Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128400 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Piliang, Yasraf Amir
"Understanding political culture through a cultural studies approach."
Yogyakarta: Jalasutra, 2006
320 YAS t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data dan Informasi Sekjen DPR RI, 2007
306.2 KOM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sintya Marantika
"Budaya memiliki peran yang sangat penting di dalam Kantor Akuntan Publik (KAP). Di dalam SPM No.1 tentang Pengendalian Mutu bagi KAP yang Melaksanakan Perikatan Asurans (Audit, Reviu, dan Perikatan Asurans Lainnya) dan Perikatan Selain Asurans, terdapat tanggung jawab kepemimpinan KAP atas mutu. Di dalam unsur tersebut, budaya internal KAP bergantung dari kepemimpinan KAP. Peran pemimpin KAP dapat
menjadi salah satu penguat di dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik melalui budaya internal yang dibentuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran partner di KAP CDE khususnya di ABC Team dalam membentuk corporate culture berdasarkan SPM No. 1 dan Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Peran partner ini selanjutnya menjadi bagian dari alur pembentukan budaya organisasi menurut Stephen P. Robbins. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data yang
digunakan adalah data primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa partner ABC Team pada KAP CDE telah menjalankan perannya sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas mutu sesuai dengan SPM No.1 dan telah menjalankan perannya dalam mempromosikan kode etik melalui budaya yang telah dibentuk. Proses pembentukan budaya di ABC Team pada KAP CDE menurut Stephen P. Robbins diawali dari filosofi pendiri ABC Team yang mengklasifikasikan visi menjadi tiga bagian yaitu people, company, dan client.Tetapi dalam praktiknya masih terdapat permasalahan terkait penanaman budaya pada karyawan, sehingga penulis mengusulkan strategi dalam kerangka sistem pengendalian manajemen yang terdiri dari kontrol sosial yaitu tone at
the top, employee socialization, selection of personnel, interactive controls, clan controls; dan kontrol teknis yaitu diagnostic controls, policies & procedures, incentive systems.

Culture has a very important role in the Public Accounting Firm (CPA Firm). Standard on Quality Control (SQC) 1 regarding Quality Control for CPA Firms Conducting Assurance (Audit, Review, and Other Assurance Engagements) and Non-Assurance Engagements, there is a CPA Firms leadership responsibility for quality. Within these
elements, the CPA Firms internal culture depends on the CPA Firms leadership. The role of the CPA Firms leader can be one of the reinforcements in the Code of Ethics for the Professional Public Accountant through the internal culture that is established. This
study aims to evaluate the role of partners in CPA Firm CDE, especially in the ABC Team in establishing a corporate culture based on SQC 1 and the Code of Ethics for the Professional Public Accountant. The role of this partner then becomes part of the flow of organizational culture establishment according to Stephen P. Robbins. This study
uses a qualitative method with a case study approach. The data used are primary and secondary data with data collection techniques in the form of interviews and documentation. The results of the analysis show that partner of ABC Team at CPA Firm CDE has carried out his role as leader who are responsible for quality in accordance with SQC 1 and have carried out his role in promoting the code of ethics through the culture that has been established. According to Stephen P. Robbins, the process of culture establisment in the ABC Team at CPA Firm CDE begins with the philosophy of
the founder of the ABC Team which classifies the vision into three parts, namely people, company, and client. However, in practice there are still problems related to inculcating culture in employees, so the author proposes a strategy within the framework of a management control system consisting of social control, namely tone at the top, employee socialization, selection of personnel, interactive controls, clan
controls; and technical controls, namely diagnostic controls, policies & procedures, incentive systems.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Hamid
"Kawasan Pasifik Selatan didiami oleh tiga budaya besar, yaitu Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Masing-masing budaya memberikan pengaruh tertentu pada negara atau masyarakat yang bersentuhan antara wilayah kawasan secara geografis dengan wilayah budaya. Budaya Melanesia merupakan budaya yang cukup kuat diantara ketiganya. Budaya ini mempengaruhi tingah laku dan sikap tindak dari negara atau masyarakat yang berada dalam lingkup budaya tersebut. Pengaruh budaya Melanesia terlihat dalam hubungan antara budaya dan kepemimpinan, konstitusi, dan pemerintahan, dan juga hubungan internasional. Hal-hal ini diperkuat lagi dalam kegiatan atau aktivitas yang diperlihatkan dari beberapa organisasi regional dan kepentingan-kepentingan tertentu dalam kerjasama regional ataupun dalam interaksi dengan negara/bangsa lainnya."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Antok Kurniyawan
Depok: Politeknik Ilmu Permasyarakatan, 2021
324.22 ANT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mulgan, Geoff
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995
320 MUL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Sadariah
"Tesis ini mengangkat masalah maraknya kasus unjuk rasa para pekerja pabrik di kawasan industri Tangerang. Pembahasan aksi unjuk rasa para pekerja pabrik tersebut di analisa dengan pendekatan ilmu Politik. Melalui metode kwantitatif, penelitian ini mencoba mengukur tingkat pengetahuan dan kesadaran para pekerja pabrik dengan menggunakan konsep Budaya Politik dari Rossenbaum dan Partisipasi Politik dari Sammuel Huntington.
