Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djakaria M. Nur
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T39144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Akmal Hasan
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1981
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumilah
"Lokasi industri diarahkan pada tempat yang serasi dengan perkembangan daerah dilihat dari Sumber Daya, Tenaga Kerja, Jaringan Transportasi, Modal, Pasar, Suasana Industri dan Ketenteraman Sosial Politik. Berdasarkan hal tersebut di atas, pemerintah Kabupaten Bogor menetapkan Kawasan Citeureup, daerah yang masih terisolir dan belum padat penduduknya menjadi kawasan industri. Dengan alasan dekat dengan bahan mentah, dekat ke pasar lokal, ke pasar nasional maupun internasional, pengembangan jalan transportasi, menarik tenaga kerja di perkotaan. Adanya industri di suatu tempat akan menimbulkan perubahan terhadap ruang. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membandingkan perubahan penggunaan tanah, mata pencaharian dan kwalitas rumah sebelum dan sesudah adanya industri dan dengan ketiga aspek tersebut di atas. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini, korelasi peta, dan skala nilai. Setelah dilakukan analisa diperoleh ringkasan sebagai berikut; Yang berkurang tanah persawahan, tanah kebun campuran dan tanah tegalan. Yang bertambah tanah perkebunan, tanah perkampungan dan tanah industri. Perubahan mata pencaharian sebagai berikut ; tenaga kerja petani menurun, pedagang bertambah, muncul tenaga kerja buruh kasar, jasa angkutan bertambah, muncul tenaga kerja industri."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S33319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muradi
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lebang, Thomas P. Tengko
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1980
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsan
"Tulisan ini memusatkan perhatian pada perubahan mata pencaharian penduduk Bumi Agung di kawasan objek wisata Way Belerang. Hal ini dilihat dari strategi-strategi yang diciptakan dan dikembangkan oleh warga masyarakat dengan adanya pembangunan pariwisata. Mata pencaharian hidup masyarakat Bumi Agung sejak masuknya pembangunan pariwisata memperlihatkan perubahan dominan, dimana beralihnya masyarakat dari yang semua berkebun menjadi pedagang dan wiraswasta ( Data statistik Kelurahan Bumi Agung, 2004). Pembangunan pariwisata yang dimaksud di sini adalah pembangunan pariwisata di kawasan objek wisata Way Belerang yang berada di kelurahan Bumi Agung Kabupaten Lampung Selatan. Pariwisata dalam hal ini merupakan salah satu unsur pembangunan. Masuknya suatu unsur baru ke dalam masyarakat, akan membawa keadaan tidak seimbang dalam masyarakat tersebut, dalam keadaan ini Para warga masyarakat akan melakukan koreksi dengan cara memodifikasi pola-pola tradisional, atau pola yang baru diterima atau memodifikasi kedua-duanya. Penyesuaian unsur baru dalam masyarakat tersebut dapat berlangsung harmonis, adaptif dan pergeseran-pergeseran bahkan konflik (Bee, 1973). Pembangunan pariwisata merupakan sektor penting yang terus dikembangkan pemerintah dan menjadi sektor andalan dalam menunjang pembangunan. Terbukanya objek wisata di kelurahan Bumi Agung, telah membuka pintu bagi terbukanya akses daerah ini dengan dunia luar, antara lain dengan akses pariwisata, yakni dengan kunjungan pendatang atau pengunjung wisata yang semakin bertambah jumlahnya. Disamping itu juga dengan terbukanya jalan lintas sumatera, dan berkembangnya berbagai sarana transportasi, membuat hubungan mereka dengan dunia luar semakin intensif.
