Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136575 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anang Triyono
"Tesis ini membahas KAP-KAP yang tidak termasuk dalam "the big four" mengalami kesulitan untuk mendapat pekerjaan melakukan audit emiten yang memiliki "big asset" atau emiten yang tergolong perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan induk perusahaannya yang berada di Amerika Serikat karena adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam bentuk penyalahgunaan posisi dominan oleh KAP yang termasuk dalam "the big four". Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyarankan kepada Pemerintah c.q. Departemen Keuangan agar menghapus Permenkeu No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik pada Pasal 27 ayat (3) huruf e yang dapat berpotensi anti persaingan.

The focus of this study is non "the big four" Public Accountant Offices who have difficulties to audit "big assets" public listed companies or foreign capital companies who have principal office in the US due to monopolistic practices and unfair competition in the form of abuse of dominant position by "the big four" Public Accountant Offices. This research is quantitative and qualitative with description design. The result suggests to the government c.q. Finance Minister to eliminate Minister of Finance Regulation Number 17/PMK.01/2008 concerning Public Accountant Services especially Article 27 subparagraph (3) e which potentially lead to anti-competition."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28760
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Saffanah Yusuf
"Skripsi ini membahas mengenai adanya dugaan pelanggaran tying agreement dan penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Telkom pada produk IndiHome berdasarkan putusan KPPU No. 10/KPPU-I/2016. Adanya dugaan praktik anti persaingan tersebut ditenggarai dengan adanya perjanjian berupa formulir berlangganan triple play IndiHome yang diduga memaksa konsumen untuk berlangganan triple play IndiHome sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain dan wajib untuk menggunakan ketiga layanan sekaligus. Selain itu Telkom sebagai market leader dengan presentase 99 pangsa pasar atas jasa layanan telepon tetap di Indonesia diduga berpotensi melakukan penyalahgunaan posisi dominan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah penjualan yang dilakukan oleh Telkom pada produk IndiHome secara bundling diperbolehkan UU No. 5 Tahun 1999 dan apakah tindakan yang dilakukan oleh Telkom pada produk IndiHome dapat dikatakan sebagai praktek tying agreement menurut hukum persaingan usaha. Penulisan skripsi ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data primer dan sekunder.
Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa penjualan triple play IndiHome yang dilakukan Telkom merupakan mixed bundling dan saat ini dikenal sebagai technological tying sehingga hal tersebut tidak melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

In this research, the author brings an issue about alleged violation of tying agreement and abuse of dominant position which done by PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Telkom on IndiHome product based on The KPPU Verdict No. 10 KPPU I 2016. This presumption about anti competition practice caused by an agreement form of IndiHome triple play subscription which allegedly force customers to subscribe triple play IndiHome and to use all three services at once, without giving any options. Beside that, as a market leader fixed line services with 99 market share in Indonesia, Telkom is potentially misusing its dominant position which will interrupt the healthy competition in the industry.
The core issue in author's research is to discuss whether sales efforts on IndiHome product undertaken by Telkom in bundling strategy is legal or not according to Monopoly Law Number 5 1999 and whether the actions taken by Telkom on IndiHome product can be regarded as the practice of tying agreement according to business competition law. This is juridical normative research using primary and secondary data.
