Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46564 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala , 2009
R 720.288 MEM (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Kawuryan, Megandaru W.
"ABSTRAK
Pada tanggal 27 Mei 2006, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diguncang oleh gempa bumi berkekuatan 5,9 pada skala Richter, akibat dari gempa bumi tersebut tercatat 428.909 orang kehilangan rumah tinggal. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman merupakan dua Kabupaten yang wilayahnya mengalami kerusakaan paling parah, di Kabupaten Bantul tercatat 245.073 rumah rusak, sedangkan di Kabupaten Sleman tercatat 96.792 rumah rusak. Untuk menangani musibah Gempa Bumi di Yogyakarta, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 23 tahun 2006, dimana dalam Peraturan Gubernur tersebut tersurat prinsip dasar Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah di DIY Berbasis Pada Komunitas. Berdasarkan dari Peraturan Gubernur tersebut, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman memilih kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dengan menyerahkan sepenuhnya proses pendataan sampai dengan pencairan dana rekonstruksi kepada masyarakat. Menurut pemerintah Kabupaten Sleman, pembagian dana rekonstruksi akan sulit dikontrol oleh pemerintah karena masyarakat memiliki cara tersendiri untuk membagikan bantuan yang mereka terima, kebijakan yang bersifat bottom up ini kemudian diwadahi dalam lembaga yang disebut dengan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, pengamatan, dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan 13 informan yang sengaja dipilih oleh peneliti berdasarkan pemikiran yang logis dan sesuai dengan informasi yang dicari dan mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian maka didapatkan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut: OMS adalah terobosan kebijakan yang dibuat Pemkab Sleman untuk meminimalisasi peluang munculnya konflik di tengah-tengah masyarakat Posisi OMS bertanggung jawab kepada dua pihak sekaligus, yaitu pemerintah dan masyarakat. Lembaga ini melaporkan hasil penilaiannya kepada pemerintah.
Laporan ini dijadikan dasar bagi pembentukan kelompok-kelompok masyarakat yang pada gilirannya akan menerima bantuan dana rekonstruksi. OMS menjalankan sebagian peran Pemkab Sleman, yaitu dalam pendataan kerusakan rumah warga. OMS dirasa lebih mampu melakukan pendataan karena mereka mengetahui secara pasti letak rumah, status kepemilikan dan kondisinya setelah diguncang gempa. Pemberdayaan masyarakat terlihat dari beberapa indikasi. Pertama, para tukang menjadi pemain kunci karena penguasaan mereka dalam hal-hal teknis menyangkut bangunan rumah. Ke dua, individu-individu yang memiliki kecakapan administratif ditempatkan pada salah satu posisi penting dalam pokmas, Ke tiga, sejumlah keputusan penting pada tingkat lokal lebih banyak diselesaikan oleh warga sendiri tanpa banyak campur tangan dari pejabat pemerintah di atasnya. Gotong-royong dalam membangun rumah warga tidak dapat berjalan maksimal. Gotong-royong dijalankan pada rumah-rumah yang pemiliknya dipandang tidak mampu secara ekonomis dan tidak memiliki tenaga kerja. Kemandirian masyarakat dapat dilihat dari cepatnya proses pembangunan kembali rumah warga serta besarnya porsi dana mandiri (di atas 80 per sen) yang mereka gunakan dalam seluruh proses pembangunan rumah. Saran dari penelitian adalah sebagai berikut: OMS dapat dijadikan sebagai model pendataan korban bencana berbasis masyarakat, dapat diterapkan untuk daerah-daerah lain yang menghadapi masalah serupa. Diperlukan patokan baku dalam menentukan kriteria warga penerima bantuan. Patokan baku menjadi penting, karena berimplikasi pada wilayah hukum positif. Lembaga RT, RW, dusun dan pemimpin formal di pedesaan dapat dioptimalkan kinerjanya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan selain administrasi kependudukan. Perlu ada operasi pasar secara lebih intensif untuk menstabilkan harga yang melonjak akibat besarnya permintaan bahan bangunan dan tenaga kerja pasca bencana. Komposisi keanggotaan OMS sebaiknya diisi oleh para tokoh masyarakat setempat seperti di Kecamatan Prambanan, sehingga akurasi pendataan akan lebih baik. Penyelesaian sengketa masalah, di Kecamatan Berbah mengenal system berlapis, dari RT keatas sampai Camat, dengan system penyelesaian berlapis, maka Kepala Desa dan Camat tidak terlalu terbebani masalah sengketa teknis lapangan. Kesulitan yang dihadapi selama penelitian adalah beberapa informan tidak menjelaskan hal-hal relevan yang diketahuinya secara transparan. Ada kekhawatiran akan adanya masalah yang menimpa diri mereka jika ternyata di kemudian hari ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan program ini.

