Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117274 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ernawati
"Sintesis senyawa antibiotika pada penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil mengisolasi senyawa UK-3 yang memiliki aktifitas sebagai antibiotika dan antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa analog UK-3 yang diharapkan memiliki aktivitas yang sama atau lebih tinggi dari senyawa asal dengan biaya yang lebih murah dan tahap reaksi yang lebih pendek. Pada penelitian ini sintesis yang dilakukan menggunakan 2 jenis asam amino yaitu, asam amino L-glutamat dan L-serin. Untuk senyawa yang menggunakan L-glutamat reaksi dilakukan melalui dua tahap reaksi; tahap pertama esterifikasi L-glutamat dengan n-butanol dan n-oktanol menggunakan pelarut benzena dan katalisator p-TsOH menghasilkan senyawa dibutil dan dioktil glutamat ester sebesar 77,7 % dan 70%. Tahap kedua reaksi amidasi dibutil dan dioktil glutamat ester p-TsOH masing-masing dengan asam 2- hidroksibenzoat (asam salisilat) menggunakan DCC/DMAP dalam pelarut piridin pada suhu 55 °C selama 48 jam menghasilkan senyawa ER-1 dan ER-2 masing-masing sebesar 61,22 % dan 69%. Untuk sintesis senyawa yang menggunakan L-serin dilakukan melalui tiga tahap reaksi; tahap pertama esterifikasi L-serin dengan n-oktanol menggunakan katalisator p-TsOH dalam pelarut benzena menghasilkan senyawa oktil serin ester p-TsOH sebanyak 73%, dan tahap kedua reaksi amidasi oktil serin ester p-TsOH dengan asam 2-hidroksibenzoat menggunakan DCC/DMAP dalam pelarut piridin pada suhu 55 °C selama 48 jam menghasilkan senyawa ER-3 sebanyak 7 4 %. Pada tahap ketiga yaitu esterifikasi senyawa ER-3 masing-masing dengan asam oktanoat dan asam 3-fenilpropionat menghasilkan senyawa ER-4 dan ER-5 sebanyak 67% dan 58 %. Produk hasil sintesis diidentifikasi dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KL T), spektrofotometer infra merah, Ultra Violet, dan spektrometer Nuclear Magnetic Resonance ( 1H- dan 13c- NMR) dan spektrometer massa (MS). Pengujian aktivitas senyawa ER-1, ER-2, ER-3, ER-4 dan ER-5 dilakukan dengan uji antimikroba terhadap beberapa mikroba dan uji toksisitas terhadap Brine Shrimp. Senyawa ER-3 aktif menghambat pertumbuhan terhadap bakteri E. coli, B.subtilis, S.aureus sampai konsentrasi 50 ppm, sedang ER-4 menunjukkan aktivitas paling tinggi terhadap uji Brine Shrimp dengan nilai LCso pada konsentrasi 45,56 ppm.

The synthesis of antibiotic compunds in this research based on the previous research that had suscesfully isolated UK-3 compound from Streptomyces sp. 517-02 and it's found active as anticancer and antibiotics. The aim of this research is synthesis of UK-3 analogues which expected to have higher activities than the original compound, with less expensive production cost and shorter step of reactions. In this research synthesis was done with two kinds of amino acid ; L- · glutamat and L-serin. The synthesis of compound using the L-glutamat amino acid was done in two steps reaction ; the first step was esterification L-glutamat with n-butanol or n-oktanol .p-TsOH as catalyst in benzenaa produced dibutyl and dioctyl glutamat ester in 77,7% and 70%. The second step was the amidation between dibutyl or dioctyl glutamat ester with 2-hidroxybenzoic acid (salicylic acid) with DCC/DMAP in pyridin at 55 °C for 48 hours. The yield was ER-1 and ER-2 in 61,22% and 69% respectively. The synthesis of compound using L-serin was