The result of author's research shows that triple play Indihome selling efforts done by Telkom is one example of mixed bundling practice and known as technological tying nowadays, so that it does not break the rule of Monopoly Law Number 5 1999.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Al Dhiya Adha
"Posisi dominan secara ekonomi sesungguhnya diperbolehkan dan tidak dilarang. Namun posisi dominan dapat menjadi awal mula dari perilaku yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang diatur dalam pasal 25 tentang penyalahgunaan posisi dominan. Karena telah banyak sekali kasus-kasus tentang penyalahgunaan posisi dominan di Indonesia, maka penelitian ini lebih difokuskan terhadap implementasi dari pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan melihat dari unsur-unsur yang dimiliki oleh pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Penelitian ini juga melihat efektifitas dari pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan menggunakan teori efektifitas hukum oleh Clarence J Dias yang dimana teori tersebut lengkap dan dengan analisa yang mendalam karena teori ini menjabarkan tentang efektifitas hukum dari segala aspek yang bersangkutan. Dari artian hukum itu sendiri, penerapan dari hukumnya pihak yang terlibat dalam hukum tersebut dan juga pihak yang menjalani dan menerapkan hukum tersebut. Kasus-kasus yang digunakan adalah kasus dari PT. ABC, PT. Carrefour Indonesia, dan juga PT. Forisa Nusapersada. Ketiga kasus tersebut dalam putusan yang dibuat oleh KPPU terbukti telah memenuhi unsur dari pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Namun beberapa dari kasus tersebut telah dibatalkan putusannya dengan digantikan dengan putusan pengadilan negeri dan juga tingkat mahkamah agung.

Having a dominant position within an economy or market is not prohibited by law. However, this dominant position could encourage prohibited behaviors and abuse such as stated within the Indonesian constitution, within article 25, number 5 Year 1999 on abuse of dominant position. Due to this reason, there are so many cases of abuse of dominant position in Indonesia. This research is focused on the implementation of article 25 Number 5 Year 1999 by looking at the elements owned by Article 25 of Law Number 5 Year 1999. This study also looked at the effectiveness of Article 25 of Law Number 5 Year 1999 using the theory of legal effectiveness by Clarence J Dias, describing a thorough analysis and the legal effectiveness of all aspects concerned. From the meaning of the law itself, the application of the law of the parties involved in the law as well as those who undergo and apply the law. The study case used in this research focuses on PT. ABC, PT. Carrefour Indonesia, and also PT. Forisa Nusapersada. The three cases has been identified by KPPU proved to have fulfilled the element of article 25 of Law Number 5 Year 1999. These three companies have been found guilty by KPPU in violations according to article 25 of Law Number 5 Year 1999. However, some of these court decisions have been void, replaced with the decision of the district court and the Supreme Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nova Herlangga Masrie
"Kemajuan teknologi yang cepat dan liberalisasi pasar telekomunikasi telah memicu lahirnya jenis-jenis jasa telekomunikasi baru secara signifikan. Konsekuensinya, ketersediaan jaminan interkoneksi yang reliable antar operator, baik pada skala lokal, nasional, regional maupun internasional, merupakan prasyarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan beragam jenis layanan telekomunikasi. Ketiadaan interkoneksi yang memadai antaroperator dapat menyebabkan penyelenggaraan berbagai jasa telekomunikasi menjadi terhambat dan tidak efisien karena setiap penyelenggara telekomunikasi hanya dapat tersambung dengan jaringannya masing-masing. Berakhirnya hak eksklusivitas dari TELKOM dalam penyelenggaraan jasa dan jaringan SLJJ di Indonesia menjadikan Indosat mendapat lisensi sebagai operator sambungan lokal dan SLJJ. Karena keterbatasan jaringan domestiknya, Indosat sangat bergantung pada interkoneksi dan TELKOM sebagai incumbent operator agar dapat memberikan layanan kepada pelanggan jasa telekomunikasi dasar untuk melewatkan maupun menterminasi jasa. Hal ini dapat digunakan incumbent untuk menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya dengan melakukan penolakan atau memperlambat pemberian interkoneksi, menghalangi konsumen atau pelanggan Indosat untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan operator pesaing, dan menetapkan syarat-syarat interkoneksi yang tidak adil dengan tujuan untuk mencegah dan/atau menghalangi operator lain untuk mendapatkan jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. Peraturan yang ada sudah cukup mengatur penyalahgunaan posisi dominan dalam penyelenggaraan interkoneksi jasa SLJJ dalam era duopoli ini. Untuk pengaturan kedepannya diperlukan aturan teknis tambahan seperti pemenuhan interkoneksi secara tepat waktu, tersedianya prosedur negosiasi interkoneksi yang baku dan terbuka untuk umum, perjanjian interkoneksi yang terbuka untuk umum dan penawaran interkoneksi yang transparan; dan prosedur dan jangka waktu penyelesaian sengketa interkoneksi yang wajar."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Prima E.S.
