Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Haekal Hasan
"Poligami yang sudah ada sejak lama dalam peradaban manusia, telah menjadi kontroversi yang menimbulkan perdebatan panjang di dunia, termasuk di Indonesia dan di Malaysia. Poligami kerap kali disalahpahami dan disalahgunakan dalam pelaksanaannya, sehingga menyebabkan kerugian terhadap para wanita dan anak-anak. Oleh karena itu, baik Indonesia maupun Malaysia, telah melakukan pengaturan terhadap Poligami, dalam aturan hukum positif masing-masing negara. Penelitian ini berupaya untuk memperbandingkan pengaturan Poligami di kedua negara, sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan Poligami di Indonesia dan di Malaysia meliputi pengaturan mengenai kebolehan melakukan Poligami dengan disertai oleh batasan-batasan tertentu. Terhadap pengaturan batasan-batasan ini, terdapat sejumlah persamaan yang disebabkan oleh kesamaan kebutuhan kedua negara, serta terdapat pula sejumlah perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan cara berfikir dan pandangan hidup masyarakat di kedua negara.

Abstract
Polygamy that has been long existed in the human civilization, has been developed into a controversy that leads to the debates of it in all over the world, including in Indonesia and in Malaysia. Polygamy has been often practiced on the basis of misconception and misuse, so that it then caused disadvantages towards the women and children. Therefore, both Indonesia and Malaysia have enacted a number of provisions on Polygamy, in their respective law. This study attempts to do a comparison between the Polygamy provisions of both countries, so that it would be much easier to be comprehended. The study shows that the Polygamy provisions in Indonesia and in Malaysia comprises of the provisions on the permission to practice Polygamy along with its limitations. Towards these limitations, there are some similarities that were caused by the same needs of both country, and there are also some differences that were caused by the different mindset and worldview of the people in both countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S574
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagasta Fathi Athallah Siddiq Khairi
"Upaya bank untuk mengakomodir kepercayaan dan kepentingan nasabah dilakukan melalui standar layaknya rahasia bank dan penyelesaian sengketa perbankan. Namun, dalam sengketa antara bank dengan nasabah, kedua hal tersebut tumpang tindih. Mengingat hukum perbankan di Indonesia hanya mengecualikan rahasia bank untuk proses di pengadilan, proses penyelesaian sengketa yang rahasia seperti mediasi perbankan dapat menjadi solusi atas tumpang tindih tersebut. Tetapi, pemahaman yang menyeluruh mengenai implementasi rahasia bank dalam arbitrase perbankan tidak terlihat di hukum Indonesia. Tujuan dari penelitian doktrinal ini adalah untuk menganalisis bagaimana rahasia bank diimplementasikan dalam arbitrase perbankan di Indonesia, khususnya dalam praktik bank konvensional dan bagaimana hal tersebut ketika dibandingkan dengan Malaysia. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa di bawah hukum Indonesia, Pasal 43 Undang-Undang Perbankan dapat diterapkan kepada arbitrase perbankan melalui analogi. Meskipun banyak kesamaan yang dimiliki antara Indonesia dengan Malaysia, hubungan yang menyeluruh antara pengaturan rahasia bank dan arbitrase perbankan lebih jelas terlihat di bawah hukum Malaysia.