done in three steps reactions ; first step was esterfication Lserin with octanol and p-TsOH as catalyst in benzenaa produced octyl-serinester. p-TsOH in 73%, the second step was amidation of octyl-serin-ester.p-TsOH with 2-hidroxybenzoic acid with DCC/DMAP in pyridine resulted in ER-3 in 74%, and the third step was the esterification of ER-3 with octanoic acid and Phenylpropionic acid produced ER-4 and ER-5 compound in 67% and 68%. Each products was identified and characterized by means of Infra Red spectrophotometer (FT-IR), 1H & 13C -NMR spectrometer, UV spectrophotometer and Mass spectrometer. The activity of ER-1, ER-2, ER-3, ER-4 and ER-5 as antimicroorganism and their toxicity were tested against Brine Shirmp. ER-3 was found active against E. coli , B.subtilis, S.aureus up concentrations of 50 ppm, while_ ER-4 indicated the highest activity on Brine Shrimp with the value of LC50 of 45,56 ppm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T40307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherley
"Senyawa antibiotika memegang peranan penting di dalam pengobatan berbagai macam penyakit infeksi baik yang disebabkan oleh mikroba maupun yang disebabkah oleh virus. Senyawa - antibiotika UK-3 telah diisolasi dari miselium Streptomyces-sp. 517-02 -dan diketahui mempunyai aktivitas dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan sel kanker. Total sintesis senyawa UK-3 dan analognya juga telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mensmtesis senyawa Analog UK-3 (SH-I, SH-3) yang diharapkan mempunyai aktivitas yang lebih besar dari senyawa aslinya.
Metode sintesis yang digunakan adalah melalui tiga tahap reaksi. Tahap pertama adalah reaksi esterifika L-seiin dan heksanol dengan katalis asam p-TsOH dalam bonzen. Selanjutnya pada tahap kedua adalah pembentukan 2-hidroksinikotinil-heksil-serin-ester antara asam 2-hidroksinikotinat dan heksilserin-ester-p-TsOH dengan katalis/aktivator DMAP/DCC dalam piridin. Reaksi terakhir adalah esterifikasi senyawa 2-hidroksinikotinil-serin-heksil-ester dengan anhidrida asetat dalam piridin menghasilkan SH-l, dengan asam fenil propanoat dan oktanoat dengan DMAP/DCC dalamdiklorometan masing-masing menghasilkan SH-2 dan SH-3.
Senyawa hasil sintesis diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer Infra Merah (FT-IR), spektrometer Resonansi Magnetik-Inti (1H-NMR), spektrofotometer, Ultra Violet dan -spektrometer- Massa (MS). Pengujian aktivitas senyawa analog UK-3 dilakukan dengan uji antimikroba-terhadap beberapa mikroba dan uji toksisitas terhadap Brine Shrimp. Senyawa SH-3 aktif menghambat pertumbuhan terhadap bakteri Escherichia coil dan Candida albicans sampai konsentrasi 75 ppm, sedang SH-2 menunjukkan aktivitas paling tinggi terhadap uji Brine Shrimp dengan nilai LC50 pada konsentrasi 700,22 ppm.

The Synthesis And Biological Activity Test Of Antibiotic UK-3 Analogues (2-idroxynicotinyl-Hexyl-Serine-Ester-And Its Derivatives)
Antibiotic compounds play important role in medical treatment of various infection diseases either caused by microbes or viruses. The Antibiotic UK-3 has been isolated from mycelim Streptomyces sp. 517-02 and found that its activity inhibits the growth of bacteria and cancer cells. Total synthesis of UK-3 and its analogues have been conducted as well. The goal of this research is to synthesize various analogues of UK-3 (SH-1, SH-2, SH-3) which is hoped to have higher activities than that of the original compound.
