Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102726 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Dwinanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S36183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S36729
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Hafsaridewi
"Kualitas hidup manusia bergantung pada kualitas lingkungan disekitarnya, karena kebutuhan manusia pada dasarnya bergantung pada sumberdaya alam. Sumberdaya alam akan merosot kualitas dan kuantitasnya bila pemanfaatannya melebihi kemampuan lingkungan untuk pulih. Di dalam teori daya dukung, pertumbuhan mahluk hidup atau organisme akan mengalami penurunan bahkan collapse bila telah melewati batas daya dukung lingkungan. Tetapi dengan menggunakan teknologi manusia dapat "memanipulasi" lingkungan sehingga walaupun jumlah penduduk sudah melewati batas daya dukung, penduduk terus tumbuh dan bertambah. Seperti halnya yang terjadi di Kepulauan Seribu. Di beberapa pulau berpenghuni di Kepulauan Seribu, terdapat pulau yang jumlah penduduknya sudah melebihi batas daya dukung lingkungannya.
Pulau Panggang termasuk gugusan Kepulauan Seribu yang mempunyai lahan seluas 9 Ha. Kepadatan penduduk Pulau Panggang sebesar 364 jiwa/Ha telah melewati batas daya dukungnya yaitu 150 jiwa/Ha (BPLHD DKI). Adanya pertumbuhan yang penduduk yang tinggi dan menyebabkan kepadatan penduduk yang tinggi pula, menyebabkan kebutuhan lahan bertambah terutama kebutuhan lahan permukiman. Penduduk pulau Panggang secara swadaya melakukan reklamasi pantai, sehingga luas pulau Panggang menjadi 12 Ha. Kepadatan penduduk yang tinggi pula menyebabkan kemerosotan ketersediaan air bersih, tidak hanya kuantitas tetapi kualitas air. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk menampung air hujan atau membeli air dalam kemasan.
Tujuan penelitian adalah membangun diagram sin-pal kausal yang menggambarkan hubungan antara pertambahan penduduk dengan ketersediaan lahan dan air bersih di Pulau Panggang untuk dapat memetakan masalah, dan membuat prediksi pengaruh pertumbuhan penduduk pada lahan dan ketersediaan air bersih di Pulau Panggang, dengan melakukan simulasi berdasarkan model dinamik yang tidak diintervensi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode System Dynamics. Pengambilan sampel untuk kuisioner dilakukan dengan metode acak sederhana.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa diagram simpal kausal yang menggambarkan pengaruh pertumbuhan penduduk pada lahan dan ketersediaan air bersih, membentuk enam lup, yang terdiri atas dua lup positif (reinforcing loop) dan empat lup negatif (balancing loop).
Hubungan penduduk dengan tingkat kelahiran menghasilkan lup positif, karena semakin besar jumlah penduduk maka laju kelahiran semakin besar pula, sebaliknya semakin besar laju kelahiran maka akan menambah besar jumlah penduduk. 'Sehingga antara penduduk dan laju kelahiran terdapat hubungan yang saling menguatkan (reinforcing). Hubungan penduduk dengan laju kematian menghasilkan lup negatif, membangun dimana semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar laju kematian, tetapi sebaliknya semakin tinggi laju kematian maka akan mengurangi jumlah penduduk. Sehingga antara penduduk dan laju kematian terdapat hubungan yang memberikan keseimbangan (balancing). Lup negatif terbentuk pula pada hubungan antara penduduk, konsumsi air bersih, ketersediaan air bersih, derajat kesehatan dan laju kematian. Semakin banyak jumlah penduduk maka semakin besar pula tingkat konsumsi air bersih yang menyebabkan semakin berkurangnya air bersih. Berkurangnya air bersih akan mengakibatkan penduduk mengkonsumsi air yang tidak higienis atau tidak sesuai dengan standar kesehatan. Hal ini mengakibatkan derajat kesehatan yang menurun sehingga menyebabkan laju kematian bertambah. Laju kematian yang meningkat akan menyebabkan jumlah penduduk semakin berkurang.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan pada model dinamik pengaruh pertumbuhan penduduk pada lahan dari ketersediaan air bersih, maka dapat disimpulkan bahwa pada subsistem penduduk bekerja tiga lup negatif dan satu lup positif, walau demikian grafik penduduk terus meningkat yang disebabkan laju kelahiran yang tinggi. Pada subsistem lahan bekerja dua lup yaitu lup negatif dan lup positif, penduduk yang terus meningkat menyebabkan rumah terus bertambah. Akibatnya lahan terbuka hijau semakin sempit, dan menyebabkan ketersediaan air bersih semakin berkurang. Penurunan ketersediaan air bersih pun disebabkan karena laju konsumsi oleh penduduk yang terus bertambah dan laju pencemaran yang tinggi. Berdasarkan hasil simulasi sampai 60 tahun, diperkirakan pada tahun 2046 seluruh pulau akan menjadi lahan pemukiman dan ketersediaan air bersih di Pulau Panggang sudah habis.