Banks’ effort to accommodate customer confidence and interest is effectuated through standards such as bank confidentiality and banking disputes resolution. However, in the face of a bank-customer dispute, the two overlap. As the banking law in Indonesia only exempts bank confidentiality for court proceedings, confidential processes such as banking arbitration might be the solution to such an overlap. Yet, an integrated exposition on the implementation of bank confidentiality in banking arbitration is not apparent under Indonesian law. The purpose of this doctrinal research is to analyze how bank confidentiality is implemented in banking arbitration in Indonesia, particularizing on the practice of conventional banks and how it is when compared to Malaysia. The results showed that under Indonesian law, Article 43 of the Banking Law shall be applicable towards banking arbitration by analogy. Although many similarities are shared between Indonesia and Malaysia, a holistic linkage between the regulation of bank confidentiality and banking mediation is more apparent under Malaysian law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Women Judges in the Muslim World: A Comparative Study of Discourse and Practice fills a gap in academic scholarship by examining public debates and judicial practices surrounding the performance of women as judges in eight Muslim-majority countries (Indonesia, Malaysia, Pakistan, Syria, Egypt, Libya, Tunisia and Morocco). Gender, class, and ethnic biases are inscribed in laws, particularly in the domain of sharia-derived family law. Editors Nadia Sonneveld and Monika Lindbekk have carefully woven together the extensive fieldwork and expertise of each author. The result is a rich tapestry that brings out the various effects of women judges in the management of justice. In contrast to early scholarship, they convincingly prove that the woman judge does not exist. "
Leiden: Brill, 2017
e20498026
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Ulfa
"Salah satu produk reksa dana syariah adalah Exchange Traded Fund (ETF) syariah. Saat ini, di Indonesia terdapat tiga jenis ETF syariah yaitu XPES, XIJI, XSSI dan Malaysia terdapat empat jenis ETF syariah yaitu MyETF-DJIMS25, MyETF-US50, MyETF-MMID, MyETF-MSEAD. Baik di Indonesia maupun Malaysia mempunyai regulasi masing-masing terkait ETF syariah. Maka peneliti akan melakukan penelitian untuk membandingkan regulasi antara dua Negara tersebut. Metode penelitian dengan menggunakan penelitian kualitatif dan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa regulasi ETF syariah di Indonesia belum diatur khusus pada POJK maupun DSN, yakni masih berada pada regulasi reksa dana syariah di POJK No. 33/POJK.04/2019, fatwa DSN No. 20/DSN-MUI/IV/2001 dan perdagangan saham pada fatwa DSN No. 80/DSN-MUI/III/2011, sedangkan di Malaysia regulasi ETF syariah sudah diatur khusus pada Guidelines on Exchange Traded Fund dan fatwa MPS. Hal ini menunjukan bahwa regulasi ETF syariah yang ditetapakan oleh Negara Malaysia lebih jelas dibandingkan Indonesia, namun pada regulasi antara dua Negara tersebut sama-sama mengatur terkait operasional ETF syariah. Dalam penelitian ini juga dapat ditemukan bahwa pada operasional ETF syariah yaitu pada manajer Investasi di Indonesia dikelola oleh masing-masing manajer investasi sedangkan semua ETF syariah di Malaysia dikelola oleh satu manajer investasi, pada bank kustodian hanya terdapat satu ETF syariah yang menggunakan perbankan syariah yaitu di Malaysia pada MyETF-US50, pada metode screening kuantitatif antara Indonesia dan Malaysia berbeda dikarenakan melihat kondisi Negara masing-masing dan pada mekanisme perdagangan ETF syariah di Indonesia dan Malaysia sama-sama harus jauh dari manipulasi, spekulasi dan tindakan lain yang didalamnya terdapat riba, gharar dan sebagainya.

