Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104936 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S38488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Eka Putra
"Jaringan VSAT telah lama digunakan di Indonesia sebagai salah satu jaringan komuaikasi. KarWderistik imiugan yang dapat mencakup daerah pelayanan yang luas dan dengan stasiun bumi yang tersebar sangat sesuai displikasikan sebagai jaringan pribadi di Indonesia yang secara geografis memiliki daerah yang relatif luas. Aplikasi jaringan VSAT pada awalnya dirancang sebagai sistem komunikasi data dengan teknik akses-acak TDMA ( Random Access TDMA) . Jaringan ini didisain pada jaringan komunikasi data dengan kecepatan rendah. Selain VSAT teknik akses acak TDMA, teknik akses yang telah diimplementasikan di Indonesia adalah sistem VSAT dengan teknik skses SCPC (Single Channel Per Carrier) yang didisain pada splikasi komunikasi dengan kecepatan tinggi. Karakteristik teknik akses SCPC ini berupa hubungan dari titik ke titik ( point to point ) atau dari titik ke banyak titik (point to multipoint ) dimana sebuah kanal frekuemi pada transponder digunakan uutuk hubungan dengan hanya sebuah stasiun bumi lain yang telah ditentukan. Sehingga aplikasi sistem ini untuk sebuah jaringan kommikasi akan membutuhhkan banyak kanal frekuensi pada transponder yang tentu saja membuat jaringan ini menjadi tidak ekonomis untuk diterapkan pada sebuah jaringan. Sistem frequency-hopping TDMA sebagai sebuah jaringan sistem komunikasi yang merupakan kombinasi antara teknik akses FDMA dan teknik akses TDMA adalah sebuah sistem komunikasi satelit stasiun bumi mikro yang memimgkinkan aplikasi komunikasi dengm kecepatan tinggi dan penggunaan pits frekumsi pada transponder yang relatif ekonomis. Dalam skripsi ini diIakukan perancangan jumlah frekuensi pembawa pada teknik akses FH-TDMA guna memenuhi kebutuhan pada sebuah jaringan komunikasi di Indonesia termasuk analisa perhitungan lintas lintasannya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S38805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Dirgantoro
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S38265
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Swandi
"Sistem komunikasi yang handal sering diidentikkan dengan kecepatan data yang tinggi serta penyediaan bandwidth yang lebar, padahal sumber daya tersebut cukup mahal dalam sebuah operasional jaringan. Kehandalan sistem jaringan ternyata tidak selalu ditentukan oleh besar atau kecilnya bandwidth, tapi juga ditentukan oleh pengelolaan paket-paket aplikasi (traffic) dari pelanggan. Karena itu diperlukan analisa terhadap kondisi trafik, agar penyedia jaringan mampu menyediakan layanan komunikasi yang berkualitas. Untuk menganalisa trafik pada jaringan VSAT FTDMA PT. Infokom Elektrindo, dilakukan pemantauan dan pengambilan data terhadap aplikasi yang telah dilewatkan dengan menggunakan perangkat monitoring. Data tersebut dipergunakan untuk menentukan besar kapasitas jaringan (network sizing) melalui perhitungan. Selain itu data trafik aplikasi pelanggan tersebut, dapat digunakan untuk menganalisa dan menentukan parameter operasional jaringan yang optimal, dalam hal ini parameter yang akan dibahas adalah parameter slot waktu dalam kanal inbound jaringan. Dari hasil analisa yang dilakukan, dihasilkan ukuran besaran kapasitas jaringan FTDMA dan diketahui sistem mengalami saturasi (over size) pada saat jam sibuk. Karena itu perlu dilakukan pengubahan parameter trafik untuk mengoptimalkan kondisi jaringan, dalam hal ini adalah berupa periode slot waktu untuk memperbaiki utilisasi kanal pada akses inbound sistem. Selain itu parameter kapasitas data pada slot waktu juga perlu dioptimalkan. Parameter jaringan optimal dapat diaplikasikan, sehingga tidak diperlukan penambahan kanal frekuensi atau menambah perangkat jaringan yang memerlukan investasi yang cukup mahal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S40240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Darwis
"Pada transmisi data, untuk mencegah hilangnya informasi karena kesalahan yang tidak terdeteksi, seperti interferensi dan noise, digunakan sistem error correction codes untuk mengatasi kesulitan tersebut dan juga untuk meningkatkan performansi pada jaringan VSAT. Jenis ? jenis error correction codes yang sering digunakan pada jaringan VSAT antara lain seperti reed-solomon, viterbi dan turbo.
