Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182928 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haykel Widiasmoko
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S23594
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Merry Fransiska
"Penelitian ini membahas mengenai praktik manajemen laba pada perusahaan delisting di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2015. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis praktik manajemen laba pada perusahaan involuntarily delisting sebelum perusahaan delisting dan perbedaan akrual diskresioner antara perusahaan involuntarily delisting dan voluntary delisting. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, menggunakan analisis regresi berganda. Studi ini menemukan bahwa terdapat praktik manajemen laba pada perusahaan involuntarily delisting pada satu tahun dan dua tahun sebelum delisting dan terdapat perbedaan discretionary accruals antara perusahaan involuntarily delisting dan voluntary delisting.

This study discusses earnings management practices on delisting firms at Indonesia Stock Exchange for period 2004-2015. In this study, researchers analyzed earnings management practices on involuntarily delisting firms before delisting and discretionary accruals differences between involuntarily delisting firms and voluntary delisting firms. This study uses a quantitative approach, using multiple regression analysis. This study shows that there are earnings management practices at involuntarily delisting firms at one year and two years before delisting and there are differences in discretionary accruals between involuntarily delisting firms and the voluntary delisting firms."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S24461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Cendani Putri Wijaya
"Delisting adalah penghapusan efek dari daftar yang tercatat di Bursa efek, sehingga efek tidak dapat diperdagangkan lagi. Khususnya pada penelitian ini dibatasi hanya menggunakan data perusahaan bangkrut (delisted). Penelitian ini bertujuan menganalisis variabel-variabel perusahaan delisted dengan menggunakan variabel Ohlson (1980) dengan regresi logit. Sampel dalam penelitian ini di dapatkan dari perusahaan dengan status delisting periode 2004-2013.
Hasil penelitian ini, dari sembilan variabel model Ohlson (1980) terdapat empat variabel (SIZE, WC/TA, CL/CA, dan NI/TA) yang signifikan untuk memprediksi status perusahaan delisting. Tingkat akurasi prediksi model logit terhadap status perusahaan Delisting : tahun H-2 delisting mampu memprediksi sebesar 100%, tahun H-3 delisting sebesar 100%, dan tahun H-4 sebesar 85,7%. Tingkat akurasi prediksi model secara keseluruhan pada periode penelitian sebesar 94%.

Delisting is the elimination from effects list that listed on stock exchange, so that the effect could not be traded. This study is only focused on using the data from bankrupt company (delisted). The aim of this study is to analyze the variables that causes the delisting company by using Ohlson (1980) variables with logit model. The sample used in this study was obtained from the company with the status of the delisting period on 2004-2013.
The results of this study provide the information that there are four variables (SIZE, WC / TA, CL / CA, and NI / TA) that predict the status of companies delisting significantly from nine variables on the Ohlson (1980) variables. Logit model prediction accuracy rate of the status of the Delisting company: the H-2 is able to predict the delisting of 100%, the H-3 delisting of 100%, and the H-4 at 85.7%. The level of the overall accuracy of the model predictions in the study period by 94%."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S57721
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Felia
"Delisting adalah penghapusan suatu Efek dalam daftar Efek yang tercatat di Bursa sehingga Efek tersebut tidak dapat diperdagangkan lagi di Bursa. Ketentuan Delisting ini diatur oleh Peraturan BEJ No. I-1 tentang Penghapusan Pencatatan dan Pencatatan Saham Kembali di Bursa yang berlaku sejak tanggal 19 Juli 2004. Delisting ini dilakukan oleh PT.BEJ sebagai Self Regulatory Organization dimana berarti BEJ memiliki kewenangan yang diberikan oleh UUPM untuk membuat peraturan yang wajib ditaati oleh Emiten tercatat di Bursa Efek Jakarta sepanjang disetujui oleh Bapepam dengan tujuan melindungi para investor. Sehingga apabila Emiten melanggar kewajiban yang ada maka BEJ dapat mengenakan sanksi, termasuk juga sanksi Delisting jika Emiten tersebut memenuhi kriteria delisting didalam Peraturan BEJ. Emiten yang terkena delisting memiliki kewajiban untuk menyampaikan keputusan delisting tersebut kepada para investornya sebagai azas pemenuhan prinsip Keterbukaan Informasi. Walaupun di delist dari BEJ namun status Emiten sebagai suatu Perusahaan Publik tidak hilang, maka pasca delisting Perusahaan masih memiliki kewajiban untuk penyampaian laporan berkala kepada Bapepam. Perusahaan juga dapat melakukan relisting apabila semua ketentuan telah dipenuhi dan seluruh kewajiban telah dilaksanakan. Ada anggapan yang salah bahwa dengan di delistingnya Emiten oleh BEJ maka akan merugikan para pemegang saham. Sesungguhnya dengan delisting ini maka para pemegang saham justru terlindungi, karena delisting mencegah akan timbulnya kerugian investor yang jauh lebih besar lagi dibandingkan dengan membiarkan investor menanamkan modalnya di perusahaan yang sahamnya tidak berprospek. Padahal investor menanamkan sahamnya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Investor juga dapat melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan perlindungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S24528
