Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163422 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Deninta Dhamayanti
"Poligami merupakan suatu bentuk perkawinan yang seringkali disalah artikan oleh sebagian manusia, sehingga hakikat dan keutamaannya terkubur dalam-dalam. Wajah poligami sering ditampilkan sebagai tradisi Islam, baik secara sadar oleh mereka yang mempunyai agenda ideologis politis tertentu, maupun secara tidak sadar oleh mereka yang mendapatkan informasi yang tidak memadai dan/atau yang telah mengalami berbagai distorsi. Hal ini semakin diperburuk oleh kenyataan bahwa pada saat ini pemerintahan di berbagai belahan dunia didominasi oleh sistem yang tidak berlandaskan Islam. Sistem politik, pemerintahan dan hukum tidak terlepas dari hegemoni Barat yang dalam segala aspek dan sendi kehidupannya mewarisi jiwa dan semangat kultur Romawi yang berpadu dengan filsafat Hellenistik. Keadaan ini terjadi baik di negara-negara Barat modern yang mayoritas manusianya adalah Kristen geografis , maupun di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Dalam keadaan yang seperti demikian, tidaklah mengherankan, walaupun tidak dapat dibenarkan, bahwa poligami telah disalah artikan dengan dalil-dalil seperti: doktrin agama tertentu, nasionalisme, kesetaraan jender, bahkan feminisme, sehingga sebagaian manusia baik secara sadar maupun tidak. sadar telah memberikan persetujuannya kepada stigmatisasi terhadap poligami."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Dwinta
"Perkawinan poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5, dan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 55 sampai Pasal 59. Permasalahan perkawinan poligami saat ini masih dapat ditemukan karena dalam pelaksanaannya tidak memenuhi persyaratan perkawinan poligami yang mengakibatkan pembatalan perkawinan. Salah satunya yang kerap ditemukan ialah suami melakukan penipuan yaitu memalsukan identitas diri dalam perkawinan poligami. Kasus tersebut dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan Agama Soreang Nomor 5321/Pdt.G/2020/PA.Sor. Penelitian ini menganalisis akibat hukum terhadap hak-hak istri kedua setelah terjadinya pembatalan perkawinan poligami dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Soreang dalam memutus perkara Nomor: 5321/Pdt.G/2020/PA.Sor mengenai Pembatalan Perkawinan karena pemalsuan identitas suami dalam perkawinan poligami dilihat dari peraturan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal dengan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat diuraikan bahwa pembatalan perkawinan poligami karena pemalsuan identitas suami memiliki akibat hukum terhadap hak-hak istri kedua yaitu terhadap hubungan suami istri, kedudukan anak dan harta kekayaan. Majelis Hakim dalam perkara ini telah menggali dan menemukan fakta hukum berdasarkan dalil-dalil dari Penggugat dan alat bukti yang sempurna dan mengikat dalam persidangan yaitu Surat Keterangan Kematian Istri yang dipalsukan. Hal ini terbukti dengan diserahkannya Akta Nikah Tergugat I dengan istri pertamanya oleh Penggugat, yang menjelaskan mengenai kedudukan Tergugat I masih berstatus suami istri dengan istri pertamanya dan belum meninggal dunia. Fakta yang ditemukan bahwa perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II tidak memenuhi persyaratan perkawinan poligami sebagaimana diatur dalam Pasal 4 jo. Pasal 5 UUP dan Pasal 56 jo. Pasal 58 KHI sehingga Majelis Hakim memutuskan untuk membatalkan perkawinan poligami tersebut berdasarkan Pasal 40 huruf (a) KHI jo. Pasal 37 PP Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 71 huruf (b) KHI.

