Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 235836 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Andi Mattalatta
"KESEPAKATAN bersama dalam rumusan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya mempertegas sistem Presidensiil Dalam rangka memperkuat sistem presidensial secara konsisten, maka pelaksanaan fungsi partai politik secara sunguh-sungguh harus terus diupayakan. praktik koalisi memang dilegalkan sebagaimana penjelasan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945. Pembentukan koalisi partai politik menjadi keniscayaan dalam sistem presidensial karena ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Pragmatisme politik yang ditimbulkan dalam proses koalisi merupakan ancaman terhadap keberlangsungan sistem presidensial. Dengan demikian, salah satu tujuan dari pemilu, seperti yang tertuang di dalam undang-undang adalah untuk penyederhanaan partai politik menuju sistem multi partai sederhana, dapat diwujudkan melalui diberlakukannya mekanisme ambang batas."
Lengkap +
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 005 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Pataniari
"PENGERTIAN partai politik adalah sekelompok orang-orang yang mempunyai nilai-nilai dan cita-cita dan tujuan yang sama yang mengorganisir dirinya dalam suatu partai politik. Di Indonesia sistem kepartaian diatur berdasarkan undangundang tentang partai politik yaitu dalam UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik jo. UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Salah satu perubahan yang mendasar di dalam UUD 1945 adalah perubahan Pasal 1 ayat (2), yang semula “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum dan yang dilakukan tidak secara langsung oleh rakyat namun melalui pejabat yang dipilih oleh rakyat. Menurut ketentuan Pasal 22 E ayat (2), Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemilihan Umum tersebut dilaksanakan secara berkala setiap lima tahun sekali. Adapun peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik dan peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Undang-undang partai politik di Indonesia tidak membatasi jumlah partai, yang diatur hanya tata-cara pendirian partai dan syarat untuk bisa mengikuti pemilihan umum. Kondisi ini disadari, oleh karena itu diusahakan agar walaupun menganut sistem multi partai tetapi dengan jumlah yang tidak terlalu banyak, yaitu sistem multi partai sederhana. Terkait dengan upaya menciptakan sistem multi partai sederhana adalah dikaitkan dengan sistem presidensiil yaitu melalui proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 6A. Ketentuan Pasal 6A ayat (2) menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini memberi kesempatan kepada setiap partai politik yang telah memenuhi persyaratan untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Diharapkan dengan bergabungnya partai-partai politik untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden persyaratan pada ayat (3) akan dapat dicapai dan kedepannya partai-partai politik tersebut akan terus bersamabersama sehingga tercapai persamaan-persamaan diantara mereka sehingga suatu saat nantinya mereka bergabung dalam satu partai atau front. Dengan demikian akan tercapai sistem multi partai sederhana."
Lengkap +
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 005 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ananthia Ayu Devitasari
"Penelitian dengan judul “Peran Partai Politik dalam Pengisian Jabatan Menteri Pada Sistem Presidensial Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945” ini dilatarbelakangi oleh penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistem Presidensial dimana Presiden memegang kekuasaansebagai Kepala Pemerintahan dan juga sebagai Kepala Negara(single chief executive).Presiden memiliki kekuasaan dan hak dalam rangka penyelenggaraan pemerintahannya. Pemilihan menteri dan pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif dari presiden. Namun hak tersebut walaupun nyata telah dilindungi oleh konstitusi UUD 1945, dalam pemilihan, pembentukan dan perombakan kabinet tidak lepas oleh peranan partai politik. Partai politik merupakan pilar penting dalam negara demokrasi modern. Namun peran partai harus sesuai dengan konstitusi dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran yang menyeluruh mengenai mekanisme pengisian jabatan menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, peran partai politik dalam masalah pengisian jabatan Menteri serta bagaimanaupaya pembatasan peran partai politik dalam pengisian jabatan menteri. Penelitian ini juga melakukan perbandingan dengan tiga negara lain yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Brazil. Penelitian ini menggunakan metodepenelitian yuridis normatif dan komparatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder ini didapatkan melalui penelitian studi pustaka dan dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi menteri di Kabinet pemerintahan Yudhoyono-Kalla dan Yudhoyono-Boediono didominasi oleh menteri yang didukung oleh partai politik terlepas mereka profesional atau berasal dari kader partai. Peran partai politik sangat besar dalam pemilihan, pembentukan dan perombakan kabinet. Hal ini bertentangan dengan pasal 17 UUD 1945 yang mengatur hak prerogatif presiden untuk memilih dan mengangkat menteri untuk menjalankan pemerintahan. Penelitian ini juga membandingkan peran partai politik terhadap pengisian jabatan menteri di negara lain yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Brazil. Penulis kemudian menjabarkan ide-ide dan gagasan upaya pembatasan terhadap peran partai politik terhadap pengisian jabatan menteri demi terwujudnya sistem presidensial yang efektif dan sesuai dengan konstitusi. Upaya membatasi peran partai dapat dilakukan dengan cara pelembagaan koalisi, penguatan lembaga kepresidenan melalui Undang-Undang Lembaga Kepresidenan dan Pengaturan internal institusi kepresidenan, Larangan Rangkap Jabatan, dan sistem perekrutan menteri dengan merit system.

