Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139422 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwansyah
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S34303
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan
"Proses pengolahan yang umum dilakukan untuk pengolahan limbah cair industri tekstil adalah koagulasi. Namun proses koagulasi jika tidak dilakukan dengan dosis yang tepat dapat menghasilkan sludge yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut lagi yang tentunya meningkatkan biaya operasi. Ozon sebagai oksidator kuat dapat mengoksidasi senyawa-senyawa organik, meningkatkan derajat biodegrability dan menurunkan toxicity pada air limbah. Selain itu proses ozonasi dapat membantu mengurangi dosis penggunaan koagulan sehingga dapat mengurangi sludge yang terbentuk dari proses koagulasi.
Oleh karena itu perlu diketahui dosis koagulan dan lamanya waktu ozonasi yang optimum untuk mereduksi COD dan menurunkan berat sludge. Penelitian ini menguji pengaruh ozonasi terhadap peningkatan kinerja koagulasi dari suatu limbah cair industri tekstil. Pertama-tama limbah hanya dikoagulasi dengan variasi jenis koagulan inorganik dan organik. Dosis koagulan optimum ditentukan melalui metode jar-test. Proses berikutnya limbah diozonasi kemudian dilanjutkan koagulasi sambil dilakukan variasi waktu ozonasi untuk mengetahui pengaruh ozon terhadap penyisihan COD, dosis koagulan, perubahan berat sludge.
Hasil penelitian menunjukan bahwa koagulasi dengan koagulan organik (N8100) memberikan % reduksi COD yang lebih besar dan dosis yang lebih sedikit dibandingkan dengan koagulan N3276. Dosis optimum yang didapat adalah ketika menggunakan koagulan N8100 sebanyak 40 mg/L mampu mereduksi COD sebesar 62,37%. Ozonasi selama 30 menit, menurunkan penggunaan dosis koagulan N8100 menjadi 30 mg/L, mampu mereduksi COD sebesar 61,68% dan menurunkan berat sludge sebesar 16,87%. Proses variasi waktu preozonasi tidak berpengaruh secara signifikan dalam hal mereduksi COD pada penelitian ini.

Coagulation is the common process in the textile wastewater treatment. Nevertheless, if it was done with improper coagulant dosage it would produce sludge that must be treated subsequently which will raise the operational cost. Ozone as the strong oxidator is able to oxidize the organic matters, increase the biodegrability, and reduce the toxicity of wastewater. Moreover, ozonation can reduce the coagulant consumption and the sludge which is produced at the coagulation process.
Therefore, it is significant to find out the optimum coagulant dosage and duration of ozonation process for COD removal and sludge reduction. This research test the effect of ozone to the coagulation process at textile wastewater treatment. First, the textile waste water was coagulated with varying kind and dosage of coagulant which were inorganic and organic coagulant. Jartest is used to determine the optimum dosage of coagulant. At the next step, textile wastewater was ozonated with varying duration of ozonation. After the ozonation process, it was continued with coagulation process. The changing of COD and sludge mass is measured to know the effect of preozonation process to the coagulation process.