Polygamous marriages are regulated in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage in Article 3 paragraph (2), Article 4, Article 5, and in the Compilation of Islamic Law Articles 55 to 59. The problem of polygamous marriages can still be found today because in its implementation it does not meet the requirements for polygamous marriages which results in the annulment of the marriage. One of the things that is often found is that the husband commits fraud by falsifying his identity in a polygamous marriage. This case can be found in the Decision of the Soreang Religious Court Number 5321/Pdt.G/2020/PA.Sor. This study analyzes the legal consequences of the rights of the second wife after the annulment of a polygamous marriage and the considerations of the Soreang Religious Court judge in deciding case Number: 5321/Pdt.G/2020/PA.Sor concerning the Annulment of Marriage due to falsification of the husband's identity in a polygamous marriage as seen from the regulations in force in Indonesia. This study uses doctrinal research with a literature study that is analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that the cancellation of a polygamous marriage due to falsification of the husband's identity has legal consequences for the rights of the second wife, namely the husband and wife relationship, the position of the children and assets. The Panel of Judges in this case has explored and found legal facts based on the Plaintiff's arguments and perfect and binding evidence in the trial, namely the falsified Death Certificate of the Wife. This is proven by the submission of the Marriage Certificate of Defendant I with his first wife by the Plaintiff, which explains that Defendant I still has the status of husband and wife with his first wife and has not died. The facts found that the marriage between Defendant I and Defendant II does not meet the requirements for a polygamous marriage as regulated in Article 4 in conjunction with Article 5 of the UUP and Article 56 in conjunction with Article 58 of the KHI so that the Panel of Judges decided to cancel the polygamous marriage based on Article 40 letter (a) KHI in conjunction with Article 37 PP Number 9 of 1975 in conjunction with Article 71 letter (b) KHI."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu asas yang dianut dalam Peraturan Perkawinan
di Indonesia adalah asas monogami dimana seorang pria
hanya di perbolehkan beristrikan seorang wanita saja dan
begitu pula seorang wanita. Akan tetapi, terdapat
pengecualian atas asas tersebut atau lazimnya disebut
asas monogami terbuka dimana diperbolehkan bagi seorang
pria untuk beristeri lebih dari satu orang dengan
memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU Perkawinan.
Sayangnya dalam penerapannya, persyaratan yang diatur
dalam UU Perkawinan sering di simpangi yang akibatnya
makin banyak praktek poligami yang tidak sehat seperti
pelaku poligami bebas membuat Kartu Tanda (KTP) Penduduk
baru yang menyatakan bahwa si pelaku poligami adalah
seorang lelaki lajang sehingga ia dapat berpoligami
tanpa melalui prosedur berpoligami yang ditentukan UU
Perkawinan. Oleh sebab itu timbul pertanyaan apakah
seseorang yang tidak berkualifikasi dapat melakukan
perkawinan poligami menurut Undang-Undang No. 1 Tahun
1974? dan apa akibat hukum bagi perkawinan poligami yang
dilakukan oleh orang yang tidak berkualifikasi tersebut?
Penelitian ini merupakan suatu penelitian kepustakaan
dengan data sekunder dan dalam penulisan ini penulis
menggunakan metode penelitian berupa metode penelitian
hukum normatif karena pada dasarnya penelitian ini
ditujukan untuk melakukan analisis terhadap putusan
Mahkamah Agung No. 2039.K/Pdt.G/1997/MA dengan bertumpu
pada UU Perkawinan. Dimana dalam putusan tersebut
dinyatakan bahwa perkawinan poligami yang dilakukan
tanpa memenuhi persyaratan yang disyaratkan undangundang
dapat mengakibatkan perkawinan tersebut dapat
dibatalkan dan dinyatakan sebagai perkawinan yang tidak
sah menurut hukum dan dengan ini dapat dilihat bahwa UU
Perkawinan melindungi status isteri pertama. Kemudian
mendorong adanya Perbaikan-perbaikan pengaturan
perundang-undangan yang memberikan perlindungan terhadap
perempuan dan mengadakan sosialisasi yang edukatif
kepada masyarakat agar problematika poligami dapat
diatasi dengan baik."