Dengan penggunaan error correction codes diharapkan performansi BER dapat ditingkatkan. Performansi BER yang bagus sangat diharapkan untuk mengurangi waktu tidak berhasilnya komunikasi antara dua stasiun bumi, atau dikenal dengan istilah down time. Down time yang sering terjadi pada jaringan VSAT mengakibatkan terjadinya potongan dari harga sewa sehingga mengurangi pendapatan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan pengamatan dan pengukuran yang difokuskan pada teknik pengkodean turbo dan concatenated viterbi/reedsolomon pada jaringan VSAT dengan sistem SCPC dan modulasi yang digunakan 8-PSK dan 16-QAM. Dengan menganalisis performasi BER yang digunakan untuk hubungan antar BTS dan BSC diharapkan down time yang terjadi bisa dikurangi.
Dari data performansi BER, untuk modulasi 8-PSK performansi pengkodean turbo lebih baik 0,4 dB dari pengkodean concatenated viterbi/reed-solomon. Sedangkan untuk modulasi 16-QAM performansi pengkodean turbo lebih baik 0.4 dB dari pengkodeaan concatenated viterbi/ reed-solomon. Dari data tersebut, pengkodean turbo lebih baik untuk diimplementasikan pada jaringan VSAT untuk hubungan antar BTS dan BSC.

To prevent loss of information at data transmission caused by error that is not detected like interference and noise, error correction codes system is applied to overcome this problem as well as to increase the performance for VSAT network. The types of errors correction codes which is often applied for VSAT network is reed-solomon, viterbi and turbo.
With the usage of error correction codes, it is expected that the BER performance can be improved. The improved BER performance is expected to decrease the down time. Down time which often happened at VSAT network decrease of revenue from the rental price of VSAT network.
To overcome this problem, observation is focused by applying turbo and concatenated viterbi/reed-solomon encoding technique for VSAT network with SCPC system and with modulation 8-PSK and 16-QAM. The BER performance will be analyzed and an decreasement of down time is expected.
Analyze of BER performance data shows for modulation 8-PSK, performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. For modulation 16-QAM, the performance of turbo encoding is better 0.4 dB than concatenated viterbi/reed-solomon encoding. From analyze result, turbo encoding is better to be implemented for connectivity between BTS and BSC VSAT network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
R.03.08.120 Dar a
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yacob Sapan Panggau
"

Infrastruktur akses broadband belum dapat menjangkau 100% wilayah Indonesia. Pembangunan infrastruktur akses,  khususnya fixed broadband belum merata dan belum dapat menjangkau pelosok terpencil sepenuhnya. Pembangunan akses infrastruktur broadband menggunakan teknologi serat optik, teresterial, maupun seluler tidak dapat dilaksanakan karena tidak layak secara bisnis, terlebih untuk kondisi daerah rural dengan kepadatan pelanggan rendah dan lokasi tersebar. Teknologi High throughput satellite (HTS) dan subsidi merupakan solusi bagi negara-negara Uni Eropa dalam menjangkau 100% wilayahnya. High throughput satellite dan subsidi merupakan hal baru dan berisiko bagi Pemerintah Indonesia, Operator, dan Service Provider. Pemerintah Indonesia berinisiatif menyelenggarakan layanan akses satelit menggunakan HTS melalui model Kerjasama Pemerintah Badan Usaha. Bentuk-bentuk Kerjasama Pemerintah Badan Usaha perlu disepakati antara Pemerintah, Operator dan Service Provider. Tesis ini menilai dampak biaya bagi Pemerintah dan kelayakan bisnis dari sudut pandang Operator, Service Provider dan Konsorsium dalam membangun HTS pada orbit plan band (7 Gbps) dan orbit asumsi Ka band (65 Gbps) pada Skenario Availability Payment dan Skenario