As the result, organic coagulant (N8100) at little dosage gives higher COD removal than inorganic coagulant (N3276). The optimum dosage of coagulant is reached at 40 mg/L with organic coagulant, and it gives 62,37 % of COD removal. Ozonation in 30 minute reduces the consumption of organic coagulant to 30 mg/L, gives 61,68% of COD removal, and reduces 16,87 % of the sludge mass. The variation of preozonation duration doesn't significantly effect the COD removal.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49786
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Exa Saputra
"ABSTRAK
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri batik masih mengandung zat warna serta bahan pencemar lain dalam konsentrasi yang sangat tinggi, sehingga dapat menurunkan kualitas ekosistem perairan jika langsung dibuang tanpa pengolahan. Oleh karena itu, pada penelitian ini, limbah cair batik diolah dengan menggunakan teknik kavitasi hidrodinamika, ozonasi, dan kombinasi keduanya. Oleh karena kandungan bahan pencemar pada limbah cair batik sangat tinggi, maka untuk meningkatkan efektivitas proses pengolahan limbah dilakukan pralakuan dengan menggunakan teknik koagulasi-flokulasi berbasiskan penggunaan koagulan PAC. Setelahnya proses pengolahan limbah utama dilakukan dengan melakukan variasi laju alir sirkulasi limbah pada 2 L/menit, 4 L/menit, dan 6 L/menit. Parameter pH awal limbah juga divariasikan menjadi 4, 7, dan 10 sebagai representasi kondisi asam, netral, dan basa. Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu pada aplikasi teknik kombinasi kavitasi hidrodinamika dan ozonasi yang memberikan persentase penyisihan kadar TSS, COD, warna (Pt-Co), dan TOC sebesar 95,19%; 78,85%; 96,42%; dan 60,56% selama 60 menit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Aditya
"Limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu masih mengandung padatan tersuspensi dan oksigen terlarut yang dapat mencemari perairan. Oleh karena itu harus diturunkan kadarnya sebelum dibuang. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kombinasi metode koagulasi-flokulasi dan mikrofifltrasi untuk mengolah limbah cair industri tahu. Koagulan yang digunakan pada penelitian ini adalah PAC dan membran yang digunakan adalah keramik. Variasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pH limbah 6 hingga 9; tekanan pada proses mikrofiltrasi 0,5 bar, 1 bar, 1,5 bar. Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pH 7 pada tahap koagulasi-flokulasi dan tekanan 1 bar pada proses mikrofiltrasi. Kombinasi proses ini menghasilkan penyisihan COD sebesar 71 , TSS sebesar 98 dan kekeruhan sebesar 97.

The wastewater generated from tofu plant still contains suspended solids and oxygen dissolved that can contaminate water. Therefore, the levels must be lowered before being discharged. This study aims to look at the performance of combination of coagulation flocculation and microfiltration for treating wastewater from tofu plant. Coagulant will be used in this study is PAC and the membrane will be used is ceramic. Variations are made on this study that wastewater pH of 6, 7, 8 and 9 microfiltration pressure of 0,5 bar, 1 bar and 1,5 bar. The best result were obtained from this research that pH 7 is the optimum condition for coagulation flocculation process and 1 bar is the optimum condition for microfiltration. This combination resulted 71 removal of COD, 98 of TSS and 97 of turbidity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Pangestika
"Limbah cair tahu yang tidak diolah merupakan sumber pencemaran yang dapat berakibat buruk bagi kesehatan dan dapat merusak lingkungan. COD dan TSS limbah cair tahu yang belum diolah masing-masing sebesar 8750 mg/L dan 1050 mg/L. Kadar pencemaran yang begitu tinggi ini menyebabkan limbah cair tahu sulit untuk diolah secara biologis. Oleh karena itu, diperlukan sebuah proses kimiawi yang sangat efektif untuk mengolah limbah cair tahu. Pengolahan limbah cair tahu yang dilakukan dalam penelitian ini adalah elektrolisis plasma. Sebelum metode ini dijalankan, pretreatment berupa koagulasi-flokulasi dengan menggunakan koagulan kitosan dilakukan agar dapat lebih menurunkan kadar pencemaran dalam limbah. Larutan kitosan 1 sebanyak 20 mL terbukti efektif dalam menurunkan kadar COD limbah sebanyak 9 dan konsentrasi TSS hingga 74. Pada proses elektrolisis plasma, variasi tegangan menghasilkan H2O2 terbanyak dibandingkan variasi kedalaman anoda. Jumlah H2O2 tertinggi pada variasi ini diperoleh saat menggunakan tegangan 750 V, yaitu sebesar 13,2 mmol. Efek dari tegangan, kedalaman anoda, dan konsentrasi penambahan ion Fe2 juga turut dipelajari dalam mendegradasi COD. Tegangan 750 V merupakan variasi yang terbaik untuk menurunkan COD dalam limbah karena pada tegangan ini, persentase degradasi COD dalam limbah cair tahu dapat mencapai 85.