Universitas Indonesia, 2007
S21440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Irene Suparlan
"Poligami adalah isu yang sangat menarik bagi sebagian kalangan yang memiliki perhatian terhadap masalah-masalah sosial - termasuk masalah perempuan dan keluarga. Isu poligami selalu muncul dan menghilang dengan diiringi perdebatn yang seolah tidak ada habisnya. Faktor agama, sosial, budaya dan juga gender selalu menjadi Iandasan dari berbagai pendapat yang bersikap pro maupun kontra terhadap aktivitas poligami tersebut. Perdebatan masalah poligami dari sisi agama akan menimbulkan beberapa pendapat yang dapat saling bertentangan satu sama Iain. Perdebatan itu menyangkut masalah hukum-hukum Islam. Selanjutnya pembicaraan poiigami melebar ke masalah hak-hak perempuan dan kesetaraan gender dan bermunculan pendapat para pakar masalah-masalah perempuan dan poligami di media massa.
Perempuan menjadi fokus utama dari aklivitas poligami itu sendiri. Mengapa seorang perempuan bersedia dipoligami ? Benarkah semua perempuan menolak aktivitas poligami '? Benarkah perempuan merasa diperlakukan tidak adil bila tenjadi aktivitas poligami ? Dan benarkah perempuan menyetujui aktivitas poligami karena adanya ketergantungan secara ekonomi ??
Majalah-majalah wanita sebagai medium yang menyampaikan informasi kepada pembaca perempuan menampilkan peristiwa dan kajian seputar isu poligami ini dari berbagi sisi. Ada beberapa fenomena yang menarik untuk dikaji. Dua fenomena menarik itu adalah adanya perbedaan cara majalah wanita mengemas isu poligami dalam artikel-artikelnya dan juga adanya perbedaan sikap dan cara pandang para pengelola media terhadap isu poligami itu sendiri. Ada majalah wanita yang secara jelas menentukan sikap menentang aktivitas poligami dan ada majalah wanita yang memilih tidak mengambil sikap apapun.
Dari mengkaji beberapa fenomena tersebut penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji cara majalah wanita mengemas isu poligami dalam artikel-artikelnya dan mengkaji alasan pemilihan frame tertentu dalam menyampaikan isu poligami. Selain itu penelitian juga bertujuan untuk mengkaji kontribusi faktor ideologi dalam pemilihan sikap majalah wanita menanggapi isu-isu poligami yang sensitif bagi perempuan.
Majalah wanita yang dipilih dalam penelitian ini adalah majalah Femina dan majalah Ummi. Pemilihan ini didasari oleh perbedaan ciri dan sifat dari kedua majalah wanita tersebut sehingga dimungkinkan akan diperolch hasil yang lidak sama secara mutlak dalam memandang isu poligami.
Penclitian dilakukan pada tingkatan tekstual dengan analisis framing dan pada tingkatan intertekstual dengan wawancara mendalam serta penelusuran terhadap sejarah kedua majalah wanita tersebut. Analisis framing dilakukan terhadap artikel-artikel yang dianggap bisa menunjukkan sikap pengelola media terhadap isu poligami yang menjadi perdebatan. Wawancara mendalam dilakukan terhadap pihak pengelola media yang berbicara mewakili majalah wanila tersebut untuk mengetahui sikap dan nilai-nilai yang dipegang oleh pengelola media terhadap isu poligami.
Dari penelilian tersebut diambil kesimpulan bahwa majalah wanita memiliki frame yang tidak selalu sama dalam mengemas isu poligami. Poligami sebagai masalah yang menyangkut nasib perempuan yang terlibat didalamnya dilanggapi secara berbeda oleh majalah wanita yang berbeda. Walaupun didasari maksud yang sama untuk memberdayakan dan membela kaum perempuan ternyata majalah wanita menggunakan frame yang berbeda dalam membahas isu poligami dalam setiap artikelnya. Majalah Femina secara tegas menggunakan frame yang menolak poligami. Sedangkan majalah Ummi bisa dikatakan bersikap pro terhadap poligami . Anggapan ini didasarkan pada sikap majalah Ummi yang tidak menolak perkawinan poligami walaupun tidak ada pernyataan yang mendukung perkawinan poligami.
