehingga merasa dirugikan maka tetaplah mempertahankan hak-haknya salah satunya dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

The focus of this study is the liability of business actors for products containing hidden defects related to the case of the Supreme Court's decision No. 848 K/Pdt/2016 and the Supreme Court's decision No. 265 K/Pdt.Sus-BPSK/2013. The form of study in this thesis is normative legal with qualitative methods. Based on the results of the study, it can be concluded that Indonesia Civil Code specifically regulates hidden defects and distinguishes between hidden defects known to the seller and defects unknown to the seller, while the Consumer Protection Law does not distinguish this, but for all defective products of business actors must be responsible. According to the Civil Code, the exception of liability for hidden defects is possible as long as it has been previously agreed, but according to the consumer protection act, this is not allowed. In the first case, there are several points in the decision that is not in accordance with the Civil Code and/or the consumer protection law, while in the second case the decision is appropriate, from the results of this study the author suggests to everyone who binds themselves in the agreement. to honor what has been promised; if the consumer gets a product that has a hidden defect so that he feels aggrieved, then he must continue to defend his rights, one of which is by filing a lawsuit to the Court or through the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>