The synthesis method consist of three reaction steps. The first step is esterification reaction of -L-serine and hexanol with catalyst p-TsOH in -benzene. The -second -step is the formation of -2-hydroxynicotinyl-hexyl-serine-ester between 2-hydroxynicotinyl acid and hexyl-serine-ester with catalyst/activator DMAPIDCC in pyridine. The last reaction is esterification of 2 hydroxynicotinyl-serine-ester-compound and acetic-anhydrid in pyridine - which form SH-1. If phenyl propionic acid or octanoic acid was used in the presence of DCCIDMAP in dichloromethane, the product formed was SH-2 and SH-3. The product of each step was identified and characterized by means Infra Red spectrophotometer (FTIR), 1H-NMR spectrometer, UV spectrophotometer and Mass spectrometer. The activity of SH-l, SH-2 and SH-3 as antimicrobes tested against several microorganism and their toxicity was tested against Brine Shrimp. SH-3 was found active against E. coil and C. albicans up to the concentrations of 75 ppm, while SH-2 indicated the highest activity on Brine Shrimp test with the value of LC50 in the concentrations of 700,22 ppm."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anik Puji Hayati
"ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis senyawa 3-hidroksi pikolinil serin oktil ester (PSOE) dan turunannya melalui 3 tahap reaksi, yaitu sintesis senyawa oktil serin ester p-TsOH, sintesis senyawa PSOE dan sintesis senyawa PSOAE, PSOHE, PSOOE, PSOPPE. Sintesis senyawa oktil serin ester p-TsOH memberikan hasil 69,9 %. Sintesis senyawa PSOE memberikan hasil 29,7 %, sedangkan sintesis senyawa PSOAE, PSOHE, PSOOE dan PSOPPE berturut-turut memberikan hasil 31,8 %, 67,7 %, 40 % dan 46,17 %. Hasil uji aktifitas antibiotika terhadap mikroba E. coil, S. aureus, B. subtilis dan C. albicans menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis memberikan aktifitas anti bakteri paling baik terhadap B. subtilis dan aktifitas anti jamurnya lemah terhadap C. albicans. Hasil uji brine shrimp Artemia salina (BSLT) menunjukkan efek toksisitas senyawa PSOOE > PSOHE > PSOAE > PSOE > PSOPPE.

ABSTRACT
The Syntheses and Bioassay of Novel Antibiotics 3-Hidroxy Pycolinyl Serine Octyl Ester and its DerivativesThe 3-hidroxy pycolinyl serine octyl ester (PSOE) and its derivatives i.e. PSOAE, PSOHE, PSOOE and PSOPPE have been synthesized. These compounds were synthesized in three step reactions. The first step produced serine octyl ester p-TsOH in 69,9 %. The second step resulted PSOE in 29,7 %. The last step produced PSOAE, PSOHE, PSOOE and PSOPPE in 31,8 %, 67,7 %, 40,0 % and 46,17 % respectively. The biological assay of these compounds showed activity against E. coil, S. aureus, B. subtilis and C. albicans, in which the activity against B. subtilis was the strongest. In fact the activity of these compounds were stronger than that of standard antimycin A. The activity of these compounds showed no activity against fungus C. albicans. The Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) by using Artemia salina was performed to show toxicity of these compounds. The toxicity was PSOOE > PSOHE > PSOAE > PSOE > PSOPPE.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Arsianti
"Senyawa Baru UK-3 yang menunjukkan aktivitas sebagai antibiotika dan antikanker, telah berhasil diisolasi dari Streptomyces sp. 517-02. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa analog antibiotika UK-3 yang diharapkan memiliki aktivitas lebih tinggi daripada senyawa aslinya.
Sintesis senyawa analog antibiotika UK-3 pada penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap reaksi kimia. Tahap reaksi pertama adalah reaksi esterifikasi L-serin dengan n-butanol menghasilkan senyawa butil-serin-ester p-TsOH sebanyak 50,81 %. Tahap reaksi kedua adalah reaksi antara butil-serin-esterp-TsOH dengan asam 2-hidroksinikotinat menghasilkan senyawa 2-hidroksinikotinil-butil-serin-ester sebanyak 32,50 %. Pada tahap reaksi ketiga, senyawa 2-hidroksinikotinil-butil-serin-ester direaksikan masing-masing dengan anhidrida asetat, asam 3-fenilpropionat dan asam oktanoat menghasilkan senyawa AD-1, AD-2 dan AD-3 sebanyak 68,72 %, 43,03 % dan 69,13 %.
Produk hasil sintesis dimurnikan dengan kromatografi kolom, fasa diam silika gel dan fasa gerak campuran kloroform dan metanol. Produk sintesis selanjutnya dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT), spektrofotometer Infra merah, spektrofotometer Ultra Violet, spektrometer Resonansi Magnetik Inti (1H-NMR) dan spektrometer massa (MS).