Untuk menyelesaikan masalah, beberapa upaya yang disarankan oleh peneliti adalah melakukan pemerataan penduduk ke pulau yang berpotensi menjadi pulau berpenghuni, segera menghentikan proses reklamasi yang terjadi di Pulau Panggang, karena dapat membahayakan ketahanan pulau, dan merusak ekosistem laut, dan memberikan penyuluhan pada penduduk untuk lebih memahami dan menerapkan gaya hidup sehat dan hemat air.
Daftar Kepustakaan: 26 (1961-2003)

The Impact of the Increasing Number of People Toward Land-Used and Water Supply: System Dynamics Approach Toward Cases Study in Panggang Island, Seribu Islands Human's quality of life depends on the quality of the surrounding environment, because human basic needs depends on natural resources. The quality of natural resources will decrease if they are exploited, as they will not have the ability to recover. The theory of carrying-capacity says that the growth of human being or living organism will experience a decrease, and would even collapse if the environment can no longer provide support However, by using technology, human can `manipulate' the environment so even if the population has already out limited the carrying-capacity, the number of people will be able to continue growing and increasing. As it has occurred in the Seribu Island. In some of the islands in Seribu Island, there are islands in which population has already out limited the carrying capacity.
Panggang Island is one of the islands in Seribu Island that measures 9 Ha in width. The population is 364 people/Ha which out limits the carrying capacity of 150 people/Ha (BPLHD DKI). The rapid growth of population has caused high population, and the increasing need in housing area. The people of Panggang Island are independently conducting beach reclamations as the measures of Panggang Island in width has become 12 Ha. The high population has also caused a decrease of the quantity as well as quality of water. To fulfill the need of clean water, the people collect rainwater or purchase water in packages.
The aims of this research are to build up a causal loop diagram (CLD) which describes the relation between the population growth and the provision of land and dean water in Panggang Island to be able to map the problems; and to predict the impact of population growth towards the provision of land and dean water in Panggang Island, using dynamic model that are not intervened.
This research uses a combination approach of quantities and qualities. The research method being used is the System Dynamics method. Sample collecting for questionnaires is done by simple random method.
Based on the results of this research, it is discovered that the CUD, which describes the impact of population growth towards the provision of land and clean water, fours, six loops, which consist of two positive loops (reinforcing loop) and four negative loops (balancing loop).
The relation between population and fertility provides positive loops, because as the population is increasing, fertility will also increase, which will certainly make the population higher. This is to say that the relation between population and fertility is mutually reinforcing. The relation between populations with mortality provides negative loops, as the increasing population will cause rising mortality. On the other hand, rising mortality will decrease the population. This is to say that the relation between population and mortality is preserving balance or balancing. Negative loops are also formed in the relations between population and consumption of clean water, and provision of clean water, health rate and mortality. As the population increases, the consumption of dean water will also rise, this may cause a decrease of dean water supply. A decrease of clean water supply will cause the people to consume water that is not hygienic and has no accordance to health standards. This causes the health rate to decrease as the modality number increases, and increasing rate of mortality will cause a decrease in the population.
Based on the simulation conducted in dynamics model on the impact of population growth towards the provision of land and clean water, it can be concluded that there are three negative loops and one positive loop in the population subsystem. However, the population rate continues to increase, which is caused by high rate of fertility. In the land subsystem, there are two loops, one negative loop and one positive loop, where increasing population causes a rise in housing. As a result, the provision of natural land continues to decrease, as it also causes decrease in water supply. The decrease of water supply is also caused by the rising consumption rate and pollutions. Based on the outcome of the simulation of 60 years, it is predicted that in the year of 2046, the entire land of Panggang Island will become a housing area, and Panggang Island will have no more provision of clean water.
To overcome this problem, there are several efforts proposed by the researcher, which are: to do a balance placing of the people in an island potential to become populated island, to stop the reclamation as it will endanger the island as well as damage the sea, to plan a useful technology which can provide clean water continuously and to give information to the people, so they will be able to understand the problem as well as to apply healthy lifestyle and efficient using of water.
Number of References: 26 (1961-2003)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fajar Reski
"Penelitian ini membahas bentuk perlindungan dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemegang Hak Pakai atas tanah Negara yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum .Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif secara deskriptif analisis melalui bahan-bahan kepustakaan dan analisa terhadap putusan pengadilan. Hasil penelitian diperoleh : 1) upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan umum/perdata sebagaimana Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan mengenai sah tidaknya Surat Keputusan Tata Usaha Negara dengan mengajukan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara 2) Bentuk perlindungan hukum yaitu adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hasil penelitian menyarankan agar setiap subjek hukum wajib menaati perundang-undangan yang berlaku secara benar, khususnya pemerintah.