Penelitian ini dipengaruhi oleh pendekatan prosessual. Manusia dilihat sebagai makhluk yang aktif, kreatif dan manipulatif dalam menghadapi lingkungannya. Pendekatan ini tidak melihat perubahan secara linear melainkan melihat apa yang berubah dan yang tidak berubah, serta mekanisme dan proses yang berlangsung hingga ada hal yang berubah, ada yang tidak. Untuk melihat proses adalah pada peristiwaperistiwa yang saling berkaitan satu sama lain secara berkesinambungan (Moore dalam Winarto, 1999). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif ( Denzin& Lincoln, 2000). T'eknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan, wawancara dan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini berjumlah 40 orang, informan terdiri dari aparat pemerintah, tokoh masyarakat, dan masyarakat yang terkait dengan masalah penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi bukanlah perubahan total, ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi adalah bervariasi. Ini diperlihatkan bahwa masyarakat tidak meninggalkan sepenuhnya pekerjaan lama mereka yakni berkebun, dan menyebutnya sebagai tabungan lama, disamping mereka tetap mengembangkan jenis pekerjaan baru lainnya di kawasan wisata, ini dilihat sebagai sebuah strategi atas pilihan-pilihan yang diambil. Perubahan yang bervariasi ditunjukkan juga oleh adanya kelompok masyarakat cepat menanggapi perubahan, yang lambat dan bahkan ada yang menolak perubahan itu sendiri, meski penelitian ini tidak menfokuskan kepada penolakan terhadap perubahan tersebut, namun tidak menafikan bahwa hal itu terjadi. Kelompok masyarakat yang cepat menanggapi perubahan adalah masyarakat yang hubungannya dengan dunia luar cukup intensif dan ditunjang dengan pendidikan yang memadai. Kelompok masyarakat yang lambat menanggapi perubahan adalah kelompok masyarakat yang perlu belajar dari pengamatan dan pengalaman orang lain terlebih dahulu dengan waktu yang lama. Masyarakat yang menolak adanya perubahan adalah generasi tua, yang menolak pembangunan pariwisata yang berakibat negatif bagi kelangsungan kehidupan keagamaan dan adat setempat.
Ditunjukkan bahwa masyarakat mengadopsi pengetahuan baru dan mengkreasikannya dengan pengetahuan lokal mereka. Ini dilihat dari bagaimana mereka ietap mempertahankan pekerjaan mereka sebagai pekebun dan sementara itu mengembangkan mata pencaharian baru. Proses ini terjadi dengan cara dimana masyarakat menginterpretasi, memodifikasi, melakukan pengamatan, memperbandingkan dan belajar dari pengalaman."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Mardana
"Teknologi Kereman adalah suatu hasil rekayasa sosial dalam bentuk inovasi pada program pembangunan peternakan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi sekaligus peningkatan kesejahteraan sosial komunitas petani ternak sapi Bali dan peningkatan kemampuan serta keberdayaan kelembagaan masyarakat pedesaan baik lembaga sosial maupun lembaga ekonominya. Perubahan struktur mata pencaharian bisa muncul akibat kesamaan kepentingan dalam mengadopsi teknologi baru sehingga muncul mata pencaharian baru dan komunitas baru.
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : mengapa terjadi perubahan struktur mata percaharian pada petani dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur mata pencaharian pada petani?
Secara umum yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mencari jawaban mengapa terjadi perubahan struktur mata pencaharian pada petani dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pcrubahan struktur mata pencaharian petani .
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Adapun teknik pengumpulan datanya adalah melalui studi kepustakaan, survey dan wawancara. Responden dalam penelitian ini adalah penduduk yang memelihara sapi Bali dengan menggunakan teknologi kereman sebanyak 100 orang sedangkan informan adalah mereka yang terlibat dalam program pembangunan peternakan di kabupaten Gianyar dan di Kecamatan Gianyar dengan jumlah informan 10 orang yang terdiri dari Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Gianyar dan staf Camat Gianyar dan Penyuluh Pertanian Lapangan, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat serta pengurus dan anggota kelompok tani ternak sapi Bali di Desa Tulikup.
