Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutabarat, Michael A.
"Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan penambahan modal dalam Bank Perkreditan Rakyat X berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/26/PBI/2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hasil penelitian menemukan bahwa penambahan modal yang dilakukan oleh BPR tidak dapat langsung dipergunakan dalam operasionalnya. Hal ini dikuatirkan mempengaruhi kerja BPR khususnya dalam memberikan kredit kepada debitor. Maka diperlukan penyederhanaan prosedur penambahan modal BPR berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

The focus of this study is about implementing in increasing capital in Bank Perkreditan Rakyat X accordingly to Bank Indonesia Law and Regulations No. 8/26/PBI/2006 regarding Bank Perkreditan Rakyat (BPR). The survey proofs that the money in which to increase the capital by Bank Perkreditan Rakyat cannot be used directly in its operational needs. This is something to be concerned about because it might effect Bank Perkreditan Rakyat?s operation, especially in lending credits to debitors. So, it needs simplifying procedures in increasing capital in Bank Perkreditan Rakyat which according to Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Company (UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas)."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S256
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Supranoto
"Penulisan teals ini dimaksudkan sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Magister Sains Bidang Ilmu Adrninistrasi pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Sejak dikeluarkannya kebijakan deregulasi bidang moneter tahun 1988 yang lebih dikenal dengan nama Pakto 1988, dunia perbankan nasional dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada tahun 1992, kebijakan ini diangkat statusnya melalui debat publik di DPR sehingga menjadi bagian inti dari UU No 25/1992 tentang Perbankan. Berkaitan dengan BPR, penataan kelembagaan yang dibawa kebijakan ini menetapkan bahwa hanya tiga bentuk BPR yang mempunyai hak untuk beroperasi, yaitu Koperasi BPR yang dimiliki koperasi (umumnya KUD), PD BPR (dimiliki Pemerintah Daerah), dan PT BPR (dimiliki swasta).
Kebijakan tersebut menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap dunia perbankan nasional pada umumnya dan terhadap pasar kredit pedesaan pada khususnya. Hanya dalam jangka waktu lima tahun, jumlah BPR meningkat sebesar 11,63%; dari 7706 buah BPR pada tahun 1988 menjadi 8602 buah. Berarti rata-rata terjadi pertambahan 179 buah BPR baru setiap tahun. Dibandingkan dengan percepatan pertumbuhan jumlah BPR model lama (BPR pra Pakto 1988) yang membutuhkan waktu sekitar 90 tahun untuk mencapai 7000 buah (rata-rata didirikan sekitar 80 buah BPR bare setiap tahun), maka percepatan pertumbuhan jumlah bank desa sebagai akibat Pakto 1988 memang cukup menakjubkan. Selain itu, pertumbuhan jumlah dana yang disalurkan ke, dan diserap dari, masyarakat juga memperlihatkan angka yang amat besar. Antara 1988 sampai 1993, jumlah dana yang diserap dari masyarakat tumbuh sebesar 107,98% sedangkan jumlah kredit yang disalurkan ke masyarakat tumbuh sebesar 127,74%.
Namun dengan pengamatan yang lebih cermat dan mendalam, terlihatlah bahwa di balik sukses besar tersebut terdapat beberapa hal yang mengganjal dan memerlukan pengkajian lebih jauh. Pertama, sekalipun jumlah BPR, jumlah dana yang diserap dan dan disalurkan ke masyarakat mengalami pertambahan yang cukup besar, namun dalam kurun waktu 1988-1993 terjadi penurunan rasio antara jumlah dana yang disalurkan dengan volume usaha (dari 0,67 menjadi -0,57) dari antara jumlah kredit yang disalurkan dengan volume usaha (dari 0,87 menjadi 0,78). Padahal pada saat yang sama, rasio antara modal disetor dengan volume usaha mengalami peningkatan dari 0,13 menjadi 0,19. Meskipun angka-angka ini relatif kecil, namun hal ini menandakan terjadinya penurunan tingkat efisiensi usaha di kalangan BPR.
Kedua, pola penyebaran bank-bank yang baru tumbuh tersebut ternyata mengalami kemiripan dengan pola penyebaran BPR pra Pakto 1988. Hampir semuanya menumpuk di daerah-daerah yang sebelumnya telah padat-bank. Bila diingat bahwa salah satu tujuan penataan kelembagaan di atas adalah menghapuskan rentenir dan memperbesar akses masyarakat pedesaan terhadap pelayanan perbankan, maka pola penyebaran BPR yang baru saja dikedepankan justru menjadi amat memprihatinkan.
