Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103804 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novita Nur Rizki
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S23321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bekti Anuwar
"Siklus perubahan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka atau sebaliknya, merupakan hal yang biasa terjadi di pasar modal dunia termasuk di Indonesia. Go private adalah perubahan status perusahaan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Beralihnya status ini ditandai dengan disetujuinya akta persetujuan pemegang saham tentang perubahan anggaran dasar tersebut oleh Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia.
Bagi Bapepam, hal utama yang diperhatikan dalam go private adalah perlindungan terhadap pemegang saham publik, dimana pemegang saham publik dianggap sebagai pemegang saham independen kecuali yang bersangkutan menyatakan lain. Sehingga diwajibkan untuk memperoleh persetujuan pemegang saham independen terlebih dahulu dan melakukan pembelian saham melalui penawaran tender. perlindungan yang didapat melalui ketentuan penawaran tender tersebut adalah dalam hal harga saham, dan adanya kesempatan yang sacra bagi semua pemegang saham publik untuk menjual saham yang dimilikinya.
Ketentuan go private di pasar modal belum diatur secara jelas, akan tetapi Bapepam telah menetapkan rambu-rambu ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan go private, beberapa diambil dari ketentuan-ketentuan yang memang sudah ada sebelumnya ditambah dengan perubahan-perubahan untuk menampung aspek perlindungan hukum bagi investor publik.
Go private merupakan salah satu bagian dari industri pasar modal secara keseluruhan, maka apapun bentuk jaminan kepastian hukum tersebut, sudah sewajarnya apabila tetap memberikan perlindungan bagi pemegang saham publik baik sebelum maupun setelah perusahaan melakukan go private."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Fatmila
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S23700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Tiur Asmara
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S23953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S23718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cantika Febrisya
"Pailitnya suatu perusahaan dalam dunia usaha dewasa ini sudah tergolong merupakan suatu peristiwa yang lumrah dan sering terjadi. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berlaku di Indonesia sampai saat ini memberikan suatu alternatif bagi para kreditor untuk mengajukan permohonan pailit atas suatu perusahaan yang menjadi debitornya. Salah satu pihak yang dapat berkedudukan menjadi debitor dan mengalami permohonan pailit adalah emiten atau perusahaan publik. Apabila suatu emiten mengalami pailit maka terdapat pihak yang sangat dirugikan atas kondisi tersebut, yaitu para investor publik. Investor publik menjadi pihak yang sangat dirugikan karena dengan pailitnya emiten tempatnya berinvestasi maka para investor publik tersebut tidak dapat menjual saham-saham yang dimilikinya lagi di dalam emiten tersebut. Sementara itu posisinya yang merupakan pemegang saham dalam emiten terkait menjadikannya terhitung turut serta sebagai debitor pula. Oleh karena itulah maka investor publik berada di urutan paling akhir setelah kreditor konkuren di dalam pembagian harta pailit. Dan seringkali yang terjadi dalam prakteknya, investor publik tidak mendapatkan sisa dari pembagian harta yang ada karena telah habis dibagikan pada para kreditor dan biaya lainnya.

Bankruptcy in today's world of business occurs regularly and is regarded as a normal occasion. Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment which applies in Indonesia provides creditors an alternative to file for bankruptcy towards a company which are his debtors. One of the parties which is the debtor that undergoes through file of bankruptcy is a listed company. In the event of a listed company undergoing bankruptcy, this would mean that public investors that are shareholders to the bankrupt company experience great loss. Public investors that are parties to the company are significantly disadvantaged because by the insolvency of the company in which he is an investor, he would not be able to sell the shares he owns in the company. At the same time, as a result of bankruptcy, his position as shareholder in the company would turn him into a debtor. Therefore, in distributing the asset of the dissolved company, the public investors would receive the asset second to the concurrent creditors. Frequently in practice, those public investors unfortunately do not receive any share from the dissolved asset because the remaining shares have been allocated to the concurrent creditors and other expenses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S9620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bangun Wijayanti
"Transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah suatu transaksi dimana kepentingan-kepentingan ekonomis perusahaan berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi direksi atau komisaris atau juga pemegang saham utama dari perusahaan tersebut. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan seringkali melakukan berbagai transaksi guna mencapai keuntungan yang maksimal. Adakalanya transaksi-transaksi yang dibuatnya tersebut dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan, namun di sisi lain pihak tersebut juga memiliki kepentingan pribadi atas berlangsungnya transaksi-transaksi tersebut, misalnya transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dengan direktur, atau dengan komisaris, atau dengan pemegang saham utama perusahaan tersebut. Dalam hal demikian, maka transaksi-transaksi yang dilakukan perusahaan dengan pihak-pihak: direktur, komisaris, pemegang saham utama atau pihak terafiliasi lainnya, adalah suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Benturan kepentingan disini adalah terdapatnya perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi pihak-pihak tersebut. Dalam hukum perusahaan dikenal adanya beberapa transaksi yang karena sifatnya dapat menimbulkan benturan kepentingan, yang jika dikelompokkan dapat terdiri dari 4 (empat) kelompok transaksi, yaitu: 1. Transaksi self dealing; 2. Transaksi corporate opportunity; 3. Transaksi executive compensation; dan 4. Transaksi dengan controlling