One of the sharia mutual fund products is the sharia Exchange Traded Fund (ETF). Currently, in Indonesia there are three types of sharia ETFs namely XPES, XIJI, XSSI and Malaysia there are four types of sharia ETFs namely MyETF-DJIMS25, MyETF-US50, MyETF-MMID, MyETF-MSEAD. Both Indonesia and Malaysia have their own regulations related to sharia ETFs. Then researchers will conduct research to compare regulations between the two countries. Research methods using qualitative research and normative juridical approaches. Research methods using qualitative research and normative juridical approaches. The results showed that sharia ETF regulations in Indonesia have not been specifically regulated in POJK or DSN, namely still in sharia mutual fund regulations in POJK No. 33/POJK.04/2019, fatwa DSN No. 20/DSN-MUI/IV/2001 and stock trading in fatwa DSN No. 80/DSN-MUI/III/2011, while in Malaysia sharia ETF regulations have been specifically regulated in the Guidelines on Exchange Traded Fund and MPS fatwas. This shows that the regulation of sharia ETFs set by the State of Malaysia is clearer than Indonesia, but the regulations between the two countries both regulate the operations of sharia ETFs. In this study it can also be found that in sharia ETF operations, namely in investment managers in Indonesia managed by each investment manager while all sharia ETFs in Malaysia are managed by one investment manager, in custodian banks there is only one sharia ETF that uses Islamic banking, namely in Malaysia on MyETF-US50, the quantitative screening method between Indonesia and Malaysia is different because it looks at the conditions of their respective countries and on Islamic ETF trading mechanisms in Indonesia and Malaysia must both be away from manipulation, speculation and other actions in which there is usury, gharar and so on."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Darol Affiah
"Penelitian disertasi ini bertujuan mendokumentasikan dan menganalisis aspek-aspek yang membedakan dan menyamakan gerakan perempuan Muslim Progresif antara tahun 1990-1998 dengan eiri negara yang terpusat di Masa Orde Baru dan gerakan di tahun 1998-2010 dengan eiri negara demokratis di Era Reformasi. Dengan metode kualitatif berperspektif gender dan menggunakan teori gerakan sosial baru. Temuan penelitian menunjukkan bahwa di masa keduanya mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya pada aktor gerakan dan dukungan dari ulama dan sarjana pria. Sementara perbedaannya adalah pada lawan gerakan dan cara beradvokasi.

This research attemp to document, compare and contrast Muslim progressive women movement ini in the New Order between 1990-1998, with those in the Reform Era between 1998-2010 undera more democratic state. Using qualitative gender-perspektive and new social movement theory, the findings of the study show that there are similarities and the differences. The similarities are the actor of the movement and supports are coming from ulama's and male Islamic scholars, meanwhile the differences are from the opposites groups and the ways of advocacy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1875
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadloon Katoppo Talib
"ABSTRAK
Tesis ini berjudul Kedudukan, Peran, Kewajiban, dan Hak Perempuan dalam Ajaran Islam. Manusia sebagai hamba Allah adalah satu-satunya makhluk yang paling istimewa di antara semua makhluk-Nya yang lain. Di samping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh misteri dan rahasia-rahasia yang menarik untuk dikaji. Misteri ini sengaja dibuat Allah agar manusia memiliki rasa antusias yang tinggi untuk menguak dan mendalami kebenaran dirinya sebagai ciptaan Allah, dan untuk mengenali siapa penciptanya Nabi Muhammad saw. membangkitkan
perempuan (dimulai dengan perempuan Arab) pada waktu ibu dan mengantarkannya dari kegelapan kepada cahaya Islam melalui firman Allah swt dalam Surat Ar-Ruum: 21. Dalam menjelaskan ayat tersebut, Rasulullah saw. bersabda: 'Perempuan adalah penghulu di
rumahnya, perempuan adalah pengembala di rumah suaminya, dan ia diminta pertanggungjawabannya atas gembalaannya'. Memuliakan perempuan bagi masyafakat Islam merupakan sebuah perintah, sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Assahir dari Ali r_a, bahwa Rasulullah bersabda: 'Yang memuliakan perempuan hanyalah orang-orang yang mulia dan yang menghinakan perempuan adalah orang-orang yang hina'. Selain itu juga, ajaran Islam mengatakan, 'Peliharalah olehmu akan perempuan-perempuan di dunia ini, niscaya Allah memelihara perempuanmu pula'.