Hal-hal itulah yang mendorong penulis mengambil topik studi ini untuk menyusun tesis. Berdasarkan payung besar ekonomi politik kelembagaan, seharusnya studi ini mencakup tiga level analisis, yaitu level analisis kelembagaan atau kebijakan publik, level analisis organisasi, dan level analisis individu. Akan tetapi dalam tesis ini, analisis lebih dititikberatkan pada level individu. Analisis kebijakan hanya digunakan sebagai latar belakang umum mengingat tidak mungkin melepaskan diri sama sekali dari level ini karena aktivitas bisnis pada level organisasi maupun perilaku individu sebenarnya dapat dipandang sebagai reaksi langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan publik.
Level analisis organisasi, yang teorinya merujuk pada Davies dan Brucato Jr. serta Jensen dan Fama, dilakukan. Ini ditujukan untuk melihat pengaruh struktur kepemilikan yang dalam hal ini dimanifestasikan pada bentuk badan hukum BPR terhadap biaya total peminjaman yaitu biaya transaksi dan bunga pinjaman yang ditanggung nasabah. Dengan memperbandingkan biaya total peminjaman masing-masing bentuk BPR dapat diketahui mana di antara ketiganya yang paling efisien ditinjau dari kepentingan nasabah. Meskipun demikian, level analisis ini hanya merupakan bagian kecil dari tesis ini.
Bagian terpenting dari studi ini adalah pada level analisis individu yang teorinya merujuk pada Flora dan Yotopoulos, Guia-Abiad, Stiglitz dan lain-Iain (yang semuanya berbasiskan teori informasi asimetris George A. Akerlof). Teori-teori pada level analisis individu tersebut mengupas pentingnya biaya transaksi nasabah di pasar kredit pedesaan negara-negara sedang berkembang. Biaya transaksi nasabah adalah semua biaya, di luar bunga, yang ditanggung nasabah untuk memperoleh kredit, mulai dari saat datang ke kantor bank untuk memperoleh penjelasan mengenai syarat-syarat mengajukan permohonan kredit, saat pengajuan permohonan, sarnpai saat pencicilan dan pelunasan kredit. Ini meliputi pengeluaran tunai (actual cash outlay) dan ekuivalen rupiah dari kerugian waktu pada seluruh proses kredit (opportunity cost of time).
Berdasarkan kajian teoritis, dapat dihipotesiskan bahwa tinggi rendahnya biaya transaksi nasabah dipengaruhi oleh kredit yang diterima, suku bunga pinjaman, frekuensi kontrak, lama kontrak, jarak rumah nasabah ke kantor bank, dan tipe kolateral. Untuk membuktikan hipotesis ini, dipilih secara purposif dan acak tiga bentuk badan hukum BPR sebagai kasus. Selanjutnya dari masing-masing BPR dipilih dengan menggunakan gabungan antara incidental sampling dan snowball sampling 20 orang responden. Dengan menggunakan daftar pertanyaan terbuka (unstructured questionaire), ke 20 responden tersebut diwawancarai untuk mengukur variabel-variabel penelitian. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode regresi dan perbandingan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa lima variabel, masing-masing lama kontrak, jarak rumah nasabah ke bank, jumlah kredit yang diterima, suku bunga pinjaman, dan frekuensi kredit terbukti mempengaruhi tinggi rendahnya biaya transaksi nasabah. Satu variabel yang lain, yaitu tipe kolateral, tidak terbukti mempengaruhi tinggi rendahnya biaya transaksi nasabah. Selain itu, dari analisis perbandingan total biaya peminjaman, ternyata BPR yang berbentuk badan hukum koperasi membebankan biaya tertinggi terhadap nasabah, disusul kemudian oleh PD-BPR dan yang paling kecil PT-BPR. Ini berarti bahwa ditinjau dari sudut kepentingan nasabah, koperasi BPR adalah yang paling tidak efisien."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririh Krishnani
"Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dalam satu dekade terakhir ini menunjukkan peningkatan yang sangat pesat hal mana ditandai dengan tumbuhnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah, dan berkembangnya Bank-Bank Umum Syariah baik yang berasal dari Bank Perkreditan Rakyat Syariah maupun yang pada awalnya merupakan Unit Usaha Syariah Bank konvensional, paradigma ini menimbulkan beberapa hal yang perlu dibahas kembali secara mendalam yakni 1) Apakah yang dimaksud dengan Konsep Syariah dan Kontrak Wadi'ah dalam Perbankan Syariah? 