Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Victoria: Monash Mapers on Southeast Asia No. 25, 1991
320.549 593 NAT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nelson, Daniel J.
Boulder, Colorado: Westview Press, 1987
355.032 43 NEL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sugianto
"Skripsi ini membahas tentang aksi-aksi Front Pembela Islam (FPI) di Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan survey. Aksi-aksi yang dilakukan Front Pembela Islam meliputi aksi sosial, konsolidasi dengan kalangan militer, aksi pembatasan tayangan media, aksi dalam dunia politik di Indonesia, aksi penutupan tempat hiburan selama bulan Ramadhan, kegiatan internal, aksi penolakan terhadap Ahmadiyah dan aksi penutupan kantor majalah Playboy. Hasil penelitian ini merekomendasikan terhadap pemerintah untuk mengawasi aksi-aksi Front Pembela Islam dengan ketat.

This thesis explains the actions of Islamic Defender Front (FPI) in Jakarta. This research conducted with qualitative and survey method. The social actions, which are consolidation with military group in Indonesia run, delimitation of media publication, political action, closing bars, gambling area, and prostitution when Ramadhan, internal activity, rejection of the Ahmadiyah and closing Playboy magazine office.. The research suggested that government has to control the actions of Islamic Defender Front."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky
"Semenjak kepulangan Imam Besarnya Rizieq Shihab dari pengasingan di Arab Saudi, organisasi kemasyarakatan (ormas) Front Pembela Islam (FPI) mengalami serangkaian peristiwa yang berujung pada pelarangan kegiatan ormas tersebut pada awal Desember 2020. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses pelarangan kegiatan FPI. Penelitian ini akan membahas bagaimana pemerintah menangani isu FPI setelah kepulangan Rizieq dengan pendekatan keamanan sehingga menggunakan tindakan-tindakan di luar prosedur politik. Penelitian ini menemukan bahwa pemerintah mengkonstruksi isu FPI sebagai ancaman eksistensial terhadap keamanan, kesehatan, ideologi negara sebelum mengambil keputusan untuk membubarkan ormas Islam tersebut. Pemerintah menggunakan instrumen sekuritisasi berupa peraturan dan kapasitas Lembaga serta bingkai terorisme untuk melarang kegiatan FPI.

Since the return of its grand Imam Rizieq Shihab from exile in Saudi Arabi, Islamic Defenders Front (FPI) faced sustained pressures that led to its disbandment as mass organization in December 2020. This research attempts to understand the political disbandment by analyzing its process. The research finds that issues related to FPI was being handled as security problems, which enabled measures outside the normal bounds of political procedures. Drawing on the theory of securitization, this research argues that the government presented FPI as existential threats to public order, health, and ideology before moving to ban FPI as a mass organization. Issues related to FPI were securitized through discursive and non-discursive practices using regulatory instruments. capacity tools, and framing of terrorism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abid Fathurrahman Arif
"Penelitian ini membahas tentang organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI) yang dibubarkan secara resmi oleh Pemerintah Indonesia tertanggal 30 Desember 2020 dengan pendekatan tipologi ideologi keagamaan dan gerakan FPI berdasarkan pengaruhnya di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk dan keterkaitannnya dengan penerapan kebijakan Pemerintah Indonesia. Teori yang digunakan adalah Islamisme/Fundamentalisme/Islam Politik disertai Teori Kebijakan Publik (Public Policy) sebagai pisau bedah analisis penelitian ini. Metode penelitian yang diigunakan adalah kualitatif melalui wawancara, observasi dan studi pustaka. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, FPI dibubarkan secara resmi organisasi dan kegiatannya karena dianggap menganggu ketertiban masyarakat dan ideologi yang tidak sesuai dengan dasar negara Republik Indonesia. Kebijakan Pemerintah ini bersifat inkremental/marginal dalam pengambilan keputusannya yang faktor utamanya persinggungan kepentingan politik dengan kelompok Islamis. Di sisi lain, Pemerintah juga menerapkan kebijakan pidana bagi para tokohnya dan menjadikan mitra pertimbangan mengatasi permasalahan nasional. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan kebaruan menyikapi organisasi FPI sebagai salah satu gerakan Islam kontemporer dan mewujudkan peran keadilan dan obyektivitas dalam kebijakan yang diterapkan pemerintah Indonesia terhadap pergerakan Islam lainnya.