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sita Putri Anandhani
"Setiap perusahaan didirikan dengan harapan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya, berkembang dengan pesat dan ada untuk jangka waktu yang panjang. Namun demikian banyak kendala yang dihadapi oleh perusahaan untuk mewujudkannya, salah satunya ialah dalam hal memperoleh modal atau dana. Disinilah kemudian Pasar Modal hadir sebagai salah satu alternatif sarana untuk memperoleh dana secara cepat san mudah dari investor maupun kreditur diluar sektor perbankan. Pasar modal berkaitan erat dengan kegiatan penawaran umum di pasar perdana (Initial Public Offering) dan perdagangan efek di pasar sekunder melalui bursa (secondary market). Dengan selesainya penawaran umum perdana berarti kehidupan baru perusahaan sebagai Perusahaan publik akan dimulai dan berbagai kewajiban mulai dikenakan terhadap perusahaan. Perusahaan yang beroperasi sebagai perusahaan publik, pada dasarnya harus siap dengan berbagai konsekuensi dan kewajibannya, yaitu melindungi kepentingan pemegang saham minoritas, melakukan keterbukaan informasi, dan memenuhi ketentuan yang berlaku dalam perundang-undangan beserta aturan pelaksanaan yang mengikutinya. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka perusahaan publik tersebut bisa dihapuskan dari pencatatan di bursa atau disebut dengan Delisting. Namun demikian dengan delisting-nya suatu efek perusahaan di bursa bukan berarti perusahaan tersebut berubah menjadi perusahaan tertutup. Selama perusahaan tersebut masih memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebagai perusahaan publik, maka perusahaan tersebut tetap memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebagai perusahaan publik. Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan publik adalah memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas sebagai wujud perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap hak-hak pemegang saham minoritas dalam kaitannya dengan pasar modal dimulai sejak perusahaan tersebut terdaftar sebagai perusahaan publik, dan terus berlangsung selama perusahaan tersebut masih berstatus sebagai perusahaan publik walaupun perusahaan tersebut sudah tidak tercatat lagi di bursa karena delisting.

Every public-listed company is established with vision that such company would be able to have a sustained development and exist in a long-term period. However, this vision is challenged by many factors, one of which is capital or any other forms of fundings obtained. By this kind of obstacle, the role of Capital Market is triggered as one of alternatives to obtain fundings for the company in a fast and easy manner. Capital Market gives opportunity for companies to obtain funding from investors or creditors outside the banking sector. Capital Market is highly associated with the Initial Public Offering activities in primary market and stock exchange in secondary market. As the initial public offering in primary market ends, a public-listed company is established and it begins to bear different kinds of obligations. A public-listed company essentially is required to be aware of all of its consequences and obligations inter alia protecting the interests of minority shareholders, conducting information disclosure and acting in accordance with relevant national laws and regulations. If such obligations are neglected, the company may jeopardize its existence in the stock exchange listing. It may be delisted. However, a delisted company does not automatically turn its status from public-listed company to Private Company. As long as the company runs with fulfilled requirements to become a public-listed company, it still bears the aforementioned obligations. One of obligations that has to be fulfilled is that for the company giving protection to minority shareholders. Legal protection for the minority shareholders in connection with Capital Market begins as soon as the company listed as public-listed company and lasts as long as the company is still regarded as public-listed company although having delisted from the stock exchange. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1515
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Revana Aryani
"

Penelitian ini membahas kemampuan model Altman Z-score emerging market score (EMS) untuk memprediksi status forced delisting di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selanjutnya berdasarkan data forced delisting di Indonesia selama kurun waktu 2004 – 2015, analisis diskriminan dengan menggunakan variabel Altman Z-score EMS dan tambahan variabel rasio arus kas operasi digunakan untuk menilai perbedaan tingkat akurasi prediksi antara kedua pemodelan tersebut. Penelitian ini menggunakan data 52 perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Indonesia, 26 di antaranya mengalami forced delisting selama periode pengamatan dan 26 lainnya tidak mengalami forced delisting. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model model prediksi Altman Z-score EMS dapat digunakan untuk memprediksi pengenaan status forced delisting di BEI hingga tiga tahun sebelum perusahaan tersebut mengalami forced delisting dengan tingkat akurasi 67-69% per tahun pengamatan. Selain itu, dengan menggunakan data forced delisting di BEI, analisis diskriminan dengan menggunakan variabel Altman Z-score EMS dan rasio arus kas operasi/total kewajiban dapat meningkatkan tingkat akurasi prediksi pengenaan status forced delisting.