Forecasting. Dampak biaya dan kelayakan bisnis akan dihitung menggunakan metode tekno ekonomi. Hasil penelitan menunjukkan bahwa dengan pelunasan VSAT selama 5 tahun semua skenario, baik Skenario Availability Payment maupun Skenario Forecasting akan bernilai layak. Skenario yang paling menguntungkan Operator untuk pembayaran pembangunan satelit adalah Skenario Availability Payment Decline. Sementara, skenario yang paling optimal bagi Service Provider dan Pemerintah untuk pembayaran layanan satelit didukung subsidi adalah Skenario Forecasting dengan pelunasan instalasi VSAT maksimal 5 tahun. Biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan jaringan akses satelit setiap tahunnya mencapai Rp 1,65 trilliun - Rp 2,81 trilliun untuk satelit 7 Gbps, dan Rp 4,88 trilliun – Rp 9,59 trilliun untuk satelit 65 Gbps untuk satelit 65 Gbps


Broadband access infrastructure in Indonesia cannot cover 100% of its territory. The development of access infrastructure, especially fixed broadband has not been evenly distributed and able to reach remote areas completely. Development of broadband infrastructure access using fiber optic, terrestrial and cellular technology cannot be implemented because it is not feasible on business basis, especially for rural conditions with low customer density and scattered locations. High throughput satellite (HTS) technology and subsidies are a solution for EU countries to reach 100% of their territory.  The development of High throughput satellite and subsidies are a new thing and risky for the Government of Indonesia, Operator and Service Provider. The Indonesian government took the initiative to organize satellite access services using HTS through Joint Venture Public private patnership. The forms of Joint Venture Public private patnership need to be agreed upon between the Government, Operators and Service Providers. This thesis assesses the impact of costs for the Government and business feasibility from the point of view of Operators, Service Providers and Consortiums in building HTS on plan band orbit (7 Gbps) and orbit assumptions on Ka band (65 Gbps) in  Availability Payment and Forecasting Skenarios. The cost effects and business feasibility will be assessed using techno-economic method. The results of the study show that with the rePayment of VSAT for 5 years, all skenarios, both the Availability Payment and Forecasting Skenarios will be worthy. The most favorable skenario for the operator to get pay for satellite construction is Decline Availability Payment Skenario. Meanwhile, the most optimal skenario for Service Providers and the Government,  to get pay for satellite services supported by subsidies is the Forecasting Skenario with a maximum rePayment of VSAT installation for 5 years. The costs required to conduct satellite access networks each year reach Rp 1.65 trillion - Rp 2.81 trillion for 7 Gbps satellites, and Rp 4.88 trillion - Rp 9.59 trillion for 65 Gbps satellites.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T51901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuril Hudha Pramono
"ABSTRAK
Layanan In-Flight Connectivity (IFC) dengan teknologi Air-to-Ground (A2G) belum terimplementasi di Indonesia. A2G adalah jaringan terestrial di darat yang terdiri dari sejumlah Ground Station (GS) untuk melayani konektivitas internet di pesawat terbang selama penerbangan dengan mengarahkan sinyal radio GS tersebut ke jalur penerbangan pesawat terbang.
Metode STEP analysis (Social, Technology, Economy, Policy) dipilih dalam melakukan analisis teknologi A2G di Indonesia ini bertujuan untuk dapat melakukan pendekatan dengan melihat permasalahan secara menyeluruh berdasarkan aspek sosial, teknologi, ekonomi dan aspek kebijakan sehingga diperoleh perspektif yang utuh dalam rangka implementasi teknologi A2G di Indonesia.
