Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5040 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oxford: Westeriew Press, 1991
327.2 DIP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eza Ivan Amrullah
"Artikel ini membahas dinamika hubungan Indonesia – Korea Utara sepanjang tahun 1960 hingga tahun 1967. Hubungan bilateral tersebut secara perlahan terjalin dengan erat dan bisa dikatakan masa ini merupakan masa keemasan hubungan kedua negara. Hubungan ini terjalin sebagai kesamaan kepentingan Indonesia dengan Korea Utara yang berujung dengan kesamaan pandangan dalam kebijakan luar negerinya dan tidak menyinggung kepentingan masing-masing. Indonesia pada saat itu mencari dukungan terhadap ‘Konfrontasi’ dengan Malaysia, sedangkan Korea Utara mencari dukungan untuk menyatukan Semenanjung Korea secara penuh di bawah kepemimpinannya. Penulis ingin melengkapi penulisan hubungan kedua negara yang berfokus pada tahun 1960 hingga 1967 yang merupakan masa Demokrasi Terpimpin dan diharapkan dapat menjadi terobosan dan pondasi awal dalam menulis hubungan Indonesia – Korea Utara pada penelitian berikutnya. Dalam penelitian yang penulis temukan, dalam kasus Indonesia dan Korea Utara ditemukan bahwa hubungan kedua negara secara perlahan saling memberi dukungan dalam kebijakan luar negerinya, yang pada perjalanannya memiliki kesamaan visi sehingga sangat menarik untuk dikaji faktor pemicu hubungan bilateral kedua negara tersebut. Penelitian artikel ini menggunakan metode sejarah terbagi menjadi empat tahap, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Dalam artikel ini, sumber yang digunakan berupa arsip, surat kabar, buku, dan jurnal.

This article discusses about Indonesia-North Korea relations from 1960 to 1967. Their bilateral relation are getting closer and this period is the golden age of relations between the two countries. The two countries relation established as a common interest between Indonesia and North Korea which leads to same common view in their foreign policy and does not offend each other's interests. Indonesia at that time sought support for the 'Confrontation' with Malaysia, while North Korea sought support for a full unification within the Korean Peninsula under his leadership. I want to fulfill the article of relations between the two countries that focused on 1960 to 1967 which is the period of Guided Democracy and expected to be a breakthrough and foundation for Indonesia-North Korea relations in the next research. In this research, I found that the relationship between the two countries slowly supported each other in their foreign policy, which along the way had the same vision and fascinating to deep research the factors that triggered the bilateral relations between the two countries. This article research using the historical method is divided into four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. In this article, the sources used are archives, newspapers, books, and journals."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cattell, David T.
Los Angeeles, Cal. : University of California Press, 1957
946.081 CAT s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Doenecke, Justus D.
Stanford, California: Hoover Institution Press, 1981
327.2 DOE d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Stuart, Graham Henry, 1887-
New York: Appleton-Century-Crofts, 1952
327.973 STU a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Stuart, Graham Henry, 1887-
New York: Applenton Century, 1952
327.2 STU a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jusuf Badri
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994
327.2 JUS k I
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavia Maludin
"Tesis ini akan memfokuskan pada e-diplomasi sebagai bagian dari diplomasi publik sebagai suatu cara bagi negara dalam menjalankan diplomasinya dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan luar negerinya kepada masyarakat domestik negara itu sendiri. E-diplomasi sendiri merupakan salah satu kesempatan yang diberikan sebagai hasil dari kemajuan teknologi komunikasi global yaitu internet. Dalam diplomasi internet telah berhasil mendemokratisasikan diplomasi dalam bentuknya yang unik. Diplomasi dengan menggunakan internet sendiri merupakan salah satu cara dalam melakukan diplomasi yang pada gilirannya akan memberikan akses yang sangat luas kepada aktor-aktor lain selain negara yang sangat banyak untuk menyuarakan aspirasi mereka agar dikenal. Permasalahan dalam tesis ini adalah mengapa dan bagaimana Australia melaksanakan e-diplomasinya yang proaktif melalui internet.