ABSTRAK
On May 27, 2006, Yogyakarta province was hit by a 5.9 Richter scale earthquake. It caused 428.909 people loose their houses. Bantul and Sleman districts are the most seriously affected areas. In Bantul district it was reported that 245.073 houses were damaged, while in Sleman district it was known that 96.792 houses were ruined into pieces. To handle such situation, Governor of Yogyakarta province issued a Governor Rule Number 23 2006, which states that the basic principles of Rehabilitation and Reconstruction of Housing in the region is a community-based one. According to the Governor Rule, local government of Sleman district decided the policy of rehabilitation and reconstruction in its area by giving people full authority to list the broken houses and eventually distribute reconstruction fund. Local government of Sleman district stated that the distribution of reconstruction fund will be difficult to control by the government because society has its own local wisdom in distributing aid they receive. This bottom-up policy was then manifested in an institution so-called Organisasi Masyarakat Setempat (Local Community Organization) (OMS).
This research utilizes qualitative approach, by using qualitative ? descriptive method. Data was collected by using techniques, such as interview, observation, and literary studies. Interview was conducted to 13 informants who are intentionally chosen based on logical frame of thinking and are relevant to the research topic. Referring to the analysis of research results, it is concluded that: OMS is a brilliant policy made by local government of Sleman district in order to minimize any conflict among members of the society. OMS holds responsibilities to two parties, namely government and society. This institution reports its assessment to the government.
This report becomes a data-base for the formation of local community groups that will eventually receive reconstruction fund. OMS plays some roles of Sleman local government, namely assessing damaged houses. OMS is considered as more able to do such assessment because they know exactly the house locations, their ownership statuses, and their condition after the earthquake. Community development can be seen at a number of indicators. Firstly, carpenters play key roles for their mastery of technical skills on building. Secondly, individuals with clerical skills are given special position in the local community groups. Thirdly, a number of important decisions at local level are mostly made by the community without any government?s intervention. Gotong-royong in building people?s houses cannot be effectively conducted. It is only the case for those are considered as economically incapable and for those are unemployed. Community?s self-reliance can be seen from the quickness of the housing reconstruction and the bigger portion of self-finance (above 80 per cent) they spend for building of their houses. This research recommends: OMS can be model for community-based victim of disaster assessment, and it can be practiced in other regions facing similar problems. It is necessary to have a fixed regulation in determining the criteria of those who receive aid. It is important for it implied to positive law. RT, RW, sub-village and rural informal leaders can be optimized their roles other than clerical things pertaining to population administration. It is necessary to do a more market intervention in order to stabilize the prices heightening caused by the inflation of demand in building materials and labors after the disaster. Composition of OMS membership is more better filled by local leaders like in Prambanan sub-district. It results in the data accuracy. Concerning conflict resolution, Berbah sub-district implements multi-layered conflict resolution, by encouraging resolution from the lowest level to the higher. By this system, the head of sub-district is not so much burdened by technical problems. Difficulty faced during the research is that a number of informants do not explain relevant things they know transparently. They are worried about any possible serious problems they will face if in fact there are things breaking the rule in the implementation of such policy.