Faktor ideologi tampak memegang peranan penting dalam penentuan frame majalah wanita saal mengemas isu poligami karena ideologi merupakan faktor utama yang mendasari jalan pikiran para pengelola media ketika menentukan ke arah mana majalah wanita tersebut akan dibawa. Bagaimana ideologi yang mereka pegang memandang kaum perempuan ternyata memberi pengaruh besar pada bagaimana majalah wanila tersebut akan membawa pembaca perempuannya kepada suatu arah dan titik tertentu. Majalah Femina yang memegang ideologi cenderung ke arah liberal dalam arti menuntut suatu kesetaraan antara laki-laki dan perempuan secara tegas menolak poligami karena kecenderungannya yang menimbulkan ketidakadilan bagi perempuan. Sedangkan majalah Ummi yang memegang ideologi Islam tidak mau mengambil sikap yang tegas menolak poligami karena memahami poligami sebagai satu perkawinan yang dibolehkan dalam Islam tetapi juga tidak mau mendukung karena memahami realita yang muncul berkaitan ketidakadilan bagi perempuan.
Dari sikap kedua majalah tersebut terhadap poligami dapat dilihat bahwa sikap kedua majalah ini dalam menentang satu ideologi yang tidak pro kepada perempuan ternyata juga berbeda.Walaupun kedua majalah sama-sama menganggap apa yang mereka lakukan adalah bentuk dari satu pembelaan terhadap perempuan tetapi apa yang ditampilkan ternyata mempunyai sudut pandang berbeda. Sesuai ideologi yang dipegang, majalah Femina melihat pembelaan terhadap perempuan dilakukan untuk mencapai keadilan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan majalah Ummi melihat pembelaan perempuan dilakukan tetap dalam koridor nilai-nilai Islam yang dipegang.
Melihat perkembangan yang demikian perlu kiranya satu pembicaraan dan dialog yang panjang antara perempuan dalam hal ini untuk menyepakati satu nilai-nilai yang sama mengenai bentuk pemberdayaan perempuan yang sesuai untuk perempuan di Indonesia. Bagaimanapun nilai-nilai ?timur? dan nilai-nilai agama tidak bisa diabaikan sama sekali. Begitu juga fakta dan realita di masyarakat juga tidak bisa diabaikan. Karena pada saat sudut pandang yang berbeda justru akan membingungkan perempuan yang membutuhkan pandangan yang obyektif dan jernih dari semua pihak agar perempuan bisa benar-benar berdaya dalam memilih yang terbaik bagi dirinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandry Rua Januari
"Tidak ada abstrak"
Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leli Nurohmah
"Penelitian ini mengungkapkan pengalaman perempuan dalam menjalani perkawinan poligami. Hal ini digali melalui pemaknaan mereka pada perkawinan poligami dan strategi bertahan dalam perkawinan poligami. Untuk mengetahui makna perkawinan dalam persepsi perempuan dan strategi yang mereka terapkan, penelitian ini menggunakan konsep perkawinan, perkawinan poligami, dan perkawinan menurut perspektif feminis. Selain itu, digunakan teori kuasa Foucault dan teori strategi bertahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berperspektif perempuan dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam. Subjek penelitian berjumlah sepuluh orang perempuan Betawi Cinere yang menjalani perkawinan poligami.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan memberi makna yang beragam pada perkawinan mereka, di antaranya perkawinan sebagai wadah untuk menyatukan rasa cinta, Fase hidup yang harus dilalui sebagai perempuan, pengabdian pada orang tua dengan menerima perjodohan, dan melepaskan status janda. Perkawinan poligami sebagian besar dimaknai sebagai taqdir yang harus mereka lalui. Dalam perjalanannya, perkawinan poligami lebih banyak menimbulkan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, karena perlakuan tidak adil dari suami. Bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak terjadi karena tidak dipenuhinya hak dasar manusia meliputi pemenuhan sandang, pangan, papan dan kasih sayang. Selain itu menimbulkan kekerasan baik kekerasan fisik, ekonomi, psikis, dan seksual. lni menunjukkan bahwa pencapaian keluarga sakinah mawaddah dan rahmah dalam keluarga sangat mungkin tidak tercapai dalam perkawinan poligami.