Untreated tofu wastewater is a source of pollution which has bad impact for health and can damage the environment. The COD and TSS of untreated tofu wastewater were 8750 mg L and 1050 mg L respectively. These high pollution parameters might cause untreated tofu wastewater hard to be treated biologically. Therefore, a chemical method that is truly effective is needed for tofu wastewater treatment. The process of tofu wastewater treatment carried out in this research was plasma electrolysis. Before this method was executed, coagulation flocculation using chitosan coagulant as pretreatment would be carried out in order to reduce further levels of pollution parameters in the wastewater. Chitosan solution 1 as much as 20 mL had been proved to reduce COD of the wastewater to 9 and to degrade TSS to 74 effectively. In plasma electrolysis, the variation of the voltage gave the most H2O2 than the variation of the depth of anode. The highest number of H2O2 in this variation occurred when using 750 V, as much as 13,2 mmol. The effect of voltage, depth of anode, and concentration of ion Fe2 added into the solution were also studied in degrading COD. The voltage of 750 V was the best variation in reducing COD in the wastewater because in this voltage, the percentage of COD degradation in tofu wastewater could reach 85."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T49581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Juliana
"Sebagian besar PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) di Indonesia membuang lumpur hasil produksi langsung ke badan air. Pembuangan lumpur langsung ke badan air dapat menyebabkan kontaminasi biota air akibat zat kimia yang terkandung dalam lumpur. Selain itu, hal tersebut dapat memperburuk kualitas air baku PDAM yang menyebabkan masalah lain bagi PDAM, diantaranya adalah fluktuasi kekeruhan dan tingginya kandungan senyawa organik pada air baku. Guan, Chen, & Shang (2005) menyatakan bahwa lumpur IPAM yang dapat digunakan sebagai koagulan dan memberikan peningkatan penyisihan SS dan COD. Pemanfaatan kembali lumpur IPAM sebagai koagulan pendukung menjadi salah satu solusi aplikatif bagi PDAM yang belum memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur. Metode yang digunakan adalah jartest menggunakan koagulan alum (Al2(SO4)3) dengan matriks air baku Sungai Ciliwung dan air sintetis metilen biru. Pada matriks air baku terdapat 4 variasi, yaitu efek konsentrasi koagulan alum, konsentrasi lumpur alum, kombinasi koagulan alum dan lumpur alum, serta konsentrasi kekeruhan inisial. Setelah seluruh variasi dilakukan dilanjutkan identifikasi variabel bebas yang signifikan dengan desain full faktorial. Sedangkan pada matriks air sintetis biru metilen dilakukan efek konsentrasi koagulan alum, konsentrasi lumpur alum, dan konsentrasi lumpur alum kering. Hasil karakterisasi lumpur IPAM dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran, hasilnya nilai TSS, BOD, COD, Fe, dan Total koliform melebihi baku mutu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lumpur IPAM Citayam harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Kombinasi antara koagulan alum dan lumpur alum dapat menyisihkan kekeruhan sampai 94%, dengan nilai kekeruhan akhir 6,98 NTU. Nilai tersebut melebihi kriteria effluen sedimentasi di IPA Citayam, yaitu 2,52 NTU. Pada matriks air sintetis metilen biru, lumpur IPAM dapat menyisihkan COD sebesar 94% dengan konsentrasi lumpur alum 2%.