Jadi tidak beralasan bagi perempuan-perempuan dari kaum Muslimin yang mempercayai slogan-slogan dan seruan emansipasi dari feminisme yang datangnya dari Barat. Karena sesungguhnya Islam diturunkan untuk mengatasi problema hidup dan kehidupan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Islam memandang perempuan sama dengan laki-laki dari segi kemanusiaannya. Perempuan adalah manusia sebagaimana laki-laki. Rasulullah saw. telah memuliakan perempuan dengan seruannya : 'Perempuan adalah saudara laki-laki'. [HR. Bukhari]. Islam memberi hak-hak kepada perempuan seperti yang dibelikan kepada laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada keduanya, kecuali beberapa hal yang khas bagi perempuan atau laki-laki karena adanya dalil syara?. Dalil syara? bukan diciptakan khusus unluk perempuan atau khusus untuk laki-laki, melainkan untuk keduanya sebagai insan (Q.S. 49:13, 53:45, dan 75:39). Allah
menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) adalah untuk saling mengenal, saling melengkapi untuk terciptanya keseimbangan yang adil.
Antara laki-laki dan perempuan (yang sudah terikat dengan tali perkawinan) ibarat pakaian sam dengan lainnya (Q.S. 2:187). Perempuan memang tidak sama dengan laki-laki, satu sama lain mempunyai peran yang berbeda, tetapi saling melengkapi. Allah
memberikan satu kelebihan pada laki-laki (Q.S. 4:34 dan 2:228). Allah telah berkehendak, Dialah yang paling tahu maknanya, dan kita tidak punya alasan untuk mengubah pakem yang telah digariskan oleh-Nya. Mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam, baik keluarga maupun masyarakat, sesungguhnya Islam telah
memberikan aturan yang rinci, tegas, dan mulia. Dijelaskan dalam hukum Islam, bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah rumah tangga bukanlah aqad al syirkah (akad perusahaan) maupun ijarah (sewa-menyewa/upah-mengupah) sehingga istri ibarat budak bagi suami untuk dipekerjakan. Bukan pula hubungan yang bersifat seperti polisi dan pencuri bahwa istri selalu terancam dan diteror sementara suami selalu/hampir selalu merasa super.Hubungan di antara mereka adalah hubungan cinta kasih yang penuh
persahabatan; artinya ada hubungan harmonis di antara mereka dalam bekerja sama mengarungi kehidupan rumah tangga.
Perempuan mempunyai kelembutan, kesabaran, dan kehangatan; yang merupakan modal utama untuk mendidik anak-anak mereka (al ummi madrasatun), juga kasih sayang pada suami. Sedangkan laki-laki mempunyai ketegasan dan sedikit lebih realistis, yang merupakan modalnya untuk memimpin rumah tangga, adalah baik jika diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman keislaman. Suami merupakan mitra satu-satunya dalam menghasilkan keturunan. Ini merupakan hakikat perkawinan, keluarga dan demi keberlangsungan kehidupan manusia di bumi ini atau khalifahtul fil ardhi (Q.S. 2:30). Untuk
itu syari?ah Islam telah menetapkan fungsi untuk keduanya dalam kehidupan suami istri yang harmonis, dalam hal ini fungsi dan pengadaan rumah tangga ini berkenaan dengan pentingnya keberlangsungan jenis manusia, kesenangan, dan ketentraman (Q.S. 16:72, 30:21, dan 411). Jadi, tidak relevan ide feminisme tentang superioritas laki-laki atas perempuan ditimpakan/ditujukan terhadap masyarakat Islam. Allah telah mempersiapkan laki-laki dan perempuan untuk terjun ke arena kehidupan sebagai insan dan menjadikan
keduanya hidup berdampingan secara pasti dan saling bekerja sama dalam suatu masyarakat (Q.S. 4:7,32,34, dan 155). Allah juga menetapkan pola ketergantungan kelangsungan hidup laki-laki dan perempuan pada perpaduan dan keberadaan mereka di setiap masa dan generasi masyarakat (Q.S. 4:1 dan 7:189), sehingga tidak benar jika ada pandangan yang hanya memperhatikan salah satu di antara mereka, apalagi mengatasnamakan Islam dan ajarannya merupakan suatu kekeliruan jika para perempuan muslim pun ikut-ikutan menuntut persamaan dengan laki-laki, sebagaimana dilakukan
kaum perempuan feminis di Barat. Hal itu tidak dibutuhkan Islam, yang telah mendudukkan perempuan muslim pada posisi yang sejajar dengan laki-laki muslim di bawah naungan syariah lslam.