Research by title “The Role of Political Parties in Minister Appointee in Indonesia Presidential System After Amendment 1945 Constitution” is motivated by President as the Head of Government and Head of State (single chief executive) has the power and rights in furtherance of the administration. Minister appointee and Cabinet formation are the prerogative rights of the president. However, despite the prerogative right protected by the 1945 Constitution, in the selection, establishment and reshuffle of the cabinet can not be separated by the role of political parties. Focus of this research is to describe and analyze the mechanism of the Minister appointee based on the constitution and legislation, role of the political parties in minister appointee during the administration of President Yudhoyono-Kalla and the administration of Yudhoyono-Boediono. This research also analyze the delimitation of political role in minister appointee and how the comparison of political role and delimitation in minister appointee on other countries. This research used normative juridical methods with comparative approach. Type of data used is secondary data. The secondary data obtained through library research and analyzed descriptively. The research result shows that The minister composition on cabinet at Yudhoyono-Kalla and Yudhoyono-Boediono administration dominated by minister thatsupportedfrom political parties regardless of their professional or derived from party cadres. Political party role enormous in the selection, establishment and cabinet reshuffle. These political role contrast with the article 17 UUD 1945 that govern the president's prerogative to select and appoint ministers to run the administration.The study also compared the political parties role for minister appointee in other countries, namely the United States, Britain, and Brazil. Then The author described the ideas and thoughts of delimitation political parties role in minister appointee in order to create the effective presidential system based on the constitution. The delimitation can be done by institutionalizing the coalition, performing strong presidentialism trough presidential act and internal presidential reform, the prohibition of double occupation, and minister recruitment system based on merit system.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine Natalia
"Pembicaraan mengenai keterwakilan perempuan kembali mengemuka menjelang Pemilu 2004, ketika Pasal 65 L]ndang-Undang Namor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mencantumkan ketentuan tentang keterwakilan perempuan untuk dicalonkan di lembaga legislatif sebagai berikut:
Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan, dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang kurangnya 30%.
Wacana ini menjadi berkembang mengingat posisi perempuan Indonesia dalam sektor politik dapat dikatakan masih marjinal. Salah satu indikator nyata dari masih terpinggirkannya hak-hak politik perempuan adalah rendahnya persentase perempuan yang menduduki kursi di lembaga perwakilan atau parlemen.
Sesuai dengan pengertian parlemen yang berarti suatu lembaga publik yang terdiri dari angota-anggota yang dipilih atau diangkat untuk mewakili kepentingan-kepentingan rakyat dari suatu negara, maka keterwakilan perempuan di parlemen, berarti adanya perempuan di lembaga perwakilan itu untuk mewakili kepentingan-kepentingan perempuan sebagai bagian dari rakyat suatu negara. Lembaga perwakilan yang akan dibahas dalam tesis ini dibatasi pada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), khususnya masa bakti 2004-2009 yang terpilih dari hasil Pemilihan Umum tahun 2004.