Dari hasil survey terhadap responden dan wawancara dengan informan dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan struktur mata pencaharian petani yang diakibatkan oleh adanya kesamaan kepentingan dalam mengadopsi teknologi kereman pada pemeliharaan sapi Bali, sehingga sebanyak 52 % responden memilih menjadi petani/peternak sapi kereman sebagai mata pencahariannya yang mana sebelumnya hanya 34 % saja. Disamping itu masuknya teknologi kereman juga memunculkan sistem kekerabatan baru dan sistem ekonomi baru. Dari data empinik dilapangan ditemukan adanya komunitas baru yang terdiri dari beberapa dadia (ikatan keluarga besar dalam tatanan masyarakat Bali) yaitu kelompok tani ternak sapi Bali yang memiliki aturan tersendiri dan terbentuknya mekanisme sistem pemasaran serta siruktur lembaga ekonomi (pasar) baru yaitu bursa lemak yang merupakan pasar ternak pedesaan yang terpisah dengan pasar desa, pasar kecamatan maupun pasar hewan di kabupaten yang telah ada.
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar dalam aplikasi teknologi kereman sebagai suatu pemberdayaan komunitas yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur mata pencaharian petani khususnya dan masyarakat pedesaan pada umumnya, sedapat mungkin dihindari terjadinya kesenjangan sosial baik didalam perbedaan kepemilikan ternak(sapi) maupun perbedaan penguasaan dan pemahaman terhadap teknologi.
Dalam hal ini diperlukan adanya pembinaan yang lebih intesif oleh instansi teknis baik melalui latihan-latihan keterampilan, studi banding ke kelompok lain yang lebih berhasil maupun upaya pemberdayaan didalam memperoleh modal usaha yang nantinya dibagikan secara adil kepada anggota kelompok yang berminat dan berkemampuan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Yanto Puji Irianto
"Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki potensi dalam meningkatkan produk domistik bruto dan kesejahteraan rakyat yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Negara Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang memiliki banyak pantai dan estuaria. Hal ini sangat mendukung bagi pertumbuhan luas hutan mangrove di Indonesia yang mencapai ± 5,210 juta hektar pada tahun 1982 (Dahuri et. al, 1996). Ekosistem hutan mangrove yang merupakan ekosistem peralihan antara ekosistem darat dan laut, memiliki karakteristik yang khas. Kondisi semacam ini menyebabkan ekosistem hutan mangrove sangat rawan terhadap pengaruh faktor luar (Alikodra, 1995).
Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, hutan mangrove merupakan tumpuan bagi nelayan setempat sebagai tempat mencari ikan dan udang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, kayu mangrove dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan bahan baku industri lainnya. Dewasa ini telah terjadi penyusutan luas hutan mangrove menjadi ± 2,496 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia (Dahuri et. al, 1996). Salah satu dari ekosistem tersebut, terdapat di Segara Anakan, Kabupaten Dati II Cilacap, Jawa Tengah, dengan luas ± 29.400 hektar pada tahun 1970 yang merupakan hutan mangrove terluas di Pulau Jawa. Hutan mangrove di Segara Anakan ini berperan penting, karena berfungsi sebagai habitat biota perairan yang bermanfaat sebagai sumber perikanan. Namun bila dibandingkan dengan ekosistem laut, konsentrasi fitoplankton pada ekosistem ini lebih sedikit. Menurut Barnes (1974), fungsi fitoplankton ini dapat disubsidi oleh daun-daun mangrove.
Berdasarkan data, terlihat bahwa telah terjadi perubahan dan penyusutan kondisi hutan mangrove Segara Anakan dari ± 29.400 hektar pada tahun 1970 menjadi ± 7.928,3 hektar pada tahun 1995. Begitu pula dengan luas perairan Segara Anakan dari ± 4.580 pada tahun 1970 menjadi ± 1.643,3 hektar pada tahun 1995. Perubahan dan penyusutan kondisi hutan mangrove dan luas perairan ini akan berpengaruh terhadap kehidupan biota perairan di dalamnya. Hal ini selanjutnya akan berakibat pada berkurangnya produksi perikanan bagi nelayan tradisional. Dalam jangka panjang kondisi seperti ini akan berakibat pula pada perubahan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya, terutama terhadap matapencaharian nelayan di Segara Anakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan fakta empiris guna menguji hipotesis tentang:
(1). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) terhadap tingkat produksi udang dan ikan (Yl); serta terhadap pola matapencaharian penduduk;
(2). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) terhadap pola matapencaharian penduduk (Y2)
(3). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1), luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) di wilayah penelitian, desa yang berada di dalam dan di sekitar (luar) kawasan Segara Anakan secara keseluruhan serta perdesa di wilayah penelitian.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan mengenai keberadaan hutan mangrove dan luas perairan Segara Anakan dalam kaitannya dengan pengelolaan dan pelestariannya, serta terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan di Segara Anakan dalam pengambilan keputusan instansi terkait.