Uji aktivitas antibiotika senyawa AD-I, AD-2 dan AD-3 terhadap bakteri B.coli, B.subtilis, S.aureus dan C albicans menunjukkan, bahwa senyawa AD-3 memiliki aktivitas antibiotika lebih tinggi daripada AD-1 dan AD-2. Senyawa AD-3 (MIC < 100 ppm) lebih aktif menghambat pertumbuhan bakteri B.subtilis dan S.aureus dibandingkan senyawa UK-3 dan senyawa standar antimycin.
Uji toksisitas senyawa AD-1, AD-2 dan AD-3 terhadap Anemia salina memberikan nilai LC50 untuk senyawa AD-1, AD-2 dan AD-3 masing-masing 811,01 ppm, 266,83 ppm dan 3620,41 ppm.

The novel UK-3 compound which indicates the activity as antibiotic and anti-cancer have been succesfully isolated from Streptomyces sp. 517-02. This research is aimed at synthesis of UK-3 analogues which are expected to have higher activities than that of the original compound.
The synthesis UK-3 analogues in this research was done in three step reactions. The first step is the esterification between L-serine with n-butanol yielding 50,81 % of butylserine-ester p-TsOH. The second step is a reaction between butyl-serine-ester p-TsOH with 2-hydroxynicotinic acid yielding 32,50 % of 2-hydroxynicotinyl-butyl-serine-ester. The third step, proceeds with three different reaction, in which 2-hydroxynicotinyl-butyl-serineester is reacted with acetic anhydride, 3-phenylpropionic acid and octanoic acid to produce AD-1, AD-2 and AD-3 in amount of 68,72 %, 43,03 % and 69,13 % respectively.
The product is purified with column chromatography on silica gel with mobile phase of chloroform and methanol. Subsequently, synthesis product is analyzed with thin layer chromatography, Infrared and Ultra Violet spectrophotometer, Nuclear Magnetic Resonance ('H NMR) and Mass spectrometer (MS).
The activity of AD-1, AD-2 and AD-3 was tested against on E.cali, B subtrlis, S.aureus and C.albicans. The result showed that AD-3 has higher antibiotic activity than AD-1 and AD-2. Moreover AD-3 (MIC < 100 ppm) apparently is more active to inhibit the growth of B. subtilis and S.aureus compared to UK-3 and antimycin standard.
Toxicity test of AD-1, AD-2 and AD-3 on Anemia sauna provides LC50 value for AD-I, AD-2 and AD-3 of 811,01 pprn, 266,83 ppm and 3620,41 ppm respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husniati
"ABSTRAK
UK-3A adalah senyawa antibiotika untuk anti kanker dan anti jamur. UK-3A telah diisolasi sebagai komponen minor dari miselium Streptomyces sp. 512-02 dan mempunyai gugus aktif hidroksil, amida, dan dilakton cincin sembilan yang terbukti aktif menghambat pertumbuhan bakteri dan sel kanker. Untuk mensintesis senyawa tersebut membutuhkan proses sintesis yang rumit dan waktu yang cukup lama. Telah disintesis senyawa antibiotik baru, yaitu analog UK-3A berdasarkan modifikasi gugus aktif senyawa UK-3A. Modifikasi gugus aktif dalam senyawa UK-3A dimungkinkan untuk mendapatkan senyawa analog yang mempunyai bioaktivitas yang sama atau lebih aktif dari senyawa UK-3A induk. Senyawa analog pada penelitian ini adalah 3-hidroksi-N-oktilpikolinamida [S1], 2-hidroksi-N-fenil-benzamida [S2], 3-hidroksi-N-fenilpikolinamida [S3], dan 2-hidroksi-N-oktilbenzamida [S4] yang diperoleh melalui reaksi amidasi asam karboksilat dengan amina primer. Keempat senyawa tersebut diharapkan dapat dikembangkan untuk mendapatkan senyawa antibiotik baru dengan rendemen hasil yang tinggi, rute reaksi yang lebih sederhana, dan mempunyai bioaktivitas dalam menghambat pertumbuhan sel kanker terutama leukemia. Senyawa-senyawa hasil sintesis tersebut diidentifikasi menggunakan UV, FT-IR, 1H-NMR, dan 13C-NMR. Hasil uji bioaktivitas secara in vitro terhadap sel kanker Murine leukemia P-388 memperlihatkan kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan sel kanker yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa UK-3A yaitu IC50 [S1]= 13,2; [S2]=7,75; [S3] =18,5; dan [S4]= 7,5 µg/mL, sementara IC50 UK-3A adalah 38 µg/mL.