"
2007
T22901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zainuddin
Malang: UIN Maliki Press, 2016
297 ZAI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zainuddin
Malang: UIN Maliki Press, 2016
297 ZAI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks berisi cerita legendaris tentang sejarah terjadinya Candi Prambanan, yang diawali dengan silsilah Dananjaya hingga Prabu Jayabaya, dan keturunan berikutnya. Selain itu, teks ini juga berisi kisah kerajaan Pengging yang mengalami kejayaannya ketika diperintah oleh Prabu Darmamaya. Keterangan penulisan teks ini tidak ditemukan. Bandingkan Serat Cemporet, karangan Ranggawarsita, yang meliputi masa sejarah yang sama. Bandingkan pula FSUI/LS.3, dan LS.4, untuk versi lain cerita tentang asal-usul Candi Prambanan. Menurut keterangan di h.l, penyalinan naskah dimulai pada hari Sabtu Wage, 18 Rabingulawah, Ehe 1836 (14 Mei 1906). Setiap pergantian pupuh diawali dengan tanda berhias (rubrikasi), serta ditandai dengan angka Jawa yang menyebutkan nomor pupuh, suatu gejala kodikologis yang cukup moderen. Pigeaud mendapatkan naskah ini dari M. Cakradiharja di Yogyakarta, pada tanggal 21 Desember 1932. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) sinom; (3) asmarandana; (4) dhandhanggula; (5) kinanthi; (6) durma; (7) megatruh; (8) sinom; (9) pucung; (10) asmarandana; (11) durma; (12) dhandhanggula; (13) asmarandana; (14) pangkur; (15) sinom; (16) durma; (17) dhandhanggula; (18) asmarandana; (19) megatruh; (20) kinanthi; (21) pangkur; (22) sinom; (23) dhandhanggula; (24) pucung; (25) dhandhanggula; (26) asmarandana; (27) mijil; (28) megatruh; (29) maskumambang; (30) kinanthi; (31) sinom; (32) pangkur; (33) pucung; (34) sinom; (35) dhandhanggula; (36) mijil; (37) asmarandana; (38) pangkur; (39) megatruh; (40) pucung; (41) sinom; (42) kinanthi; (43) dhandhanggula; (44) mijil; (45) asmarandana; (46) pangkur; (47) durma; (48) sinom; (49) kinanthi; (50) dhandhanggula; (51) mijil; (52) gambuh; (53) pangkur; (54) asmarandana; (55) sinom; (56) dhandhanggula; (57) durma; (58) pangkur; (59) asmarandana; (60) dhandhanggula; (61) gambuh; (62) pangkur; (63) mijil; (64) durma; (65) sinom; (66) asmarandana; (67) dhandhanggula; (68) durma; (69) dhandhanggula; (70) kinanthi; (71) asmarandana."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.2-NR 228
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Cerita legendaris tentang sejarah terjadinya Candi Prambanan ini, diawali dengan silsilah Prabu Jayabaya dari kerajaan Kediri. Teks secara garis besar menceritakan pertempuran antara Pengging dengan Prambanan hingga berdirinya Candi Prambanan. Dilanjutkan dengan cerita tentang Ajisaka, dan cerita Panji Asmara Bangun/Inu Kertapati. Bandingkan FSUI/LS.2 untuk versi lain cerita tentang asal-usul Candi Prambanan. Sedangkan versi yang sama dengan naskah ini terdapat pada LS.4. Keterangan tentang penyalinan naskah dapat dijumpai pada h.v, yaitu disalin pada hari Jumat Kliwon, 13 Jumadilawal, Wawu 1833 (7 Agustus 1903). Nama Narsapranaka juga tertulis dalam naskah ini, kemungkinan keterangan ini menunjukkan nama penyalin naskah (atau pemilik?). Pada setiap pergantian pupuh selalu diawali dengan tanda berhias (rubrikasi), namun lebih sederhana dibandingkan dengan naskah FSUI/LS.4. Naskah ini juga dilengkapi dengan uittreksel (terlampir) yang dibuat oleh Mandrasastra pada bulan Februari 1938. Pigeaud memperoleh naskah ini pada tahun 1937, di Surakarta. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) sinom; (3) pangkur; (4) pucung; (5) durma; (6) kinanthi; (7) sinom; (8) mijil; (9) asmarandana; (10) dhandhanggula; (11) pangkur; (12) mijil; (13) pucung; (14) asmarandana; (15) megatruh; (16) durma; (17) kinanthi; (18) pangkur; (19) asmarandana; (20) dhandhanggula; (21) pucung; (22) sinom; (23) gambuh; (24) durma; (25) mijil; (26) megatruh; (27) asmarandana; (28) pangkur; (29) durma; (30) dhandhanggula; (31) pucung; (32) asmarandana; (33) jurudemung; (34) megatruh; (35) sinom; (36) kinanthi; (37) pucung; (38) dhandhanggula; (39) gambuh; (40) durma; (41) kinanthi; (42) asmarandana; (43) sinom; (44) megatruh; (45) pucung; (46) kinanthi; (47) gambuh; (48) dhandhanggula; (49) pangkur; (50) durma; (51) asmarandana; (52) dhandhanggula; (53) sinom; (54) maskumambang; (55) mijil; (56) asmarandana; (57) pucung; (58) gambuh; (59) jurudemung; (60) pangkur; (61) asmarandana; (62) durma; (63) pangkur."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.3-NR 309