Dengan adanya ketentuan pembenian kuota 30% bagi capon anggota legislatif berdasarkan Pasal 65 ayat (1) tersebut, tercapai jumlah calon legislatif perempuan untuk DPR RI sebanyak 2.507 atau sekitar 32,2% dari total 7.756 calon legislatif, meskipun tidak semua partai politik dapat memenuhi jumlah calon legislatif perempuan sebanyak 30%. Akan tetapi, dari hasil Pemilihan Umum 5 April."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangi Syarwi
"Penelitian ini membahas Dinamika Dukungan Partai Politik dalam Proses Pengajuan Usul Amandemen Kelima UUD 1945 Tahun 2007. Latar belakang penelitian ini adalah terbatasnya fungsi legislasi DPD dalam proses pembentukan undang-undang mendorong DPD mengajukan usul amandemen kelima pasal 22D UUD 1945 Tahun 2007. Namun dalam upaya pengajuan usul amandemen kelima terjadi proses tarik menarik kepentingan di parpol yang mengakibatkan terjadinya dinamika politik yang kuat, sehingga berimplikasi terhadap perubahan sikap parpol yang awalnya mendukung kemudian mencabut dukungan yang sudah ditandatangani, akibatnya DPD gagal dalam memperkuat kewenangannya.
Pisau analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori elite dari Gaetano Mosca Suzanne Keller, oligarki dari Robert Michell, bikameral dari Kevin Evans, Samuel C. Patterson, Antony Mughan dan komunikasi politik dari Lucian Pye. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer dan sekunder. Sumber primer diperoleh melalui wawancara. Sementara sumber sekunder diperoleh dari media massa dan kajian pustaka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab kegagalan DPD dalam memperkuat wewenangnya melalui proses pengajuan usul amandemen kelima pasal 22D UUD 1945 Tahun 2007, adalah disebabkan faktor internal yang meliputi penguatan DPD tanpa alternatif, konsepsi dan mekanisme yang ditawarkan DPD tidak jelas, belum ada momentum, naskah akademik tidak komprehensif, lemahnya komunikasi dan lobi politik DPD, dan lemahnya pembentukan wacana publik. Faktor eksternal yaitu; memperlama proses legislasi, kekhawatiran merembes ke pasal lain, memo Amien Rais, lamanya batas waktu dan dan sulitnya syarat pengajuan dan tidak mendapat dukungan presiden SBY.Temuan dalam penelitian yaitu; [1] lemahnya fungsi legislasi DPD menjadikan demokratisasi belum bisa berjalan dengan baik; [2] SBY dan Amien Rais menjadi elite penentu sehingga DPD RI gagal dalam penguatan fungsi legislasinya; [3] tejadinya perubahan sikap politik Golkar dan PKB.
Implikasi teoritis untuk teori elite Mosca, Keller terbukti dalam penelitian ini yaitu adanya alite penentu seperti Presiden SBY dan Amien Rais. Teori oligarki Robert Michell terbukti dalam memo yang diwakili Amien Rais. Teori Bikameral Samuel C. Patterson dan Antony Mughan, satu kriteria terpenuhi dan dianggap terkonfirmasi. Empat kriteria bikameral Kevin Evans hanya satu terkonfirmasi tiga tidak ditemukan dalam sistem bikameral Indonesia. Teori komunikasi politik Lucian Pye juga terbukti dalam penelitian ini.

This study discusses The Dynamics of Political Party Support in The Proposal Submission Process Fifth Amandment of UUD 1945 of 2007. The background of this research is limited function of DPD legislative in the process of forming laws encourage DPD proposed of the fifth amendment of article 22D UUD 1945 of 2007. But in an effort fifth amendment proposal submission process, the political pull of interests resulting in a strong political dynamics, so that the implications of the change in the attitude of political parties initially supported then revoke the signed. DPD failed to strengthen its authority.
Tools analysis of this research is elite theory from Gaetano Mosca, Suzanne Keller, oligarchy theory form Robert Michell, bicameral system from Kevin Evans, Samuel C. Patterson, Anthony Mughan and theory of political communication from Lucian Pye. T his research used qualitative methods with primary and secondary data sources. Primary sources obtained through interviews. While secondary sources obtained from the mass media and literature.