Dalam menjalani kehidupan tersebut ada strategi yang dilakukan oleh para subjek : pertama, strategi resistensi berupa "perlawanan sehari-hari" walaupun tidak bertahan lama karena sering menjadi stimulus tindak kekerasan suami. Kedua, strategi adaptasi melalui kepasrahan perempuan pada kondisi yang mereka hadapi, sikap menerima, dan mengabdikan diri sepenuhnya pada tugasnya sebagai perempuan ; serta berbaik hati dengan keadaan menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh para subjek agar mereka tetap bertahan dalam menjalani perkawinan poligami.

This research exposes women experience in passing through and living on polygamy marriage. It is explored through their understanding on polygamy marriage and endurance strategies in polygamy marriage. To find out the meaning of marriage in women's understanding and their survival strategies, this research uses the concept of wedding, polygamy marriage, and marriage as indicated by feminist perspective. The authority theory of Foucault and theory of endurance strategy are used, too. This research applies a qualitative approach of women perspective and compiles data through in-depth interview. The research subject is the ten Betawi women in Cinere, which live in polygamy marriage.
The research result said that women have various understanding on marriage, e.g. marriage is such space to share love and affection with her spouse, marriage is part of the living stage that must be passed through as women, and dedication for the parents by accepting the future husband from their parents, or just releasing a widowhood status. Most of women interpret polygamy marriage as destiny that should be passed through. In its implementation, polygamy marriages develop more violence against women and children because they receive injustice treatment from their husband: Violence against women and children is occurred since there is no fulfillment for basic human rights such as clothes, food, home and affection.
It also extends in any physical, economical, psychological and sexual violence. This could be said that to establish a "sakinah mawaddah and rahmah" (peaceful and blessing) family in such polygamy marriage.
In passing through such life, the subjects conduct strategies i.e.: first, strategy of everyday form of resistance. However, it sometimes does not work since this become stimulus for any violence of their husbands. Second, adaptation strategies such as surrender and accept with those conditions, and dedicate totally their nature as women; and be warm-hearted and have forgiving heart with the condition become an effort of the subject to live on polygamy marriage.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008
346.013 4 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Carolina
"Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Untuk melaksanakan perkawinan tidak hanya sebatas terpenuhinya rukun dan syarat dalam Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, tetapi perkawinan tersebut dilaksanakan dengan itikad balk agar perkawinan itu menjadi tidak cacat atau nikahul fasid. Selain rukun dan syarat ada juga larangan-larangan dalam perkawinan. Dimana untuk melaksanakan perkawinan tidak boleh melanggar larangan tersebut. Salah satu larangan itu adalah tidak boleh adanya hubungan keluarga dalam perkawinan, sesuai dengan Pasal 8 huruf a Undang-undang Perkawinan dan Pasal 39 Kompilasi Hukum Islam. Selain itu perkawinan yang dilaksanakan juga tidak boleh bertentangan dengan norma agama, norma susila, dan norma ketertiban yang berlaku di masyarakat. Dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 411K/AG/1998 dilakukan pembatalan perkawinan. Pembatalan ini karena adanya pelaksanaan perkawinan poligami yang dilakukan tanpa seizin isteri pertama dan izin dari Pengadilan Agama. Dengan adanya pembatalan perkawinan ini tentu akan timbul permasalahan. Dalam tesis ini penulis mengangkat permasalahan mengenai permohonan pembatalan perkawinan dari isteri pertama terhadap perkawinan poligami suaminya yang tidak sah menurut hukum dan jugamengenai tuntutan sita jaminan atas harta bersama suaminya dengan isteri keduanya. Untuk dapat mencari jawaban permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif, yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Untuk memperoleh bahan hukum primer menggunakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang pembatalan perkawinan. Untuk memperoleh bahan hukum sekunder menggunakan literatur-literatur, serta untuk memperoleh bahan hukum tersier menggunakan kamus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dikatakan bahwa perkawinan poligami yang dibatalkan karena cacat atau fasid, maka isteri yang sah dapat menuntut berupa sita jaminan atas harta bersama dari perkawinan poligami suaminya yang tidak sah menurut hukum. Oleh karena itu Putusan Mahkamah Agung tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan Hukum Islam.

