Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173559 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Henny Santoso
"Seiring dengan keadaan perekonomian yang semakin ketat dengan adanya Kebijaksanaan Uang Ketat (Tight Money Policy) dimana kredit perbankan tidak lagi dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan adanya usaha anjak piutang yang merupakan salah satu alternatif lembaga pembiayaan, dapat dijadikan jalan keluar bagi para pengusaha untuk mengatasi masalah cas flow dan credit department suatu perusahaan dalam rangka meningkatkan aktivitas produksinya. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden R.I. no 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I. No 1251/KMK.O13/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, kegiatan factoring semakin banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan anjak piutang yang memberikan fasilitas jasa anjak piutang. Akan tetapi kedua ketentuan di atas hanya mengatur mengenai perusahaan anjak piutang, tidak mengatur mengenai syarat-syarat dan isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak serta hampir tidak mengatur kegiatan perusahaan anjak piutang. Di dalam K.U.H.Perdata sebenarnya ada pengaturan mengenai perjajian anjak piutang, akan tetapi perjanjian anjak piutang dalam K.U.H.Perdata berbeda dengan perjanjian factoring. Oleh karena itu, dasar hukum perjanjian factoring adalah asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 ayat 1 K.U.H.Perdata. Sebagai konsekwensinya, dalam praktek timbul bermacam-macam jenis perjanjian factoring, karena apapun boleh diperjanjikan asal tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan usaha anjak piutang tidak terlepas dari masalah-masalah yang timbul. Permasalahan yang timbul ini berdampak terhadap upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam skripsi ini akan dikemukakan empat upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan anjak piutang (factor) dalam menghadapi piutang yang tidak tertagih. Salah satu diantaranya adalah penyelesaian suatu sengketa melalui musyawarah atau perdamaian yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dengan kesepakatan para pihak. Keadaan seperti ini menimbulkan pertanyaan sampai sejauh mana kepastian hukum penyelesaian suatu sengketa atau perselisihan tersebut, sehingga mempunyai kekuatan mengikat para pihak untuk mentaatinya. Upaya hukum perusahaan anjak piutang melalui gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan negeri memberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan melalui musyawarah atau perdamaian, karena keputusan hakim lebih mempunyai kekuatan mengikat dan kepastian hukum bagi para pihak untuk mentaatinya. Dan untuk memajukan perusahaan anjak piutang di Indonesia, juga untuk melindungi para pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang , kiranya masih diperlukan seperangkat peraturan yang secara khusus mengatur kegiatan anjak piutang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Roza
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S25807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adis Banjere
"Salah satu bentuk bisnis yang turut meramaikan dunia perdagangan Indonesia saat ini adalah factoring, yang dalam istilah Indonesia disebut anjak piutang. Perjanjian anjak piutang tidak dikenal dalam RUH Perdata maupun KUH Dagang, tetapi dapat hidup dan berkembang karena RUH Perdata kita mengenal sistem terbuka dan azas kebebasan berkontrak yang berpangkal dari adanya kedudukan kedua belah pihak yang sama derajat. Namun, dalam praktek, perjanjian anjak piutang berbentuk kontrak baku yang isi dan syarat kontraknya telah ditentukan sepihak oleh factor, maka klien hanya berpeluang untuk menerima atau menolak syarat-syarat yang telah ditentukan tersebut. Di sini nampak dominasi factor yang cukup besar sehingga kewajaran perjanjian tersebut sangat tergantung kepada factor. Faktor selalu memaksakan kehendaknya pada klien. Lemahnya posisi klien tergambar dalam Termination Clause dan syarat panghentian perjanjian sebelum saat berakhirnya perjanjian. Secara substansi hubungan hukum antara factor dengan klien tidak jelas, terutama dalam hal menentukan masalah tanggung jawab hukumnya.