Berdasarkan analisis metode STEP ini diperoleh hasil bahwa dari aspek sosial masyarakat Indoensia di kalangan ekonomi menengah ke atas menginginkan kehadiran layanan internet di pesawat dengan skema layanan merupakan bagian dari fasilitas yang diberikan oleh maskapai penerbangan kepada penumpang. Dari aspek teknologi dengan melihat kondisi geografis Indonesia, maka teknologi yang layak diimplementasikan adalah kombinasi antara A2G dan Satelit. A2G untuk melayani penerbangan saat di atas daratan dan teknologi satelit untuk mengcover layanan saat penerbangan di atas lautan yang tidak terlayani oleh A2G. Dari aspek ekonomi implementasi internet A2G akan memunculkan potensi pendapatan baru selain pendapatan akses internet yaitu pendapatan iklan, pendapatan konten premium dan pendapatan e-commerce. Dari aspek kebijakan terkait dengan regulasi penggunaan perangkat elektronik di pesawat, maka rekomendasi durasi waktu penerbangan yang layak untuk disediakan layanan internet di pesawat adalah minimal 1,5 hingga 2 jam perjalanan.

ABSTRACT
In-Flight Connectivity (IFC) services with Air-to-Ground (A2G) technology have not yet been implemented in Indonesia. A2G is a terrestrial network on ground consisting of several Ground Station (GS) to serve internet connectivity on an aircraft during flight by directing the GS radio signal to the flight path of an aircraft.
The STEP analysis method (Social, Technology, Economy, Policy) chosen in conducting A2G technology analysis in Indonesia aims to identify problems in a comprehensive manner based on social, technological, economic and policy aspects so that a complete perspective is obtained in implementing A2G in Indonesia.
Based on the analysis of the STEP method, it is obtained that from the social aspects of the Indonesian people at the middle to upper economic level, they want internet service on a plane with a service scheme to be part of the facilities provided by airlines to passengers. From the technological aspect by looking at Indonesia's geographical
conditions, the technology that is feasible to be implemented is a combination of A2G and Satellite. A2G to serve flights while on land and satellite technology to cover services when flights over seas that are not served by A2G. From an economic aspect, A2G implementation will bring up new revenue potential besides internet access revenue,
namely advertising revenue, premium content revenue and e-commerce revenue. From the policy aspects related to the regulation of the use of electronic devices on the aircraft, the recommended duration of flight time is adequate for internet services provided on the aircraft at least 1.5 to 2 hours."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Fauzan Hafizh
"Persaingan usaha yang sehat ditandai dengan adanya kesempatan yang sama antar Pelaku Usaha dalam menawarkan barang atau jasa kepada konsumen. Dalam merealisasikan iklim persaingan usaha yang sehat harus terdapat aturan hukum yang menjadi dasar bagi setiap pelaku usaha untuk bersaing secara adil dalam menjalankan kegiatan usahanya. Maka untuk menjamin penegakan persaingan usaha yang sehat di Indonesia lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tentunya dengan aturan hukum tersebut akan menjamin pasar kompetitif secara sehat yang terbebas dari segala kecurangan dan konspirasi  yang menutup esensi dari adanya persaingan di dunia usaha. Namun perwujudan dari persaingan usaha yang sehat di Indonesia belum terealisasi secara sempurna oleh karena masih banyaknya pelaku usaha yang memanfaatkan kesempatan untuk mencapai tujuan kegiatan usaha dengan hal-hal yang dilarang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Salah satu kasus dimana para pelaku usaha diduga melakukan kegiatan yang dilarang adalah kasus dugaan persekongkolan tender dalam program penyediaan kapasitas satelit telekomunikasi berbasis High Throughput Satellite (HTS) di Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI KOMINFO). Di dalam kasus ini, pengadaan tender bertujuan untuk menyediakan akses internet dan layanan seluler kepada masyarakat di daerah 3T( Terdepan, Tertinggal dan Terluar).
