Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183600 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Sapartin Wahyu Jayanti
"Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian normatif empiris, yaitu penelitian yang dilakukan menggunakan sumber data sekunder untuk selanjutnya dilakukan penelitian terhadap data primer yang diperoleh melalui kuestioner terbuka dan wawancara dengan pihak yang terkait. Perjanjian Hak Tanggungan merupakan perjanjian accecoir dimana perjanjian ini timbul karena adanya perjanjian pokok yang berupa perjanjian hutang piutang atau perjanjian kredit. Dalam pelaksanaannya UUHT mempunyai asas yang sangat penting yaitu asas spesialitas yang menghendaki bahwa Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang ditentukan secara spesifik, dimana dengan asas ini akan diketahui keadaan subyek dan obyek Hak Tanggungan yang sebenarnya, sedang asas publisitas mengharuskan Hak Tanggungan tersebut didaftarkan dalam register umum supaya dapat diketahui oleh pihakpihak yang berkepentingan.Yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah apakah kedua asas tersebut diterapkan oleh kreditur/bank dalam pembebanan Hak Tanggungan dan permasalahan apa yang timbul dalam penerapan asas publisitas Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo.Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan asas spesialitas dan asas publisitas yang dilakukan oleh kreditur dalam pembebanan Hak Tanggungan tergantung pada kebijaksanaan yang diterapkan pada bank tersebut. Faktor utama yang menjadi sebab tidak diterapkannya kedua asas tersebut adalah besarnya plafon kredit yang diberikan bank kepada debitur/nasabah. Semakin besar plafon kreditnya semakin ketat bank melindungi jaminan tersebut. Faktor kedua adalah faktor biaya dalam proses pembebanan Hak Tanggungan dan keinginan bank untuk memberikan pelayanan yang cepat dengan biaya yang murah.Permasalahan yang timbul dalam penerapan asas publisitas di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo berkaitan dengan masalah tehnis dan masalah administratif yang bersumber pada petugas Kantor Pertanahan serta yang bersumber pada Notaris /PPAT yang berwenang membuat aktanya.Permasalahan tehnis berkaitan dengan kebijaksanaan yang diterapkan mengenai batas waktu berlakunya SKMHT pada mulanya menjadi kendala dalam penerapan asas publisitas (proses pendaftaran Hak Tanggungan) akan tetapi secara yuridis dapat dipahami dan diterapkan tanpa menyimpang dari aturan yang baku. Permasalahan administratif yang bersumber dari petugas Kantor Pertanahan tidak menjadi kendala bagi terlasananya pendaftaran Hak Tanggungan karena bukan termasuk dalam pelanggaran yuridis. Berbeda jika kesalahan administratif yang bersumber pada Notaris/PPAT yang berwenang membuat aktanya, jika tidak segera dilengkapi akta tersebut, maka akta itu batal demi hukum dan tidak dapat didaftarkan. Sehingga asas spesialitas dan asas publisitas tidak dapat diterapkan dalam pembebanan Hak Tanggungan.

In its research, this thesis uses normative empiric research method which is using secondary data sources to be then followed up by conducting research towards primary data obtained through open questionnaires and interview with the related parties.Mortgage Right Agreement constitutes a derivative agreement in which this agreement arises due to the presence of main agreement in the form of debt agreement or loan agreement. In its implementation, the Mortgage Right Law has very important principles which are: the specialty principle that aspires that Mortgage Right can only be burdened on land which has been specifically stipulated, in which with this principle can be found out the condition of the true subject and object of the Mortgage Right, whereas the publicity principle obliges the Mortgage Right to be registered in the public register in order to acknowledged by the concerned parties.Which becomes the issue in this thesis is whether those two principles are applied by the creditor/bank in the encumbrance of Mortgage Right and what problems will arise in the application of publicity principle of Mortgage Right at the Land Office of Sukoharjo Regency.From the result of research can be concluded that the application of specialty principle and publicity principle carried out by the creditor in the encumbrance of Mortgage Right depends on the policies applied by the bank. The main factor which becomes the cause for the application of those two principles is the amount of plafond of the loan provided by the bank to the debtor/customer. The greater the amount of the plafond of the loan, the more strict the bank will be to protect the securities. The second factor is the factor of cost in the encumbrance process of Mortgage Right and the desire of the bank to provide prompt services with economic cost.Problems arising in the application of publicity principle at the Land Office of Sukoharjo Regency are related to technical problems and administrative problems deriving from the officials at the Land Office as well as deriving from the Notaries/Land Deed Officials who are authorized to draw up the deeds.Technical problem related to the policies being applied regarding the time limit for the validity of Power of Attorney to Encumber Mortgage Right initially becomes an obstacle in the application of publicity principle (process for the registration of Mortgage Right) however, in juridical perspective, it can be acknowledged and applied without deviating from the standard rules.Administrative problem deriving from the officials at the Land Office does not become obstacle for the implementation of registration of Mortgage Right because it is not included in the juridical violation. It will be different if the administrative mistake derives from the Notary/Land Deed Official who is authorized to draw up the deed, if the deed is not immediately completed, then, the deed will be null and void and cannot be registered. Therefore, the specialty principle and the publicity principle cannot be applied in the encumbrance of Mortgage Right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27395
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutari Hayuning W.P.
"Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyebutkan lembaga jaminan atas tanah berupa Hak Tanggungan yang kemudian diatur dalam Undangundang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditu-kreditur lain. Hak Tanggungan merupakan perjanjian accessoir, keberadaannya tergantung pada perjanjian pokoknya. Pembebanan Hak Tanggungan dilakukan melalui dua tahap. Pertama tahap pemberian dimana pemberi Hak Tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), bila tidak dapat hadir wajib menunjuk kuasanya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Tahap kedua merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan dengan dibuatnya Buku Tanah Hak Tanggungan dan diterbitkannya Sertipikat Hak Tanggungan sebagai bukti keberadaan Hak Tanggungan tersebut. Berdasarkan sifat dan tata cara pemberian Hak Tanggungan terlihat bahwa terkandung aspek perjanjian dalam proses tersebut, yaitu harus dipenuhinya ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai syarat sah perjanjian dalam perjanjian pokok utang piutang dan dalam APHT serta SKMHT. Selain itu terdapat asas-asas perjanjian seperti asas Personallia, Konsensualisme, Kebebasan berkontrak dan asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-undang) dalam APHT dan SKMHT yang dibuat para pihak. Terdapat pula unsurunsur perjanjian seperti Unsur esensialia, naturalia dan unsur aksidentalia dalam APHT dan SKMHT. Lebih lanjut termuat ketentuan risiko dan wanprestasi dalam APHT. Selain itu, Hak Tanggungan termasuk perjanjian yang dapat dibagi sekaligus perjanjian yang tidak dapat dibagi prestasinya. Hak Tanggungan tergolong pula perjanjian formil karena harus memenuhi formalitas tertentu dalam pembebanannya sehingga dikategorikan sebagai perjanjian tertulis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Warastuti
"Salah satu ciri hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang kuat adalah mudah dan pasti pe1aksanaan eksekusinya . UUHT memberikan 3 (tiga) pelaksanaan eksekusi bagi kreditur dalam rangka memperoleh pengembalian piutangnya apabila debitur cidera janJi, yaitu : Parate eksekusi; eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat hak tanggungan dan menjual objek hak tanggungan di bawah tangan. Dalam prakteknya saat ini berdasarkan SE . No. 23/PN/2000 tentang petunjuk pelaksanaan lelang hak tanggungan, kreditur telah dapat menggunakan lembaga parade eksekusi tanpa terlebih dahulu meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dan juga telah ada kepastian baik secara teori maupun dalam praktek dimana irah-irah "Demi Ke adilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" ditempatkan yaitu dalam sertipikat hak tanggungan. Dengan demikian berkaitan dengan kendala-kendala besar yang terjadi dalam rangka eksekusi hipotik, sedikit banyak telah dapat diatasi oleh UUHT, walaupun demikian masih banyak pula ditemui hambatan-hambatan dalam rangka eksekusi hak tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Khrisnavari
"Sebelum berlakunya UUPA, hukum yang mengatur hak jaminan atas tanah adalah hukum adat dengan lembaga jonggolan. Setelah berlakunya UUPA (24 September 1960 9 April 1996), hak jaminan atas tanah disebut Hak Tanggungan, dan diatur dengan Undang-undang (pasal 51 UUPA) . Selama Undang-undang yang dimaksud belum terbentuk, maka melalui pasal 57, berlakulah ketentuan-ketentuan hypotheek dalam KUHPer dan credietverband dalam S. 1937-190, sepanjang soal-soal yang diaturnya belum diatur dalam UUPA dan peraturan-peraturan pelaksananya. Undang-undang mengenai Hak Tanggungan disahkan pada tanggal 9 April 1996 dan langsung berlaku efektif. Sejak itu, maka keseluruhan ketentuan mengenai Hak Tanggungan diatur dalam satu Undang-imdang nasional. Dengan demikian terciptalah unifikasi di bidang hukum tanah nasional khususnya hukiam jaminan mengenai tanah sesuai dengan tujuan UUPA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshsi
"Asas parate eksekusi adalah satu di antara asas-asas dari hak tanggungan dalam Hukum Jaminan Indonesia. Pelaksanaan dari asas ini menimbulkan permasalahan tertentu. Permasalahan utama yang timbul adalah mengenai ketidakpastian pelaksanaan parate eksekusi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Secara umum diketahui bahwa eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah telah banyak mengecewakan para kreditor untuk mengeksekusi berdasarkan parate eksekusi karena para hakim lebih mengutamakan kepada eksekusi berdasarkan titel eksekutorial untuk berlaku. Asas parate eksekusi berhubungan erat dengan suatu janji eksekutorial yang terdapat di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian normatif dan penelusuran literatur, serta wawancara dengan sumber Tumpal Naibaho sebagai Kepala Unit Legal Kredit pada PT. Bank OCBC NISP, Jakarta, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Mengacu kepada Pasal 6 dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang mengatur tentang kewenangan menjual atas kekuasaan sendiri, maka hal ini menarik untuk dicermati. Terlebih, blanko Akta Pemberian Hak Tanggungan masih tetap menggunakan rumusan dari peraturan perundang-undangan yang lama daripada menggunakan rumusan dari Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Berdasarkan hasil analisis terhadap janji eksekutorial dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan diketahui bahwa 1) perlu untuk mengubah rumusan janji eksekutorial di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan 2) perubahan dimaksud tersedia dalam tesis ini.

The parate executie principle is one among other principle of encumbrance right in Mortgage Law of Indonesia. Any performance of this principle conduct matters. The first prior matter are about the inconsistency in executing parate executie compare to Law No. 4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related- Objects. It is generally recognized that an execution based on Article 6 of Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects has many times fails the creditors to execute under parate executie in which the Judges prefer the executorial titel into performance. Furthermore parate executie principle is closely related with a kind of executorial promises filled in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT).
This thesis is based on normative and literature research methods and an exclusive interview with Mr. Tumpal Naibaho as a Head Unit of Legal Credit of PT. Bank OCBC NISP, Jakarta as well as data obtained were analyzed qualitatively. Refers to Article 6 of Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects, which governs the authority to sell on his own power, then it is interesting indeed to be observe. Moreover, the blank deed of the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) is still using the late regulation in it is format prior to the Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related- Objects. Based on an analysis of executorial promises in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) is known that 1) it is neccesary to change the format of executorial promises in the Deed of Grant of Encumbrance Right (APHT) refering the Law No.4 of 1996 on Mortgage and Their Land-Related-Objects and 2) the improvements is available herein."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996
349.04 IND s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Elvira Hanum
"Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 serta Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT), maka diperkirakan akan banyak permohonan Hak Pakai atas tanah Negara yang diajukan oleh Warga Negara Asing yang merasa memenuhi persyaratan sebagai pemegang Hak Pakai. Apalagi dengan munculnya UUHT yang menentukan suatu konsep baru mengenai penunjukan Hak Pakai atas tanah Negara sebagai objek Hak tanggungan (Pasal 4 ayat (2)), yang membuka kesempatan bagi para Warga Negara Asing untuk dapat memperoleh permohonan kredit dengan penggunaan hak pakai sebagai jaminan, dimana sebelumnya dalam Undang-Undang Pokok Agararia Nomor 5 Tahun 1960 disimpulkan bahwa Hak Pakai tidak dapat ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan (Pasal 51 UUPA), karena pada waktu itu Hak Pakai tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftarkan, oleh karena itu tidak dapat memenuhi syarat publisistas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Dalam perkembangannya Hak Pakai harus didaftarakan, yaitu Hak Pakai atas Tanah Negara dimana dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani fiducia. Hak Pakai tersebut ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan, sehubungan dengan itu maka Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional yang merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA. Pemyataan bahwa hak pakai tersebut dapat dijadikan objek hak tanggungan merupakan ketentuan UUPA dengan peran serta hak pakai itu sendiri serta kebutuhan masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>