2) Bagaimanakah mekanisme peningkatan status Bank Perkredican Rakyat Syariah (BPRS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS)? dan 3) Apakah bentuk hubungan kontrak yang digunakan dalam peningkatan status Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS) yang sejalan dengan konsep syariah? Dengan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan.yaitu: 1) Pemberian izin usaha Bank Umum Syariah dan BPR Syariah dilakukan dalam dua tahap: a) persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank: dan b) izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Bank setelah persiapan pendirian selesai dilakukan, 2) Modal disetor untuk mendirikan Bank Umum Syariah ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah). Sedangkan modal disetor untuk BPR Syariah berkisar antara Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Rp. 2.000.0D0.000,00 (dua miliar rupiah) tergantung lokasi atau wilayah tempat pendiriannya, 3) Prosedur untuk meningkatkan status BPR Syariah menjadi Bank Umum Syariah dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia dan menyesuaikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu berlaku bagi Bank Umum Syariah, termasuk ketentuan tentang jumlah persyaratan modal disetor yang mengatur tentang kewajiban menyetor 30% dari jumlah modal minimum tersebut dalam bentuk deposito pada Bank Umum Syariah atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah satu calon pemilik, 4) Mekanisme peningkatan status BPR Syariah menjadi Bank Umum Syariah dengan menggunakan Kontrak Wadiah dengan Bank Indonesia sudah sesuai denqan konsep perbankan syariah karena merupakan hubungan hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhliansyah Sukmana
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat penerapan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR) pada BPR Agritrans Batumarta (BPR AB) yang diberlakukan sejak 1 Januari 2011 mulai dari persiapan yang dilakukan oleh BPR AB sampai pada dampak yang terjadi ketika menerapkan PA BPR. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif laporan keuangan yang BPR AB pada tahun 2009-2013. Hasil penelitian menunjukan secara keseluruhan BPR AB telah menerapkan PA BPR dengan baik. BPR AB telah melakukan persiapan dengan baik untuk menghadapi implementasi PA BPR. Terkait dengan penerapan PA BPR, BPR AB belum sepenuhnya menerapkan PA BPR dikarenakan terdapat beberapa perlakuan akuntansi pada pos-pos tertentu yang belum menggunakan PA BPR, yaitu terdapat beberapa perbedaan yang terjadi dalam pengakuan, pengukuran, pencatatan serta penyajian setelah penerapan PA BPR pada provisi kredit yang diberikan, provisi pinjaman diterima serta pendapatan bunga yang akan diterima. BPR AB telah menyusun laporan bulanan sesuai dengan pedoman penyusunan laporan bulanan. Terdapat perbedaan antara penyusunan berdasarkan laporan bulanan dan PA BPR dalam perlakuan akuntansi atas PPAP kredit yang diberikan.

ABSTRACT
This research is aimed to look at the implementation of the PA BPR at BPR AB applied since January 1, 2011 began from preparations made by BPR AB to the impacts that occur when applying PA BPR. The analytical techniques used is descriptive comparative analysis by analyzing financial statements that have been made by BPR AB in 2009-2013. These results indicate that overall BPR AB has been able to implement PA BPR well enough. BPR AB has been well prepared to face the PA BPR. Related with the implementation of the PA BPR, BPR AB is not fully implements PA BPR. There are a few differences that occur in the recognition, measurement, recording and presentation after the application of PA BPR in provision of loans, provision of lending received and interest income will be received. BPR AB has completes a monthly report in accordance with the guidelines for the preparation of monthly reports. There are differences between the preparation based on monthly reports and PA BPR in the accounting treatment of PPAP of loans.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S57709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Harris Dwinanda
"Tulisan ini menganalisis mengenai perkembangan pengaturan tindak lanjut pengawasan dan penanganan Bank dalam Resolusi pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) serta bagaimana perkembangan ini mempengaruhi pengambilan keputusan penyelamatan BPR sebagai Bank dalam Resolusi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tulisan ini disusun menggunakan metode doktrinal. Berlakunya UU PPSK mengubah status pengawasan dan tindak lanjut pengawasan Bank oleh LPS dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu implikasi berlakunya UU PPSK terhadap penanganan Bank dalam Resolusi adalah dengan memperluas peran LPS sebagai pengurang risiko (risk minimizer) krisis Perbankan yang memungkinkan LPS menerapkan metode keterlibatan dini Bank dalam Resolusi. LPS kini dapat menentukan berbagai metode termasuk penjajakan kepada investor untuk memperbaiki kondisi finansial Bank sebelum menentukan opsi resolusi yang diatur dalam Undang-Undang. Hal ini memungkinkan LPS untuk menerapkan konversi pinjaman pemegang saham menjadi modal inti tambahan sebagai bentuk penyehatan kembali Bank sebagaimana diterapkan pada kasus BPR X.