ABSTRACT
The Synthesis UK-3A analogs i.e 3-hydroxy-N-octylpicolinamide [S1], 2-hydroxy-N-phenyl-benzamide [S2], 3-hydroxy-N-phenylpicolinamide [S3], and 2-hydroxy-N-octylbenzamide [S4] were obtained by modification of UK-3A. UK-3A was isolated from the Streptomyces sp. 512-02 mycelium and has been elucidated as a nine membered ring dilactone derivative possessing hydroxyl (OH) and amide (CONH) moieties . The compound shows ability to inhibit bacterial and cancer cell growth. The analogs were synthesized by amidation of carboxylate. The structure of products were confirmed by 1H- and 13C-NMR, FT-IR, and also UV spectrophotometer. The result of bioassay showed that their compound inhibits the growth of cancer cell Murine leukemia P-388. That's higher compared to that of UK-3A with IC50 are 13,2 µg/mL for [S1], 7,75 for [S2], 18,5 for [S3], and 7,5 for [S4], respectively. Whereas IC50 for UK-3A is 38 µg/mL."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T24725
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fathoni
"Albertisia papuana Becc termasuk tumbuhan tropis dari famili Menispermaceae. Tumbuhan ini dikenal berkhasiat obat, diantaranya sebagai antibiotik/antibakteri. Selain tumbuhan, mikroorganisme termasuk jamur endofit juga dapat menghasilkan antibiotik. Jamur endofit termasuk mikroorganisme yang hidup pada tumbuhan inangnya. Jamur endofit di alam jumlahnya melimpah (1,5 juta dibandingkan tumbuhan sekitar 300 ribuan). Jamur endofit dapat memproduksi metabolit bioaktif yang beragam. Di lain sisi, jamur endofit belum tereksplorasi secara maksimal. Penelitian ini dilakukan untuk menskrining dan mengisolasi senyawa bioaktif dari jamur endofit dari tumbuhan A. papuana sebagai antibiotik. Dari kegiatan penelitian didapatkan 15 isolat jamur endofit yaitu dari bagian batang 8 isolat dan daun 7 isolat.
Dari skrining aktivitas antibakteri dengan metode TLC bioassay didapatkan informasi 2 isolat jamur endofit yang bersifat paling aktif yaitu DAP KRI-5 dan BAP KRI-8. Dari pemisahan dan pemurnian didapatkan 2 buah senyawa murni dari DAP KRI-5 yaitu F4.3, dan F2.3.9. Hasil dari elusidasi struktur menggunakan spektr. 1H dan 13C-NMR; UV-Vis; dan GC-MS menunjukkan F4.3 adalah C6H6O3 yaitu floroglusinol. Floroglusinol mempunyai aktivitas antibakteri melawan S. aureus sama kuatnya dengan klorampenikol dengan nilai MIC yaitu 64 𝜇g/mL, namun sampel F4.3 bersifat parsial sebagai antibakteri. Berdasarkan spektr. 1H dan 13C-NMR, 2D NMR dengan DEPT; HMBC; HMQC; dan 1H-1H COSY, spektr. UV-Vis dan IR, dan ToF ESI-MS menunjukkan F2.3.9 mempunyai rumus molekul C30H37NO6 yaitu sitokalasin D.