"Suatu program pemastian Suatu program pemastian dan peningkatan kualitas dirancang untuk memungkinkan suatu evaluasi kesesuaian aktivitas audit internal terhadap definisi dan standar audit internal, serta evaluasi apakah auditor internal telah menerapkan kode etik yang berlaku. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terpenuhinya kualitas standar departemen audit internal PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. yang sesuai dengan standar IIA dan mengetahui persepsi pemakai terhadap kualitas departemen audit internal. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat descriptive comparative dengan metode penelitian trend analysis dari studi lapangan. Hasil penelitian adalah program quality assurance belum digunakan secara optimal sebagai upaya peningkatan kualitas yang berarti serta penilaian pemakai memiliki perbedaan persepsi dalam menilai kualitas departemen audit internal. departemen audit internal

An assurance and quality improvement program is designed to enables an evaluation of the suitability of the internal audit activity and the definition of internal auditing standards, as well as evaluating whether the internal auditors have implemented a code of ethics. The objective of this study was to determine the fulfillment of the quality standards PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk?s internal audit department in accordance with the IIA standards and determine the users perception on the quality of the internal audit department. This study used a descriptive comparative approaches with trend analysis research method from the study field. The results of this research is the quality assurance program is not used optimally as a significant quality improvement efforts as well as the users assessment have different perception in assessing the quality of the internal audit department."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T55454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Nuril Aqmarina
"Persaingan usaha di Indonesia, yang pada pokoknya diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, secara garis besar dibuat untuk memberikan kejelasan hukum dan perlindungan yang sama rata kepada seluruh pelaku usaha dalam menjalankan usaha dengan membatasi terjadinya monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Salah satu bentuk praktik usaha yang dilarang dalam UU tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan melakukan perjanjian tertutup, dimana perwujudan dari adanya perjanjian tertutup dapat berupa perjanjian mengikat (Tying Agreement). Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 ketentuan pasal 15 ayat 2 mengenai tying agreement yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Terlapor) terkait dengan pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi dan pemasaran pupuk non-subsidi. Dugaan tersebut didasari dengan ditemukannya Perjanjian Jual Beli Pupuk Bersubsidi yang memuat klausul tambahan dimana distributor diharuskan membeli produk lain (pupuk non-subsidi) dari pihak Terlapor. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah perjanjian yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk dapat dikatakan sebagai praktek tying agreement menurut hukum persaingan usaha, dan apa langkah yang kemudian dapat dilakukan oleh pihak Terlapor atas kasus tersebut. Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk terbukti memenuhi unsur pelanggaran tying agreement dan  melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

Business competition in Indonesia, regulated under Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, was created to give legal clarity and equal protection to all business actors in conducting business by limiting the establishment of monopolies and/or unfair business competition. One condition of an unfair business practice prohibited by the law is the abuse of the dominant position and entering into closed agreements, where the embodiment of closed agreements can be in the form of tying agreements. In this thesis, the author will discuss the alleged violation of Law Number 5 Year 1999 provisions of article 15 paragraph 2 regarding the tying agreement by PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Reported Party) related to the distribution of subsidized fertilizers and the marketing of non-subsidized fertilizers. This alleged violation was based on the discovery of the Sale and Purchase Agreement of Subsidized Fertilizer, which contained an additional clause in which the distributor was required to purchase another product (non-subsidized fertilizer) from the Reported Party. The issues addressed in this thesis are whether or not the PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk agreement is classified as a tying agreement according to business competition law and what actions can be taken by the Reported Party according to this case. The results of writing this thesis show that PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk has fulfilled all of the tying agreement elements, thus violating Law no. 5 Year 1999."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gary Linggar