This study discusses the ability of Altman Z-score emerging market score (EMS) modelling to predict the status of forced delisting in Indonesia Stock Exchange (ISX). Furthermore, based on forced delisting data in Indonesia during the period of 2004 - 2015, discriminant analysis using Altman Z-score EMS variables and additional variable in form of operating cash flow ratio is used to assess the differences in the prediction performance. This study uses data of 52 non-financial companies listed in Indonesia, 26 of whom undergone forced delisting during the observation period and the other 26 did not experience forced delisting. From this study, it was found that the Altman Z-score EMS model can be used to predict the forced delisting status up to three years before the company undergone forced delisting with accuracy rate of 67-69% per year of observation. In addition, by using the forced delisting data, discriminant analysis using variables Altman Z-score EMS and the ratio of operating cash flow / total liabilities could increase the prediction accuracy rate of imposition of forced delisting status.

"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaerul D. Djakman
"Riset ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh status perusahaan bersama-sama faktor-faktor lain terhadap fenomena manajemen Iaba di Bursa Efek Jakarta. Manjemen Iaba adalah tindakan dari manajer perusahaan dengan mengubah infonnasi lceuangan untuk meneapai tujuan tertentu yang menguntungkan manajer dan perusahaah. Status perusahaan yang dipelajari adalah apal-:ah perusahaan memenuhi atau tidak memenuhi kriteria delisting (MKD) akibat mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut. Faktor-faktor lain adalah Iama beketjanya direktur utama, lama bekerjanya komisaris utama, kualitas audit, proporsi saham yang dimiliki investor institusi, tingkat hutang, dan skala usaha perusahaan. Riset ini mempelajari fcnomena manajemen Iaba dengan menggunakan kurnpulan (aggregate) kebijakan akrual dari manajemen perusahaan, yang merupakan hasil perhitungan discretionary accruats (DA) dari model Kasznik (I999). Perusahaan yang mengalami rugi 2 (dua) tahun berturutan terancam status sahamnya tidak dapat diperdagangkan pada tahun ketiga apabila masih mengalami kerugian sesuai dengan keputusan direksi tahun 1992 mengenai pencatatan saham. Pemsahaan yang terancam penurunan status atau yang sudah tcrmasuk kedalam status lebih rendah cenderung melakukan manajemen Iaba yang meningkatkan Iaba (MLPOS) seperti perusahaan yang teraneam masuk kategori default (DeFond & Jiambalvo, 1994 dan Sweeney, 1994) atau perusahaan yang telah masuk kedalam perlakuan khusus di pasar modal China (Chen, 200l). Selain itu, perusahaan yang mengalami rugi selarna beberapa tahun mempunyai insentif untuk mclakukan MLPOS (Callen et al, 2003). Riset ini menggunakan status perusahaan sebagai salah satu faktor yang mendasari motivasi manajemen Iaba pada pcrusahaan. Status perusahaan terdiri dari status yang memenuhi kriteria delisting (MKD) dan yang tidak memenuhi (Non-MKD).
Perusahaan MKD mempakan perusahaan yang mempunyai kincrja yang sangat buruk. Tindakan yang mudah dilakukan oleh manajer adalah memberikan Sinyal "prospek" perusahaan MKD kepada stakeholder. Sinyal tersebut adalah pencapaian treshold dengan memberikan laporan Iaba lebih balk dari periode sebelumnya. I-Iayn (1995), Burgstahler & Dichev (1997), Degeorge et al (1999) dan Dechow et al (2002) membuktikan bahwa perusahaan melakukan MLPOS supaya Iaba tidak negatif, supaya Iaba lebih baik dari periocle sebelumnya, atau supaya laba lebih baik dari ekspektasi analis. Manajer berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan karena manajer terancam pinalti pasar tenaga kerja (Fama & Jensen l983). Manajer mempunyai kesempatan dan pengetahuan mengenai bisnis untuk memilih MLPOS (DeFond & Jiambalvo, 1994 dan Beneish et al, 2002). Oleh karena itu pengawasan oleh komisaris ulama, akuntan publik, dan investor institusi terhadap manajemen dan perusahaan MKD menjadi penting.