This thesis analyze the form of legal protection and legal action available to protect the holder of Hak Pakai of State Owned Land whom injured by the loss of law abiding acts . The author uses the method of juridical normative research through analytical descriptive by literature and analysist from court decision material. Based on this research, the author concludes that 1) The legal action available is to file a law suit to the court based on Article 1365 Civil Code, and about the validity from the decision of stated administration letter by putting a motion of charge to Administration Court 2) The legal protection form is the available is a court?s decision which has been declared as permanent law. The results suggest every law-subject must obey the available law/ordinance well, especially government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30109
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Peto Imansyah
1992
S35819
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidauruk, Octavianus Jonathan
"ABSTRAK
Paduan biner Mg-Gd memiliki potensi sebagai material implan yang mudah larut dalam tubuh. Penambahan sedikit gadolinium dapat memperbaiki sifat mekanik dan laju korosi sehingga memenuhi syarat sebagai material implan yang sesuai kondisi tubuh. Pada penelitian ini paduan Mg-Gd diberikan perlakuan ekstrusi panas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variasi temperatur ekstrusi terhadap karakteristik dan mekanisme laju degradasi material Mg-1,6Gd. Karakterisasi dan mekanisme degradasi dari sampel Mg-1.6Gd didapatkan dengan dilakukan pengujian dengan beberapa metode. Karakterisasi material dianalisa menggunakan Optical Microscope , SEM, dan EDAX. Mekanisme degradasi diukur dalam larutan Kokubo Simulated Body Fluid (SBF) dengan metode EIS dan polarisasi. Sedangkan laju degradasi diuji menggunakan metode imersi dan evolusi hidrogen. Paduan Mg-1,6Gd membentuk senyawa intermetalik (Mg5Gd) menyebar di dalam dan dibatas butir untuk semua variasi temperatur ekstrusi. Penambahan temperatur ekstrusi menghasilkan ukuran butir yang lebih besar yaitu mencapai 20 untuk ekstrusi 550. Pada pengukuran laju degradasi didapatkan hasil laju degradasi terendah dimiliki sampel dengan temperatur ekstrusi 550 dengan laju degradasi mencapai 2,4 mm/year menggunakan metode imersi. Dari pengujian polarisasi dan evolusi hidrogen didapatkan seiring bertambahnya waktu perendaman laju korosi cenderung menurun dikarenakan telah terbentuk lapisan pasif. Hal ini dapat dilihat dengan adanya gerak garis anodik pada pengujian polarisasi. Penyataan ini juga didukung dengan besarnya nilai tahanan pada Rangkaian Ekuivalen berdasarkan hasil pengujian EIS.

ABSTRACT
Mg-Gd alloy has the potential as an implant material that dissolves easily in the body. The addition of a gadolinium can improve mechanical properties and reduce corrosion rate time so that it qualifies as an implant material that matches the body's condition. In this study the Mg-Gd alloy was given hot extrusion treatment. This study aims to examine the effect of extrusion temperature variations on the characteristics and mechanism of the degradation rate of Mg-1.6Gd material. The characterization and degradation mechanism of the Mg-1.6Gd sample was obtained by testing with several methods. Material characterization was analyzed using Optical Microscope, SEM, and EDAX. The degradation mechanism was measured in a Kokubo Simulated Body Fluid (SBF) solution by EIS and polarization methods. Whereas the degradation rate was tested using the immersion method and hydrogen evolution. Mg-1,6Gd alloys form intermetallic compounds (Mg5Gd) spread inside and on the grain boundaries for all variations of extrusion temperature. The higher extrusion temperature results in a larger grain size which reaches 20μm for extrusion of 550℃. In the degradation rate measurement, the lowest degradation rate is obtained by the sample with an extrusion temperature of 550 ℃ with a degradation rate of 2.4 mm/year using the immersion method. From the polarization testing and hydrogen evolution, it was found that with increasing immersion time the corrosion rate tended to decrease, because a passive layer had formed. This can be seen by the presence of anodic passive line in polarization testing. This statement is also supported by the value of the resistance in the Equivalent Circuit on the EIS test result."