The results of this research show that the cause of the failure of DPD to strengthen its authority through the process of submitting a proposal of the fifth amendment of article 22D UUD 1945 of 2007, is due to internal factors which include strengthening the DPD with no alternative, the conception and the mechanisms offered by the DPD is not clear, there is no momentum, an academic proposal is not comprehensive, poor communications and political lobbying, and the lack of formation of public discourse. External factors, namely; prolong the legislative process, concern seeping into other articles, memos Amien Rais, the length and difficulty of deadlines and filing requirements and do not support the president SBY. The results of this research, as a summary: [1] the weakness of the legislative function DPD makes democratization can not walk well, [2] SBY and Amien Rais become elite critical that the DPD failed to gain legislative functions; [3] change in political attitudes Golkar and PKB.
Theoretical implications of this research for elite theory Mosca, Keller proved in this study are the determinants elite like as President SBY and Amien Rais. Robert Michell oligarchy theory represented proven in memo Amien Rais. Bicameral system Samuel C. Patterson and Anthony Mughan, the criteria are considered confirmed. Four criteria bicameral system Kevin Evans is only one confirmed. The other three criteria are not found in Indonesia bicameral system. Lucian Pye theory of political communication is also evident in this study.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Normatively the amandement of Indonesian Constitution 1945 implemented pure presidential system. However, the system is not compatible with the multy parties system which is viasible based on the amandement. Thus, to maintain the presidential system, it needs further regulations in the form of Act concerns to more simple party system to support presidential system."
JHUII 14:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Luhur Kurnianto
"Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Menurut C.F. Strong, pemerintah pusat negara kesatuan memegang kedaulatan internal dan kedulatan eksternal secara absolut dan tidak mengakui adanya badan berdaulat tambahan dalam pemerintahannya. Negara kesatuan sendiri memiliki sifat dasar yang sentralistik dari segi pemerintahannya. Hal tersebut konsekuen dengan ciri-ciri negara kesatuan yang pemerintahan pusatnya sebagai pengemban kedaulatan absolut negara. Lebih lanjut, pada Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa kedaulatan negara berasal dari rakyat dan dijalankan berdasarkan konstitusi. Berdasarkan ketentuan tersebut, pemerintahan Negara Republik Indonesia harus senantiasa menerapkan sistem demokrasi pada lapangan pemerintahan mana pun. Dikaitkan dengan Pasal 18 UUD 1945 bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah propinsi dan daerah propinsi dibagi atas daerah kabupaten dan kota. Masing- masing daerah tersebut ditetapkan sebagai daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri, dan masing-masing daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang dipilih secara demokratis. Selaras dengan ketentuan dalam konstitusi, Undang-Ungang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 24 Ayat (5) mengatur cara pengisian Kepala Daerah yang dipilih secara langsung. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga diatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berasaskan otonomi daerah. Hubungan antara susunan negara kesatuan, otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung dalam negara yang pemerintahannya menganut sistem demokrasi seperti Indonesia adalah fokus bahasan yang akan dianalisis dalam penulisan skripsi ini.

Article 1 Paragraph 1 of The Constitution 1945, determines that indonesia is an unitary state with structured of unitary and form of republic. According to C.F. Strong, the central government of the unitary state held the internal and external sovereignity absolutely and not admits of additional sovereign organ within in the government. The unitary state it self has a basic characteristic which centralistic in the term of its government. This is consistent with the characteristic features of the unitary state which the central government as the bearers of absolute state sovereignity. Furthermore, Article 1 Paragraph 2 of The Constitution 1945 asserted that state sovereignity comes from citizens and operated according to the constitution. Departing from this recuirment, the government of indonesia has to apply the democratic system in any government field. Associated with article 18 of the constitution 1945 that republic of indonesia is divided into provinces and provinces are devided into districs and municipal areas. In accordance with recuirment in constitution, Act Number 32 of 2004 on Local Government, on Article 24 Paragraph 5 regulates the position charging way of directly elected regional head. In the Act Number 32 of 2004 stipulates regarding about the implementation of local government which based on local autonomy principles. The relation between unitary staate structure, local aoutonomy, and direct local election in the state governing democracies like indonesia is a disccussion that will be analyzed in this thesis."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nuruddin Hady
"Konstitusi bukanlah semata sebagai simbol ideologis dari sebuah negara bangsa.namun pada hakikatnya konstitusi adalah sebuah penggambaran tentang relasi antara kekuassan yang ada dalam suatu negara."
Malang: Setara Press, 2016
342.02 NUR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>