Pursuant to the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam), the Marriage is a very strong covenant to comply the order of god and it constitutes ritual that have the intention to make the life of household to be sakinah, mawaddah, warahmah. The marriage not only must fulfill with its requirements but also in good faith in order the marriage is not defective or nikahul fasad. In addition to the requirements of marriage, there are prohibitions in marriage that must be considered by anyone who intends to marry. One of some prohibitions is family relation in marriage as mentioned in article S of Law on Marriage and article 39 of the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam). In addition, the marriage must comply with norm of religion, moral hazard and public order in the community. Decision letter of the Supreme Court No. 411K/AG/1998 has cancelled the marriage Due to the second marriage without consent from the first wife and the Religion Court(Pengadilan Agama). Following to the cancellation of marriage, the problems may arise. Through this thesis, the writer reveals legal matters regarding the application of cancellation of marriage from first wife related to the polygamy marriage which not valid under the laws as well as claim of security seizure (sita jaminan) on common property of her husband with his second wife. In order to find the answer of these matters, the writer uses the method of research of literature normatively-judicially by way of research of literature or secondary data. To obtain primary legal source, the writer uses the laws and regulations on Marriage and the decision of the Supreme Court regarding cancellation of marriage. To obtain secondary legal source, the writer uses literatures. To obtain tersier legal source, the writer uses dictionary. Based on the research, it is said that polygamy marriage which cancelled due to defective or fasad, then the valid wife may claim security seizure (sita jaminan) on common property of polygamy marriage of her husband which not valid under the laws. Therefore, such decision of the Supreme Court has not complied with the prevailing and Islamic laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayah Hidayah
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dalam pernikahan poligami dengan kekerasan dalam rumah tangga dan stress kaum lbu (khususnya wanita yang dipoligami) pads pemakahan poligami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada tiga wanita yang dipoligami oleh suaminya. Apakah ada dampak bagi seorang istri sebelum dan se udah pemakahan poligami, terutama terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan fisik, yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau carat pads tubuh istrinya atau bahkan menyebabkan kematian. Kekerasan psikologis seperti setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya did, h.ilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya pada suaminya. Kekerasan seksual, setiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual pemaksaan seksual atau sampai menjauhkan diri dad kebutuhan seksual. Kekerasan ekonomi, mencakup kepada membatasi istri untuk bekerja, atau bahkan bekerja untuk dickploitasi atau tindakan menelantarkan anggota keluarga dalam bidang ekonomi. Perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, yang menyebakan seorang istri terisolasi dari lingkungan sosialnya.
Stress adalah salah satu bagian yang menjadi target peneliti apakah dari poligami kemudian adanya kekekrasan dalam rumah tangga apakah berdampak pada stress Ibu-ibu yang dipoligami oleh suaminya Secara fisik perang yang mengalarni stress akan mengalami perubahan seperti terlihat dari gejalanya yaitu sakit kepala, leher, sakit dibagian dada atau sariawan dan banyak sekali gejalanya. Secara emosional juga terlihat oarang yang mengalami stress seperti mudah tersinggung, depresi, gelisah, merasa tidak berdaya atau prustasi dan sebagainya. Adapun secara perilaku dapat dilihat seperti menggigit kuku, gelak tawa yang tinggi, memakai obat-obatan, berj alan mondar-mandir dan banyak lagi.