Permasalahan yang diangkat adakah seberapa tinggi tingkat pengetahuan dan kesadaran politik (Budaya Politik) para pekerja pabrik khususnya yang berkaitan dengan kepentingan mereka sebagai pekerja; seberapa tinggi tingkat partisipasi politik pekerja khususnya dalam kasus unjuk rasa; adakah hubungan antara tingkat Budaya Politik dengan tingkat Partisipasi Politik tersebut.
Dari hail penelitian di lapangan maka dapat diketahui ternyata pengetahuan dan kesadaran para pekerja pabrik yang terlibat aktif dalam aksi unjuk rasa di lingkungan pabrik ditempat mereka bekerja ternyata adalah para pekerja yang memiliki tingkat pengetahuan dan keaadaran politik yang tinggi dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pekerja pabrik.
Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah para pekerja yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam arti mereka terlibat dalam rangkaian aksi unjuk rasa dari mulai menyebarkan issue, mengajak dan menghimbau sesama rekan pekerja, mengadakan rapat pertemuan; memberi bantuan dana maupun pemikiran, sampai pada aksi unjuk rasa itu sendiri. Mereka yang aktif tersebut diikuti dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran politik yang tinggi dalam hal yang berkaitan dengan kepentingan pekerja seperti pahamnya mereka mengenai besarnya tingkat upah dan berbagai insentif lainnya, Cara menyalurkan aspirasi mereka termasuk menempuh cara nonkonvensional ketika mereka mengalami jalan buntu dalam menempuh jalur formal.
Dari pengujian statistik diketahui terdapat hubungan yang kuat den signifikan antara tingkat Budaya Politik dengan tingkat Partisipasi Politik sebesar 0,99. Hal ini bermakna semakin tinggi tingkat Budaya Politik maka semakin tinggi pula tingkat Partisipasi Politiknya. Atau semakin baik kesadaran dan pengetahuan pekerja pabrik mengenai hakhaknya maka semakin aktif mereka dalam menuntut hak-hak baik dengan cara konvensional maupun non konvensional. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Fawzia Arifin S.
"Keterbatasan sumber daya di perkotaan dihadapi masyarakatnya dengan mengorganisasikan diri dalam bentuk formal maupun informal. Kelebihan pengorganisasian diri secara informal dibanding formal adalah; dapat digunakannya mekanisme budaya, pertemanan, ritus-ritus, upacara-upacara dan kegiatan-kegiatan simbolik untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi lainnya seperti ekonomi dan politik, selain tujuan budaya. HKMN Suryasumirat merupakan salah satu bentuk organisasi informal yang menghimpun keturunan para Adipati kepala Kadipaten Mangkunagaran dan Punggawa baku. Dua kelompok keturunan ini sebenarnya memiliki juga organisasi kekerabatan masing-masing. Trah Mangkunegaran untuk keturunan para Adipati Mangkunegaran dan Paguyuban Tri Darmo untuk keturunan Punggawa Baku. Sebagai organisasi kekerabatan Elite Tradisional Jawa, HKMN Suryasumirat memiliki fasilitas-fasilitas untuk mencapai tujuannya walaupun untuk memperolehnya tidak selalu mendapat jalan mulus.
Penelitian memperlihatkan adanya kaitan-kaitan hubungan antara keberadaan HKMN Suryasumirat, keterbatasan sumber daya, lingkungan sosial politik yang melatar belakangi, dengan upaya peningkatan peran dengan jalan merebut sumberdaya sekaligus mempertahankannya melalui serangkaian proses politik.
Dihapuskannya sistem Swapraja di masa Republik, membawa Mangkunegaran pada situasi dan posisi yang tidak menguntungkan, HKMN diharapkan mampu mengangkat kembali citra dan prestise Mangkunegaran. Upaya menguasai ketiga unsur sumber daya mulai dilakukan. Dana Hak Milik Mangkunegaran yang disita oleh pemerintah Republik, potensi kerabat yang ada dimanfaatkan agar masuk dalam pemerintahan baru, rekrutmen sumber daya manusia dapat dilakukan antara lain melalaui perkawinan dan pengangkatan tokoh-tokoh nasional sebagai kerabat Mangkunegaran.
Perubahan sistem politik nasional dari rezim Orde lama ke Orde baru, menciptakan situasi yang menguntungkan Mangkunegaran dan kerabat. Presiden Soeharto dan ibu Tien sebagai kerabat Mangkunegaran membuka akses kearah penguasaan sumber daya dan peningkatan peran HKMN Suryasumirat, sehingga menimbulkan perubahan yang cepat dalam tubuh organisasi HKMN.