Penelitian ini berlokasi di kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan, Kabupaten Dati II Cilacap, Jawa Tengah dengan obyek penelitian 7 desa dari 5 kecamatan di kabupaten tersebut.
Pengumpulan data dalam penelitian ini selain dilakukan melalui studi pustaka, juga melalui pengamatan lapangan... Pengumpulan data melalui observasi lapangan dilakukan dengan teknik wawancara dan kuesioner terhadap responden. Dalam observasi lapangan ini termasuk pula pengamatan terhadap berbagai aktivitas nelayan dan kondisi lainnya di daerah penelitian. Di samping itu digunakan pula data dan fakta time series untuk dapat mengetahui gejala-gejala yang timbul, yang selanjutnya dapat digunakan untuk masukan mengenai saran tindakan yang berkaitan dengan variabel yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan yang sudah menetap di sekitar hutan mangrove Segara Anakan selama lebih dari lima tahun. Untuk pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan teknik purposive random sampling. Adapun syarat responden adalah kepala keluarga nelayan dari suatu rumah tangga yang berkaitan dengan hutan mangrove, menangkap ikan atau udang, serta berumur lebih dari duapuluh tahun. Sementara pemilihan tujuh desa dari lima kecamatan sebagai lokasi penelitian dilakukan secara acak sederhana berdasarkan informasi bahwa desa tersebut berhubungan langsung dengan kawasan hutan mangrove Segara Anakan. Melalui teknik pengambilan sampel ini didapat responden sebanyak 140 kepala keluarga dari tujuh desa sampel tersebut.
Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, sedangkan pengujian hipotesis dengan teknik korelasi ganda dan regresi tinier ganda serta regresi kuadratik dengan menggunakan fasilitas program komputer SPSS for Windows.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
(1). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan leas perairan Segara Anakan mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap tingkat produksi udang dan ikan (Y1) (r 0,736). Keeratan hubungan antara variabel X1; X2 - Y1 tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,541.
(2). Tingkat produksi udang dan ikan (X1(3)) mempunyai hubungan positif dan kurang berarti terhadap tingkat pendapatan rata-rata nelayan (Y3) (r = 0,435). Keeratan hubungan antara variabel X1(3) - Y3 tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,189.
(3). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap jenis pola matapencaharian penduduk (Y2) secara keseluruhan di wilayah penelitian (r antara 0,899 - 0,977). Keeratan hubungan antara X1; X2 Y21 tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,807 - 0,955.
Untuk hubungan perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) terhadap jenis pola matapencaharian penduduk per desa (Y2), mempunyai hubungan positif dan berarti (r = antara 0,818 - 0,986). Keeratan hubungan antara variabel x1; X2 - Y 2, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,669 - 0,973, kecuali terjadi di desa Kaliwungu jenis matapencaharian buruh/tani tambak mempunyai hubungan positif tetapi kurang berarti (r = 0,505) dan keeratan hubungan antar variabel X1 ; X2 - Y2, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,255. Sedangkan untuk hubungan perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap jenis pola matapencaharian penduduk di desa yang berada dalam kawasan Segara Anakan (Y2) - (r = antara 0,931 - 0,989). Keeratan hubungan antara X1; X2 - Y2 tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,867 - 0,979. Begitu pula dengan hubungan antara perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) terhadap jenis pola matapencaharian penduduk di desa yang berada di sekitar (luar) (Y2) mempunyai hubungan positif dan berarti (r = antara 0,951 - 0,991). Keeratan hubungan antara variabel X1 ; X2 - Y2, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,905 - 0,982.