Dari hasil penelitian terhadap ketiga wanita yang dipoligami oleh suaminya maka terdapat berbagai fakta kekerasan yang diakibatkan oleh pernikahan poligami tersebut. Lebih spesifik ialah kekerasan secara psikologis yang cukup dominan terjadi dalam keluarga tersebut dan menyebabkan stresss yang berkepanjangan.

The objective of this research is to find out the relationship in polygamy marriage with violence in household and depressed mothers (particularly those that are made co-wives) in polygamy marriage. This research applies qualitative method using an approach of case study on three women being made co-wives by their husbands. Are there impacts on wives before and after polygamy marriage, particularly with regard to violence in household?
Physical violence means violence that causes pain, injury, wound, or physical defect on wife's body or even causes death. Psychological violence means any acts or sayings that result in fear, loss of self-confidence, loss of ability to act and feeling of powerless against the husband. Sexual violence means every act covering sexual harassment, sexual coercion, until refrain from sexual need. Economic violence covers restricting the wife from working, or even working to be exploited, or act of abandoning family members in terms of economics. Seizure of freedom haphazardly causing a wife isolated from her social environment.
Depression constitutes one of the parts that become the target of the researcher whether polygamy and household violence bring impacts on the depressed mothers that made co-wives by their husbands. Physically, a depressed person will experience changes as seen from the symptoms, such as headache, neck ache, chest-ache, or naphtha and many other symptoms. Emotionally, a depressed person can also be seen from the symptoms such easily getting insulted, depressed, and restless, feeling of powerless or frustrated, etc. While behaviorally, it can be seen from the symptoms such as biting the nails, high cackles, consuming drugs, walling back and forth, etc.
The result of research to the three women made co-wives by their husbands unveils various violence facts resulting from the said polygamy marriage. The more specific result is the psychological impacts in the families and cause prolonged depression.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20787
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harlina
"ABSTRAK
Pada tahun-tahun terakhir ini, angka partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat. Peningkatan partisipasi perempuan tersebut menunjukkan kecenderungan peningkatan peran perempuan dalam aktivitas ekonomi dan pembangunan. Peran perempuan dalam bidang ketenagakerjaan telah ditetapkan pila dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1998.
Seiring dengan meningkatnya angkatan kerja perempuan, ada hal penting yang memerlukan perhatian, yaitu masalah perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan, terutama buruh perempuan pabrik. Perlindungan terhadap pekerja perempuan tidak hanya menyangkut perlindungan fisik (penciptaan kondisi kerja yang baik, lingkungan, jaminan kesehatan), tetapi juga termasuk perlindungan atas hak-hak perempuan untuk memperoleh perlakuan yang lama dengan pekerja laki-laki seperti kesempatan kerja, memilih profesi, pemberian gaji, dan tunjangan. Perlindungan tersebut diarahkan kepada peningkatan harkat dan martabat pekerja. Perlindungan terhadap pekerja dirasakan masih kurang, hal tersebut terlihat dari banyaknya aksi mogok para pekerja dan pelanggaran hak-hak dasar perempuan serta lemahnya pengawasan terhadap perusahaan. Perlindungan terhadap buruh perempuan bukan persoalan jenis kelamin, tetapi menyangkut hak asasi, maka hak dasar perempuan harus dilindungi. Akan tetapi, kenyataannya peraturan yang seharusnya menjadi pelindung bagi hak-hak perempuan justru memberi peluang bagi terjadinya pelanggaran hak.
Pengingkaran dan pelanggaran perlindungan terhadap hak-hak buruh perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Dengan demikian, perlindungan kepada buruh perempuan belum sesuai dengan hak asasi manusia. Sehubungan dengan hal itu terlihat bahwa pelaksanaan peraturan-peraturan pun belum terlaksana dengan baik karena peraturan yang ada belum dapat dilaksanakan secara efektif bagi perlindungan terhadap buruh perempuan."
1999
T 2481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>