[Depok;;;, ]: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Puti Angelia
"Mulai maraknya tindakan-tindakan untuk merespon pemanasan global membuat muncul banyaknya ide dan strategi yang digunakan untuk membuat tindakan yang lebih ramah lingkungan dan memiliki manfaat yang dapat berkelanjutan atau sustainable, termasuk di dalamnya arsitektur. Adaptive reuse merupakan penggunaan kembali bangunan lama dengan mengubah fungsi bangunan sesuai dengan kebutuhan manusia di masa yang berbeda. Adaptive reuse memungkinkan bangunan dapat memenuhi kebutuhan penghuninya yang berbeda generasi, sehingga kebermanfaatan bangunan dapat dinikmati tidak hanya oleh satu generasi. Oleh karena itu, adaptive reuse dapat dikatakan sebagai salah satu cara yang dapat digunakan untuk membuat arsitektur sustainable. Pada skripsi ini, akan dibahas mengenai sustainabilitas yang terdapat pada bangunan adaptive reuse melalui penjabaran mengenai bangunan adaptive reuse, sustainabilitas dalam arsitektur, prinsip sustainabilitas pada bangunan adaptive reuse serta strategi sustainabilitas yang ada pada bangunan adaptive reuse.

The advent of actions to respond the global warming becomes a reason of many ideas and strategies appearing. that are used to make the action more environmentally friendly and has benefit that can be sustained or sustainable, including architecture. Adaptive reuse is the reuse of old buildings by changing the building functions in accordance with human needs at different times. Adaptive reuse allows building occupants can meet needs of different generations, so the usefulness of the building can be enjoyed not only by one generation. Therefore, adaptive reuse can be considered as one of the ways that can be used to create sustainable architecture. In this paper, we will discuss sustainability contained in the building of adaptive reuse through the elaboration of adaptive reuse building, sustainability in architecture, sustainability principles in adaptive reuse buildings and sustainability strategies that exist in adaptive reuse building.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titis Wahyuni
"Umur Kawin Pertama akan memberikan kontribusi pada kenaikan angka kelahiran Total Fertility Rate (TFR). Selanjutnya persoalan lainnya jika dikaitkan dengan aspek fisik, ekonomi, psikologi dan sosialnya, pernikahan pada usia dini yang salah satu dampaknya adalah terjadinya kenaikan angka Age Specific Fertility Rate (ASFR). Berdasarkan data SDKI 2012 menunjukkan remaja kawin yang menggunakan kontrasepsi yaitu 46,8% dan yang tidak menggunakan 53,2 (SDKI, 2012). Peningkatan kualitas dan cakupan informasi serta pelayanan kontrasepsi pada seluruh kelompok WUS, tak terkecuali pada WUS 15-19 tahun, menjadi kebutuhan sekaligus tantangan program KB saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor penggunaan kontrasepsi pada WUS 15-19 Tahun di Indonesia. Studi kuantitatif data sekunder ini memakai hasil Survei Rencana Pembangunann Jangka Menengah Nasional (SRPJMN) Tahun 2017, dengan total sampel sebanyak 455 WUS 15-19 Tahun. Analisis statistik yang diterapkan adalah regresi logistik. Variabel dependen yaitu penggunaan kontrasepsi, sedangkan variabel independen terdiri dari faktor sosio-demografi, faktor psikososial, dan faktor terkait pelayanan KB. Hasil menunjukkan mayoritas (52,1%) tidak menggunakan kontrasepsi, subyek berusia ≥ 16 – 19 tahun (97,6%) dengan pendidikan < SMA (69,5%), pengetahuan tentang metode kontrasepsi tinggi (59,3%) dengan bertempat tinggal di pedesaan (76,9%). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi adalah jumlah anak hidup (OR 20). Rekomendasi ditujukkan untuk memaksimalkan media massa dan petugas dalam memberikan informasi kontrasepsi pada WUS 15-19 tahun.

Background: The First Marriage Age will contribute to the increase in the birth rate of Total Fertility Rate (TFR). Furthermore, other issues if associated with physical, economic, psychological and social aspects, marriage at an early age which one of the impact is the increase in the number of Age Specific Fertility Rate (ASFR) Objective: Knowing how the pattern of contraceptive use in women of childbearing age 15-19 years based on data 2017 SRPJMN. Method: data were derived from SRPJMN 2017, a cross sectional study. The analysis used information from 455 women of reproductive age aged 15-19 year. Odds Ratios (OR) were obtained from the bivariate and regression. Result: The multivariate analysis showed that the variables associated with contraceptive use were the number of live children (OR 20). Conclusion: Recommendations are aimed at maximizing mass media and officers in providing contraceptive information on WUS 15-19 years.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiwan Taqim
"ABSTRAK
Inpres Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek, menjadikan Kota Tangerang selain melayani kebutuhan penduduknya juga melayani kebutuhan pendudukJakarta. Pesatnya arus migrasi, meningkatnya pembangunan kawasan industri, perumahan, perdagangan telah mendorong Kota Tangerang sebagai ibu kota Kabupaten Tangerang -- dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 -- menjadi Kota Administratif, dan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1993 menjadi Kotamadya Tangerang. Setahun setelah menjadi Kotamadya Tangerang atau tahun 1994, pertumbuhan penduduknya telah mencapai 8,27 persen yang didominasi oleh migrasi dan pertumbuhan ekonominya mencapai 9,3 persen. Tingginya migrasi yang berasal dari orang-orang yang bekerja dan mencari pekerjaan serta penghuni perumahan sebagai limpahan dari Jakarta karena terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta.