This paper analyzes the development of supervision and banks in resolutions management after the enactment of Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (UU PPSK) and how these developments influence decision making to save BPRs as banks in resolutions by the Deposit Insurance Authority (LPS). This paper was written using doctrinal research method. The enactment of the PPSK Law changes the status of supervision and follow-up to bank supervision by LPS and the Financial Services Authority (OJK). One of the implications of the enactment of the PPSK Law on Banks in Resolution management is the expansion of LPS’ role as a risk minimizer for banking crises, which allows LPS to implement methods of early involvement in Banks in Resolution. LPS can now determine various methods including seeking investors to aid a Bank’s financial condition before determining the resolution options regulated in the Law. This allows LPS to implement the conversion of shareholder loans into additional core capital as a form of bank restructuring as applied in the case of BPR X."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanah Rahmatika
"Skripsi ini membahas mengenai prinsip kehati-hatian bank dalam pemberian Kredit Usaha Rakyat dengan studi kasus pemberian Kredit Usaha Rakyat melalui Perjanjian Kredit antara PT A dan Bank Z. Pembahasannya mencakup prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit dan penerapannya terhadap peraturanperaturan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yakni penelitian yang dilakukan mengacu pada peraturan perundangundangan, putusan pengadilan, serta norma atau kebiasaan yang berlaku. Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada studi dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa prinsip kehati-hatian dalam pemberian Kredit Usaha Rakyat perlu diterapkan melalui pendekatan personal kepada debitur.

The focus of this study is the implementation of prudential banking principles on Kredit Usaha Rakyat distribution based on case study Kredit Usaha Rakyat distribution through credit agreement between PT A and Bank Z. This study includes prudential principles on dstributing credit and its implementation to the effective rules. This research use normative law approach method which means it use laws and regulations, court verdict, and customs as a reference. This research is based on document study related to this research object. The result of this research suggest that prudential banking principles must be applied on Kredit Usaha Rakyat distribution through personal approach to debitor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1287
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hayu Sihwati Lestari
"Penafsiran penjelasan Pasal 33 UUD 1945 menetapkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem ekonomi nasional. Dalam melakukan kegiatan usahanya, BUMN memiliki tugas ganda yaitu disamping melaksanakan program Pemerintah sebagai lembaga politik, juga sebagai pelaku ekonomi yang bertujuan mencari keuntungan untuk menjadi sumber pemasukan keuangan Pemerintah. Dengan tugas ganda tersebut, mendorong Pemerintah untuk memberikan proteksi dan intensif kepada BUMN. Namun proteksi dan intensif tersebut telah menjadikan iklim persaingan usaha yang tidak sehat serta maraknya praktek monopoli. Pengelolaan BUMN yang tidak profesional, menjadikan BUMN sebagai sebuah badan usaha yang lemah dan tidak mampu untuk berkompetisi dalam persaingan usaha, baik di pasar domestik maupun global. Keadaan BUMN, khususnya BUMN di bidang perbankan, semakin terpuruk ketika pada tahun 1997-1998 krisis perekonomian yang membuka borok-borok kerapuhan fundamental ekonomi, melanda negara kita.
Bank-bank nasional dalam kesulitan besar bahkan peringkat internasional bank-bank besar terus menurun ke level terbawah. Keadaan semakin parah ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap kesehatan perbankan kita, hat ini mengakibatkan terjadinya penarikan dana mendadak secara besar-besaran.
Akhirnya restrukturisasi perbankan menjadi salah satu jalan memulihkan perekonomian kita. Beberapa faktor yang mendorong dilakukannya restrukturisasi di bidang perbankan, adalah deregulasi di bidang perbankan sebelum krisis yang terlalu Ionggar tanpa diimbangi oleh penerapan prinsip Good Corporate Governance khususnya oleh para pelaku usaha dan kurangnya pembinaan serta pengawasan kegiatan usaha perbankan. Melalui serangkaian kebijakan restrukturisasi perbankan, diharapkan dapat kembali membangun kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap sistem keuangan dan perekonomian kita, mengupayakan agar perbankan kita menjadi lebih solven sehingga dapat kembali berfungsi sebagai lembaga perantara yang mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sekaligus meningkatkan efektifitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Pendirian PT Bank Mandiri (PERSERO) Tbk berdasarkan UU No. 1011998, pada tanggal 2 Oktober 1998, merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank milik Pemerintah yaitu, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, bergabung menjadi PT Bank Mandiri (PERSERO) Tbk.
Pasca pendirian PT Bank Mandiri (PERSERO) Tbk, sebagai salah satu bagian program restrukturisasi di bidang perbankan, berdampak pada perkembangan dan pembaharuan hukum di Indonesia, misalnya saja untuk masalah penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam UU Perseroan Terbatas maupun UU Pasar Modal, Independensi B1 berdasarkan UU No. 23/1999 dan Pembentukan BPPN sebagai sebuah lembaga khusus yang diamanatkan oleh UU No. 10/1998."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>