Manajemen laba diukur melalui DA yang dilakukan oleh manajer perusahaan bukan akrual yang terjadi alamiah akibat perubahan skala ekonomi perusahaan atau disebut juga Non-Discretionary Accrual; (NDA). Pemisahan DA dan NDA menggunakan metode yang dipergunakan oleh Kasznik (1999). Riset ini juga bertujuan untuk menyelidiki apakah rasio-rasio keuangan yang terbukti mengidentifikasi manipulasi laba (Beneish, 1999) dan rasio perubahan likuiditas dapat menjelaskan kecenderungan suatu perusahaan masuk ke dalam statsu MKD. Rasio-rasio keuangan tersebut adalah kebijakan pemberian kredit, kemampuan menghasilkan laba bruto, kualitas aset, pertumbuhan penjualan, kebijakan depresiasi, manajemen beban penjualan, umum dan administrasi, tekanan hutang, total akrual dan perubahan likuiditas. Riset ini mempelajari fenomena manajemen laba secara spesifik yang mempelajari kebijakan akrual spesifik yang dipilih oleh manajemen.
Riset empiris ini membuktikan bahwa perusahaan MKD mempunyai rata-rata DA lebih besar dibandingkan perusahaan Non-MKD dengan memperhatikan faktor-faktor lain. Perusahaan MKD yang mengalami kerugian berturutan cenderung melakkan MLPOS untuk memberikan sinyal prospek kepada stakeholder. Hasil ini didukung oleh distribusi frekuensi perubahan laba perusahaan MKD yang cenderung positif. Akan tetapi, faktor tingkat hutang perusahaan yang tinggi membuat DA perusahaan rendah karena perusahaan yang mempunyai kinerja sangat buruk cenderung melakukan "an carning bath". Pada tahun 1999, rata-rata tingkat hutang mencapai 73% dari total aset.
Faktor perusahaan dengan direktur utama lama yang telah menjabat paling sedikit 3 (tiga) tahun cenderung memiliki DA lebih besar dibandingkan direktur utama yang relatif baru. Khususnya direktur utama lama dari perusahaan MKD memiliki rata-rata DA lebih besar dibandingkan direktur utama baru dari perusahaan MKD dan juga lebih besar dibandingkan direktur utama lama dari perusahaan Non-MKD. Direktur utama lama perusahaan MKD sangat berkepentingan dengan laporan laba lebih baik pada periode observasi. Pada sampel seluruh perusajaan dan juga khusus pada perusahaan MKD, faktor pengawasan dari kantor akuntan publik lokal yang berafiliasi dengan KAP Big5 terbukti dapat mengendalikan DA sehingga menjadi rendah. Identifikasi akrual secara spesifik menunjukkan bahwa perusahaan MKD cenderung mempunyai kualitas aset yang menurun. Penurunan kualitas aset meunjukkan bahwa aktiva tidak lancar selain property, plant, and equipment meningkat. Selain itu, perusahaan MKD perlu memberi sinyal prospek perusahaan akibat mempunyai pertumbuhan penjualan yang lambat dan penurunan likuiditas.
Penelitia lanjutan dilakukan pada kategori perusahaan MKD dengan tingkat hutang rendah. Kategori perusahaan tersebut cenderung mempunyai kebijakan kredit yang lebih longgar dibandingkan perusahaan lain kemungkinan untuk dapat mengakru penjualan sebanyak mungkin. Selain itu rata-rata peningkatan beban depresiasi perusahaan MKD dengan tingkat hutang (TOTDETA) rendah lebih kecil dibandingkan perusahaan lain. Manajemen laba perusahaan bersifat sementara karena perusahaan kemungkinan memindahkan pendapatan tahun 2000 ke tahun 1999 atau menggeser beban perusahaan tahun 1999 ke tahun 2000. Studi empiris membuktikan bahwa Penambahan DA perusahaan tahun 2000 dengan basis tahun 1999 akan semakin kecil apabila DA tahun 199 adalah besar dan juga rata-rata Penambahan DA tahun 2000 bagi perusahaan MKD adalah lebih kecildibandingkan perusahaan Non-MKD.
Hasil riset ini membuktikan adanya praktek manajemen laba yang meningkatkan laba untuk memberikan sinyal "prospek" perusahaan. Untuk dapat memperoleh informasi keuangan perusahaan MKD yang dapat diandalkan dan tepat waktu serta menghindari praktek manajemen laba, maka
1. Otoritas pasar modal mengeluarkan peraturan listing yang lebih ketat dan melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap perusahaan dengan kinerja rugi berturutan.
2. Investor harus mempelajari laporan keuangan perusahaan MKD dengan cermat.
3. Pemegang saham perusahaan MKD harus lebih berhati-hati dalam menentuka akuntan publik.
4. KAP harus memasukkan perusahaan MKD sebagai perusahaan yang mempunyai risiko audit tinggi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D654
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>