Fair business competition is characterized by equal opportunities between Business Actors in offering goods or services to consumers. In realizing a fair business competition climate, there must be a legal rule that is the basis for every business actor to compete fairly in carrying out his business activities. So to ensure the enforcement of fair business competition in Indonesia, Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition is born. Of course, the rule of law will guarantee a healthy competitive market that is free from all fraud and conspiracy that closes the essence of competition in the business world. However, the manifestation of fair business competition in Indonesia has not been realized perfectly because there are still many business actors who take advantage of the opportunity to achieve the objectives of business activities with the things that are prohibited in Law No. 5 of 1999. One of the cases where business actors were suspected of carrying out prohibited activities was a case of alleged tender conspiracy in the program of providing capacity for telecommunications satellites based on High Throughput Satellite (HTS) in the Telecommunications and Information Accessibility Agency of the Ministry of Communication and Information Technology (BAKTI KOMINFO). In this case, the procurement of tenders aims to provide internet access and cellular services to the public in 3T areas (Frontier, Disadvantaged and Outermost)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaifallah
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S38257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan
"Sejak tahun 1990, teknologi satelit dipandang sebagai salah satu teknologi yang sesuai untuk menyediakan solusi yang memadai dibeberapa negara. Salah satu aplikasi dari teknologi komunikasi satelit adalah jaringan komunikasi VSAT (Very Small Aperture Terminal). Jaringan komunikasi VSAT terdiri dari sebuah stasiun induk dan sejumlah stasiun pelanggan yang letaknya secara geografis berjauhan, sehingga timbul banyak permasalahan. Dalam hal ini proses transmisi, metode point to point, dan perangkat yang digunakan pada jaringan komunikasi VSAT sangat menentukan untuk memenuhi layanan telekomunikasi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dilakukan penerapan teknologi VSAT yang menggunakan metode point to point atau yang sering disebut dengan SCPC (Single Channel per Carrier). VSAT metode ini umumnya bekerja pada C-Band yaitu pada frekuensi 3 ? 6 GHz. Untuk sisi downlink pada frekuensi 3 ? 4 GHz dan uplink pada frekuensi 5 ? 6 GHz. Dimana terminal VSAT pada dasarnya terdiri dari antena parabola, amplifier, converter dan modem.
VSAT dikatakan bekerja secara optimal jika parameter kinerjanya sesuai dengan standart. Unjuk kerja link VSAT metode ini ditentukan oleh parameter Energy Isotropic Radiated Power (EIRP), Carier to Noise Density Ratio Total (C/No)Total serta Energi Bit Noise to Ratio (Eb/No). Redaman propagasi serta Carier to Interference Ratio Total (C/I)Total baik pada saat uplink maupun downlink. Dari hasil penelitian network VSAT point to point ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan availability akan layanan telekomunikasi khususnya didaerah pedesaan yang kondisi geografisnya tidak dimungkinkan menggunakan sistem komunikasi terestrial.

Since year 1990, satellite technology viewed as one of appropriate technology to provide solution in some state. One of application from satellite communications technology is communications network of VSAT (Very Small Aperture Terminal). Network Communications of VSAT consist of a mains station and a number of customer station at far geographical position, so that arise many problems. In this case process transmission, method of point to point, and peripheral used at hub station and remote station in communications network of VSAT, very determining to fulfill telecommunications service.
To overcome problems above hence conducted by adjusment of technology of VSAT using method of point point to or which often referred as with SCPC (Single Carrier Per Channel). this VSAT Method generally put hand to C-Band in frequency 3-6 GHZ, with downlink frequency 3-4 GHZ and of uplink at frequency 5-6 GHZ. Where terminal of VSAT basically represent corps of parabola antenna, amplifier, and converter of modem.
VSAT told work in an optimal if its performance parameter as according to standart. Performance of this link VSAT method is determined by parameter of Energy Isotropic Radiated Power (EIRP), Total Carier To Noise Density Ratio (C/No)Total and also Energi Beet of Noise Ratio to (Eb/No). damping of propagasi and also Total Carier Interference Ratio to (C/I)Total, at the time of and also uplink of downlink. From result of research of this VSAT point to point network is expected can fulfill requirement of telecommunications service availability will specially rural area which is geographical condition of him do not be enabled to use communications system of terestrial."
2008
S40586
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>