Most of Drinking Water Treatment Plant (DWTP) in Indonesia discharge their sludge directly to water body without any treatment. Chemicals that contained in sludge can affect aquatic life. It worsen raw water quality which causes other problems, including turbidity fluctuations and high content of organic compounds in raw water. It has been found that both SS and COD removal efficiencies could be improved by addition of alum sludge (Guan, Chen, & Shang, 2005). Reuse of alum sludge as a coagulant aid can be one of a solution for sludge treatment and disposal. Jar test were performed with alumunium sulphate as a coagulant (Al2(SO4)3) with Ciliwung River raw water and methylene blue synthetic water. There are 4 variations for the raw water, the effect of alum coagulant concentration, alum sludge concentration, combination alum coagulant and alum sludge, and  initial turbidity concentration. After all variations are carried out, the identification of significant independent variables is followed by a full factorial design. Whereas in the methylene blue synthetic water, only the effects of alum coagulant concentration, alum sludge concentration, and dry alum sludge concentration were carried out. The results of the characterization of IPAM sludge were compared with Government Regulation (PP No.82/2001). TSS, BOD, COD, Fe, and Total Coliform in alum sludge exceeded the quality standards. Thus, it can be concluded that the Citayam DWTP sludge must be processed first before being discharged into the water body. The combination of alum coagulant and alum sludge can remove turbidity to 94%, with turbidity value of 6.98 NTU. This value exceeds the sedimentation effluent criteria at Citayam DWTP, which is 2.52 NTU. In methylene blue synthetic water, alum sludge can remove COD by 94% with 2% alum sludge concentration."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Irvi Nurul Jannah
"Industri batik menghasilkan limbah cair dalam volume besar dengan kandungan organik yang tinggi. Zat warna pada limbah cair batik sukar diolah dengan proses biologis sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut untuk mengurangi beban pencemar sebelum dilepaskan ke lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati kinerja dari masing-masing metode kavitasi ultrasonik, ozonasi, dan kombinasi ozonasi dan kavitasi ultrasonik untuk mengolah limbah cair batik yang terlebih dahulu diberikan pralakuan koagulasi-flokulasi dengan koagulan Polyaluminium Chloride (PAC). Variasi yang dilakukan pada penelitian adalah intensitas gelombang ultrasonik (20%, 30%, dan 60%) serta pH limbah (4, 7, dan 10). Pada penelitian ini didapatkan bahwa metode kavitasi ultrasonik dengan intensitas ultrasonik 20% menghasilkan penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 65,59%, 91,51%, dan 93,41%. Pada proses ozonasi dengan pH 4 diperoleh penyisihan COD, TSS, dan warna (Pt-Co) masing-masing sebesar 70,51%, 94,35%, dan 96,10%. Adapun metode kombinasi ozonasi/kavitasi ultrasonik dengan pH 4 dan intensitas ultrasonik 20% menghasilkan penyisihan COD, TSS, dan Pt-Co tertinggi, yakni sebesar 77,02%, 95,15%, dan 94,88% secara berturut-turut.

The batik industry produces large volumes of liquid waste with high organic content. Wastewater treatment is needed to reduce pollutant load before being released into the environment. This study aims to observe the performance of each ultrasonic cavitation, ozonation, and a combination of both methods to treat batik wastewater, which is first given a coagulation-flocculation pre-treatment with Polyaluminium Chloride (PAC) coagulant. Variations made in the study are the intensity of ultrasonic waves (20%, 30%, and 60%) and the wastewater's pH (4, 7, and 10). In this study, it was found that the ultrasonic cavitation method with an ultrasonic intensity of 20% produced COD, TSS, and color (Pt-Co) removal of 65.59%, 91.51%, and 93.41%, respectively. In the ozonation process with pH 4, COD, TSS, and color (Pt-Co) removal were obtained at 70.51%, 94.35%, and 96.10%, respectively. The combined ozonation/ultrasonic cavitation method with a pH of 4 and an ultrasonic intensity of 20% produced the highest removal of COD, TSS, and Pt-Co by 77.02%, 95.1%, and 94.88%, respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parningotan, Samuel
"Industri tekstil adalah salah satu kontributor utama pencemaran air, khususnya pencemaran zat warna. Pencemaran ini umumnya didominasi pada zat warna berjenis AZO yang memiliki dampak buruk bagi manusia dan lingkungan. Penyisihan zat warna AZO melalui pengolahan biologis konvensional menjadi tantangan akibat dari waktu proses yang lama serta sifat toksisitas yang dimiliki zat warna. Pada penelitian ini, penyisihan zat warna diteliti dengan menggunakan proses KFS, FLO, maupun kombinasi keduanya. Penelitian ini dilakukan pada alat jar test dengan menggunakan variasi dosis koagulan (10-80 mg/L), dosis H2O2 (42-1.680 mg/L), dan model kombinasi (KFS-FLO, FLO-KFS, dan FLO/KFS). Penyisihan zat warna Congo red sebesar 89% dicapai pada model kombinasi KFS-FLO pada kondisi 24 mg/L FeCl3, 280 mg/L H2O2, pH 8 (KFS) dan pH 3 (FLO). Hasil ini dibandingkan dengan persentase penyisihan pada kondisi terpilih di setiap masing-masing proses KFS (45%) dan FLO (62%). Selain memberikan efektivitas penyisihan yang tinggi, model kombinasi KFS-FLO menunjukkan penghematan biaya operasional akibat dari berkurangnya penggunaan H2O2 dan penyisihan yang sudah dilakukan koagulan pada proses KFS.

