Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120039 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Ronald Partogi
"Skripsi ini membahas peran pemerintah dalam penyelesaian kemelut di wilayah pertambangan minyak di Sumatra Utara 1949-1957. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tindakan apa saja yang dilakukan pemerintah dalam upaya penyelesaian dan memperbaiki wilayah pertambangan ini pasca penandatangan perjanjian KMB. Dimasa setelah penandatanganan persetujuan muncul dua pandangan besar ketika itu, yakni yang pro-nasionalisasi dengan yang pro-pengembalian. Sejak saat itulah status wilayah pertambangan ini menjadi kemelut dan timbul berbagai konflik di wilayah pertambangan ini.
Di masa parlementer, setiap kabinet mengeluarkan berbagai kebijakan guna mengatasi permasalahan di wilayah pertambangan. Akan tetapi berbagai kebijakan yang diterapkan tidak berkelanjutan, hal ini menyebabkan masalah pertambangan tidak kunjung usai dan menjadi terkatung-katung. Pergantian kabinet nantinya juga mempengaruhi timbulnya konflik diantara kalangan pegawai tambang.
Untuk mengakhiri ini semua, maka setelah dibatalkannya perjanjian dalam KMB, pemerintah memutuskan untuk tidak mengembalikan tambang ini kembali kepada Shell dan memilih untuk mengelolanya sendiri, yang kemudian diserahkan kepada Militer. Dengan pengangkatan militer ini, kemelut di wilayah pertambangan ini dapat segera di atasi, dan keberhasilan yang dicapai adalah dengan pendirian PT. ETMSU. Para pemimpin daerah turut dilibatkan dalam jajaran direksi sebagai jawaban dari tuntutan mereka terkait penyelesaian masalah di wilayah pertambangan ini. Pada tanggal 10 Desember 1957, dikeluarkanlah akta pendirian PT PERMINA yang sebelumnya adalah PT ETMSU. Sejak penetapan ini secara resmi Bangsa Indonesia memiliki maskapai perusahaan minyak sendiri.

This undergraduate thesis analyzes the role of the Government in the solution of the oil crisis in the mining area of Northern Sumatra, 1949-1957. The objective of this study is to show the actions of the Government in effort to improve the area of mining settlement and subsequent to the signing of this agreement in the Round Table Conference. Two perspectives appears after tihe signing of the agreement, the pro-nationalization and the pro-reembolso perspective. Since then the situation of the mining region is in the chaos and conflictive.
During parliamentary era, Cabinet of Ministers issues variety of policies to address problems in mining areas. Nevertheless, various policies that applied are not sustainable, it caused problems and a drift of production proceeds. Replacement of the Cabinet would also affect the frequency of conflicts between mine worker later on.
The government decided not to return the field back to Shell and choose to manage it themselves, yet they handed it over to the military to bring the problem to an end, after the cancellation of the deal in the Round Table. As the government appointed the military, the chaos in the mining area can be quickly resolved, and the success achievement is by establishing PT. ETMSU. Local leaders involved in the board of directors in response to their demands associated with solving problems in mining areas. On December 10, 1957, The Act of Formed certificate formerly PT PERMINA is PT ETMSU was issued. Since this designation The Indonesian Republic officially announce their own airlines oil copmpany.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S498
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Naswandi
"ABSTRAK
Usaha menata sektor pertambangan di Indonesia di mulai sejak adanya usulan dari kalangan DPRS berupa mosi Teuku Muhamad Hasan pads bulan Agustus tahun 1951. Mosi ini mendesak pemerintah untuk segera membuat undang-undang pertambangan yang baru untuk mengantikan Indiche mijnwet(INNS). Dengan adanya mosi itu telah mengilhami pemerintah untuk terus pengadakan penataan pada sektor pertambangan (khususnya pertarnbangan minyak bumi). Terbukti dengan di bentuknya PNUP dan kemudian dua buah panitia ahli untuk membantu PNUP dalam menjalankan tugasnya. Barulah pada tahun 1960 kita berhasil membuat undang-undang pertambangan baru yang di kenal dengan UU no.44 tentang pertambangan minyak dan gas bumi. Berdasarkan undang-undang itulah kita mengadakan kontrak karya dengan beberapa perusahaan pertambangan minyak asing pada masa itu. Tidak lama setelah pemberlakuan undang-undang itu negara kita kembali mengalami kekacauan politik yang sangat menganggu perkembangan sektor perekonomian Nasional. Setelah Gestapu berhasil di tumpas dan Orde Barupun mulai berkuasa di Indonesia, kitapun segera mengadakan penataan kembali pada semua sektor perekonomian negara, termasuk sektor pertambangan. Seining dengan iklim pembangunan yang dihembuskan oleh Orde Baru, maka di bidang pertambanganpun terjadi banyak perubahan Semakin banyaknya perusahaan pertambangan asing (terutama minyak bumi) yang ingin mengadakan operasinya di Indonesia, maka pemerintahpun harus memikirkan kembali sistem kerjasama yang baru, karena kontrak karya yang selama ini menjadi model bagi kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan-perusahaan pertambangan asing tersebut dirasakan tidak cocok lagi dengan perkembangan dunia pertambangan (khususnya minyak bumi) pada saat itu yang sudah sedemikian maju. Berdasarkan alasan itu, maka Dr. Ibnu Sutowo (menteri pertambangan pada saat itu) merancang suatu model kerja sama baru yang kemudian dikenal dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem baru ini perusahaan pertambangan milik negara memiliki peranan yang sangat besar dalam mengawasi jalannya operasi perusahaan pertambangan asing tersebut. Dan untuk lebih mengefesienkan peranan perusahaan negara tersebut, make pada Tanggal 20 Agustus 1968 di bentuklah PERTAMINA (Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional) yang merupakan hasil dari penggabungan dua buah perusahaan pertambangan milik negara yang ada pada saat itu. Dengan adanya penggabungan ini diharapkan efektipitas dan daya kerja dari perusahaan pertambangan milik negara tersebut semakin. meningkat. Dengan demikian Pertamina menjadi satu-satunya perusahaan yang memegang hak kuasa pertambangan negara di bidang minyak bumi dan menjadikannya sebagai pengawas terhadap semua usaha pertambangan minyak dan gas bumi di seluruh kepulauan Indonesia.

