Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Loebby Loqman
"

Masalah asas praduga tak bersalah dalam hubungannya dengan pemberitaan media massa bukan hal baru. Sudah sering dilakukan diskusi, baik dalam lingkungan yang terbatas maupun dalam suatu seminar. Namun demikian masih terjadi perbedaan pendapat tentang asas tersebut dalam suatu pernberitaan oleh media massa.

Sejauh ini asas praduga tak bersalah dianggap hanya untuk dan berlaku bagi kegiatan di dalam masalah yang berkaitan dengan proses peradilan pidana. Sehingga terjadi ketidak pedulian masyarakat terhadap asas tersebut, kecuali apabila terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan yang menimpa dirinya.

Asas tersebut dianut di Indonesia melalui ketentuan yang terdapat di dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang. Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan:

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/ atau dihadapkan di depan Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang. menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Meskipun tidak secara eksplisit .menyatakan hal yang sama, asas tersebut diutarakan di dalam pasal 66 Undang-undang No. 8. Tahun 1981 tentang Kitab. Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana dikatakan:

'Tersangka atau terdakwa: tidak dibebani kewajiban pembuktian'

Sedangkan di dalam penjeiasan pasal tersebut mengatakan bahwa ketentuan dalam pasal. 66 KUHAP. tersebut adalah penjelmaan dari asas praduga.tak bersalah.

Oleh karena asas tersebut diatur di dalam ketentuan perundang-undangan. hukum pidana, banyak pendapat bahwa asas itu semata-mata hanya diperuntukkan hal-hal yang berhubungan dengan hukum pidana.

Berbeda dengan di dalam sistem hukum yang digunakan di Amerika Serikat, banyak asas yang berkaitan dengan hak terdakwa dicantumkan secara eksplisit di dalam konstitusinya. Sehingga bukan saja tentang hak warga secara menyeluruh, akan tetapi hak warga yang disangka atau diduga telah melakukan kejahatan, diatur dalam pasal-pasal konstitusi. Dengan demikian merupakan ketentuan yang amat mendasar dalam kehidupan hukum negara tersebut. Amandemen pertama dari konstitusi Amerika menjamin tentang kebebasan mengeluarkan pendapat, yang dapat dihubungkan dengan kebebasan pers.

"
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0365
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Serena Kalibonso
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Iksan Mardji Ekoputro
"ABSTRAK
Mengapa orang tidak bersalah dapat ditangkap dan ditahan? Bahkan diajukan ke depan pengadilan? Begitu pertanyaan yang sederhana sekali kedengarannya, tetapi mengandung makna yang memberikan pemahaman tersendiri untuk dapat memberikan jawaban yang pasti terhadap apa yang dimaksudkannya. Berangkat dari masalah inilah, kami merasa tertarik untuk menulis persoalan tersebut yang kami tuangkan dalam bentuk tesis ini.
Sebenarnya pertanyaan tersebut jika tidak mengandung makna lain, sangat mudah untuk diberikan jawabannya. Seseorang yang sudah jelas tidak bersalah, sudah tentu tidak dapat ditangkap, ditahan dan diadili. Karena seseorang hanya bisa ditangkap apabila ada dugaan keras bahwa orang tersebut telah melakukan suatu tindak pidana dan di samping itu ada dasar bukti permulaan yang cukup.
Mengandung makna lain yang dimaksudkan di sini ialah kalimat pertanyaan itu ditujukan kepada suatu asas yang berlaku di dalam hukum acara pidana kita yaitu asas praduga tidak bersalah. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap (UU No. 14/1970 ps. 8).
Sebelum berlakunya UU No. 14/1970 tersebut, asas praduga tidak bersalah ini telah pula dimuat di dalam UUD RIS 1949 pasal 14, UUDS 1950 pasal 14 dan kemudian UU No. 19/1964 (Undang-Undang Pokok Kehakiman) pasal 5. Dari semua ketentuan tersebut di atas, kalimat yang dipakai untuk menyatakan asas tersebut boleh dikatakan serupa walaupun tidak sama benar. Begitu juga kalimat yang dipakai dalam penjelasan umum KUHAP angka 3c.
Timbulnya pertanyaan di awal tulisan ini, karena adanya perbedaan ataupun kekurang telitian pemahaman asas tersebut dalam hubungannya dengan proses peradilan pidana. Antara asas praduga tidak bersalah dengan proses peradilan pidana ada hubungan yang erat sekali yang bahkan tidak dapat dipisankan. Proses peradilan pidana merupakan suatu proses di mana sejak seseorang menjadi tersangka dengan dikenakannya penangkapan sampai dengan adanya putusan hakim yang menyatakan kesalahannya. Dalam proses itulah asas praduga tidak bersalah diterapkan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa yang harus "dianggap tidak bersalah" adalah orang yang sejak saat ditangkap, ditahan, dst. sampai dengan adanya putusan hakim yang menyatakan kesalahan orang tersebut, Bahkan suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Namun demikian, perbedaan pemahaman masih dimungkinkan bisa terjadi di antara para pembaca yang selalu dihadapkan kepada dua nisi kepentingan yang tidak sama antara kepentingan tersangka/terdakwa dan kepentingan aparat penegak hukum. Kepentingan tersangka / terdakwa karena "dianggap tidak bersalah" maka hak-haknya harus dihormati dan dihargai sebagaimana orang yang tidak bersalah.Dengan demikian tersangka/terdakwa harus diperlakukan sebagaimana orang yang tidak bersalah. Sedangkan kepentingan aparat penegak hukum menjadi terlupakan dengan adanya titik berat pemahaman kepada kepentingan tersangka atau terdakwa saja. Hal ini terbukti dengan timbulnya pertanyaan seperti di depan, mengapa orang tidak bersalah dapat ditangkap dan ditahan.
"
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rose Yulianingrum
"Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) merupakan salah satu jaminan hukum bagi setiap orang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana. Tiap orang termasuk pers, dituntut untuk menghormati asas tersebut. Akan tetapi dalam kenyataannya, dalam pemberitaan pers kadangkala masih melakukan tindakan yang melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yaitu pemberitaan yang bersifat subjektif dan destruktif. Sifat pemberitaan seperti itu mengakibatkan seorang tersangka atau terdakwa dirugikan, apalagi ketika dirinya dalam keadaan sedang menjalani proses acara di pengadilan. Tidak adanya keraguan pers di dalam melakukan pemberitaan yang melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) disebabkan sangat sedikit pengaduan bahkan proses penuntutan terhadap cara kerja pers dari pihak korban pemberitaan. Hal ini menyebabkan tindakan-tindakan pers makin leluasa untuk melakukan pelanggaran asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Pers seolah-olah tidak mengetahui (pura-pura tidak mengetahui) batasan-batasan sebuah berita yang akan dipublikasikan. Pernyataan yang diberikan oleh pers yang telah menuduh terdakwa bersalah dapat dikategorikan merupakan tindakan trial by the press, artinya pers seolah-olah menjadi pengganti diri dipengadilan dalam mengklasifikasikan seseorang telah dinyatakan bersalah atau tidak. Sehingga pengadilan dalam menjatuhkan putusan sering didahului oleh pers."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>