The textile industry is one of the main contributors to water pollution, especially dye pollution. This pollution is generally dominated by AZO-type dyes which harm humans and the environment. Removal of AZO dyes through conventional biological treatment is a challenge due to the long processing time and the toxicity of the dyes. In this study, dye removal was investigated using the CFS, FLO, or a combination of both processes. This research was conducted using a jar test using various coagulant doses (10-80 mg/L), H2O2 doses (42-1,680 mg/L), and combination models (CFS-FLO, FLO-CFS, and FLO/CFS). Congo red dye removal of 89% was achieved in the CFS-FLO combination model at conditions of 24 mg/L FeCl3, 280 mg/L H2O2, pH 8 (CFS), and pH 3 (FLO). This result is compared with the percentage of removal under selected conditions in each of the CFS (45%) and FLO (62%) processes. In addition to providing high removal effectiveness, the combined CFS-FLO model shows operational cost savings as a result of reduced H2O2 usage and coagulant removal in the CFS process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Klara Talenta
"Pencemaran logam berat pada badan air yang merupakan sumber air baku menjadi isu penting dalam teknologi pengolahan air bersih. Saat ini, sebagian besar pengolahan air bersih masih mempergunakan metode konvensional yaitu koagulasi-flokulasi-sedimentasi (KFS). Akan tetapi, metode tersebut belum cukup efektif dalam menyisihkan logam berat dari air baku. Sementara itu, teknologi membran filtrasi diketahui mampu menyisihkan molekul hingga ion termasuk logam berat. Salah satu logam berat yaitu tembaga (Cu) dengan konsentrasi tinggi sebesar 0,07 mg/L yang melebihi batas baku mutu PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkandung dalam sedimen Danau Salam Universitas Indonesia (UI). Oleh karena itu, diperlukan sebuah studi untuk mengkaji efisiensi penyisihan logam Cu dan dosis optimum dari koagulan pada proses KFS serta proses kombinasi dengan ultrafiltrasi (UF) dan mikrofiltrasi (MF). Pada seri pertama eksperimen, air Danau Salam yang mengandung 2 ppm tembaga dalam bentuk tembaga (II) sulfat digunakan sebagai umpan. Eksperimen jar test dan filtrasi vakum dilakukan pada skala laboratorium pada tekanan konstan 0,7 bar menggunakan membran filter PES 0,03 m dan glass microfiber 1,2 m. Parameter kualitas air berupa kekeruhan, Total Dissolved Solid (TDS), dan Cu terlarut, diuji di setiap percobaan untuk mengetahui kinerja sistem KFS dan kombinasi (KFS-UF dan KFS-MF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80,55 ± 0,14% Cu dieliminasi melalui proses KFS-UF dan 76,45 ± 0,64% Cu melalui KFS-MF pada dosis alum optimum 70 mg/L. Meskipun demikian, dosis koagulan alum dapat dikurangi hingga ±50% (30 mg/L) dengan tetap memperoleh penyisihan Cu yang tinggi, yaitu sebesar 88,2 ± 1,13% melalui proses KFS-UF dan 87,35 ± 1,84% melalui KFS-MF.