stockholder. Transaksi yang demikian mungkin dilakukan atau difasilitasi oleh direksi berdasarkan kekuasaannya. Dengan kekuasaannya direksi dapat mengambil keputusan untuk bertransaksi demi kepentingannya atau kepentingan pihak lain, bukan demi perseroan. Hal yang demikian tentu saja melanggar prinsip fiduciary duty yang melekat di pundak pengurus perseroan. Keterbukaan sangat diperlukan atas transaksi-transaksi yang mungkin mengandung suatu conflict of interest. Suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan dikaitkan dengan prinsip fiduciary duty yang melekat pada pundak direksi dan komisaris perseroan go publik, maka Undang-Undang Pasar Modal mengharuskan adanya persetujuan mayoritas pemegang saham independen. Jika transaksi tersebut dilakukan tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka tindakan direksi dan komisaris dianggap sebagai tindakan yang melanggar prinsip fiduciary duty namun juga merupakan tindakan di Iuar kewenangannya (ultra vires). Selanjutnya berkenaan dengan kewajiban menyampaikan secara terbuka kepada publik dan keharusan memperoleh persetujuan mayoritas dari pemegang saham independen atas setiap transaksi yang mengandung benturan kepentingan merupakan pelaksanaan prinsip keterbukaan dan penghormatan terhadap hak pemegang saham berdasarkan asas kesetaraan. Dengan demikian pelanggaran terhadap ketentuan transaksi yang mengandung benturan kepentingan tidak saja menodai prinsip keterbukaan yang dijunjung tinggi di pasar modal, namun juga menjauhkan terciptanya suatu pasar modal yang efisien. Pada prinsipnya hukum tidak melarang dilakukannya transaksi yang menimbulkan benturan kepentingan tersebut. Akan tetapi hukum mengaturnya sedemikian rupa sehingga diharapkan dengan pengaturan tersebut, sungguhpun terjadi transaksi yang berbenturan kepentingan, kemungkinan kerugian terhadap pihak tertentu yang dapat menimbulkan ketidakadilan diharapkan dapat diredam. Bagi perusahaan go publik, BAPEPAM mensyaratkan kewajiban untuk memperoleh persetujuan mayoritas dari pemegang saham independen atas setiap transaksi yang mengandung benturan kepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan BAPEPAM Nomor IX.E.1. Apabila suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan dilakukan tanpa memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka tindakan direksi dan komisaris dianggap sebagai tindakan di luar kewenangannya (ultra vires). Dengan demikian, tindakan direksi dan komisaris bertentangan dengan Pasal 85 ayat (1) dan Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Direksi atau komisaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila terbukti telah menyebabkan terjadinya suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini BAPEPAM selaku otoritas pasar modal berwenang mengenakan sanksi kepada pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan, yaitu direksi dan komisaris tadi. Tindakan BAPEPAM yang meminta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan pengurus atas pelanggaran ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah mengacu kepada ketentuan Pasal 85 ayat (2) dan Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas dan juga ketentuan Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal. Dengan begitu pengurus perseroan tidak dapat mengelak tanggung jawabnya dan mengalihkan tanggung jawab kepada perseroan. Karena Undang-Undang Perseroan Terbatas memberikan kemungkinan untuk meminta pertanggungjawaban dari pengurus perseroan atas kesalahan dan kelalaiannya dalam menjalankan perseroan. Dengan dimungkinkannya direksi dan komisaris terkena sanksi dalam Peraturan BAPEPAM Nomor I .E.1 diharapkan pengelolaan perusahaan go publik menjadi bertambah baik. Dengan begitu pasar modal menjadi tempat yang aman dan menarik bagi masyarakat untuk menanamkan uangnya. Kewenangan BAPEPAM untuk mengenakan sanksi administratif terhadap setiap pelanggaran ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut tidak mengurangi hak BAPEPAM untuk menerapkan ketentuan pidana apabila temyata ditemukan unsur-unsur pidana dalam suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan, misalnya transaksi itu dilakukan dengan dilatarbelakangi adanya penipuan, penggelapan atau korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi terutama yang menyangkut transaksi yang mengandung benturan kepentingan menunjukkan bahwa peraturan yang ada belum sepenuhnya dapat melindungi pemegang saham minoritas dari tindakan diskriminatif yang dilakukan pengurus perseroan (direktur dan komisaris) berkaitan dengan perlakuan yang sama kepada seluruh pemegang saham, baik itu pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Agus Salim
"Pailitnya suatu perusahaan pada dasarnya merupakan fenomena dalam dunia bisnis. Terjadinya krisis ekonomi sejak pertengahan 1997 yang berdampak pada pendapatan perseroan menjadi menurun dan utang terus membengkak sehingga perseroan tidak mampu melunasi utangnya kepada kreditur. Undang-undang Kepailitan memberikan kesempatan bagi para kreditur untuk mengajukan permohonan pailit bagi perusahaan publik yang tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Apabila perusahaan publik dipailitkan, maka investor akan sangat menderita karena saham yang dimilikinya tidak dapat diperjualbelikan lagi di bursa, bahkan investor publik kemungkinan tidak akan mendapatkan sisa harta pailit. Oleh karena itu, harus ada perlindungan bagi investor pada perusahaan publik yang dimohonkn pailit. Bapepam dan Bursa Efek Jakarta mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk melindungi kedudukan investor publik. Berdasarkan uraian di atas, penulisan ini mengkaji bagaimana bentuk perlindungan dan upaya bursa dalam melindungi investor publik terhadap kepailitan perusahaan publik.
Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan yaitu pendekatan yuridis normatif dan deskriptif analitis, adapun teknik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan wawancara dengan pihak yang dianggap mengetahui dan berperan serta terhadap permasalahan yang dikaji.
Ketentuan perlindungan bagi investor terhadap kepailitan emiten tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Kepailitan dan Undang-Undang Pasar Modal, namun investor dapat melakukan upaya perlindungan hukum perdata dan pidana jika komisaris atau direksi melakukan kelalain dan pengelolaan perusahaan."
2007
T20048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>