Sejarah telah membuktikan bahwa kehadiran Islam merupakan awal dari gerakan kemerdekaan dan emansipasi kaum perempuan, yang dipelopori oleh Nabi Muhammad, dimulai dari keluarganya (istri-istrinya, putri-putrinya, dan sanak keluarganya) dan kemudian diteruskan kepada keluarga sahabatnya. Dalam konsep Islam, zaman dan realitas adalah sesuatu yang berubah-ubah, sehingga jlka dijadikan pedoman, maka seseorang akan plin-plan seiring perubahan keduanya. Karena itu, realitas dan zaman tidak logis dijadikan sebagai sumber hukum sebab sifatnya relatif. Lain dengan watak syariah Islam yang a priori dengan fakta, namun ia justru mengikuti perjalanan realitas,
kemudian hukumnya tetap diambil dari syariah Islam, bukan dari fakta yang justru mengubah hukum."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Riliantiza
"Penelitian ini membahas mengenai perkawinan yang dilakukan oleh perempuan hamil karena zina yang masih dalam masa iddah. Iddah merupakan waktu tunggu bagi seorang janda sebagai akibat dari perceraian ataupun kematian. Penetapan mengenai lamanya jangka waktu tunggu tergantung pada keadaan dari perempuan tersebut ketika perkawinannya putus. Bagi perempuan hamil, Kompilasi Hukum Islam telah menetapkan waktu tunggu yaitu sampai melahirkan. Namun dalam praktek, seringkali masih banyak ditemukan perkawinan yang dilangsungkan pada saat perempuan dalam kondisi hamil. Oleh karena itu, permasalahan dalam tesis ini membahas keberlakuan masa iddah bagi perempuan hamil karena zina serta keabsahan perkawinan yang dilakukan oleh perempuan hamil tersebut. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam tesis ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan dengan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif-analitis. Dalam pembahasan tesis ini dapat dikemukakan bahwa keberlakuan masa iddah bagi perempuan hamil karena zina adalah sampai ia melahirkan, dengan tujuan agar tidak terjadi percampuran nasab terhadap bayi yang ada didalam kandungan. Terkait keabsahan dari perkawinan tersebut maka menurut hukum Islam perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan, apabila tetap dilaksanakan maka dianggap tidak sah.

This study discusses about marriages performed by pregnant women because of chronic adultery. Iddah was a waiting time for a widow as a result of divorce or death. The institution of the duration of the waiting period depends upon the condition of the woman in her marriage. For pregnant women, compilation of islamic law has a set period of waiting until birth. But in practice, many marriages are still found that occur when women are pregnant. Therefore, the issue in this thesis will discuss the tenacity of a pregnant woman because of adultery and the validity of marriage performed by the pregnant woman. The research methods used by the authors in this thesis are yuridis normatif using secondary data and with descriptive-analitis study typology. In the discussion of this thesis it may be argued that the cultivation of a pregnant woman through adultery is until she gives birth, in order to prevent nasabs union against an unborn child. Regarding the validity of the marriage, advocates of islamic law, it cannot be carried out, if observed as invalid."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anastasya Prawesti Wulandari
"Eksistensi penggunaan merek sebagai agunan kredit pada praktik perbankan masih belum diakui di Indonesia. Pada kenyataannya, merek yang memiliki nilai ekonomi dapat memberikan manfaat kepada para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memperoleh pendanaan dari bank. Namun, berbagai peraturan yang terdapat di Indonesia belum mengatur secara komprehensif terkait penggunaan merek untuk dijadikan agunan kredit bank. Selain itu, penggunaan merek sebagai agunan kredit bank juga tidak diakomodir oleh mekanisme yang jelas. Berbeda halnya dengan Indonesia, negara Malaysia telah melaksanakan praktik penggunaan merek sebagai agunan kredit bank sejak tahun 2013 yang dikenal dengan Intellectual Property Financing Scheme dan telah diatur dalam peraturan tersendiri. Skripsi ini membahas mengenai rencana pengaturan mekanisme penggunaan merek untuk dijadikan agunan kredit bank di Indonesia serta perbandingan pengaturan penggunaan merek sebagai agunan kredit di Malaysia. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh studi bahan pustaka dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pengaturan dan mekanisme penggunaan merek sebagai agunan kredit di Indonesia telah dirancang dalam rancangan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual serta Indonesia telah melakukan beberapa persiapan untuk melaksanakan skema tersebut. Sedangkan, Malaysia telah mengembangkan dan melaksanakan Intellectual Property Financing Scheme dengan berfokus pada tiga aspek, yaitu intellectual property valuation, intellectual property financing, dan intellectual property marketplace. Saran yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah adanya urgensi untuk menerbitkan peraturan pemerintah skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual serta mempersiapkan dan mewujudnyatakan berbagai elemen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan skema pembiayaan berbasis hak kekayaan intelektual di Indonesia.