Heavy metal pollution in water bodies, which are the source of raw water, is an essential issue in water treatment. Currently, most water treatment plants operate by using conventional methods, i.e., coagulation-flocculation-sedimentation (CFS). However, this method is less effective in removing heavy metals. Meanwhile, membrane filtration methods are able to remove pollutants effectively from water, even ions, including dissolved metals. Heavy metals copper (Cu) in the sediments of Lake Salam of Universitas Indonesia (UI) was found at higher concentrations of 0.07 mg/L in comparison to the Government Regulation No. 22 of 2021 on Implementation of Environmental Protection and Management. Therefore, a study is needed to examine the efficiency of Cu removal in the CFS process combined with ultrafiltration (UF) and microfiltration (MF) at the optimum alum dose. In the first series of experiments, Lake Salam water containing two ppm copper in the form of copper (II) sulfate was used as feed. Jar test and vacuum membrane filtration experiments were performed at a laboratory scale at a constant pressure of 0.7 bar using 0.03 μm PES and 1.2 μm glass microfiber membrane filter. Water quality parameters, such as turbidity, Total Dissolved Solid (TDS), and dissolved Cu, were tested in each experiment to determine the performance of the CFS and hybrid systems (CFS-UF and CFS-MF). The results showed that 80.55 ± 0.14% of Cu were eliminated through the CFS-UF process and 76.45 ± 0.64% Cu through CFS-MF in the optimum alum dose of 70 mg/L. However, the coagulant dosage can be reduced to ±50% (30 mg/L) while still obtaining high Cu removal, which was 88,2 ± 1,13% through the CFS-UF process and 87.35 ± 1.84% through CFS-MF."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jati Windriyo
"Air limbah adalah hambatan lingkungan utama untuk pertumbuhan industri tekstil selain masalah kecil lainnya seperti limbah padat dan pengelolaan limbah sumber daya. Industri tekstil menggunakan banyak jenis pewarna sintetis dan mengeluarkan banyak air limbah yang sangat berwarna karena penyerapan pewarna oleh kain sangat buruk. Air limbah batik yang sangat berwarna ini sangat mempengaruhi fungsi fotosintesis pada tanaman. Ini juga berdampak pada kehidupan akuatik karena penetrasi cahaya yang rendah dan konsumsi oksigen. Ini juga bisa mematikan bagi bentuk kehidupan laut tertentu karena terjadinya komponen logam dan klorin hadir dalam pewarna sintetis. Oleh karena itu, air limbah tekstil ini harus diolah sebelum dibuang. Dalam penelitian ini, pengolahan simultan dari Koagulasi-Flokulasi dan Ozon (O3) dipilih untuk mengolah air limbah tekstil dan ozon diharapkan dapat mengurangi dosis koagulan. Oleh karena itu, penambahan bahan kimia dapat sangat dikurangi dalam proses tersebut. Variasi dalam penelitian ini diperlukan untuk mendapatkan kondisi operasi perawatan yang optimal dan dapat dicapai melalui Jar Test dan reaktor skala lab kami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, HOC mencapai hasil degradasi dan reduksi lumpur yang lebih baik dibandingkan dengan proses pengolahan tunggal, yaitu koagulasi-flokulasi dan ozonasi. Untuk dicatat, efektivitas HOC hanya berhasil dalam dosis rendah dosis koagulan, seperti 100 dan 200 ppm. Di atas angka itu, dosis koagulan tidak memerlukan bantuan ozon, karena pada 300 ppm koagulasi mendominasi proses pengolahan.

Wastewater is a major environmental impediment for the growth of the textile industry besides the other minor issues like solid waste and resource waste management. Batik industry uses many kinds of synthetic dyes and discharge large amounts of highly colored wastewater as the uptake of these dyes by fabrics is very poor. This highly colored textile wastewater severely affects photosynthetic function in plant. It also has an impact on aquatic life due to low light penetration and oxygen consumption. It may also be lethal to certain forms of marine life due to the occurrence of component metals and chlorine present in the synthetic dyes. Therefore, this textile wastewater must be treated before their discharge. In this research, Hybrid Ozonation-Coagulation (HOC) was chosen to treat the textile wastewater and ozone is expected to reduce the dosage of coagulant. Therefore, the addition of chemical can be greatly reduced in the process. Variation in this research is required to obtain the optimum operating condition of treatment and can be achieved through Jar Test and our lab scale reactors. The results showed that, HOC achieved the better results of degradation and sludge reduction comparing to single treatment process, namely coagulation-flocculation and ozonation. To be noted, effectiveness of HOC only works out in the low dosage of coagulant dose, such as 100 and 200 ppm. Above that number, the coagulant dose does not need the help of ozone, due to the fact that at 300 ppm coagulation dominating the treatment process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>