Albertisia papuana Becc is tropical plants that belong to the family of Menispermaceae. It was known as medicine, such as an antibiotic/antibacteria. Besides plants, microorganisms including endophytic fungi also can produce antibiotics. Endophytic fungi live in their host plant. Endophytic fungi have abundant number in the world (1.5 million compared to approximately 300 thousands of plant). They can produce diversity of bioactive metabolites. The other hand, they have not been maximized exploration yet. This study was conducted for screening and isolating of bioactive compounds of endophytic fungi from A. papuana as antibiotics. This research activities obtained 15 isolates of the endophytic fungi. The isolates are from the stem and leaf, 8 and 7 isolates respectively.
Screening of antibacterial activity with TLC bioassay obtained two isolates which have the most active as antibacterial, there are DAP KRI-5 and BAP KRI-8. Separation and purification obtained two pure compounds from KRI DAP-5, there are F4.3, and F2.3.9. The results of structure elucidation by spectr. 1H and13C-NMR, UV-Vis, and GC-MS showed F4.3 is C6H6O3, phloroglucinol. Phloroglucinol has antibacterial activity against S. aureus as well as chloramphenicol with MIC value are 64 𝜇g/mL, but F4.3 partially activity as antibacterial agent. Based on spectr. 1H and 13C-NMR, 2D NMR with DEPT; HMBC; HMQC; and 1H-1H COSY, spectr. UV-Vis and IR, and ToF ESI-MS showed F2.3.9 is C30H37NO6, cytochalasin D.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Chatib Warsa
"

Perkembangan mikroba atau jasad renik yang resistan atau kebal pada antibiotika yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi, telah menjadi masalah besar didalam pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di masyarakat. Bersamaan dengan berkembangnya penyakit baru akhir-akhir ini, ramai dipublikasikan adanya bentuk baru evolusi kuman yang sulit ditanggulangi dengan obat antibiotika yang biasa dipergunakan untuk pengobatan, yang kemudian disebut sebagai "Superbugs" atau "Killerbugs" atau "Killer Microbes"(1,2,3). Kejadian mikroba resistan terhadap kemoterapi telah dilaporkan terjadi pada berbagai jenis bakteri, jamur, virus maupun parasit. Saat ini bakteri yang resistan antibiotika prevaiensinya paling besar, sehingga pada kesempatan ini saya akan membahas secara singkat masalah ini. Contoh mikroba resistan lain misalnya pada jamur/fungi (Candida sp. resistan pada flukonasol), virus (HIV resistan pada zidovudin), dan parasit (Trichomonas sp. resistan pada metronidasol dan Plasmodium falsifarum resistan pada kloroquin)(4).

Telah diteliti oleh para ahli penyakit infeksi, bahwa pada penderita dengan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri resistan antibiotika, akan menyebabkan penyakit makin berat, makin lamanya masa sakit dan lebih lama tinggal di rumah sakit bagi penderita yang dirawat, juga menyebabkan gejala sisa atau sequelae yang lebih besar, meningkatnya angka kematian/mortalitas, serta biaya pengobatan yang meningkat karena makin mahalnya obat pilihan alternatif(5). Sebaliknya peningkatan resistansi juga dipengaruhi oleh beberapa kemajuan yang didapat dari kehadiran dan efektivitas pengobatan dengan antibiotika itu sendiri, antara lain dimungkinkannya prosedur operasi yang lama dan banyak komplikasi pada penderita immunosupresi, usia lanjut atau penderita yang sakit berat; dapat dilakukan transplantasi; dan dapat digunakannya peralatan dan alat bantu yang kompleks. Kehadiran antibiotika berspektrum luas yang dapat digunakan pada tindakan profilaksis dan pengobatan, memberikan kemungkinan tindakan medik yang lebih kompleks dan dahulu sulit dilakukan(6,7).

Meningkatnya prevalensi bakteri resistan terhadap antibiotika, mengharuskan pertimbangan yang lebih besar didalam melakukan evaluasi risiko tindakan medik yang sudah ada. Ini termasuk tindakan operasi metode baru yang membutuhkan waktu lama; penggunaan instrumentasi dan alat bantu dengan teknologi baru; tindakan pada penderita menurunnya imunokompeten, sakit berat dan sakit kronik; pada kondisi di mana kurangnya fasilitas pada pendidikan dan pelatihan kontrol infeksi; tidak mempunyai fasilitas laboratorium mikrobiologi untuk pemeriksaan tes kepekaan antibiotika, guna mendeteksi adanya resistansi; tidak adanya standar teknik antiseptik yang baik; pada densiti komunitas yang padat; sanitasi buruk di sekitar tempat tinggal.