This research discusses the community organization Islamic Defenders Front (FPI) which was officially disbanded by the Indonesian Government on 30 December 2020 with approach typology of religious ideology and the FPI movement based on its influence in the diverse Indonesian society and its relationship with the Indonesia Government’s policy. The theory used is Islamism/Fundamentalism/Political Islam from with Public Policy Theory from were also used as knife for the analysis of this research. The research method used is qualitative through interviews, observation and literature study. Based on the Joint Decree (SKB) of 3 Ministers, FPI's organization and activities were officially disbanded because it was deemed to be disrupting public order and an ideology that was not accordance with the country foundation Republic of Indonesia. This government policy is incremental/marginal in its decision making, the main factor being the intersection of political interests with Islamist group. On the other hand, the Government also implements criminal policies for its figures and makes them consideration partners in overcoming national problems. This research be expected provide new insights for respond about FPI organization as a contemporary Islamic movement and realizing the role of justice and objectivity in the policies implemented by the Indonesian government towards other Islamic movements."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Zahra Alariq
"Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) sering kali disuarakan dan diprotes oleh para pembela HAM lingkungan. Sayangnya, ketika pembela HAM lingkungan menyuarakan protesnya tersebut, mereka sering kali direspon oleh aktor negara dan korporasi yang menjadikan pembela HAM lingkungan sebagai target kekerasan. Tulisan ini bertujuan untuk menyoroti bentuk-bentuk kekerasan yang dialami pembela HAM lingkungan, pengalaman viktimisasi pembela HAM lingkungan, dan bagaimana kekerasan-kekerasan yang dialami dikategorikan sebagai secondary or symbiotic green crimes. Tugas Karya Akhir ini menggunakan perspektif green criminology dan menggunakan data sekunder berupa; (1) Laporan ELSAM Periode November 2017-2018 dan 2019; (2) CATAHU 2020 & Proyeksi 2021 JATAM; dan (3) publikasi artikel-artikel yang diperoleh dari beberapa media online berita dan beberapa NGO dengan fokus HAM lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa keterlibatan negara dan korporasi dengan melakukan kekerasan terhadap pembela HAM lingkungan merupakan bentuk pengabaian negara atas kerusakan lingkungan yang membahayakan hidup dan perlindungan hak-hak atas lingkungan hidup, seperti hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, hak untuk melaporkan perusakan lingkungan, dan lainnya.

Environmental harm due to exploitation of natural resources carried out by the state and corporations has mobilized environmental human rights defenders to take action by doing protests. Wistfully, when environmental human rights defenders protested, they are often confronted by the state and corporations who make the environmental human rights defenders as a target of violence. This paper aims to highlight the forms of violence experienced by environmental human rights defenders, their experience of victimization, and how the violence is categorized as secondary or symbiotic green crimes. This paper uses a green criminology perspective and uses secondary data obtained from (1) The ELSAM Report for the Period of November 2017-July 2018, and 2019; (2) JATAM’S CATAHU 2020 & Projection for 2021; (3) publications of articles obtained from several online news media and several NGOs with a focus on environmental human rights. The results of the analysis show that the involvement of the state and corporations by committing violence against environmental human rights defenders is a form of state neglect of environmental harm that endangers life and failed the protection of the right to a clean and healthy environment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nalar Gramsia Budiman
"Pengalaman kekerasan terhadap perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di lingkungan universitas belum banyak didokumentasikan dalam penelitian sosial. Alih-alih mendapatkan dukungan karena sudah mendampingi korban/penyintas kekerasan seksual, para perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual ini justru mengalami kekerasan, yang salah satunya dilakukan oleh institusi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor, pengalaman, dan dampak dari kekerasan yang dialami perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di lingkungan universitas dengan menggunakan teori feminis radikal. Penelitian ini merupakan penelitian feminis naratif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap enam perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual di Universitas Indonesia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai-nilai patriarki dan neoliberal di universitas menciptakan kondisi yang menindas perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual. Ancaman, intimidasi, rumor, hingga kekerasan fisik yang dialami oleh partisipan penelitian ini merupakan upaya kontrol yang dilakukan oleh laki-laki yang merasa terancam oleh perlawanan perempuan pendamping. Selain itu, universitas yang memprioritaskan reputasi demi keuntungan finansial juga melakukan kekerasan sebagai upaya kontrol untuk menghindari risiko publikasi negatif yang akan memengaruhi keuntungan finansial. Penelitian ini melihat bahwa pada dasarnya kekerasan yang dialami oleh perempuan pendamping korban/penyintas kekerasan seksual merupakan bentuk kontrol yang dilakukan oleh laki-laki, baik secara individu maupun secara institusi. Penelitian ini menemukan bahwa kekerasan yang dialami perempuan pendamping perempuan korban/penyintas kekerasan seksual menimbulkan dampak berupa perlukaan, seperti rasa takut, khawatir, dan ingin menyerah. Meski begitu, kekerasan yang mereka alami juga menumbuhkan amarah dan resistensi yang semakin menguatkan perlawanan mereka.

The experiences of violence faced by women supporting victims/survivors of sexual violence in university settings have not been extensively documented in social research. Rather than receiving support for advocating victims/survivors, these women often become targets of violence themselves, some of which is perpetrated by the institution itself. This study examines the factors, experiences, and impacts of violence encountered by women advocates for sexual violence victims/survivors in universities, using radical feminist theory as its framework. The research adopts a feminist narrative approach, conducting in-depth interviews with six women advocating victims/survivors of sexual violence at Universitas Indonesia. The findings reveal that patriarchal and neoliberal values within universities create oppressive conditions for these women. Threats, intimidation, rumors, and even physical violence experienced by participants are strategies of control employed by men who feel threatened by the resistance of these women. Furthermore, universities, driven by a desire to protect their reputation for financial gain, also engage in violence as a form of control to avoid the risk of negative publicity that could affect their profitability. The study highlights that the violence experienced by women advocates of victims/survivors of sexual violence is fundamentally a form of control exercised by men, both individually and institutionally. This violence results in harm, including feelings of fear, anxiety, and the desire to give up. However, it also fuels anger and resistance, ultimately strengthening their determination to continue their fight against injustice."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library