"
1996
S12524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasril Affandi
"Usaha pertambangan merupakan suatu cara untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi suatu sumber daya alam yang terkandung di dalam perut bumi. Pada pengusahaan sektor pertambangan minyak dan gas bumi memerlukan modal yang besar, teknologi mutakhir dan kemampuan sumber daya manusia yang ahli di dalam pelaksanaan pertambangan minyak dan gas bumi. Tesis ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan hukum normatif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder berupa literatur hukum, artikel, ensiklopedi dan peraturan perundang-undangan.
Adapun pokok permasalahan yang dibahas dalam Tesis ini mengenai konsepsi pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia, peranan hukum terhadap investasi pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia, dasar pengaturan mengenai investasi di Indonesia pada umumnya dan investasi di sektor pertambangan minyak dan gas bumi pada khususnya. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, hal itu merupakan amanah konstitusi. Untuk dapat menikmati kekayaan sumberdaya alam tersebut, maka diperlukan pengusahaan secara langsung oleh Negara ataupun pengusahaan tidak langsung, mengingat keterbatasan modal, teknologi dan kemampuan SDM maka dipilihlah konsep investasi dengan bekerjasama dengan pihak swasta nasional maupaun swasta nasional, melihat perkembangan investasi sektor pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia dikenal sistem Konsesi berdasar Indische Mijn Wet, Kontrak Karya berdasarkan Undang-Undang No. 44 Prp. Tahun 1960, Kontrak Production Sharing berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 dan Kontrak Kerja Sama berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 2001. Melihat konsep investasi sektor pertambangan minyak dan gas bumi yang pernah diterapkan di Indonesia memerlukan payung hukum berupa peraturan perundangundangan. Hukum dalam dunia investasi berperan sebagai faktor pendorong apabila hukum dapat menciptakan certainly (kepastian), predictability (dapat diprediksi) dan fairness (untuk keadilan)."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Widyastuti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S22897
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Dinda Nurasih
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S26257
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Nindya Novianty
"Semenjak berlakunya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, fungsi regulator Pertamina diserahkan kepada BP Migas dan status Pertamina diubah menjadi PT (Persero). Hal ini menyebabkan kedudukan PT Pertamina (Persero) sejajar dengan kontraktor migas lainnya. PT Pertamina (Persero) kemudian membentuk PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) yang kemudian mengadakan kontrak kerjasama dengan BP Migas. Kontrak ini disebut Kontrak Minyak dan Gas Bumi Pertamina. Berdasarkan uraian tersebut, kemudian timbul pertanyaan mengenai kewenangan para pihak dalam kontrak, mengapa kontrak disebut Kontrak Minyak dan Gas Bumi Pertamina dan bukan kontrak production sharing saja, apa perbedaan dan persamaan kontrak dengan kontrak production sharing pada umumnya dan bagaimana analisa berbagai kemudahan yang diberikan kepada PT Pertamina EP dalam peraturan perundangan tentang migas dan kontrak.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau buku sebagai bahan penelitian. Kewenangan BP Migas pada dasarnya bersumber dari amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang kemudian ditegaskan dan dijabarkan lagi dalam UU No. 22 Tahun 2001. Kewenangan PT Pertamina EP juga bersumber dari UU No. 22 Tahun 2001 yang mengubah status Pertamina dan PP No. 35 Tahun 2004 yang mengamanatkan pembentukan anak perusahaan untuk setiap wilayah kerja PT Pertamina (Persero). Kontrak antara BP Migas dan PT Pertamina EP ini sebenarnya adalah kontrak production sharing karena ketentuannya sama dengan kontrak production sharing pada umumnya kecuali ketentuan mengenai wilayah kerja kontrak yang luas bekas Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) Pertamina, besaran pembagian hasil yang sama dengan ketentuan yang berlaku pada WKP Pertamina, jangka waktu kontrak yang tidak ditemukan pengaturan masa eksplorasi dan eksploitasi, larangan pengalihan keseluruhan hak dan interest kepada pihak bukan afiliasi dan penyisihan wilayah kerja yang termasuk kecil yaitu minimum 10% pada atau sebelum akhir tahun kontrak kesepuluh. Berdasarkan peraturan perundang-undangan migas dan kontrak tersebut, PT Pertamina EP diberikan beberapa kemudahan yang mengindikasikan bahwa hanya perannya sebagai regulator yang dicabut, sedangkan sebagai player tetap sama seperti dulu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Novaria
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>