Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173152 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S34470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Syamsu Rijal
"Tesis ini ingin mengungkap dan memahami sejarah Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni yang berada di Selat Sunda dari tahun 1912 sampai 2009. Selat ini memiliki posisi yang strategis menyatukan dan melayani dua pulau besar dan utama di Indonesia yaitu Pulau Jawa dan Sumatera. Transportasi utama yang menunjang aktifitas perpindahan barang/komoditi masa ini adalah kereta api. Untuk itu Pemerintah Hindia Belanda memberikan kuasa kepada sebuah perusahaan kereta api yang bernama staatsspoorwegen untuk mengelola bidang transportasi di wilayah Banten, maka dibangunlah Pelabuhan Merak di ujung rel kereta jalur Tanah Abang, Jakarta ke Merak, Banten pada tahun 1912. Pelabuhan ini menunjang kegiatan Hindia Belanda seperti ekspor dan impor barang dari Indonesia ke luar negeri. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, pengelolaan pelabuhan berganti-ganti mengikuti perkembangan politik pemerintahan. Sampai tahun 1948, di Pelabuhan Merak masih beraktifitas kegiatan ekspor barang ke luar negeri. Sementara itu juga Pemerintah Republik Indonesia membuka secara resmi jalur Pelabuhan Merak di Banten dan Pelabuhan Panjang di Lampung tahun 1952. Belanda menyerahkan pengelolaan pelabuhan kepada Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) tahun 1956. Ketika nasionalisasi perusahaan asing dikeluarkan pemerintah Republik Indonesia tahun 1959, pengelolaan Pelabuhan Merak beralih ke Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP). Tahun 1970, Departemen Perhubungan mulai membangun Pelabuhan Bakauheni di Lampung. Sebagai pelabuhan bayangan sementara Pelabuhan Bakauheni dibangun, dioperasikan Pelabuhan Srengsem. Pelabuhan Bakauheni beroperasi tahun 1980. Pelabuhan Merak di Banten dan Pelabuhan Bakauheni di Lampung, masing masing memiliki wilayah belakang. Karakteristik Jakarta dan Jawa Barat terlihat dalam aktifitas muat barang di Pelabuhan Merak, demikian pula halnya di Pelabuhan Bakauheni, dengan Palembang dan Bengkulu sebagai daerah belakang Lampung (dulunya wilayah Sumatera Selatan). Dengan karakteristik yang berbeda tersebut dan dengan analisis ekonomi regional, terlihat adanya aktifitas saling memenuhi kebutuhan kedua wilayah. Pelabuhan Merak dan Pelabuhan Bakauheni di Selat Sunda ke depan, berdasarkan latar belakang sejarah dan posisinya pada jalur pelayaran internasional, sangat mungkin untuk dikembangkan sebagai pelabuhan internasional.

This thesis wants to reveal and understand the history of Merak Port and Bakauheni Port in the Sunda Strait from 1912 to 2009. Strait has a strategic position to unite and serve the two large islands and Indonesia's main island of Java and Sumatra. Major transportation activities that support the movement of goods/commodities this period is the train. For the Government of the Netherlands East Indies provides power to a railroad company named staatsspoorwegen to manage transportation in Banten, Merak, he built a railroad track down the Tanah Abang, Jakarta to Merak, Banten, in 1912. This port supporting the activities of the Dutch East Indies, such as export and import goods from Indonesia to other countries. Post-independence of the Republic of Indonesia, switch port management to follow the development of government policy. Until 1948, the Merak Port is still activity in the Port of exports of goods abroad. While it is also the Government of Indonesia officially opened the path Merak in Banten and the Panjang Port in Lampung in 1952. The Dutch handed over the management port to the Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) in 1956. When the nationalization of foreign companies by the government of the Republic of Indonesia in 1959, the management switched to Merak Port of Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP). In 1970, the Department of Transportation started building Bakauheni Port in Lampung. As a shadow port while Port Bakauheni constructed, operated Port Srengsem. Bakauheni Port operational in 1980. Merak Port in Banten and Bakauheni Port in Lampung, each has a rear area. Jakarta and West Java characteristics seen in the activity of unloading goods at the port of Merak, as well as in Port Bakauheni, with Palembang and Bengkulu as a rear area of Lampung (South Sumatra). With different characteristics and with the regional economic analysis, there appears to meet the needs of each activity both regions. Merak Port and Bakauheni Port in Sunda Strait forward, based on historical background and its position on international cruise lines is quite possible to be developed as an international seaport."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28320
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Monalisa
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S34456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto Ichwan
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17326