Perubahan yang terhitung cepat ini tidak dapat diterima oleh semua pihak. Masuknya nilai-nilai baru (struktur organisasi modern) yang menggeser nilai-nilai lama yang menempatkan Mangkunagoro pada posisi sentral sebagai pusat kekuasaan dan kewenangan (dalam struktur organisasi lama), mengakibatkan terjadinya benturan diantara kerabat. Akibat konflik yang terjadi ini peran HKMN Suryasumirat dalam reorganisasi Mangkunegaran belum dapat terwujud.
Walaupun usaha-usaha kearah itu terus dilakukan. Namun peningkatan peran Organisasi kerabat ini diluar reorganisasi yang diwujudkan melalui serangkaian proses politik dalam ruang lingkup sistem politik nasional kiranya sudah berhasil diwujudkan. Sebab setiap peran dan peningkatannya senantiasa memperoleh dukungan pemerintah, baik pada masa Swapraja maupun masa Republik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nopriyasman
"Dalam sejarah politik di Indonesia, Oei Tjoe Tat tercatat sebagai kelompok "integrasionis", yang memiliki konsep kebangsaan Indonesia non-rasial. Kegiatan politiknya bermula di kalangan peranakan Tionghoa yang ditandai dengan keterlibatan dirinya dalam berbagai organisasi peranakan. Sebutlah misalnya, Sin Ming Hui, Partai Politik Tionghoa (PPT), Partai Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI), dan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI).
Pada permulaan demokrasi terpimpin (1959), Oei Tjoe Tat bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo). Sejak saat ini kegiatan politik Oei Tjoe Tat meluas dan mulai meninggalkan politik etnis. Kegiatannya tidak saja lagi untuk kalangan peranakan Tionghoa, tetapi sudah pada persoalan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dan karenanya Oei Tjoe Tat pantas mendapat respek Presiden, sehingga diangkat sebagai Menteri Negara diperbantukan pada Presidium Kabinet Dwikora {1965-1966).
Tampilnya Del Tjoe Tat dalam jajaran elite politik Indonesia tentu saja punya keunikan tersendiri. ia bukanlah seorang yang dikenal sebagai politikus sebagaimana peranakan lainnya (Siauw Giok Tjhan, Thio Thiam Tjong, Tan Po Goan, dan lain-lain). Kegiatannya justru lebih banyak dalam bidang sosial kemasyarakatan, tetapi rupanya Presiden punya pertimbangan khusus. Oei Tjoe Tat dinilai telah mengindonesia dan aktif menyumbang demi perjalanan revolusi (baca kepentingan pemerintah Soekarno). Perilaku politiknya di Konstituante yang pro pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945 adalah contohnya. Kemudian setelah terjadi peristiwa kerusuhan Mei 1963, Oei Tjoe Tat termasuk orang yang bersuara keras menentang kontra revolusi. Di samping itu, faktor pendidikan kesarjanaan hukumnya turut memperkuat pilihan Presiden. Keteguhan pendirian dan konsisten dengan sikap membuat Presiden mempercayainya, bahkan O.G. Roeder menyebut Oei Tjoe Tat sebagai "fellow traveller Soekarno". Dari sini pula Oei Tjoe Tat dipercaya mengemban tugas-tugas kenegaraan yang bersifat rahasia (peka).
Meskipun demikian, Oei Tjoe Tat tidaklah luput dari berbagai persoalan rumit, baik politis atau pun sosial. Apa yang popular dengan masalah Tionghoa adalah salah satu yang harus dicarikan pemecahannya oleh Oei Tjoe Tat. Oei ditugaskan dalam bidang hubungan masyarakat, imigrasi, kewarganegaraan, lembaga tinggi negara, kebijakan dalam negeri dan keamanan. Adakalanya Oei Tjoe Tat terpaksa mengorbankan prinsip dasarnya sebagai pejuang hak azasi manusia, demi kepentingan politik pemerintah yang mengangkatnya. Apakah hal ini disebabkan oleh kesadaran sebagai minoritas yang cendrung selalu mendukung pemerintah yang berkuasa, atau karena memang seorang menteri harus seperti itu (sudah menjadi tugas) ? Belum lagi berbagai tindakan politis yang tidak selalu nenghargai hak azasi dan menjurus diskriminasi. Kesemua itu membawa diri Oei Tjoe Tat dalam posisi yang penuh dilema.
Dalam tesis ini akan dicoba menggambarkan perkembangan sikap politik Oei Tjoe Tat pada khususnya, dan politik peranakan Tionghoa pada umumnya, dari awal keterlibatannya dalam organisasi peranakan tahun 1946 sampai Oei Tjoe Tat ditahan pada tahun 1966 karena dituduh "subversi". Selama periode tersebut dapat diperoleh gambaran tentang masalah-masalah atau aspek-aspek tertentu dari masyarakat Tionghoa Indonesia di pentas politik Indonesia melalui kisah kehidupan seorang peranakannya (Oei Tjoe Tat).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surabaya: FISIP-Unair, ...
MKP 18(2-3)2005
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>