(4). Perubahan kondisi hutan mangrove (X1) dan luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) di wilayah penelitian secara keseluruhan (r = 0,978). Keeratan hubungan antara variabel X1; X2 ; X3, - Y4, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,957. IIntuk hubungan perubahan kondisi hutan mangrove (X1), luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) di desa yang berada di dalam kawasan Segara Anakan mempunyai hubungan positif dan berarti (r = 0,985). Keeratan hubungan antara variabel x1; X2; X3 - Y 4, tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,970.
Begitu pula halnya yang terjadi di desa yang berada di sekitar (luar) kawasan Segara Anakan mempunyai hubungan positif dan berarti antara perubahan kondisi hutan mangrove (X1), luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) (r = 0,952). Keeratan hubungan antara variabel X1 ; X2 ; X3 - Yip tergambar dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar antara 0,907.
Sedangkan perubahan kondisi hutan (X1), luas perairan Segara Anakan (X2) dan tingkat pendapatan rata-rata nelayan (X3) mempunyai hubungan positif dan berarti terhadap perubahan pola matapencaharian nelayan (Y4) per desa di wilayah penelitian (r = antara 0,920 - 0,974). Keeratan hubungan antara variabel X1 ; X2 ; X3 - Y4, tergambar dari koefisien determinasi (r2) sebesar antara 0,847 - 0,949.
Berdasarkan uji hipotesis di atas terlihat bahwa variabelvariabel tersebut berhubungan positif dan secara dominan terbukti berarti. Selain variabel kondisi hutan mangrove dan luas perairan Segara Anakan yang mempengaruhi variabel lainnya yang dikaji dalam penelitian ini, maka disadari masih ada variabel lain yang perlu dikaji dalam penelitian lain untuk masa yang akan datang. Suatu kajian yang lebih mandalam guna membantu instansi terkait dalam pengambilan keputusan.

The area of coastal and Indonesia ocean had a potential to enhance the gross domestic products and people welfare. Until now, the potential has not been used optimally. Indonesia is an archipelago state that had a lot of coastal and estuaries. These are supporting facts that uphold the growth of mangrove forest in Indonesia which reached the lagoon size of such as ± 5.210 million hectare in 1982 (Dahuri et al. 1996). Mangrove ecosystem as transitional ecosystem between terrestrial and marine ecosystem, had specific characters. This condition caused the mangrove forest ecosystem which are fragile to the external factors (Alikodra, 1995).
Reviewed from social-economic perspective, mangrove forest as a place for searching the shrimps and fish is a basis for the livelihood of local fishermen. Furthermore, mangrove wood can be used as construction material, firewood, and raw material for other industry. There is a declining process on the size of mangrove forest ecosystem in Indonesia into ± 2.496 million hectare (Dahuri et. al. 1996). One of those ecosystems located in Segara Anakan with the lagoon size of + 29.400 hectare in 1970, in Cilacap sub-province of Central of Java, is the biggest mangrove area in Java Island. The mangrove forest in Segara Anakan had an important role, it functioned as a biotic habitat that gave benefit as a source of fisheries activities. But if we compared between mangrove ecosystem and marine ecosystem, the concentration of phytoplankton in this ecosystem seemed smaller than the marine. Barnes (1974) said that the leaves of mangroves could subsidize function of phytoplankton.
The data showed that there were changing and declining of mangrove forest condition at Segara Anakan. The change started from ± 29.400 hectare in 1970 to ± 7.928,3 hectare in 1985. The change occurred also in aquatic environment or lagoon of Segara Anakan from ± 4.580 in 1970 to ± 1.643,3 hectare in 1985.