"
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0223
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andri Tilaqza
"ABSTRAK
Sekitar 50% peresepan antibiotik tidak rasional berdasarkan data dari WHO,
dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, biaya
pengobatan, efek samping dan resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pola peresepan antibiotik dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan peresepan antibiotik yang rasional di seluruh puskesmas kecamatan kota
Depok. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel
penelitian terdiri dari seluruh dokter, tenaga kefarmasian, resep antibiotik per oral
dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode Oktober
– Desember 2012. Analisis data dilakukan dengan uji chi square dan analisis
regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis diketahui pola peresepan antibiotik
yang paling banyak diresepkan berdasarkan jenis antibiotik adalah amoksisilin
(73,5%) dan kotrimoksazol (17,4%), berdasarkan jenis penyakit adalah faringitis
akut (40,2%) dan ISPA tidak spesifik (25,4%), berdasarkan jenis kelamin pasien
adalah perempuan (54,4%), dan berdasarkan usia yakni antara 19-60 tahun
(45,4%). Dari 392 resep diketahui 56,1% tidak memenuhi kriteria kerasionalan
peresepan antibiotik yakni dalam hal pemilihan antibiotik (22,7%), durasi
pemberian (72,3%), frekuensi pemberian (3,2%), durasi dan frekuensi pemberian
(1,8%).Dokter yang pernah mengikuti pelatihan 2,014 kali lebih rasional
dibandingkan dengan dokter yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Dokter
dengan masa kerja singkat (< 7 tahun) 3,952 kali lebih rasional dalam peresepan
antibiotik dibandingkan dengan masa kerja lama (> 7 tahun). Penelitian ini juga
menunjukkan peran tenaga kefarmasian dalam peresepan antibiotik rasional
belum bisa dilakukan karena kendala keterbatasan tenaga. Oleh karena itu perlu
dilakukan pelatihan kepada dokter dalam upaya meningkatkan peresepan
antibiotik yang rasional secara periodik dan penambahan tenaga kefarmasian agar
bisa melaksanakan peran dalam peresepan antibiotik rasional.
ABSTRACT
Approximately 50% of antibiotic prescribing is categorized as irrational according
to the data from the WHO, which will cause an increase in morbidity, mortality,
cost of medication, side effects, and resistance. The aim of this study was to
evaluate antibiotic prescribing patterns and factors associated with rational
antibiotic prescribing at public health care in Depok. Study design used a cross
sectional method. The sample consisted of physicians, pharmacists, oral antibiotic
prescriptions, and LPLPO from October to December 2012. Data were analyzed
by chi-square test and logistic regression analysis. Based on the results of
analysis, the most widely prescribed antibiotic pattern based on type of antibiotic
were amoxicillin (73.5%) and cotrimoxazole (17.4%), based on the type of
disease were acute pharyngitis (40.2%) and non-specific respiratory infection
(25.4%), based on the patient's gender was female (54.4%), and based on the age
was between 19-60 years (45.4%). About 56.1% of 392 prescriptions was found
not to meet the criteria for rational antibiotic prescribing in the case of antibiotic
selection (22.7%), duration of administration (72.3%), frequency of
administration (3.2%), duration and frequency of administration (1.8%).
Physicians who had attended training for rational drug use was 2,014 times more
rational than physicians who had never attended training. Physicians with short
working period (<7 years) was 3,952 times more rational in prescribing of
antibiotics compared to physicians with a longer working period (> 7 years). This
study also indicated that the role of pharmacist in rational antibiotic prescribing
could not be implemented due to the lack of pharmacist staff. Therefore,
periodically training is necessary for physicians in an effort to improve a rational
antibiotic prescribing in public health care. Additional staff of pharmacist in order
to carry out their role in rational antibiotic prescribing is also needed."