Dari hasil penelitian ini, disarankan agar pemerintah perlu membuat ketentuan yang membatasi kebebasan berkontrak dan mencegah penggunaan klausul kontrak yang tidak seimbang, yaitu dengan cara membuat ketentuan yang berisikan larangan menggunakan klausul kontrak yang dinilai dapat merugikan klien baik dari segi kepatutan, keadilan maupun berdasarkan kebebaaan dalam dunia bisnis di Indonesia sehingga pada akhirnya, tercipta kondisi bisnis anjak piutang yang saling menguntungkan baik dari segi hukum maupun dari segi bisnis yang pada akhirnya dapat merangsang pertumbuhan dan kegiatan usaha anjak piutang untuk menunjang perekonomian di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai adalah memberikan porlindungan hukum yang seimbang kepada factor, klien, dan customer, pembatasan kebebasan berkontrak dapat dilakukan dengan dua Cara yaitu, Pertasra, menyempurnakan kaidah-kaidah dalam buku III KUH Perdata atau membuat undang-undang tentang perikatan dan undang-undang tentang hukum kontrak (termasuk kontrak baku). Kedua, membuat beberapa undang-undang yang khusus mengenai suatu aspek tertentu seperti undang-undang mengenai anjak piutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Bhuwana Fairuz Kusumawardhani
"Tesis ini membahas mengenai konsep anjak piutang dalam hukum di Indonesia dan perbandingan konsep anjak piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis. Anjak piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Secara teknis anjak piutang memang dapat dikatakan sebagai pengalihan piutang dagang, namun anjak piutang tidak sesederhana itu. Kombinasi dari dua fungsi dalam konsep anjak piutang menimbulkan beragam perkembangan produk-produk anjak piutang yang membutuhkan pertimbangan hukum yang berbeda dan khusus. Oleh karena itu lingkungan hukum pada suatu negara memegang peranan penting dalam menentukan suksesnya anjak piutang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan metode perbandingan hukum. Data penelitian dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa munculnya konsep anjak piutang di Indonesia merupakan bagian dari kecenderungan dalam pembangunan hukum di dunia yang mendorong transplantasi konsep-konsep yang timbul dari bidang ekonomi di Amerika Serikat ke dalam sistem hukum negara lain. Perbandingan konsep anjak Piutang di Indonesia dengan Belanda dan Perancis dapat dilakukan berdasarkan aspek regulasi dan aspek kontraktual. Berdasarkan aspek regulasinya, anjak piutang di Indonesia dan Perancis adalah teregulasi sedangkan anjak piutang di Belanda tidak teregulasi. Berdasarkan aspek kontraktualnya, Indonesia, Belanda dan Perancis belum memiliki peraturan khusus yang mengatur tentang perjanjian anjak piutang, oleh karena itu ketentuan umum hukum perjanjian di ketiga negara tersebut pada umumnya masih menjadi acuan untuk perjanjian anjak piutang.

This thesis concerns with factoring concept in Indonesian Law and it’s comparison to the Netherlands and France regime. Factoring is a financing activity in the form of trade receivables sale followed by the administration of said accounts receiveable. Technically, factoring could be said simply as an assignment of accounts receivable. However, factoring is not as straightforward as it seems. The development of various factoring products that arise from the combination of factoring’s two functions pushed the need of different and specific contractual considerations. Therefore, the legal environment of a country holds an important role in deciding the success of factoring concept. This thesis is using normative and comparative method. The data in this thesis is collected by conducting library research. The result of this research shows that the factoring concept appeared in Indonesia as a part of trends in the law development across the world which urged the transplantation of American economic concepts into other countries legal system. Comparison to the regulation aspect of factoring concept in Indonesia, Netherlands, and France shows that both Indonesia and France factoring industries are regulated while factoring industry in Netherlands is not. On the other hand, based on the contractual aspect, the three countries do not have a specific and specialized regulations or laws concerned with factoring agreement. Subsequently, factoring agreement still largely refers to the general contract law that governs each countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Purwanto
"ABSTRAK
Anjak piutang, yang jenisnya dapat dibagi menjadi factoring with recourse dan factoring without recourse, adalah fasilitas layanan pengambilalihan piutang yang berkembang dari sistem hukum common law. Di Indonesia, payung hukum anjak piutang masih belum jelas dan terdapat inkonsistensi jangka waktu objek anjak piutang antarperaturan. Oleh karena itu, sebagai fungsi inspiratif, dilakukan perbandingan konstruksi hukum anjak piutang antara Indonesia dan Amerika Serikat dengan metode perbandingan yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi hukum anjak piutang di Indonesia, selain memiliki persamaan, juga perbedaan dengan Amerika Serikat. Perbedaan utama yang terlihat adalah di Amerika Serikat, factoring with recourse tidak diklasifikasi sebagai anjak piutang. Hal ini memberikan perlindungan hukum tidak hanya bagi factor, namun juga bagi klien dan nasabah.

ABSTRACT
Factoring, the type of which can be divided into factoring with recourse and factoring without recourse, is a service facility to take over account receivables that has been developing from the common law system. In Indonesia, the underlying law for factoring is still unclear and inconsistent in term of the regulations on the object of the factoring. Therefore, as an inspired function, a comparison of legal construction for the factoring is made between Indonesia and the United States under comparison method producing forms of normative-juridical research. This research shows that the legal construction for factoring in Indonesia, other than the similarity, also has the difference with that in the United States. The fundamental difference lies on the factoring with recourse in the United States where it is not classified as a factoring. This generates legal protection not only for the factors but also both clients and customers.
"
2015
S61952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>