Those changing and declining processes of mangrove forest and aquatic area will influence the biota life. These things will cause the decreasing of fish production of traditional fishermen. In the long term, this condition will influence also the social-economic condition and social-cultural, especially the livelihood of the fishermen.
The intention of this study was to collect empirical data and facts to test the hypotheses. Those hypotheses are focused on the testing on correlation between:
1. The changing of mangrove forest (X1) and the lagoon area (X2) in Segara Anakan, with level of shrimp and fish production (Y1); and with pattern of fisherman occupation (Y2)';
2. The changing of mangrove forest (X1) and the lagoon area in Segara Anakan (X2), with the pattern of the changing of mangrove forest (X1) and the lagoon area in Segara Anakan (X2) with average income level (X3), with the changing of fishermen occupation within research area (Y4). The research sites are the villages in Segara Anakan and its surrounding area totally, and also each villages in research area.
The expectation of this study is to give an input for decision making within related institution. The inputs are: the existing condition of mangrove forest and the lagoon size of aquatic area of Segara Anakan related with its management and conservation, and also the change of fishermen occupation in Segara Anakan.
The research sites located in mangrove forest of Segara Anakan, Sub-province of Cilacap, Central of Java. The research objects are 7 villages within 5 districts in this sub-province.
The data collecting process in this research used few methods such as library study, site field observation. Field observation methods used few techniques such as interview, questionnaire distribution to respondents, and observation on the condition and fishermen activities. The time series data and facts can be used to know the emerging phenomena, which used for the inputs related to the studied variable.
The populations in research area are all fishermen in who lived more than five years near the mangrove forest. Respondents are selected through purposive random sampling technique. The respondents were heads of fishermen family, which lived near the mangrove forest. They catch fish and shrimps, and the age older than 20 years old. The selection of 7 villages from 5 districts as research areas conducted in simple random based on the information that told those villages relate directly with mangrove forest in Segara Anakan. With this sample gathering technique, the collected respondents were 140 respondents from seven villages.
Data analysis conducted through qualitative and quantitative methods, the hypotheses testing used the double correlation and double linear regression and also quadratic regression. These analyses supported by SPSS for Windows computer program.
The research results are:
1. There was positive and significant correlation between, both the change condition of mangrove forest (X1) and the lagoon size of Segara Anakan (X2) with the level of shrimps and fishes production. The correlation (Yl) showed as (r=0,736). The closeness correlation between variables X1; X2 - Y1 shown in determinant coefficient (r2) as big as 0.541.
2. The correlation between shrimps and fishes production Xl{3} and average income level of the fishermen showed positive and less significant correlation (Y3 ) (r=0.435). The closeness correlation between variables X1{31-Y3 reflected through coefficient determinant (r2) as big as 0.189.
3. Generally for Segara Anakan area, there were positive and significant correlation between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) with, the pattern fishermen occupation (Y2) (r between 0.899-0.977). The closeness relationship between X1, X2 - Y2 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.807-0.955. There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) with, the pattern fishermen occupation in each village (Y2) (r = between 0.818-0.986). The closeness relationship between X1, X2 - Y2 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.669-0.973, except happened in Kaliwungu village. In this village, the fishpond workers have a positive and less significant correlation (r=0.505). The closeness relationship among variables X1, X2 - Y2 showed that the coefficient determinant (r2) as big as 0.255. There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) with, the pattern villagers occupation in the village inside Segara Anakan area (Y2) (r = between 0.931 - 0.989). The closeness relationship between X1, X2 - Y2 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.867 - 0.979. There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) with, the pattern villagers occupation in the village outside Segara Anakan area (Y2) (r = between 0.951 - 0.991). The closeness relationship between X1, X2 - Y2 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.905 .-0.982.
4. Totally, there were positive and significant correlation between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) and average income level of fishermen (X3) with, the pattern fishermen occupation in research area (Y4) (r = 0,978). The closeness relationship between X1, X2, X3 - Y4 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.957.
There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) and the average income level of fishermen with the occupational pattern of fishermen in the villages within Segara Anakan lagoon (Y4) (r = between 0.985). The closeness relationship between X1, X2, X3 - Y4 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.970.