Pesatnya pembangunan industri dan perumahan menyebabkan tingginya perubahan fungsi lahan yang dulunya sebagian besar lahan pertanian, berubah menjadi lahan yang terbangun untuk perumahan dan industri. Aktivitas industri dan kegiatan domestik kalau tidak terkendali akan menimbulkan pencemaran terhadap fingkungan. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk melihat keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup dalam hal ini keterkaitan antara pertambahan penduduk, aktivitas penduduk, dan perubahan lahan sebagai masukan bagi perencanaan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penelitian dilakukan di Kotamadya Tangerang yang bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif pengaruh pertambahan penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga terhadap perubahan fungsi lahan menjadi lahan terbangun untuk perumahan dan industri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Analisis data dilakukan secara diskriptif yang memberikan gambaran keterkaitan pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga dengan laju perubahan fungsi lahan. Korelasi antara jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga, dengan luas lahan perumahan serta luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992, tahun 1995 dan signifikansi di antara variabel-varibel yang berkorelasi. Variabel bebas dalam penelitian adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga di Kotamadya Tangerang tahun 1992 dan tahun 1995. Variabel terikatnya adalah luas lahan perumahan dan luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992 dan tahun 1995.
Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa:
1. Pertumbuhan penduduk di Kotamadya Tangerang selama kurun waktu 1992-1995 meningkat dari 1.083.071 jiwa menjadi 1.464.738 jiwa atau naik rata-rata 11,36 persen per tahun yang didominasi oleh migrasi. Keriaikan tertinggi pada Kecamatan Cileduk 14,91 persen per tahun, Kecamatan Cipondoh 12,82 persen per tahun, Kecamatan Jatiuwung 11.86 persen per tahun, dan Kecamatan Tangerang 10,62 persen per tahun; sedangkan Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda relatif rendah, yaitu masing-masing 7,20 persen per tahun dan 5,32 persen per tahun. Perbedaan kenaikan pertumbuhan penduduk pada masing-masing kecamatan ini disebabkan karena pengaruh peruntukan wilayah dan pengembangan kegiatan yang berlangsung pada masing-masing kecamatan.
2. Antara tahun 1992-1995 rata-rata pertambahan penduduk Kecamatan Cipondoh lebih tinggi (12,82) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Jatiuwung (11,86) persen per tahun. Tetapi pertambahan rumah tangganya lebih tinggi Kecamatan Jatiuwung (12,41) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Cipondoh (10,89 persen) per tahun. Indikator ini menunjukkan bahwa tingginya migrasi di Kecamatan Cipondoh yang berasal dari para pekerja industri yang masih belum berkeluarga dan indekost pada rumah penduduk setempat, karena letak Kecamatan Cipondoh_yang strategis dan ekonomis.
3. Proporsi tenaga kerja dari jumlah penduduk keseluruhan pada tahun 1990 dan tahun 1993 hampir sama, yaitu 63,48 persen dan 63,60 persen. Pada kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun lebih banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki, karena pada kelompok umur 15-19 tahun tenaga kerja perempuan 56,44 pada tahun 1990 dan 56,58 persen pada tahun 1993. Begitu juga untuk kelompok umur 20-24 tahun tenaga kerja perempuan pada tahun 1990 sebanyak 51,22 persen dan tahun 1993 sebanyak 51,17 persen. Banyaknya tenaga kerja perempuan ini karena tidak terlepas dari jenis industri yang dikembangkan, seperti garmen dan sepatu yang banyak menarik minat tenaga kerja wanita.
4. Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh laju kenaikan PDRB, dilihat dari cara penghitungan atas dasar harga konstan dan harga berlaku, maka pada tahun 1992-1993 terjadi peningkatan yang cukup tajam dari seluruh sektor ekonomi, kecuali pertanian. Sektor listrik, gas, dan air meningkat paling tajam pertumbuhannya yang mencapai 4,96 persen. Indikator ini menunjukkan banyaknya permintaan karena pertumbuhan sektor lainnya, seperti sektor industri, konstruksi, sewa rumah, perbankan, perdagangan, dan restoran.