The existence of trademark utilization as credit collateral in banking practice is still not recognized in Indonesia. In fact, the trademark that has economic value can provide benefits to business actors, especially small and medium-sized enterprises, to obtain funding from banks. However, various regulations in Indonesia do not explicitly regulate the using of trademark as collateral for bank credit. Other than that, utilization of trademark as bank collateral also not accommodated by a clear mechanism. Different from Indonesia, Malaysia has implemented the practice of using the trademark as collateral for bank credit since 2013, known as the Intellectual Property Financing Scheme, and has been regulated in a separate regulation. This thesis discusses the plan to regulate the mechanism for trademark utilization as bank credit collateral in Indonesia as well as a comparison of the regulation on the use of the trademark as credit collateral in Malaysia. The research form of this thesis is juridical-normative with a descriptive research typology that is supported by library study materials and interviews as a tool for collecting data. From this research, it can be concluded that the regulations and mechanisms for using the trademark as bank credit collateral in Indonesia have been designed in the draft government regulations regarding intellectual property rights-based financing schemes, and Indonesia has made several preparations to implement the scheme. Meanwhile, Malaysia has developed and implemented an Intellectual Property Financing Scheme by focusing on three aspects, that is intellectual property valuation, intellectual property financing, and intellectual property marketplace. Recommendations for Indonesia are the urgency to issue government regulations on intellectual property-based financing schemes and prepare and implement various elements needed in implementing intellectual property rights-based financing schemes in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dzaky Aziz
"Islamic Banking as one of the systems favored by Muslim countries, especially Indonesia and Malaysia. Through time, there are still a number of problems regarding the resolution of Islamic Banking disputes. In this study, the two countries will have to deal with issues concerning the dispute resolution of Islamic Banking disputes and also the extent of the authority of the Religious Courts in each country to handle the settlement of Islamic Banking disputes. This research was conducted based on the normative juridical method through the analysis of relevant regulations from each country, also referring to some literature. The results of this study will be explained in the form of recommendations that will be addressed to certain parties in Indonesia and Malaysia including the Government to improve the implementation of Sharia Banking Dispute Resolution.

Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem yang disukai oleh negara-negara yang beragama Islam, terutama Indonesia dan Malaysia. Melalui waktu, masih ada beberapa masalah tentang penyelesaian sengketa Perbankan Syariah. Dalam penelitian ini, akan dibahas masalah-masalah yang harus diatasi oleh kedua negara mengenai resolusi perselisihan Perbankan Syariah dan juga sejauh mana kewenangan Pengadilan Agama di masing-masing negara untuk menangani penyelesaian perselisihan Perbankan Syariah. Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode yuridis normatif melalui analisis peraturan yang relevan dari masing-masing negara, juga mengacu pada beberapa literatur. Hasil penelitian ini akan dijelaskan dalam bentuk rekomendasi yang akan ditujukan pada pihak-pihak tertentu di Indonesia dan Malaysia termasuk Pemerintah untuk meningkatkan implementasi Resolusi Perselisihan Perbankan Syariah.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>