There was positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) and average income level with, the pattern villagers occupation in the village outside Segara Anakan area (Y4) (r = 0.952). The closeness relationship between X1, X2, X3 - Y3 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.907. There was also positive and significant correlation specifically, between changing condition of mangrove forest (X1) and lagoon size of Segara Anakan (X2) and average income level (X3) with, the pattern villagers occupation in the village within research area (Y4) (r = between 0.920 - 0.974). The closeness relationship between X1, X2, X3 - Y4 showed by coefficient determinant (r2) as big as 0.847 - 0.949
Based on those above hypotheses testing, it showed that those variables were positively correlated and dominantly significant. Beside the variables of condition of mangrove forest and the size of the lagoon of Segara Anakan that influenced the the other studied above variables, it is realized that there still lot of other variables which should be studied in the future. A thorough study that will help related institution or offices in decision making.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuardi Mahdan
"ABSTRAK
Tingkat kemiskinan masyarakat pada suatu wilayah bisa berbeda
ukurannya dan banyak sekali para ahli menilainya, antara
lain, Sayogyo menilai dengan kebutuhan konsumsi beras
orang per tahun; Direktorat Tata Guna Tanah Ditjen Agraria
Dept. Dalam Negeri menilai kebutuhan hidup minimum dengan
sembilan bahan pokok; Bank Dunia menilai dengan rupiahnya
besarnya pengeluaran konsumsi orang pertahun. Oleh karena
banyak pengertian miskin tersebut, penulis mencoba menetapkan
pengertian miskin yaitu, mereka yang sebagian besar hidupnya
tergantung dari sektor pertanian yang pengelolaannya
masih sederhana, tingkat pendidikan yang rendah, memiliki
tanah sawah yang sempit, kondisi bangunan rumah yang tidak
permanen, membayar pajak kurang dari target, produktivitas
padi sawah rendah, tidak memiliki tanah (sebagai penggarap
atau buruh tani) dan beban tanggungan penduduk yang tidak
produktif tinggi sekali.
Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah: 1. Dimana
daerah miskin di kabupaten Karawang seperti yang dimaksud
pada pengertian diatas ? ; 2. Bagaimana pola penggunaan
tanah didaerah miskin tersebut ? ; 3. Bagaimana kepadatan
penduduk didaerah miskin tersebut ?.
Untuk menjawab pertanyaan pertama diatas, pendekatan yang
dilakukan yaitu masing-masing indikator (ada S indikator)
diberi nilai dari nilal kurang sampai dengan nilai balk,
1, 2 dan 3. Setelah itu kedelapan indikator tersebut dijumlahkan
dan kemudian diklasifikasikan pengertian miskin
tersebut yaitu, Daerah Miskin dengan jtimlah nilai antara 8
sampai dengan 13; Daerah Agak Miskin dengan nilai 14 sampai
dengan 19; dan Daerah Tidak Miskin dengan jumlah nilai an
tara 20 sampai dengan 24.
Daerah miskin dikabupaten Karawang dibedakan atas letak
wilayahnya yaitu, letaknya dibagian utara berbatasan de
ngan laut; ditengah merupakan dataran rendah dan pusat lalu
lint as dan dibagian selatan merupakan daerah perbukitan.
Pola penggunaan tanah diketiga letak tersebut mempunyai ciri
masing-masing yaitu, penggunaan tanah di utara yaitu
tambak dan hutan bakau; penggunaan tanah di tengah yaitu
pemukiman sedarigkan penggunaan di selatan yaitu penggunaan
tanah ladang/tegalan (pertanian tanah kering)
Kepadatan penduduk diketiga letak tersebut juga berbeda
yaitu, kepadatan penduduk dibagian utara yaitu kepadatan
rendah dan sedang; kepadatan penduduk dibagian tengah ya
itu kepadatan tinggi sedangkan kepadatan penduduk di bagian
selatan yaitu kepadatan rendah dan sedang."
1985
S33254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>