5. Kalau pengembangan perumahan dikaitkan peruntukan masing-masing kecamatan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Tangerang, maka telah dikembangkan perumahan pada beberapa kecamatan yang tidak diperuntukkan untuk pengembangan perumahan, seperti Kecamatan Benda dan Kecamatan Tangerang. Untuk lahan terbangun untuk industri yang tidak sesuai dengan RTRW Kotamadya Tangerang adalah pada Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Tangerang, dan Kecamatan Benda.
6. Dari hasil perhitungan di antara variabel yang berkorelasi menunjukkan bahwa pengaruh pertambahan penduduk terhadap perluasan lahan pada tahun 1992 positif dan kuat sekali yang ditunjukkan angka 0,91. Tahun 1995 hanya 0,48 berarti penga.ruh ini tidak sekuat pada tahun 1992, karena lebih kepada pengisian perumahan yang telah terbangun dari memperluas kawasan untuk pembangunan perumahan baru; atau dengan kata lain pertambahan penduduk yang cukpp tinggi sampai tahun 1992 telahmendorong para developer untuk investasi pada pembangunan perumahan.
7. Penghitungan terhadap hubungan kepadatan penduduk dengan luas lahan untuk perumahan, lebih kuat pada tahun 1992 (0,59) dari tahun 1995 yang hanya (0,16). Hal ini terjadi karena pada tahun 1995 kurangnya pembangunan perumahan baru, juga kepadatan pada Kecamatan Tangerang diikuti perluasan pembangunan perumahan lebih ke atas, karena banyaknya terbangun rumah dan toko.
8. Hubungan antara jumlah rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan menurut penghitungan, pada tahun 1992 adalah (0,94) dan pada tahun 1995 (0,48). Pengaruh ini sangat kuat yang disebabkan karena urutannya per kecamatan sama antara pertambahan jumlah rumah tangga dan luas lahan terbangun untuk perumahan pada tahun 1995, yaitu tertinggi pada Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiuwung, dan Kecamatan Cipondoh.
9. Hubungan antara pertambahan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,75 dan pada tahun 1995 adalah 0,54. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,45 dan pada tahun 1995 adalah 0,23.
10. Hubungan antara pertambahan rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,79 dan pada tahun 1995 adalah 0,62. indikator ini menunjukkan bahwa pada tahun 1992 pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk memperluas lahan terbangun untuk perumahan, pada tahun 1995 pertambahan penduduk masih memperluas lahan perumahan dan industri, begitu juga kepadatan penduduk pada tahun yang sama. Kepadatan penduduk pada tahun 1995 pengaruhnya tidak sekuat pada tahun 1992 untuk perumahan dan industri karena kepadatan penduduk tertinggi pada Kecamatan Cileduk, sedangkan pada Kecamatan Cileduk tidak terbangun industri. Kuatnya pengaruh pertambahan rumah tangga terhadap perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri karena dimungkinkan dengan tingginya pertambahan rumah tangga pada Kecamatan Jatiuwung. Kecamatan Jatiuwung Iahannya terluas terbangun untuk industri dan terbangun untuk perumahan terluas kedua setelah Kecamatan Cipondoh.
11. Menurut Indeks Kendali dari variabel-variabel yang berkorelasi tersebut, signifikansi akan terjadi pada pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan tahun 1992, pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri tahun 1992, dan pertambahan penduduk 1995 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri.
12. Kalau pertambahan penduduk Kotamadya Tangerang masih tetap sebesar 11,36 persen pertahun dan kenaikan jumlah rumah tangga sebesar 6,38 persen per tahun, maka pada tahun 2000 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang sebesar 2.555.649 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 469.021. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang akan mencapai 4.514.457 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 782.609.
13. Mengacu kepada Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat dari Departemen Pekerjaan Umum, yaitu setiap jiwa memerlukan luas lantai minimal 9 m2, maka pada tahun 2000 penduduk Kotamadya Tangerang memerlukan minimal 230.008,41 hektar lantai perumahan dan pada tahun 2005 memerlukan 406.301,13 hektar lantai rumah. Ini berarti pada tahun 2000 iahan di Kotamadya Tangerang hanya dapat menampung kebutuhan 67,94 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya dan pada tahun 2005 hanya dapat menampung 38,46 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya. Oleh sebab itu diperlukan kebijaksanaan secara terpadu untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama yang berasal dari migrasi. Kebijaksanaan pembangunan industri agar lebih selektif terbatas kepada industri tinggi atau asembling yang sedikit tenaga kerja karena hanya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu. Kebijaksanaan pembangunan perumahan untuk tidak memperluas secara horizontal tetapi juga vertikal atau pembangunan rumah susun.