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan studi kasus mengenai peran internal auditor pada implementasi ICoFR di PT Telkom Indonesia Tbk. Metode yang digunakan pada tesis ini adalah penelitian kualitatif dengan cara studi literatur dan studi lapangan pada internal audit Telkom. Terdapat beberapa peran internal audit. Faktanya, peran internal audit dalam implementasi ICoFR tidak disebutkan dalam Sarbanes-Oxley Act, namun The IIA membuat panduan atas peran internal audit tersebut. Berdasarkan pada panduan tersebut, peran internal audit di Telkom akan dievaluasi. Peran utama internal audit Telkom dalam implementasi ICoFR adalah menguji desain yang dibuat oleh tim manajemen risiko dan menguji operasi yang dilakukan oleh unit-unit bisnis terkait. Karena perusahaan sudah mengimplementasi ICoFR sejak tahun 2006, perusahaan sudah cukup stabil dalam desainnya, sehingga sebagian besar defisiensi berupa defisiensi operasional. Peran tersebut akan dievaluasi berdasarkan Auditing Standard No. 5 dan kasus praktiknya akan dibahas pada Plain Old Telephone Service dalam siklus pendapatan.

ABSTRACT
This thesis is a study case pertaining to internal audit?s role in Internal Control over Financial Reporting (ICoFR) implementation at PT Telkom Indonesia Tbk. The method in this thesis is qualitative research by doing a study of the literature and studies in the field of internal auditing. There are numerous roles of internal audit. In fact, in Sarbanes-Oxley Act itself, internal audit?s role is not mentioned, yet The IIA published a practical guide for internal audit?s role in ICoFR implementation. Based on the guide, internal audit?s role at Telkom will be evaluated. At Telkom, the main role of internal audit in ICoFR implementation is to test the effectiveness of design and its operational. Owe to the fact that the implementation started from 2006, the design has been stabilized reasonably well, therefore most of the deficiencies came from the operational deficiencies. That particular role of internal audit will be evaluated based on PCAOB Auditing Standard No. 5, while its practical case in Telkom will be given at Plain Old Telephone Service in Revenue Cycle."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T55457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma`ruf
"ABSTRAK
Sebagai sarana transaksi, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. menyediakan
perjanjian baku. Perjanjian baku digunakan karena efektif dan efisien. Di sisi lain
perjanjian baku yang dibuat PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. tersebut
menimbulkan persoalan baru karena tidak mempresentasikan posisi kesetaraan
asali karena kekuatan tawar yang tidak seimbang antara PT. Telekomunikasi
Indonesia Tbk. yang memiliki kedudukan lebih kuat secara psikologis dan
ekonomis dibandingkan dengan konsumen sebagai pengguna jasa. Menjadi
permasalahan kemudian adalah adakah penerapan konsep kesetaraan asali dalam
perjanjian baku yang dibuat PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. dan
bagaimanakah implikasi hukum sebagai akibat tiadanya konsep kesetaraan asali
dalam perjanjian baku yang dibuat PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif, yang diwujudkan dengan
melakukan studi dokumentasi berbagai sumber hukum, bahan kepustakaan serta
artikel yang relevan dengan pembahasan. Hasilnya kemudian dianalisa secara
deskriptif komparatif untuk memperoleh gambaran bagaimana posisi kesetaraan
asali dalam perjanjian baku yang dibuat PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk

ABSTRACT
As a means of its transaction, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. draws a
standard contract. A standart contract is used because of its effectiveness and
efficiency. On the other side, a standard contract made by PT. Telekomunikasi
Indonesia Tbk. raises problems as it doesn’t reflect originally position of equality
because doesn’t balanced bargaining position of PT. Telekomunikasi Indonesia
Tbk. has a position which is psychologically and economically superior against its
consumer as client. The issues to be addressed are there originally position of