Negara-negara juga berusaha memanfatkan akses-akses tersebut dalam melakukan diplomasi sebagai cara untuk melaksanakan kebijakan luar negerinya melalui kemudahan-kenudahan yang ada pada internet, tidak terkecuali Australia dalam Asean Regional Forum. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Image Theory M. Tehranian bahwa setengah dari politik kekuatan adalah berkisar pada masalah kesan yang ditimbulkan negara. Setiap aktor berusaha untuk menciptakan kesan yang menguntungkan bagi semua pihak termasuk lawan, kawan, atau pihak-pihak yang netral. Keaktifan diplomasi Australia sangat terasa ketika berbicara mengenai ARF tersebut. Dalam dunia Cyber, Australia berusaha menunjukan komitmennya kepada ARF melalui informasi-informasi yang tidak didapatkan dari home page negara Asean. Sebagaimana tujuan aktor-aktor non negara dalam melakukan diplomasinya melalui internet, begitu juga tujuan yang ingin dicapai Australia dalam ARF. Sosialisasi ARF yang diiakukan Australia melalui internet, begitu juga tujuan yang ingin dicapai Australia dalam ARF.
Sosialisasi ARF yang dilakukan Australia melalui internet ini sebenarnya lebih ditujukan kepada pemirsa di dalam negeri Australia selain juga ditujukan kepada pemrisa di luar Australia. Keaktifan Australia dalam ARF melalui intemet hanyalah salah satu tindakan yang dapat menunjukan pentingnya kawasan Asia bagi negara itu. Letak geografis Australia yang sedemikian menjadikannya Asia sebagai tetangga abadi terdekat yang sangat strategis dan mau tidak mau harus menjadi pilar utama kebijakan luar negerinya. Peran e-diplomasi Australia sangatah penting untuk menunjukan citra/kesan yang baik dan simpatik mengenai Asia. Citra yang baik akan menguntungkan Australia dalam mencapai kebijakan luar negerinya.
Untuk publik domestik Australia sendiri, sosialisasi ARF penting untuk menunjukan bahwa pemerintah Australua benar-benar serius dalam menjaga keamanan dalam negerinya melalui ARF ini dari segala ancaman multidimensional sebagai realitas yang harus dihadapi oleh negara seperti Australia sebagai kecenderungan pasca perang dingin. Hal ini penting dilakukan oleh pemerintah mengingat publik domestik Australia yang kritis dan selalu mempertanyakan upaya-upaya yang dilakukan pemerintahnya dalam mengatasi permasalahan keamanan yang semakin kompleks melalui kerjasama strategis dengan salah satu forum yang dapat menjembatani dengan kawasan yang sangat berpengaruh bagi keamanan dalam negeri Australia yaitu kawasan Asia.
E-diplomasi Australia adalah pedang bermata dua yang bermuara pada satu tujuan yaitu pembentukan kesan yang positif yang akan menunjang kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah Australia. Untuk pemirsa global, e-diplomasi Australia akan membentuk citra yang positif dan simpatik di mata Asia yang diharapkan berguna dalam perannya untuk mempengaruhi sasaran dan substansi ARF."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Meiliani
"Ketua ARF pada pertemuannya yang keempat di Subang Jaya, Malaysia pada tanggal 27 Juli 1997 telah menyatakan diplomasi preventif akan menjadi tahap selanjutnya dari proses ARF dalam menciptakan stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik. Untuk itu diplomasi preventif telah mulai dibahas pada pertemuan-pertemuan pada tingkat pejabat pemerintah atau pada Jalur I. Namun hingga pertemuan ARF keenam pada bulan Juli 1999 yang lalu, perkembangan yang dihasilkan masih rendah.
Pokok permasalahannya adalah tidak semua anggota ARF ingin segera maju ke tahap berikutnya karena pelaksanaan diplomasi preventif memungkinkan pelaksanaan aspek-aspek multilateral sehingga membuka peluang negara lain untuk ikut campur. Di lain pihak, negara-negara ASEAN hingga saat ini masih memegang teguh prinsip non-interference. Maka tujuan penelitian tesis ini adalah untuk melihat bagaimana prospek peran diplomasi preventif di Asia Pasifik pasca Perang Dingin. Untuk itu, Penulis menggunakan pendekatan diplomasi preventif - Boutros Boutros Ghali, cooperative security - David B. Dewitt dan konsep regionalisme yang diutarakan oleh K.J. Holsty. Sedangkan metode penelitian yang digunakan deskriptif analitis melalui penelitian kepustakaan.
Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa walaupun baru elemen-elemen umum diplomasi preventif ARF saja yang disepakati, belum sampai pada perumusan mekanisme atau instrumen diplomasi yang tepat untuk diterapkan di kawasan Asia Pasifik. Namun, peluang untuk meningkatkan tahapnya ke tahap diplomasi preventif tetap ada dan masih terbuka luas dan jika ARF mampu membawa anggotanya maju ke tahap selanjutnya (diplomasi preventif) maka ARF akan menjadi satu-satunya wadah pelaksanaan CBM, diplomasi preventif dan penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik, yang pada gilirannya akan membawa kawasan Asia Pasifik ke dalam suatu lingkungan yang aman dan stabil."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jani Mediawati Sasanti
"Tesis ini membahas diplomasi lingkungan AS dalam Konvensi Perubahan Iklim pada periode 1992-2002 yang terbagi atas periode sampai dengan terbentuknya Protokol Kyoto dan paska Protokol Kyoto, dengan memfokuskan pada diplomasi lingkungan yang dijalankan AS pada periode tersebut dan bagaimana AS mengatasi berbagai permasalahan perubahan iklim global. Dalam perkembangannya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi diplomasi lingkungan AS yang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Tesis ini memiliki relevansi yang sangat erat dengan ilmu hubungan internasional, mengingat unit yang dianalisa tidak hanya negara (dalam hal ini AS dan negara berkembang), tetapi juga aktor non negara (NGO dan kelompok industri). Selain itu tesis ini juga memperlihatkan tarik menarik kepentingan yang terjadi antara negara maju dan negara berkembang dalam memandang masalah lingkungan tersebut serta diplomasi AS dalam pembuatan protokol Kyoto sebagai implementasi dari United Nation Framework Convention on Climate Change yang menjadi payung perjanjian perubahan ikiim global. Tesis ini sangat menarik bagi penulis karena yang dianalisa adalah diplomasi lingkungan AS sebagai negara besar di dunia terhadap isu lingkungan yang merupakan agenda baru yang mengemuka dalam hubungan internasional setelah berakhirnya Perang Dingin.
Pembahasan permasalahan ini dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran. Dengan menggunakan berbagai pemikiran yang ada seperti pemikiran Donald E. Nuechterlein akan dijadikan sebagai rujukan mengenai kepentingan nasional, pemikiran Coloumbis mengenai tujuan dari politik luar negeri, teori yang dikemukakan oleh Rosseau mengenai variabel yang mempengaruhi formulasi politik luar negeri, teori Kegley dan Wittkopf mengenai komponen kebijakan luar negeri, pemikiran Robert L Paarlberg mengenai tipe kebijakan luar negeri AS di bidang lingkungan, pemikiran Diamond dan Donald mengenai multi-track diplomacy, pemikiran Suskind dan Thomas mengenai peran non-state actor, penulis mencoba membahas permasalahan tersebut.
Hasil dari penulisan ini yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yang dikemukakan, ditemukan bahwa diplomasi lingkungan AS dalam menghadapi perubahan iklim dalam dua babakan periode mengalami perubahan signifikan yaitu dari tips kebijakan committed ke arah convenient. Selain itu ditemukan banyak faktor yang mempengaruhi diplomasi lingkungan AS, namun dapat diidentifikasi bahwa dari kesemua faktor tersebut, terdapat 4 faktor yang paling banyak memberikan pengaruh/tekanan yaitu kepentingan nasional AS, peranan, tekanan dari pihak industri dan isi dari Protokol Kyoto itu sendiri. Keempat faktor tersebut dalam perkembangannya juga mempengaruhi ketidakmauan AS untuk memenuhi komitmennya dalam mengurangi emisi pada tingkat seperti yang telah ditetapkan dalam Protokol Kyoto. Sedangkan peran yang dimainkan AS dalam tiap perundingan perubahan iklim bergerak dari lead country menuju veto country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>