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah Babad Prambanan ini sangat mirip dengan versi naskah FSUI/LS.3, yaitu pupuh 1-58 dalam kedua naskah ini sama. Namun pupuh 59-63 menunjukkan beberapa perbedaan. Lihat deskripsi naskah tersebut untuk keterangan selanjutnya. Naskah disalin oleh Wirsungun, di wilayah Mangkunagaran, pada tahun 1885, atas prakarsa B.R.Ng. Wiryatani. Setiap pergantian pupuh diawali dengan tanda berhias (rubrikasi), kadang dengan pensil berwarna. Menurut keterangan pada h.v, naskah ini didapat Pigeaud dari Sastrapandawa, di Yogyakarta, pada tanggal 19 Juli 1939 Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) sinom; (3) pangkur; (4) pucung; (5) durma; (6) kinanthi; (7) sinom; (8) mijil; (9) asmarandana; (10) dhandhanggula; (11) pangkur; (12) mijil; (13) pucung; (14) asmarandana; (15) megatruh; (16) durma; (17) kinanthi; (18) pangkur; (19) asmarandana; (20) dhandhanggula; (21) pucung; (22) sinom; (23) gambuh; (24) durma; (25) mijil; (26) megatruh; (27) asmarandana; (28) pangkur; (29) durma; (30) dhandhanggula; (31) pucung; (32) asmarandana; (33) jurudemung; (34) megatruh; (35) sinom; (36) kinanthi; (37) pucung; (38) dhandhanggula; (39) gambuh; (40) durma; (41) kinanthi; (42) asmarandana; (43) sinom; (44) megatruh; (45) pucung; (46) kinanthi; (47) gambuh; (48) dhandhanggula; (49) pangkur; (50) durma; (51) asmarandana; (52) dhandhanggula; (53) sinom; (54) maskumambang; (55) mijil; (56) asmarandana; (57) pucung; (58) gambuh; (59) megatruh; (60) jurudemung; (61) pangkur; (62) asmarandana; (63) pangkur."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.4-NR 379
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Reconstruction of Aceh Darussalam as a potential momentum to strengthen the application of Islamic Syariah is significant, because Islamic Syariah as a legal system relates to law enforcement. It includes three aspects such as state apparatus, substantial law. and development of legal culture."
JHUII 12:29 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Luqmanul Hakim
"ABSTRAK
Candi Borobudur dimanfaatkan sebagai obyek wisata untuk meningkatkan devisa negara dan mensejahterakan masyarakat sekitar. Walau sebagai obyek wisata, namun Candi Borobudur juga berstatus cagar budaya yang harus dilestarikan. Hal tersebut menyebabkan pengembangan sarana dan infrastruktur untuk aktraksi dan hiburan terbatas. Selain, itu Obyek Wisata Candi Borobudur dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara setiap hari, namun masih banyak masyarakat sekitar yang miskin. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism dengan jenis penelitian deskriptif, murni, cross-sectional, teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur. Hasilnya adalah pihak ? pihak yang terkait telah berperan dalam pengembangan dan pemanfaatan Obyek Wisata Candi Borobudur dan memberikan dampak kepada tiga segi yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan melalui terpenuhinya indikator ? indikator dengan adanya berbagai hal seperti pelatihan dan pembinaan masyarakat, promosi dan pemasaran yang dilakukan, konservasi situs cagar budaya. Walau pengembangan berkelanjutan telah dilakukan dengan baik, namun masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan.

ABSTRACT
orobudur is used as a tourist attraction to raising national foreign revenue and welfare of the surrounding community. Although as a tourist attraction, but Borobudur status as a cultural heritage that must be preserved. This led to the development of facilities and infrastructure for attraction and entertainment limited. In addition, Borobudur Temple visited by both domestic and foreign tourists every day, but there are still plenty of people around who are poor. This study uses the approach of post-positivism to the type descriptive approach, pure research, cross-sectional research, data collection techniques by depth interviews, observation, and literature study. The result is related parties has been instrumental in the development and utilization of Borobudur Temple and had an impact on three aspects, namely economic, social and environment through compliance indicators - indicators of the presence of a variety of things such as training and community development, promotion and marketing is done, conservation of cultural heritage sites. Although sustainable development has been done well, but there are still some things that need to be improved."
2016
S64043
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariswara
Jakarta: Intermasa, 1993
726.143 ARI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>