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian untuk mengestimasi potensi energi yang dihasilkan oleh arus laut dilakukan menggunakan model hidrodinamika 2 dimensi. Luasnya perairan Indonesia memberikan keuntungan untuk memanfaatkan potensi energi yang dihasilkan oleh pasang surut, gelombang dan arus laut. Pada selat atau tempat-tempat lain yang mengalami penyempitan, arus laut akan sangat kuat sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan energinya. Studi potensi arus laut dilaksanakan di Selat Sunda, Selat Bali, dan Selat Sape (Nusa Tenggara Barat). Potensi energi dari arus laut diambil dengan menghitung persentase kejadian kecepatan arus yang lebih besar dari m/s. Dari hasil simulasi diperoleh kecepatan maksimum arus terjadi pada saat bulan purnama dengan kondisi pasang menuju surut dan surut menuju pasang. "
JSDA 8 (1) 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elmi Julianto Suwono
"Kecamatan Carita terletak di wilayah pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda. Tsunami Selat Sunda yang terjadi tahun 2018 merupakan tsunami yang disebabkan oleh longsoran di bagian tenggara Gunung Anak Krakatau. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat kerusakan fasilitas sosial ekonomi yang disebabkan oleh Tsunami Selat Sunda 2018 dengan tingkat kapasitas masyarakat Kecamatan Carita. Tingkat kerusakan fasilitas sosial ekonomi, tingkat kapasitas masyarakat, serta hubungan antara keduanya dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang dilengkapi dengan skoring dan pembobotan. Desa yang mengalami tingkat kerusakan fasilitas sosial ekonomi paling tinggi yaitu Desa Pejamben dengan skor 2,5, sedangkan desa yang mengalami tingkat kerusakan paling rendah yaitu Desa Sindanglaut dengan skor 0,7. Tingkat kapasitas masyarakat paling tinggi dimiliki oleh Desa Sindanglaut dan Desa Sukajadi dengan skor 2,5, sementara itu desa yang memiliki tingkat kapasitas masyarakat paling rendah dengan skor 1,6 yaitu Desa Banjarmasin. Hubungan antara tingkat kerusakan fasilitas sosial ekonomi dengan tingkat kapasitas masyarakat akan menghasilkan dampak keseluruhan terhadap kejadian tsunami. Hubungan tersebut dapat dinyatakan bahwa desa dengan tingkat kapasitas tinggi memiliki kecenderungan mengalami tingkat kerusakan fasilitas sosial yang lebih rendah. Dampak Tsunami Selat Sunda tahun 2018 paling tinggi terjadi di Desa Banjarmasin dengan skoring 1,4375. Desa Sindanglaut mengalami dampak paling rendah dengan skoring dampak 0,28. Terdapat 3 desa yang tidak terdampak oleh Tsunami Selat Sunda 2018 yaitu Desa Cinoyong, Kawoyang, dan Tembong.

Carita District is located in a coastal area which is directly adjacent to the Sunda Strait. The Sunda Strait tsunami that occurred in 2018 was a tsunami caused by a landslide in the southeastern part of Mount Anak Krakatau. This study aims to analyze the relationship between the level of damage to socio-economic facilities caused by the 2018 Sunda Strait Tsunami and the level of community capacity in Carita District. The level of damage to socio-economic facilities, the level of community capacity, and the relationship between the two were analyzed using a quantitative descriptive method equipped with scoring and weighting. The village that experienced the highest level of damage to socio-economic facilities was Pejamben Village with a score of 2.5, while the village that experienced the lowest level of damage was Sindanglaut Village with a score of 0.7. Sindanglaut Village and Sukajadi Village have the highest level of community capacity with a score of 2.5, meanwhile the village that has the lowest level of community capacity with a score of 1.6 is Banjarmasin Village. The relationship between the level of damage to socio-economic facilities and the level of community capacity will produce an overall impact on the tsunami occurrence. This relationship can be stated that villages with a high level of capacity have a tendency to experience lower levels of damage to social facilities. The highest impact of the 2018 Sunda Strait Tsunami is occurred in Banjarmasin Village with a score of 1.4375. Sindanglaut Village experienced the lowest impact with an impact score of 0.28. There are 3 villages that were not affected by the 2018 Sunda Strait Tsunami, namely Cinoyong, Kawoyang, and Tembong Village."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gapur
"Kawasan selat Sunda yang merupakan bagian dari sistem global lempeng Eurasia dan Indo - Australia termasuk wilayah yang berpotensi tinggi terhadap timbulnya aktivitas gempabumi tektonik. Sesar Semangko bagian selatan terdapat di kawasan ini disamping itu terdapat pula adanya patahan lokal yang berdasarkan penelitian Haijono dkk 1989 selat Sunda termasuk wilayah tektonik aktif. Kawasan ini merupakan wilayah yang berkembangan pesat dalam bidang industri dan sekaligus sebagai pintu gerbang lalu lintas yang menghubungkan Sumatera dan Jawa , menurut rencana akan dibangun jembatan selat Sunda . Berdasarkan data historis menvmjukkan bahwa wilayah ini pemah teijadi gempabumi yang menimbulkan bencana. Gempabumi merupakan bencana alam yang hanya menimbulkan kerusakan dan kesengsaraan belaka (Sandy, 1989).
Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana aktivitas kegempaan di Kawasan Selat Simda dan klasifikasi tingkat kerawanan di kawasan ini. Metodologi Penelitian yang digunakan adalah menghitung aktivitas gempabumi dan menghitung percepatan permukaan tanah maksimum untuk mendapatkan intensitas Dengan menampalkan (overlay) aktivitas dengan intensitas dihasilkan wilayah tingkat kerawanan.
Dari analisis diperoleh suatu hasil sebagai berikut:
1. Kawasan Selat Sunda selama periode 1900 - 1996 teijadi 1330 gempa tektonik, diantaranya 364 gempa (27.3%) teijadi di darat sedangkan 966 gempa (72.7%) teijadi di laut dengan rincian 925 gempa (69.5%) berasal dari Samudera Hindia, 41 gempa ( 3.2 %) dari Laut Jawa sehingga aktivitas gempa di kawasan ini banyak dipengaruhi oleh gempa yang berasal dari Samudera Hindia. Di Jawa Barat kerusakan tertinggi akibat gempa teijadi di wilayah Bogor tanggal 10 Oktober 1834 dengan intensitas skala IX MMI dan menurun kearah wilayah utara/timurlaut yaitu teijadi kerusakan akibat gempa di Cirebon tanggal 30 Oktober 1953 dengan intensitas skala V - VI MMI
2. Di Kawasan Selat Sunda dapat diklasifikasikan dalam 3 klas daerah rawan gempa, yaitu :
a. Kerawanan Tingkat I (tinggi) terdapat di sekitar selat Sunda yang meliputi bagian barat Propinsi Lampung yaitu sekitar Kotaagung sampai Liwa dan bagian barat Propinsi Jawa Barat yaitu sekitar Serang dan Pandeglang.
b. Kerawanan Tingkat II ( sedang ) terdapat di bagian barat , tengah dan selatan Propinsi Lampung serta bagian tengah dan selatan.Propinsi Jawa Barat.
c. Kerawanan Tingkat III (rendah) terdapat di bagian timur laut Propinsi Lampung dan bagian timur laut Propinsi Jawa Barat. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
333.7 EKS (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Hilman
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilwa Hudiya Aziz
"Pelabuhan Tanjung Priok dapat dikatakan sebagai salah satu Pelabuhan tersibuk di Indonesia, tetapi jika dibandingkan Pelabuhan Tanjung Priok masih kalah saing dengan Pelabuhan Internasional lain. Salah satu faktor adalah cukup tingginya nilai rata-rata waktu tunggu per kapal tiap tahunnya, berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan sebuah penelitian, terkait dengan waktu tunggu kapal dan juga faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah jumlah tambatan di dermaga, Jumlah Penggunaan Crane serta Kapasitas Maksimal per Cranenya, Pelayanan Pandu dan Tunda Kapal, serta Idle Time dan Not Operating Time selama Waktu Pelayanan Kapal di Pelabuhan. Pada penelitian ini dilakukan analisis dan simulasi dengan menggunakan Metode Simulasi Sistem Dinamik yang akan dibandingkan dengan kondisi aktual di Pelabuhan hingga didapatkan hasil yang optimal. Pembuatan Model Sistem Dinamik menggunakan software Powersim, dan hasil nya di validasi dengan menggunakan Uji Two Sample T-Test. Dari penelitian ini didapatkan 2 usulan untuk perbaikan fasilitas pelabuhan, yaitu usulan jangka pendek dengan hasil nilai rata-rata waktu tunggu sebesar 0,34 jam atau 20 menit 9 detik, dan usulan jangka panjang dengan nilai rata-rata waktu tunggu sebesar 0,28 jam atau 16 menit 48 detik.

Tanjung Priok Port can be said to be the one of the busiest ports in Indonesia, but when compared Tanjung Priok Port is still less competitive with other International Ports. One of the factor is the high average of waiting time per ship per year, based on the conditions it is necessary to conduct a study, related to the waiting time of the ship and also the factors that influence it. These factors are the number of berths at the dock, the amount of crane usage and the maximum capacity per crane, the scout and the delay services, as well as the idle time and not operating time during the port service time. In this research, analysis and simulation using the Dynamic System Simulation Method will be compared with the actual conditions at the port to obtain the optimal results. Making a Dynamic System Model by Powersim software, and the results are validated using the Two-sample T-Test. From this study, 2 proposals were obtained for the improvement of port facilities., namely short-term proposal wiht an average value of the waiting time is 0,34 hour or 20 minutes 9 second, and the long-term proposal with an average value of the waiting time is 0,28 hour or 16 minutes and 48 second."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>