Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101476 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional RI., 2008
R 959.803 DAR
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
G. Moedjanto
Yogyakarta: Kanisus, 1988
959.8 MOE i I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Yulia
"Skripsi ini membahas mengenai perkembangan kartun politik di Australia dan analisisnya terhadap hubungan Australia-Indonesia terkait isu Timor Timur 1974-2002. Pemilihan judul tersebut dengan alasan bahwa kartun politik merupakan salah satu sarana bagi masyarakat Australia untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai kebijakan pemerintahannya, sehingga dalam hubungan Australia-Indonesia seringkali terdapat kartun politik yang menggambarkan kebijakan Pemerintah Australia terhadap Indonesia terkait dengan isu Timor Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah bahwa kartun politik di Australia merupakan sebuah senjata untuk mengkritisi kebijakan Pemerintah Australia yang dalam hal ini mengenai isu Timor Timur, kartun politik juga bisa merepresentasikan bagaimana pandangan masyarakat Australia terhadap kebijakan Pemerintah Australia terkait Timor Timur.

The Focus of this study is about Australian political cartoons developments and its analysis toward Australia-Indonesia relationship related to East Timor issues. The reason for choosing this topic is because political cartoon is one of Australian political traditions for the Australians to express their opinions about government policies. In Australia-Indonesia relationship, there was a lot of political cartoon. One of the topics for Australia political cartoon is East Timor issue. This research using historical methods which is consist of four steps, heuristic, critic, interpretation, and historiography. The researcher suggests that Australia political cartoon analysis toward Australia-Indonesia relation is necessary because with political cartoon we can see how the Australians see about their government policies toward East Timor Issue.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S12213
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dewan Kelautan Indonesia, 2008
320.120 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pardiyo
"Dewan Nasional adalah suatu badan penasehat pemerintah, yang dilantik pada tanggal 12 Juli 1957 dan dibubarkan tanggal 12 Juli 1959. Dewan ini merupakan realisasi Konsepsi Presiden Sukarno, dalam rangka menyelamatkan negara kesatuan RI, yang dipandangnya telah terancam perpecahan. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil golongan fungsionil dan utusan daerah, diharapkan dapat mewakili seluruh golongan masyarakat di Indonesia, yang diketuai oleh Presiden Sukarno sendiri. Dewan Nasional tidak mempunyai kekuasaan pemerintahan, namun sangat berpengaruh terhadap kebijaksanaan yang dijalankan pemerintah. Keputusan sidang Dewan Nasional, diputuskan berdasarkan musyawarah dan mufakat antar para anggota, dengan motto holobis kuntul baris. Dilihat dari sidang-sidangnya Dewan Nasional bermaksud memperbaiki keadaan sosial dan politik, demi keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam prakteknya Dewan Nasional tidak hanya sebagai badan penasehat semata, tetapi juga berperan sebagai pembimbing kabinet, bahkan memperluas bidang kegiatannya sehingga menjadi suatu lembaga yang sangat efektif untuk membahas konsep-konsep Presiden Sukarno."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve dan Kemendikbud RI, 2012
R 959.8 IND I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kim, Sung Suk
"Abdul Haris Nasution (1918-2000) masuk Akademi Militer Bandung pada tahun 1940 sebagai CORO. Di sana ia belajar teori perang yang berorientasi kepada Carl von Clausewitz, walaupun belum begitu mendalam dari karya Carl von Clausewitz. Pada masa pendudukan Jepang, Nasution memperdalam studi militernya dengan rekan-rekan Akademi Militer Bandung dengan membaca berbagai buku militer. la aktif pula mengikuti program-program Jepang, maka terpengaruh dari mobilisasi dan kontrol terhadap rakyat dan pemikiran militer Jepang.
Sebelum agresi militer Belanda ke-1, sebagai Panglima Divisi Nasution melaksanakan reorganisasi dalam divisinya terhadap prajurit dan perwira dengan harapan membuat tentara yang berdisiplin tinggi. Pada waktu yang sama, beberapa perwira di Markas Besar TKR menemukan konsep wehrkreise atau perlawanan teritorial. Namun, ketika terjadi serangan militer Belanda ke-1, TNI yang masih mencoba bertahan dengan strategi linier mengalami semacam shock dan mundur dalam kekacauan.