ABSTRAK
Population Dynamics Analysis On Land Functional Conversion In Tangerang Municipality, West JavaPresidential Decree (Inpres) Number 13, 1976 on Developing Jabotabek region, to point out the City of Tangerang not only to serve the necessity of its people but also to serve the necessity of the Jakarta's people. Growing migration, enhancing the development of industrial estate, residential are, and trading, have led to the city of Tangerang to be a capital of the Tangerang Regency. After that, the Governmental Regulation (PP) Number 50, 1981 stated Tangerang as Administrative City, and Undang-Undang Nomor 20, 1993 declared .the Tangerang as a Kotamadya (municipality) Tangerang. One year after that, the growth of population was 8,27 percent, dominated by migration and economic growth achieved 9,3 percent. The high rate of migration is caused by working people and job seekers and new resident from Jakarta. The new resident is moving in to Tangerang due to the expensiveness and limited of Jakarta's land.
Increasing industrial development and residential area lead to the land conversion from agriculture activities. The uncontrolled of those activities would cause the environmental pollution. Therefore, to avoid the environmental pollution, the interwined between development and environmental in term of interelated among population growth, population activities, and land conversion are needed as an input for planning in achieving sustainable development and environmentally sound development.
Research was carried out in Tangerang Municipality that intends to develop the quantitative study of the impact of population growth, population density, and household number on the land conversion for residential area and industry.
Survey methods is carried out in this study. Data analysis is done as a descriptive that shows the interrelated of population growth, population density, number of household, with the rate of land conversion. This study also looks at the correlation among the number of population, population density, number of household with the area of residential and the industrial estate area associated with the area of residential in 1992 and 1995. The significancy test is also carried out among the correlation variables. The independent variables are population number, population density, and household number at the Tangerang municipality in the year 1992 and 1995. The dependent variables are residential area and residential area associated with industrial estate area in the year 1992 and 1995.
The conclusions of this research are :
1. The growth of population from 1992 to 1995 increased from 1,083,071 to 1,464,738 or raised by 11.36 percent per year, dominated by migration. The highest rate of population was 14.91 percent per year at Kecamatan Ciledug, 12.82 percent at Kecamatan Cipondoh, 11.86 percent at Kecamatan Jatiwungu, and 10.62 percent at Kecamatan Tangerang; while Kecamatan Batuceper and Benda was relatively lower, respectively 7.20 percent and 5.32 percent per year. The discrepancy of population growth among those kecarnatan is caused by the impact of land use and the kind of development activities.
2. Between 1992-1995 average population growth at Kecamatan Cipondoh was (12.82%) higher than Kecamatan Jatiwung (11.8%) per year. While the growth of household, Kecamatan Jatiwung (12.41°/o) was higher than Kecamatan Cipondoh (10.89%) per year. This indicator points out that the migration is quite high at Kecamatan Cipondoh due to the position of Cipondoh is quite strategic and close to the industrial area.
3. The proportion of labor force in 1990 and 1993 is almost similar that is 63.48 percent and 63.60 percent. Female labor is predominantly compare to male labour for the age group between 15-19 and 20-24. The age group between 15-19, the female labor was 56.44 percent in 1990 and 56.44 percent in 1993. For the age group between 20-24, female labor achieved 51.22 percent in 1990 and 51.17 percent in 1993. This phenomena appears because the kind of industries in Tangerang more need female labor rather than male labor.
4. Based on the constant price and the current price, the economic growth is significantly increasing from 1992-1993, particularly for electricity, gas and water sector that achieved 4,96 percent, except agricultural sector. This phenomena shows that increasing demand due to growing other sectors such as industry, construction, home rental, banking, trade, and restaurant.
5. There are several evidence that residential development at Kecamatan Benda and Kecamatan Tangerang does not fulfill the regional development plan of the municipality of Tangerang. In addition, the industrial development at Kecamatan Cipondoh, Tangerang and Benda are also not suitable with Tangerang's regional development plan.
6. The correlation between population growth and land conversion growth is quite significant (0.91) in 1992. Yet, in 1995 the correlation variable was only 0.48. It pointed out that population growth since 1992 did not cause the extending land conversion anymore, but they only moved in to the provided dwellings.
7. The correlation between population density and increasing land conversion for housing was stronger (0.59) in 1992 compare to 0.16 in 1995. It occurred due to the development of housing that has more than one storey.
8. The similar phenomena occurred on the correlation between the household number and land conversion for housing. The coefficient correlation was 0.94 in 1992 and 0.48 in 1995. This impact is very significant due to the rank per kecamatan is similar to additional the number of household and land conversion are for housing in 1995, that is Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiwung, and Kecamatan Cipondoh.