equality concepts in standard contract drawn by PT. Telekomunikasi Indonesia
Tbk. and law implication there are not originally position of equality concepts in
standard contract drawn by PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk
There search is juridical normative, it conduct docu,ent study on sources of law,
library materials, and articles relevant with the research topic. Then it analyses
data in descriptive and qualitative manner in order to obtain a description about
originally position of equality in standard contract drawn by PT. Telekomunikasi
Indonesia Tbk"
Universitas Indonesia, 2009
T37266
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Listiatun
"Skripsi ini membahas tentang analisis terhadap dugaan terjadinya penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh PT Nusantara Sejahtera Raya (Cineplex 21) terhadap PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex).Berawal dari laporan PT Graha layar Prima (Blizt Megplex) ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang melaporkan terjadinya dugaan PT Nusantara Sejahtera Raya (Cineplex 21) telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang tercantum dalam pasal 17, pasal 18, dan pasal 19 tentang monopoli,monopsoni dan penguasaan pasar. Dan pasal 25, pasal 26,pasal 27 tentang posisi dominan serta pasal 15 tentang perjanjian tertutup. PT Nusantara Sejahtera Raya (Cineplex 21) menguasai sebagian besar perbioskopan di Indonesia (67,6 %) dan 76,9 % jumlah layar di Indonesia sehingga memiliki jangkauan pasar lebih besar dari jaringan perbioskopan sedangkan sisanya dimiliki oleh PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex) dan pengusaha perbioskopan lainnya.
Pokok permasalahan tulisan ini terletak apakah PT Nusantara Sejahtera Raya (Cineplex 21) telah melakukan pelanggaran seperti yang diindikasikan oleh PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menerima laporan dugaan pelanggaran tersebut sesuai bidang tugasnya melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan pelaku usaha juga melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan. Pada dasar dan pertimbangan Komisi Penggawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menolak dan tidak menemukan bukti yang mengindikasikan adanya pelanggaran sebagaimana dilaporkan oleh PT Graha Layar Prima (Bliz Megaplex). Dalam klarifikasi Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) tidak melanjutkan laporan PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex) dengan alasan laporan tersebut dianggap tidak lengkap dan tidak mampu menunjukkan adanya dugaan pelanggaaran Undang?Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

This mini-thesis discusses the Analysis of allegations of abuse of dominant position by PT Nusantara Sejahtera Raya (21 Cineplex) against PT Graha Layar Prima (Blitzmegaplex). Starting from the report PT Graha Layar Prima to the Bussines Competition Supervisory Commission (KPPU) which reported the alleged PT Nusantara Sejahtera Raya (21 Cineplex) has committed an offense against the Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices an Unfair Business competition contained in article 17, article 18 and article 19 of the monopoly, Monopsony, and Market domination. And article 25, article 26, article 27of the dominant position as well as article 15 of the enclosed agreement. PT Nusantara Sejahtera Raya (21 Cineplex) controlled most of the cinemas in Indonesia (67,6 %) and 76,9 % in Indonesia so that number of screens has a range greater than the network market cinemas while the rest is owned by PT Graha layar Prima (Blitz Megaplex) and other cinemas entrepreneurs.
Subject-matter of this paper is whether the PT Nusantara Sejahtera raya (21 Cineplex) has committed an offense as indicated by PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex). Business Competition Supervisory Commission (KPPU) that receive reports of alleged violations such as field duty conduct an assessment of bussines activity and business actors also do an assessment of the presence or absence of abuse of dominant position. On the basis and considerations of the Businnes Competition Supervisory Commission (KPPU), which rejected and found no evidence indicating the existence of violations as reported by the PT Graha layar Prima (Blitz Megaplex). In clarification of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) did not continue in its Report. The Graha Layar Prima (Blitz Megaplex) by reason of the report is considered incomplete and unable to show any alleged violations of Act No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24855
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>