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arfan Awaloeddin
"Rurnah sakit sebagai mata rantai sistern kesehatan diharapkan dapat mencapai pelayanan yang bermutu, berdaya guna, serta didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperlukan oleh masing-masing penderita dalam batas kemampuan teknologi dan sarana yang tersedia di rumah sakit. Salah satunya adalah instalasi farmasi yang merupakan sarana penting dalam proses penyembuhan dan merupakan salah satu komponen biaya operasional yang besar dari seluruh biaya operasional rumah sakit.
Anggaran yang dibelanjakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Awal Bros untuk obat dan alkes sebanyak 46.65 % (Rp 5.155.680.986) dari total pengeluaran rumah sakit, dari jumlah tersebut 37.88% (1.952.881.880) adalah investasi untuk obat antibiotika.
Penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Awal Bros pada pemakaian obat-obatan antibiotika periode Januari hingga Juni tahun 2001, dengan tujuan mengidentifikasi tingkat persediaan obat antibiotika di instalasi farmasi, merencanakan dan mengendalikan jumlah pemesanan obat yang efisien dan efektif.
Perencanaan yang tepat diharapkan dapat menghasilkan suatu jumlah dan jenis persediaan perbekalan di instalasi farmasi, dalam hal ini khusus obat antibiotika. Persediaan obat-obatan antibiotika dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan nilai pemakaian, nilai investasi dan nilai indeks kritis dengan memakai analisis ABC. Pengelompokkan ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan persediaan, dengan demikian dapat diketahui jenis obat mana yang perlu diperhatikan karena mempunyai investasi yang tinggi dengan nilai kritis yang tinggi pula. Indeks kritis dapat diketahui melalui pendapat dari para dokter full timer yang berada di Rumah Sakit Awal Bros yang memakai obat tersebut.
Hasil analisis indeks kritis ABC didapatkan basil bahwa kelompok A untuk 75-20-5 yang memerlukan investasi paling tinggi (66.51 % dari seluruh biaya) terdiri dari 32 item obat (9.33 %), kelompok B menelan biaya 28.99% terdiri dari 126 item obat dan kelompok C menelan biaya 4.50% dari seluruh biaya. Jenis obat antibiotika kelompok A 75-20-5 berdasarkan pemakaian, investasi dan indeks kritis berjumlah 74 item, jika dikelompokkan dengan kelompok nama generik akan dapat berkurang menjadi 60 item. Hal ini setidaknya rumah sakit Awal Bros dapat melakukan efisiensi sehingga biaya yang hares diinvestasikan akan berkurang.

Hospital is the part of health system chain which might be expected to provides quality services, efficient, and was established, operated to achieve various level of health services including promotion, prevention, curative and rehabilitation to meet patient needs in accordance to both technologies and facilities availabilities in the respective hospital.
In particularly, pharmaceutical department is one of the important facilities in patient care that consume the biggest part of operational cost. In Awal Bros hospital, drugs and consumable goods spent 46.65% of total hospital expenditure. (Rp 5.155.680.986.-). In addition the hospital spent 37.88% of their total drugs expenditure for antibiotic (1.952.881.880 rupiahs).
This study took place in Pharmaceutical Department of Awal Bros hospital during January 2001 thorough June 2001 period that aimed to identify the availability of antibiotic, and to develop the most economical procurement plan as well as to manage the availability.
By doing so it was expected the hospital could manage the availability of antibiotic in terms of amount and type. The availability of antibiotic was grouped into different categories according to level of utilization, investment as well as critical index by using ABC analysis. This approach aimed to control level of antibiotic availability, an effort to identify priority in next procurement by considering its investment level and critical index. Information on critical index was gathered from selected residence physicians that had been known as frequent users.
The ABC critical index analysis revealed that group A (75- 20-5) represented the highest investment totaling 66.51% of total expenditure, consisted of 32 item of antibiotic (9.33%); group B represent 28.99% of total expenditure (126 items) and group C represent 4.50% of total expenses. The total group A 75-20-5 with categories according to level of utilization, investment as well as critical index consisted 74 items, if grouped to generic drugs the least would decrease to 60 items. This approach which aimed to control level of antibiotic availability, can be utilized to identify priority in next procurement by considering its investment level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>