Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167615 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Primaditari
"Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat. Namun, rumah sakit juga termasuk salah satu sarana pelayanan yang merupakan sumber penghasil limbah yang cukup banyak. Kegiatan rumah sakit menghasilkan sejumlah hasil sampingan berupa limbah, baik berbentuk padat, cair, maupun gas. Dimana limbah-limbah tersebut bukan merupakan limbah biasa, melainkan limbah yang mengandung kuman, virus, bakteri, zat-zat kimia beracun, dan zat radioaktif yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Sebagai contoh dalam operasi bedah, “sampah”-nya dapat berupa jarum suntik, darah, bahkan bagian tubuh yang bukan merupakan sampah biasa. Inilah yang dinamakan limbah rumah sakit seperti yang dijelaskan di atas yang dalam pembuangannya diperlukan tempat khusus. Selama ini masalah tersebut kurang dihiraukan, maka dengan beradanya kita dalam era globalisasi, sudah saatnya kesehatan dan keselamatan masyarakat serta lingkungan sekitar rumah sakit mendapat perhatian lebih dan khusus. Jika dalam pembuangannya dilakukan dengan sembarangan, bukan hanya berdampak buruk untuk lingkungan sekitar tetapi juga akan menjadi media penyakit. Oleh sebab itu, penegakan hukum dalam hukum lingkungan sangat diperlukan. Untuk membuktikan adanya tindak pidana pencemaran limbah oleh rumah sakit, sangat diperlukan peran dari keterangan ahli yang akan memberi keterangan tentang suatu perkara sesuai dengan keahliannya untuk membantu hakim dalam memutus perkara pencemaran limbah rumah sakit. Penegakan hukum inilah yang sangat dibutuhkan untuk penanggulangan pembuangan limbah rumah sakit guna terciptanya sanitasi rumah sakit dan masyarakat serta lingkungan yang sehat."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2007
S22315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumadi
"Proses pembuktian di dalam persidangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses beracara di dalam suatu peradilan. Pada perkara pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup fungsi alat bukti keterangan ahli sebagai salah satu alat bukti yang sah adalah sangat penting membantu majelis hakim untuk memahami masalah-masalah teknis ilmiah. Oleh sebab itu pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai bagaimana pendapat hakim dalam menilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan ahli yang dihadirkan oleh para pihak, baik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun dari terdakwa atau penasihat hukum dalam perkara tindak pidana pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya di Teluk Buyat. Skripsi ini juga membahas mengenai acuan atau dasar hukum apa yang dapat dipakai dimasa yang akan datang untuk melakukan penelitian/pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencemaran lingkungan hidup. Alat bukti keterangan ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan terdakwa atau penasihat hukum terdapat pertentangan yang sangat jauh berbeda satu sama lain. Hal ini menjadi tugas majelis hakim dalam menilai kebenaran keterangan alat bukti keterangan ahli dan dapat dilihat bagaimana majelis hakim menilai kekuatan pembuktian keterangan ahli. Mengenai acuan atau dasar hukum yang dapat dipakai untuk melakukan penelitian/pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencemaran lingkungan hidup adalah dapat dipakai Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta peraturan-peraturan yang ada dibawahnya termasuk Keputusan Kepala Bapedal Nomor 113 Tahun 2000 tentang Pedoman Umum dan Pedoman Teknis Laboratorium Lingkungan.

Substantiation process before court is a critical part in a proceeding. In environment pollution or devastation lawsuit, professional opinion as one of legal exhibits serves as an important part in supporting the court understanding of scientific technical issues. The subject matter in this thesis, therefore, concerns with the judge opinion in assessing the intensity of substantiation of professional opinion proposed by the parties, both the general prosecutor (JPU) and the defendant or legal counsel in the environment pollution crime alleged against PT. Newmont Minahasa Raya in Buyat Gulf. This thesis also discusses about future applicable reference or legal basis to carry out study/inquiry of environment pollution crime. The professional opinion exhibits presented by either General Prosecutor (JPU) and defendant or legal counsel contradict significantly against each other. It is the duty of the court to evaluate the professional opinion exhibits and it can be observed there from how the judges consider the intensity of the professional opinion substantiation. With respect to the reference or legal basis applicable in this study/inquiry of environment pollution crime, it can be used Law Number 23 of 1997 on Environment Management and existing regulations under it including Decision of the Chief Environment Impact Controlling Agency Number 113 of 2000 on General Guide and Technical Guide for Environment Laboratory."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22592
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Flora Dianti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Asrun
"Penegakan hukum lingkungan menjadi isu yang sangat penting belakangan ini, karena Iingkungan hidup telah menjadi suatu indikator keberhasilan pembangunan. Dan keberhasilan penegakan hukum Iingkungan, amtara lain, tergantung pada kemampuan penegak hukum dalam membuktikan tindak pidana pencemaran Iingkungan. Penulis artikel ini berpendapat perlu ditingkatkan kemampuan teknis penegak hukum dalam hal pembuktian tindak pencemaran lingkungan, yang antara lain, melalui pendidikan hukum lanjutan atau pelatihan singkat."
1996
HUPE-26-2-Apr1996-75
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Munthe, Saut Erwin Hartono A.