9. The correlation between population growth and-increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.75 and in 1995 was 0.54. The correlation between population density and enhancing and conversion for housing and industry in 1992 was 0.45 and in 1995 was 0.23.
10. The correlation between household growth and increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.79 and in 1995 was 0.62. This indicator reflects that in 1992 population growth and population density increase land conversion for housing, in 1995 population growth and population density were still to extend land conversion for housing and industry as well as population density in the same year. The impact of population density was not significant in 1995 compare to in 1992 to housing and industry, because at Kecamatan Ciledug was not developed as unindustrial area. The significancy of the impact of additional household number on extending land conversion for housing is caused by the high rate of additional household at Kecamatan Jatiwung. The biggest industrial development and the second biggest industrial development are situated at Kecamatan_Jatiwung.
11. According to 10 Kendall index, the significant will happen between population growth variable and housing area in 1992, population growth and the total housing and industrial area in 1992, and also population growth and the total housing and industrial area in 1995.
12. If the population growth of Tangerang municipality is still 11.36 percent per year, household growth is 6.38 percent per year, so in the year 2000, the population will achieve 2,555,649 and the number of household will be 469,021. In the year 2005, the population will achieve 4,514,457 and the household will be 782,609.
13. Based on Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat (the Simple Guidance for Building Health Housing) from Public Work Department, every people needs space minimum 9 m2, so in the year 2000, the people of Tangerang would need minimum 230,008.41 ha housing space and then in 2005 would need 406,301.13 ha. Its mean that in 2000 the provided land in the municipality of Tangerang could only to fulfill 67.94 percent demand and in 2005 could only fulfill 38.36 percent demand. Therefore, the comprehensive policies should be made and developed in order to be able to control and manage the population growth, particularly migration. The industrial development policies should be more selective in choosing and determining the kind of industries that emphasis more on high tech industry or clean industry and only need the skillful labors. in addition, housing development policies should not developed horizontally but should developed cheaper apartment etc.
Number of References : 41 (1981-1996)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Anwar
"Pemilihan lokasi diantara beberapa pilihan lokasi industri merupakan hal paling mendasar dan awal yang dilakukan oleh pengusaha atau produsen setelah menentukan jenis industri. Sebelum kemudian mengambil keputusan-keputusan lain maka pengusaha/produsen akan terlebih dahulu mempertimbangkan lokasi yang akan memberikan keuntungan yang paling maksimal atau memberikan biaya yang paling minimal. Sementara itu pemerintah sebagai regulator dari kebijakan spasial memiliki kepentingan tersendiri yang belum tentu sesuai/sinkron dengan kepentingan pengusaha.
Restriksi dalam bentuk rencana tata guna lahan merupakan salah satu kebijakan penting dari pemerintah dalam upaya mereduksi atau bahkan menghilang berbagai ekstemalitas yang ditimbulkan oleh industri terhadap perkembangan wilayah. Salah satu upaya yang kemudian dapat dilakukan adalah mengembangkan kebijakan yang memberikan hasil yang paling optimal bagi perkembangan/pertumbuhan wilayah atau dengan kata lain ada sinkronisasi antara pengembangan sektor industri dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Berdasarkan kenyataan diatas maka kemudian dikembangkan suatu model dinamik dari pemilihan lokasi industri yang selain mengadopsi kepentingan pengusaha juga tetap memperhatikan berbagai restriksi yang ditetapkan oleh pemerintah (dalam penetapan tata guna lahan digunakan RTRW ataupun RUTR). Dipilihnya model dinamik dalam penelitian ini karena perilaku dari produsen dalam pemilihan lokasi industri tidaklah bersifat statis tetapi selalu mempertimbangkan berbagai perubahan yang terjadi baik dari sisi biaya maupun pendapatan dari setiap lokasi yang akan dipilih.
Berdasarkan hasil pengembangan model maka diperoleh hasil bahwa faktor utama yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri adalah keuntungan yang diperoleh, dimana besamya sangat ditentukan oleh komposisi variabel biaya dari masing-masing jenis industri yang ada pada setiap lokasi. Disamping itu pengembangan alternatif kebijakan tata guna lahan untuk sektor industri tidak dapat dilakukan secara parsial yaitu per wilayah, namun harus secara integral karena sangat berkait erat dengan upaya menekan/mereduksi high cost economy.
Indikator yang digunakan dalam pengembangan kebijakan adalah nilai ekonomi yang diwakili oleh total agregat output dan kinerja jaringan jalan. Kebijakan terbaik yang dapat dilakukan di Jabodetabek berkaitan dengan pemilihan lokasi industri adalah dengan melokalisir industri pada wilayah-wilayah yang belum tinggi tingkat kegiatannya (belum tinggi volume lalu lintasnya)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>