Setelah lewat fase pertama ini, di Jawa Barat pasukan-pasukan yang terpecah belah itu berangsur-angsur kembali ke daerah asalnya dan ke pangkalannya masing-masing. Maka terbentuk kantong-kantong gerilya dengan inisiatif komandan daerah masing-masing. Pada waktu yang sama, Nasution menemukan konsep-konsep perang gerilya yang penting, seperti Wingate, pasukan mobil, pasukan teritorial, dan lain-lain. Dalam re-ra yang dilaksanakan oleh pemerintahan Hatta, Nasution berperan penting dalam pelaksanaan re-ra dan mempersiapkan taktik perang gerilya seperti Perintah Siasat No.1/1948, Pertahanan Desa, dan lain-lain.
Dengan berbagai taktik gerilya Nasution merencanakan perang gerilya yang teratur dan berdisiplin tinggi. Namun, hasil penelitian memperlihatkan bahwa perang yang terjadi pada agresi Belanda ke-2 pun menurut Sekiaar Perang Kemerdekaan Indonesia bukan true war melainkan real war. Perang yang terjadi di lapangan pada masa revolusi Indonesia adalah bukan perang yang dilaksanakan sesuai dengan taktik-taktik yang dibuat, karena kekurangan persiapan, kegagalan pembentukan pasukan-pasukan mobil dan pasukan-pasukan teritorial, laskar-laskar yang bermunculan dengan inisiatif sendiri, dan sebagainya."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T3607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affandy Achmad
"Skripsi ini membahas tentang Dewan Pers pada masa pemerintahan Orde Baru. Dewan Pers adalah sebuah lembaga tertinggi dalam pembinaan pers di Indonesia. Lembaga tersebut dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang Pokok Pers No. 11 tahun 1966. Anggota Dewan Pers terdiri atas wakil-wakil dari kalangan pers, pemerintahan, dan masyarakat. Fungsi pembinaan dan pembuat aturan membuat lembaga tersebut mendapatkan sorotan dari kalangan pers. Hal tersebut lebih disebabkan sebagian aturan-aturan yang dibuat oleh Dewan Pers sering dijadikan alat untuk mengekang kehidupan pers. Dengan mempelajari Dewan Pers, skripsi ini juga menggambarkan pola hubungan antara pemerintah dan pers. Melalui Dewan Pers pulalah dapat terlihat bagaimana pola kebijakan propaganda yang diterapkan oleh Orde Baru. Sepanjang masa kekuasaan Orde Baru, pemerintah selalu menentukan prinsip-prinsip dan ideologi tunggal kepada setiap organisasi kenegaraan maupun organisiasi sosial masyarakat. Akan tetapi bagaimana hal tersebut dapat diterapkan pada kehidupan pers yang pada dasarnya memiliki budaya kebebasan bersuara? Di situlah Dewan Pers mengambil peran yang cukup penting. Untuk dapat mernbahas tentang Dewan Pers, maka diperlukan pembahasan tentang kehidupan pers pada zaman Orde Baru. Oleh karena skripsi ini juga mencantumkan berbagai peristiwa pembredelan yang terjadi pada periode tersebut. Reaksi Dewan Pers terhadap berbagai peristiwa pembredelan tersebut menjadi salah satu pembahasan utama dalam skripsi ini, karena berbagai aturan regulasi yang dibuat oleh Dewan Pers juga sangat berhubungan dengan berbagai peristiwa pembredelan tersebut. Situasi zaman pun turut menentukan kinerja Dewan Pers. Seperti yang terjadi pada 1980-an, pers masuk dalam era bisnis. Berbagai keputusan yang dihasilkan pun bersinggungan dengan perkembangan ekonomi pers. Sedangkan pada masa sebelumnya pendekatan keamanan terasa sangat kental sekali. Walaupun memang kedua unsur tersebut, yaitu pembangunan dan stabilitas keamanan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan yang menjadi dasar kebijakan sepanjang pemerintahan Orde Baru. Dewan Pers sepanjang periode Orde Baru berada dalam dilema dua kepentingan, yaitu kepentingan penguasa dan kepentingan kalangan pers. Pemerintah menginginkan Dewan Pers menjadi lembaga yang bisa digunakan untuk mengekang kehidupan pers, sedangkan kalangan pers mengharapkan lembaga tersebut menjadi jembatan jika terjadi perselisihan di antara keduanya. Dilema tersebutlah yang mewarnai kinerja Dewan Pers sepanjang periode Orde Baru, dan biasanya pemerintahlah yang menempati posisi dominan"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>