"Penerapan Teleconference untuk penghadiran saksi dalam Persidangan Pidana menimbulkan perdebatan panjang. Disatu sisi perkembangan hukum ketinggalan jauh dengan perkembangan masyarakat, apalagi bila diperbandingkan dengan kemajuan teknologi sedangkan disisi lainnya, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana {KUHAP} sebagai basis acara Pemeriksaan Perkara Pidana tidak mengaturnya. Pasal 185 KUHAP ayat (1) yang isinya sebagai berikut "keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan". Kalimat yang saksi nyatakan di sidang pengadilan inilah yang menjadi titik tolak perdebatan. Disatu pihak mengatakan bila saksi tidak hadir langsung secara fisik kedepan persidangan kesaksiannya tidak sah, di pihak lain menyatakan bahwa dengan teleconference saksi sudah hadir dipersidangan, karena keterangan saksi tetap dapat di Cross-Check oleh kedua belah pihak dan fisik saksi dapat dilihat pada layar monitor yang ada. Berkaitan dengan permasalahan hukum pembuktian, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk memecahkan permasalahan yang ada mengenai teleconference sebagai salah satu alat bukti dalam memeriksa keterangan saksi, khususnya kekuatan bukti keterangan saksi melalui teleconference dan legalitas prosedur pemeriksaan jarak jauh melalui teleconference. Permasalahan hukum pembuktian Teleconference terkait dengan kekuatan bukti dan kekuatan pembuktian tidak bertentangan dengan asas-asas hukum pidana dan peraturan perundang-undangan yang ada. Ada beberapa asas-asas umum yang berlaku dalam hukum acara pidana yaitu asas terbuka secara umum, asas pemeriksaan secara langsung,asas peradilan cepat, sederhara, dan biaya ringan,asas kelangsungan/oral debat. Penggunaan teleconference sudah memenuhi syarat materiil dan syarat formil KUHAP. Dalam syarat formil tidak terlihat adanya hambatan, kecuali pasal 185 ayat (1), Penerapan Teleconference justru menutupi kelemahan Pasal 162 KUHAP karena dengan teleconference maka tetap dilakukan dialog dan tanya jawab serta melihat emosi saksi selama memberikan keterangan. Padoaharuan hukum pembuktian terutama dikaitkan dengan legalitas prosedur pemeriksaan jarak jauh mutlak dilakukan karena beberapa Undang-undang sebenarnya telah memasukkan dokumen elektronik sebagai alat bukti seperti RUU Informasi dan Transaksi Elektronik, RUU Perlindungan Saksi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Pemberantasan Korupsi, UU Terorisme. Berkaitan dengan hal itu KUHAP sebagai "UU Payung" mestinya mengakomodasi Perkembangan Alat Bukti modern khususnya Teleconference sebagai data Elektronika."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uni Ilian Marcianty
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Marluga
"Pendapat Muladi dalam media massa yang menyatakan adanya kalangan akademisi yang telah melacurkan pengetahuan akademisnya sebagai seorang ahli dalam persidangan, khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi, patut dicermati. Hal ini didasari adanya perkara tindak pidana korupsi yang dalam pertimbangan putusan akhir majelis hakim, sangat didominasi oleh pendapat para ahli. Dalam hal ini, apa keterangan ahli telah mengenyampingkan alat bukti lain dalam hal pembuktian perkara pidana, khususnya dalam tindak pidana korupsi. Dalam penelitian hukum ini, yang kemudian menjadi pokok permasalahan pertama, adalah bagaimana pengaruh/peranan keterangan ahli dalam pertimbangan putusan akhir majelis hakim untuk perkara tindak pidana korupsi. Terhadap pokok permasalahan tersebut, dapat dilihat bahwa keterangan ahli dalam studi kasus penelitian hukum ini memegang peranan penting dalam pertimbangan putusan akhir majelis hakim. Hal ini dapat dilihat dengan dibutuhkannya pendapat ahli dalam menentukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa dan dalam hal ada tidaknya unsur kerugian negara dalam tindak pidana korupsi tersebut. Adapun yang menjadi pokok permasalahan kedua adalah mengenai kriteria atau batasan seorang ahli dalam tindak pidana korupsi. Apa batasan ini perlu secara limitatif diadakan pengaturannya dalam peraturan perundangundangan tindak pidana korupsi. Terhadap pokok permasalahan ini, tidak perlu diatur secara khusus kriteria seorang ahli. Hal ini cukup mengacu pada Pasal 1 butir 28 KUHAP, di mana ahli tersebut harus memiliki keahlian khusus, baik yang diperoleh dari pendidikan formal, maupun dari pelatihan atau pengelaman khusus. Pokok permasalahan yang terakhir adalah dalam hal keterangan yang telah diberikan oleh ahli tidak relevan dengan perkara korupsi yang disidangkan, apa keterangan ahli tersebut masih dapat dianggap sebagai keterangan ahli. Terhadap hal ini, keterangan ahli tersebut tetap bernilai sebagai keterangan ahli. Hal ini dikarenakan bebasnya nilai kekuatan pembuktian dari keterangan ahli itu sendiri. Dengan demikian, hakim bebas dalam menentukan apa keterangan ahli tersebut relevan atau tidak dalam persidangan, yang akan berimbas pada digunakan atau tidak keterangan ahli tersebut dalam pertimbangan putusan akhir dari majelis hakim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusnadi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>